Anda di halaman 1dari 28

MALARIA

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera


dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang
disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan
mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil)
serta demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang
menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan
melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi
protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala
meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada
penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria
telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah
berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah
seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit
ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua
Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit
malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya
fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria
merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang
buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan
penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta
perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah
memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang
bermukim didaerah tersebut.

Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia


Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing
disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap
jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan
keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai
pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik.
Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat
terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat
terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau
disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium
falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat
malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah
ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria
kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki
masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau
tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai
40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan
terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan
jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh
Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati;
beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut
menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan
perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.

Penanganan
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang
pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang
sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam
jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman
berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang
pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya
lebih rendah. Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin
dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam
rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis
malaria dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat
tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada
obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu
digunakan secara terus menerus.
Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme
yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya
daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik
lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di
semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga
semakin kurang efektif terhadap strain plasmodium falciparum.
Seiring dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap
obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk
pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap
insektisida seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan
jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis.
Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami
peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang
datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara
pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang
datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang
tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti
profilaksis (obat pencegah).
Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga
beberapa minggu setelah kembali dari bepergian. Mefloquine
telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal
terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai
pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki
apakah dapat menimbulkan efek samping yang merugikan.
Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan
untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang
telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan
hanya sebagai pencegahan.
Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan
vaksin untuk malaria. Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi
syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan
keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli
lainnya tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk
penggunaan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk
menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang
digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan
demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium
falciparum namun masih sangat sulit untuk diperbanyak
jumlahnya.

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama


prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa
genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh
manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina
( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan
pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia
yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium
malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah
Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran
keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah
ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste.
Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang
mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai
pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam. Proses
penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria
yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 )
Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang
mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar
sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan
jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk
stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah
sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke
eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium
eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua /
matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit
sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil
membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap
oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di
tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk
terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel
gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan
berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung
nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang
kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar
liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia.
Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di jaringan
hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati
tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di
jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk
hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada
penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam
keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu
lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka
hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari
dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah
akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun
yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh
setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria
dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres,
maka gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya
akan positif P. Vivax/Ovale.
Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan
menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan
jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria
berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae
tidak merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang
mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang
disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak
ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah
mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria
serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir semua penderita yang
tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele)
pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat
terjadi sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi
apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif
tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.

PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT


Selalu lakukan pemeriksaan secara legaartis, yang tdd :
Anamnesis secara lengkap (allo dan/ auto anamnesis bila
memungkinkan)

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji
fungsi hati, uji fungsi ginjal dan lain-lain untuk
mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi lain, misal ::
punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.

Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3


komponen penting yaitu :
Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan
simptomatik)

Pengobatan terhadap komplikasi


Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang
dilakukan di puskesmas sebelum dirujuk adalah :
A. Tindakan umum
B. Pengobatan simptomatik
C. Pemberian anti malaria pra rujukan : dosis I Kinin antipirin
10 mg/KgBB IM (dosis tunggal)
A. Tindakan umum ( di tingkat Puskesmas ) :
Persiapkan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah
sakit/fasilitas pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara :
Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya
asfiksia, bila diperlukan beri oksigen (O2)
Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan
umum)
Monitoring tanda-tanda vital antara lain : keadaan umum,
kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30
menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya)
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal.
Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.
Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan
diawasi terus tensi, warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter
segera.
Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk
Buat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai :
identitas penderita, riwayat perjalanan penyakit, riwayat
penyakit dahulu, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
(bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding, tindakan &
pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan,
dan lain-lain yang dianggap perlu (misal : bila keluarga
penderita menolak untuk dirujuk maka harus menandatangani
surat pernyataan yang disediakan untuk itu). Catatan vital sign
disatukan kedalam status penderita.

