PENDAHULUAN
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan,
berbentuk khas mie. Sekitar empat puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah
mie. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan
karbohidratnya yang relatif tinggi (Syamsir, 2008).
Mie merupakan jenis makanan yang diperkirakan berasal dari daratan Cina
2000 tahun yang lalu pada dinasti Han. Hal ini dapat dilihat dari budaya bangsa
Cina, yang selalu menyajikan mie pada perayaan ulang tahun sebagai simbol
untuk umur yang panjang (Juliano dan Hicks, 1990). Dari Cina, mie berkembang
dan menyebar ke Jepang, Korea, Taiwan dan negara-negara di Asia Tenggara
bahkan meluas sampai kebenua Eropa. Menurut buku-buku sejarah, di benua
Eropa mie mulai dikenal setelah Marco Polo berkunjung ke Cina dan membawa
oleh-oleh mie. Namun pada perkembangannya di Eropa mie berubah menjadi
pasta seperti yang kita kenal saat ini. Kemudian perkembangan mie berkembang
sampai dikenal di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, mie bahkan telah menjadi
pangan alternatif utama setelah nasi (Anonim, 2009).
Mie dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi 2 kelompok:
yaitu mie basah dan mie instan. Berdasarkan proses lanjutannya, mie basah dapat
dibagi lagi menjadi mie basah mentah, mie matang dan mie kering (Syamsir,
2008).
Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan setelah
tahap pemotongan. Biasanya mie basah dipasarkan dalam keadaan segar. Kadar
air mie basah dapat mencapai 52% dan karenanya daya simpannya relatif singkat
(40 jam pada suhu kamar). Proses perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-
oksidase terdenaturasi, sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna
selama distribusi. Di Cina, mie basah biasa dibuat dari terigu jenis lunak dan
ditambahkan Kan-sui. Yang dimaksud kan-sui adalah larutan alkali yang tersusun
oleh garam natrium dan kalium karbonat. Larutan ini digunakan untuk
menggantikan fungsi natrium klorida dalam formula. Garam karbonat ini
membuat adonan bersifat alkali yang menghasilkan mie yang kuat dengan warna
kuning yang cerah. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang
berwarna kuning pada keadaan alkali (Hoseney, 1994).
Sedangkan mie kering tidak mengalami proses pemasakan lanjut ketika
benang mie telah dipotong, tetapi merupakan mie segar yang langsung
dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10% Pengeringannya biasanya
dilakukan melalui penjemuran. Karena bersifat kering, daya simpannya juga
relatif panjang dan mudah penanganannya (Hoseney, 1994).
BAB III. METODE
Cara Kerja
1. Pembuatan mie basah
Bahan dasar (100 gram tepung terigu, 100 gram tepung terigu + sawi,
dan 60 gram tepung terigu + 40 gram tepung tapioka) dicampur dengan
kuning telur sebanyak 1 buah, air sebanyak 30 mL, dan garam secukupnya.
Campuran ini diaduk dengan cara diremas-remas sampai campuran menjadi
kalis. Setelah benar-benar kalis, adonan ini dilembutkan kembali dengan sliter.
Setelah dilembutkan beberapa kali, adonan ditaburi dengan tepung terigu dan
dipotong kecil-kecil dengan menggunakan sliter. Setelah itu mie yang telah
terpotong-potong ditaburi dengan tepung terigu dan minyak.
Bahan dasar (100 gram tepung terigu, 100 gram tepung terigu + sawi,
dan 60 gram tepung terigu + 40 gram tepung tapioka) dicampur air sebanyak
50 mL dan garam secukupnya. Campuran ini diaduk dengan cara diremas-
remas sampai campuran menjadi kalis. Setelah benar-benar kalis, adonan ini
dilembutkan kembali dengan sliter. Setelah dilembutkan beberapa kali, adonan
ditaburi dengan tepung terigu dan dipotong kecil-kecil dengan menggunakan
sliter. Setelah itu mie yang telah terpotong-potong ditaburi dengan tepung
terigu dan minyak.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
B. Pembahasan
Mie merupakan salah satu produk makanan yang digemari oleh banyak
orang. Mulai dari kanak-kanak sampai dewasa, laki-laki ataupun perempuan
menyukai mie. Pada percobaan ini akan diamati teknologi pengawetan pangan
dengan produk mie basah dan mie kering.
Mie menggunakan tepung terigu sebagai bahan dasar. Kandungan protein
utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mie adalah gluten. Gluten
dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam
tepung terigu untuk pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya
mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya.
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat,
melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan
mengembang dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH
antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH.
Makin banyak air yang diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang
optimum membentuk pasta yang baik.
Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur mie,
meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie serta mengikat air. Garam dapat
menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta tidak bersifat
lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
Telur akan menghasilkan suatu lapisan yang tipis dan kuat pada
permukaan mie. Lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan
minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mie sewaktu pemasakan. Lesitin
pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi
air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan.
Mie yang dibuat pada percobaan ini menggunakan 3 variasi bahan dasar.
Bahan dasar yang pertama menggunakan tepung terigu, yang kedua menggunakan
campuran sawi (sehingga mie menjadi berwarna hijau), dan yang ketiga adalah
campuran tepung terigu dan tepung tapioka. Dari campuran bahan dasar ini,
dibuat 2 jenis mie, yaitu mie basah dan mie kering.
Setelah dihasilkan produk mie basah, dilakukan dua proses pengolahan
lebih lanjut, yaitu pengukusan dan perebusan. Sedangkan pada pembuatan mie
kering dilakukan pengamatan pada hari ke-0 dan hari ke-2.
Pada produk mie basah, produk dengan pengolahan lanjutan berupa
perebusan cenderung memiliki warna yang lebih muda (keputihan). Sedangkan
dari segi tekstur dan rasa cenderung bervariasi dan pada segi bau umumnya
berbau tepung (normal).
Pada produk mie kering, tekstur dan kenampakan berubah dari hari ke-0
menuju hari ke-2. Hal ini dikarenakan adanya proses perusakan yang dilakukan
oleh mikrobia pembusuk, sehingga mie tidak layak lagi untuk dikonsumsi.
Perbedaan yang terlihat dari mie basah dan mie kering adalah pada rasa
yang dihasilkan, pada produk mie kering, rasa yang dihasilkan cenderung gurih
dan pada mie basah rasa lebih bervariasi.
Perbedaan yang ditunjukkan akibat variasi bahan dasar adalah sebagai
berikut. Pada mie dengan campuran sawi terlihat warna yang lebih kehijauan
sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri. Sedangkan pada bahan dengan
campuran tapioka terlihat tekstur kurang kuat (lebih mudah terputus)
dibandingkan dengan bahan dasar tepung terigu saja. Hal ini dikarenakan
kandungan gluten, yang berperan dalam kuatnya elastisitas mie, lebih sedikit pada
bahan dengan campuran tepung tapioka sehingga lebih mudah putus.
BAB V KESIMPULAN
Juliano, B.O. dan P.A. Hicks. 1990. Utilization of rice functional properties to
produce rice food products with modern processing technologies.
International Rice Commission Newsletter. 39: 163-178.