B. Pengobatan simptomatik :

Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol


15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres
hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg
IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15
menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari
100 mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai
Phenobarbital 100 mg IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.

C. Pemberian obat anti malaria spesifik :


Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of
choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 %
injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.
Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila
tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat
diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis
tunggal).
Cara pemberian :

Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi


2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau
dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan
konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8
jam sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina
tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian
3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian
infus perdrip yang pertama).

Catatan :

Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat
menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat
toksisitas pada jantung dan kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui
infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada
paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha
(jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk
pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk
mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam
kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2
nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik
harus dilakukan.
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/Kg BB
Hari I : 30 mg/Kg BB
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina
untuk menghindari hipotensi postural berat.
Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya :
lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit
(seperti telah diuraikan diatas), yaitu :
Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.
Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum
dan pengobatan simptomatik)
Ditambah pengobatan terhadap komplikasi.

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

1. Malaria cerebral
Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum,
suatu perubahan sensorium yaitu manifestasi abnormal
behaviour/kelakuan abnormal pada seorang penderita dari mulai
yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak bentuk
yang berat.
Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa
delirium, mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon
motorik terhadap rangsang sakit yang dapat diobservasi/dinilai.
Onset koma dapat bertahap setelah stadium inisial konfusi atau
mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post
iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila
penyebab ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab
ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti
meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.

Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut


ini bisa ada :
Ensefalopathy difus simetris.
Kejang umum atau fokal.
Tonus otot dapat meningkat atau turun.
Refleks tendon bervariasi.
Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.
Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).
Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi
mulut dipukul.
Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi
rigidity.
Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.

Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze)


dan konvergensi spasme sering terjadi. Perdarahan sub
konjunctive dan retina serta papil udem kadang terlihat.
Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank
sign) meningitis, Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk
itu adanya meningitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan
punksi lumbal (LP).
Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml,
protein sering naik ringan.
Di derah endemik malaria, semua kasus demam dengan
perubahan sensorium harus diobati sebagai serebral malaria,
sementara menyingkirkan meningoensefalitis yang biasa terjadi
di tempat itu.

Prinsip penatalaksanaan :
Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti
pada malaria berat. Disamping pemberian obat anti malaria
spesifik, beberapa hal penting perlu diperhatikan :
Perawatan pasien tidak sadar.
Pengobatan simptomatik : pengobatan hiperpireksia dan
pengobatan yang cepat bila ada kejang. Cara pemberian anti
piretik dan antikonvulsan seperti sudah dijelaskan diatas.
Deteksi dini & pengobatan komplikasi berat lainnya.
Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada
pasien-pasien dengan pemasangan IV-line, intubasi endotracheal
atau kateter saluran kemih. Hati-hati terhadap kemungkinan
terjadinya aspirasi pneumonia.

Perawatan pasien tidak sadar meliputi :


Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.
Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan
infeksi yang sering terjadi melalui IV-line maka IV-line
sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup.
Pemasangan kateter dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung
untuk mencegah aspirasi pneumonia.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari
ulkus kornea yang dapat terjadi karena tidak adanya refleks
mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar
parotis karena kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien
tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka
dekubitus dan hypostatic pneumonia.

Hal-hal yang perlu dimonitor :


Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow
coma scale (GCS) setiap 6 jam.
Hitung parasit setiap 12-24 jam.
Hb & Ht setiap hari.
Gula darah setiap 4 jam.
Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum, creatinin &
kalium darah pada komplikasi gagal ginjal ).
Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma
score)
Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan
malaria serebral tetapi menurut WHO sekarang tidak boleh
dipakai karena berbahaya, yaitu :
? Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya
? Obat anti inflamasi yang lain
? Anti udem serebral (urea, manitol)
? Dextran berat molekul rendah
? Epinephrine (adrenalin)
? Heparin.
Penatalaksanaan pasien koma
Selalu memakai prinsip ABC ( A=Airway, B=Breathing,
C=Circulation) + D=Drug [defibrilasi].
Airway ( jalan nafas ) :
Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :
Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll
Pasien posisi lateral
Tempat tidur datar/tanpa bantal.
Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan,
dengan jalan : posisi lateral dan pemasangan NGT untuk
menyedot isi lambung.
Breathing (pernafasan) :
Bila takipnoe, pernafasan asidosis : berikan penunjang ventilasi ,
misal : O2, dan rujuk ke ICU.
Circulation (kardiovaskular) :
Periksa dan catat : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila memungkinkan),
turgor kulit, dll.
Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan
dengan mencatat intake dan output cairan secara akurat.
Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk
mengukur volume urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi
atau overhidrasi dapat juga diketahui dari volume urin. Normal
volume urin : 1 ml/menit [1 ml/kg BB/jam]. Bila volume urin <
30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda
lain dehirasi), maka tambahkan intake cairan melalui IV-line.
Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk
mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
2. Anemia berat ( Hb < 5 gr % )
Bila Ht < 15 % atau Hb < 5 g %, tindakan :
Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg
BB darah akan menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar
atau PRC, dengan memonitor kemungkinan terjadinya overload
karena pemberian transfusi darah dapat memperberat kerja
jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan furosemide
20 mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC.
Volume transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan
balans cairan.
3. Hypoglikemia (Gula darah < 40 mg %)
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia <
3 tahun, ibu hamil sebelum atau sesudah pemberian terapi kina
(kina menyebabkan hiperinsulinemia), maupun penderita
malaria berat lain dengan terapi kina. Penyebab lain diduga
karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan :
a. Berikan 10 ? 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus
(anak-anak : 1 ml/Kg BB)
b. Infus glukosa 5 % atau 10 % perlahan-lahan untuk mencegah
hipoglikemia berulang.
c. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan
sebaiknya diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya
hipoglikemia.

4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolume, hipotensi, ?Algid malaria?


dan septikaemia
Sering terlihat pada pasien-pasien dengan :
Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan
intake cairan kurang)
Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid
malaria)
Perdarahan masif GI tract
Mengikuti ruptur limpa
Dengan komplikasi septikaemia gram negative
Kolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis
metabolik, respiratory distress dan gangguan fungsi / kerusakan
jaringan.
Gejala : hipotensi dengan tekanan sistolik < 70 mm Hg pada
orang dewasa dan < 50 mm Hg pada anak-anak, konstriksi vena
perifer.
Gejala khas : kulit dingin, suhu 38-40 oC, mata cekung, cianosis
pada bibir dan kuku, nafas cepat, nadi cepat dan dangkal, nyeri
ulu hati, dapat disertai mual/muntah, diare berat.

Tindakan :
Koreksi hipovolemia dengan pemberian cairan yang tepat
(NaCL 0,9 %, ringer laktat, dextrose 5 % in saline), plasma
expander (darah segar, plasma, haemacell atau bila tidak tersedia
dengan dextran 70) dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama 500 ml,
bila tidak ada perbaikan tensi dan tidak ada overhidrasi, beri
1000 ml, tetes diperlambat dan diulang bila dianggap perlu.
Bila memungkinkan, monitor dengan CVP ( tekanan dipelihara
antara 0 s/d +5 cm)
Bila terjadi hipovolemia menetap, diberikan Dopamin dengan
dosis inisial 2 ug/Kg/menit yang dilarutkan dalam dextrose 5 %.
[pada hipovolemia kontra indikasi untuk pemberian inotropik
karena tidak akan menaikkan TD malah menimbulkan takikardi
yang justru akan merugikan. Bila hipovolemia sudah teratasi
tapi TD belum naik, kemungkinan kontraktilitas miokard yang
jelek ? diperbaiki dengan pemberian Dobutamin, bukan
Dopamin, dengan dosis sampai 20 µg/kg BB/m] dosis dinaikkan
secara hati-hati sampai tekanan sistolik mencapai 80-90 mm Hg.
Periksa kadar gula darah untuk menyingkirkan kemungkinan
hipoglokemia.
Buat kultur darah dan resistensi test. Mulai segera pemberian
antibiotik broad spektrum, misal : generasi ketiga sefalosporin
bila tersedia, yang dapat dikombinasi dengan aminoglikosida
bila fungsi renal sudah dipastikan baik (periksa juga ureum &
kreatinin darah)
Apabila CVP tidak mungkin dilakukan, monitoring dan
pencatatan balas cairan secara akurat sangat membantu agar
tidak terjadi overhidrasi.

Pada Anak-anak :
Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5
% atau 10 % atau NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30
ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit. Misalnya : anak
dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB
(23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian
maintenace 10 ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menit
Awasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.
5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )
Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga
terjadi gangguan mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi
glomerulus. Paling sering terjadi gagal ginjal pre-renal akibat
dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal renal akibat
tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita.
Namun ARF sering terdeteksi terlambat setelah pasien sudah
mengalami overload (dekompensasi kordis) akibat rehidrasi
yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan
oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya balans cairan secara
akurat.
Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan
sebaiknya kadar serum kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu.

Bila terjadi oliguria (volume urin < 400 ml/24 jam atau < 20
ml/jam pada dewasa atau < 0,5 ml/Kg BB/jam pada anak-anak
setelah diobservasi/diukur selama 4-6 jam) disertai tanda klinik
dehidrasi maka berikan cairan untuk rehidrasi dengan terus
berhati-hati/ mengawasi apakah ada tanda-tanda overload.
Untuk itu awasi semua tanda-tanda vital, monitoring balans
cairan, pemeriksaan auskultasi paru, jugular venous pressure
(JVP) dan central venous pressure (CVP) bila tersedia dan
observasi volume urin.
Bila terjadi anuria. Berikan diuretik : Furosemid inisial 40 mg
IV, observasi urin output. Bila tidak ada respon, dosis furosemid
ditingkatkan progresif sampai maksimum 200 mg [dosis
furosemid: 10-30 mg/jam] dengan interval 30 menit. Bila masih
tidak respon (urin output ( - ) atau < 120 ml/2jam) periksa kadar
ureum & kreatinin serum karena mungkin telah terjadi ARF.
Persiapkan penderita untuk dialisis atau rujuk ke RS dengan
fasilitas dialisis bila terjadi ARF. ARF biasanya reversibel
apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat.
ARF yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung)
sangat berbahaya bila tidak ditanggulangi secara cepat.
Tanda-tanda overload dari ringan sampai berat berupa : batuk-
batuk, tensi meningkat/sedikit meningkat, nadi cepat, auskultasi
paru ada ronki basah di basal bilateral paru, auskultasi jantung
mungkin terdengar bunyi jantung tambahan (bunyi ke 3) dan
JVP meningkat, serta pasien terlihat agak sesak sampai sesak
nafas berat.
Bila ada tanda-tanda overload, segera hentikan pemberian
cairan.
Rencanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis,
atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis.
Periksa juga kadar elektrolit darah dan EKG bila tersedia untuk
mencari terjadinya hiperkalemia, asidosis metabolik serta
gangguan keseimbangan asam-basa.

Catatan :
Normal kadar ureum darah : 20 - 40 mg/dl, kreatinin N : 0,8 ?
1,1 mg/dl.
Indikasi dialisis :
Klinik :
Tanda-tanda uremik
Tanda-tanda volume overload
Pericardial friction rub
Pernafasan asidosis setelah rehidrasi
Indikasi laboratorium :
Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga
didiagnosis melalui EKG)
Peningkatan ureum dengan uremic syndrome.

6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)


Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah
endemis pada negara-negara tropis. Sering terjadi pada penderita
yang non-imun terhadap malaria. Biasanya terjadi akibat
trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada kulit
berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung,
gusi dan saluran pencernaan.
Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi.
Tindakan :
Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila
protrombin time atau partial tromboplastin time memanjang.
Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 ? 20
ml /kgBB
Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia.
Perbaiki keadaan gizi penderita.

7. Edema paru
Edem paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut
lainnya.
Edema paru terjadi akibat :
ARDS (Adult respiratory distress syndrome) [tanda-tanda
ARDS: timbul akut, ada gambaran bercak putih pada foto toraks
di kedua paru, rasio PaO2:FiO2 < 200, tidak ada gejala gagal
jantung kiri]
Over hidrasi akibat pemberian cairan.
ARDS terjadi secara tidak langsung karena peningkatan
permeabilitas kapiler di paru.
ARDS dan overload cairan, keduanya dapat terjadi sendiri-
sendiri atau bersamaan.
Bentuk klinik ARDS : - Takipnoe (nafas cepat) pada fase awal
- Pernafasan dalam
- Sputum : ada darah dan berbusa.
- X-ray : ada bayangan pada kedua sisi paru dan hipoksaemia.
Perbedaan ARDS dengan fluid overload :
ARDS Fluid overload
Balans cairan Normal Input > output
CVP Normal Meninggi
Tekanan A. Pulmonal Normal Meninggi
JVP Normal Meninggi

Tindakan :
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan
sebelumnya dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Akibat ARDS
a. Pemberian oksigen
b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
2. Akibat over hidrasi :
- Pembatasan pemberian cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam
kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum)
sambil memonitor urin output dan tanda-tanda vital.
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.
- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan
sangat sesak, dan tidak cukup waktu untuk merujuk pasien,
lakukan :
? Posisi pasien ½ duduk.
? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong
transfusi/donor sebanyak 250-500 ml akan sangat membantu
mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah normal,
darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.

8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)


Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia
dan Indonesia yang mempunyai prognosis jelek.
Tindakan :
1. Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan
hemolisis berat dan Hb sangat menurun maka beri transfusi
darah.
2. Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di
rujuk.

9. Asidosis metabolik
Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang
berbeda, termasuk diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi,
disfungsi renal, peningkatan glikolisis, anemia, hipoksia, dan
lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan
bersamaan dengan komplikasi lain seperti : anemia berat, ARF,
hipovolemia, udem paru dan hiperparasitemia yang ditandai
dengan peningkatan respirasi (cepat dan dalam), penurunan PH
dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan
dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang
terlambat akan mengakibatkan kematian.
Tindakan :
a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena
anemia berat (Hb < 5 g%), maka beri transfusi darah segar atau
PRC.
b. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15
lakukan koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat
[hati-hati koreksi dengan bicarbonat dapat meningkatkan
PaCO2] melalui IV-line (walau sebenarnya pemberian natrium
bikarbonat masih kontroversial). Koreksi pH arterial harus
dilakukan perlahan 1-2 jam
c. Bila sesak nafas, beri O2.
d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita
segera di rujuk

10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)


Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis
intravascular dan hemoglobinuria yang dipresipitasi oleh
primakuin dan obat-obat oksidan yang dipakai sebelum terkena
malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya hemolisis.
Tidak berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan.
Blackwater biasanya sementara dan dapat berubah tanpa
komplikasi. Namun dapat juga menjadi gagal ginjal akut dalam
kasus-kasus yang berat.
Tindakan :
? Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.
? Bila Ht < 20 %, beri transfusi darah
? Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria.
? Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas hemodialisis.

11. Hiperparasitemia.
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit > 5 %
dan adanya skizontaemia sering berhubungan dengan malaria
berat. Tetapi di daerah endemik tinggi, sebagian anak-anak imun
dapat mentoleransi densitas parasit tinggi (20-30 %) sering tanpa
gejala.
Penderita dengan parasitemia tinggi akan meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi berat.
Tindakan :
1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.
2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang
parasitemianya.
3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT)
adalah :
? Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat
? Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat lainnya seperti :
serebral malaria, ARF, ARDS, jaundice dan anemia berat.
? Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah 12-24
jam pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal.
? Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (misal : lanjut
usia, adanya late stage parasites/skizon pada darah perifer)
4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV,
Hepatitis)

V. PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)

Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja


terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek
pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-
menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat sampai
4 ? 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.
OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia
adalah :
Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara
luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu
menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan
untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI
Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping
ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.

Pencegahan pada anak :


OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin.
Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet
rasanya pahit sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan
atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu
pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung
DEET sebaiknya tidak digunakan untuk anak berumur < 2
tahun.

Pencegahan perorangan
Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan
pencegahan terhadap penyakit malaria. Obat yang dipakai :
Klorokuin.
Cara pengobatannya :
- Bagi pendatang sementara :
Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria,
selama berada di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4
minggu setelah meninggalkan daerah malaria.
- Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :
Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun
dapat dilakukan tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah
tersebut hebat sekali atau selama musim penularan, obat
diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu
dianjurkan hanya untuk 3 ? 6 bulan saja.

Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2


tablet untuk dewasa.
Lihat tabel berikut :
Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal)
( frekuensi 1 x seminggu )
0?1¼
1?4½
5?91
10 ? 14 1 ½
> 15 2

Pencegahan kelompok
Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang
non-imun yang sedang berada di daerah endemis malaria.
Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan yang lebih
baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos
pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di
wilayah tersebut, atau melalui pos obat desa (POD) yang di
dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain obat anti malaria.
Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan
perorangan.

VI. PROGNOSIS
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan
ketepatan & kecepatan pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas
yang dilaporkan pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada
kehamilan meningkat sampai 50 %.
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ
lebih baik daripada kegagalan 2 fungsi organ
? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah
> 75 %
? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria
berat yaitu:
? Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
? Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

VI. RUJUKAN PENDERITA

Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS


Kabupaten.
Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di
puskesmas rawat inap dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten.
Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS
Propinsi.
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang
berisi tentang diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang
telah dilakukan dan tindakan yang sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.

Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :


Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :
1. Malaria dengan komplikasi
2. Malaria congenital pada bayi
3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)

Tanggal dibuat : 19/03/2005 . 13:45


Revisi terakhir : 03/02/2007 . 12:17
Kategori : PENYAKIT
Halaman pernah dibaca 10914 kali

Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam manusia


sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta
kematian setiap tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di
bawah gurun Sahara.
Untuk penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter
militer Prancis Charles Louis Alphonse Laveran diberikan
Penghargaan Nobel untuk Fisiologi dan Medis pada 1907.
Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Sebab dan gejala


 2 Pengobatan
 3 Referensi
 4 Pranala luar
o 4.1 Vaksin dan riset lainnya
o 4.2 DDT
o 4.3 Animasi, gambar, dan foto

[sunting] Sebab dan gejala


Malaria disebabkan oleh parasit protozoa. Plasmodium (salah
satu Apicomplexa) dan penu bila tak terawat; anak kecil lebih
mungkin berakibat fatal.
[sunting] Pengobatan
Pengobatan malaria tergantung kepada jenis parasit dan
resistensi parasit terhadap klorokuin.
Untuk suatu serangan malaria falciparum akut dengan parasit
yang resisten terhadap klorokuin, bisa diberikan kuinin atau
kuinidin secara intravena. Pada malaria lainnya jarang terjadi
resistensi terhadap klorokuin, karena itu biasanya diberikan
klorokuin dan primakuin.
Prinsip penanganan malaria secara umum adalah bila tanpa
komplikasi diberikan peroral artesunat kombinasi dengan
amodiakuin (artesdiakuin) atau coartem atau duo-cotexcin,
sedangkan malaria dengan komplikasi diberikan artesunat 2,4
mg/kgbb pada jam ke 0 - 12 - 24 - 72 dan seterusnya sampai
pasien bisa diterapi secara oral atau digunakan artemeter 3,2
mg/kgbb dilanjutkan dengan 1,6 mg/kgbb.
[sunting] Referensi

 Ito J, Ghosh A, Moreira LA, Wimmer EA, Jacobs-Lorena


M. Transgenic anopheline mosquitoes impaired in
transmission of a malaria parasite. Nature 2002;417:387-8.
PMID 12024215

Anda mungkin juga menyukai