Anda di halaman 1dari 13

TEORI PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN MANUSIA

ERIK H. ERIKSON

TEORI PERKEMBANGAN DAN


PERTUMBUHAN MANUSIA
Posted by: anggaway89 | April 1, 2010

Salah satu teori yang bagi saya mengagumkan dan mudah dipahami dalam pembahasan
tentang psikologi perkembangan adalah teori Erik Homburger Erikson.

Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan, yaitu:

1. dunia bertambah besar seiring dengan diri kita


2. kegagalan bersifat kumulatif

Kedua dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang terkenal itu. Ia hendak
mengatakan bahwa dunia semakin besar seiring dengan perkembangan karena kapasitas
persepsi dan kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain, dalam pengertian
Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage perkembangan akan menghambat
sebuah proses perkembangan ke stage berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang
dengan sendirinya, bahkan terakumulasi dalam stage perkembangan berikutnya.

Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan konsep ego)
ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara tubuh (pemrograman
biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.

Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang sejak


kelahiran hingga kematian.
1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.

Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs tidak percaya)

Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan

Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi
memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan
terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan
penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi
akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa
kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu
memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah
tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan

usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-
tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar
perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka
bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap
signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.

2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun

Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa malu)

Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan (will)

Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar
belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan
motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa
ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan
berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman
tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di periode adalah
kemampuan berkata TIDAK. Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna
untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan
dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang
mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan
kehilangan rasa percaya dirinya.

3. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun

Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)

Kekuatan dasar: Tujuan

Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di
sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain
dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau
boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan,
tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang sering
diucapkan seorang anak:”KENAPA?”

Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang
berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat
anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama
anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan
melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.

Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan
saudara).

4. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun

Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)

Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi

Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya
menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda
dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan
dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan
berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri
(ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di
dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks
sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.

Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan
ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas
tunggal.

5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun

Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs kebingungan peran)

Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)

Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya,
sejak stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan.
Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup
berubah sangat kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam
interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.

Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang
terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila
stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan
peran.

Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini,
seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya
tidak demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.

6. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun

Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)

Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)

Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling
memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan.
Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia
terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk
pertahanan ego.

Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.

7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun

Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or Stagnation

Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)

Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan
pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga.
Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.

Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai
budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang
stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan
sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa
ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.

Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan
berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan
tujuan hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau
stagnasi.

Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.

7. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati

Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs keputus asaan)

Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)

Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan
bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia
akan merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan
menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus
asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau
bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang
dianutnyalah yang paling benar.

KRITERIA PENAHAPAN PERKEMBANGAN INDIVIDU PERKEMBANGAN


MANUSIA

Sejak konsepsi sampai masa prosesnya terjadi secara bertahap melalui berbagai tahapan
perkembangan, dimana dalam setiap tahapan perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelum dan sesudahnya. Untuk
memudahkan kita memahami tahapan perkembangan tersebut Ellizabeth Hurlock secara
lengkap telah membagi tahapan perkembangan manusia dalam sepuluh tahapan / masa
perkembangan, yaitu :

1. Masa sebelum lahir (Prenatal) selama 280 hari


2. Masa bayi baru lahir (new born) 0,0-2,0 minggu
3. Masa bayi ( baby hood ) 2 minggu-2,0 tahun
4. Masa kanak-kanak awal (early childhood) 2,0-6,0 tahun
5. Masa kanak-kanak akhir (later childhood) 6,0-12,0 tahun
6. Masa puber (puberty) 11,0 / 12,0-15,0 / 16,0
7. Masa remaja (adolescence) 15,0 / 16,0-21,0 tahun
8. Masa dewasa awal (early adulthood) 21,0-40,0 tahun
9. Masa dewasa madya (middle adulthood) 40,0-60,0 tahun
10. Masa usia lanjut (later adulthood) 60,0 –

Dari pembagian tahapan perkembangan diatas berarti bahwa proses pertumbuhan dan
perkembangan anak itu berlangsung sejak masa prenatal sampai anak selesai remaja.
PERKEMBANGAN ANAK

Makna pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak adalah terjadinya perubahan
yang besifat terus nenerus dari keadaan sederhana ke keadaan yang lebih lengkap, lebih
komleks dan lebih berdiferensiasi. Jadi berbicara soal perkembangan anak yang
dibicarakan adalah perubahan. Pertanyaannya adalah perubahan apa saja yang terjadi
pada diri seorang anak dalam proses perkembangan ? Untuk menjawab pertanyaan itu
maka perlu dipahami tentang aspek-aspek perkembangan

1. Aspek-Aspek pertumbuhan dan Perkembangan

1. pertumbuhan dan Perkembangan fisik yaitu perubahan dalam ukuran tubuh,


proporsi anggota badan, tampang, dan perubahan dalam fungsi-fungsi dari sistem
tubuh seperti perkembangan otak, persepsi dan gerak (motorik), serta kesehatan.
2. pertumbuhan dan Perkembangan kognitif yaitu perubahan yang bervariasi dalam
proses berpikir dalam kecerdasan termasuk didalamnya rentang perhatian, daya
ingat, kemampuan belajar, pemecahan masalah, imajinasi, kreativitas, dan
keunikan dalam menyatakan sesuatu dengan mengunakan bahasa.
3. pertumbuhan yang seimbang dengan Perkembangan sosial – emosional yaitu
perkembangan berkomunikasi secara emosional, memahami diri sendiri,
kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan tentang orang
lain, keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, menjalin persahabatan,
dan pengertian tentang moral.

Harus dipahami dengan sesungguh – sungguhnya bahwa ketiga aspek perkembangan itu
merupakan satu kesatuan yang utuh (terpadu), tidak terpisahkan satu sama lain. Setiap
aspek perkembangan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek lainnya. Sebagai contoh
perkembangan fisik seorang anak seperti meraih, duduk, merangkak, dan berjalan sangat
mempengaruh terhadap perkembangan kognitif anak yaitu dalam memahami lingkungan
sekitar di mana ia berada. Ketika seorang anak mencapai tingkat perkembangan tertentu
dalam berpikifr (kognitif) dan lebih terampil dalam bertindak, maka akan mendapat
respon dan stimulasi lebih banyak dari orang dewasa, seperti dalam melakukan
permaianan, percakapan dan berkomunikasi sehingga anak dapat mencapai keterampilan
baru (aspek sosial-emosional). Hal seperti ini memperkaya pengalaman dan pada
gilirannya dapat mendorong berkembangnya semua aspek perkembangan secara
menyeluruh. Dengan kata lain perkembangan itu tidak terjadi secara sendiri-sendiri.
2. Periode pertumbuhan dan Perkembangan

Para peneliti biasanya membagi segmen perkembangan anak. Ketika anak mencapai
pertumbuhan serta perkembangan pada periode tertentu maka akan dipereroleh
kemampuan dan pengalaman sosial-emosional yang baru. Periode pra-lahir : sejak
masa konsepsi sampai lahir. Pada periode ini terjadi perubahan yang paling cepat.
Periode masa bayi dan kanak-kanak: Sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada periode ini
terjadi perubahan badan dan pertumbuhan otak yang dramatis, mendukung terjadinya
saling berhubungan antara kemampuan gerak, persepsi, kapasitas kecerdasan, bahasa
dan terjadi untuk pertama kali berinteraksi secara akrab dengan orang lain. Masa bayi
dihabiskan pada tahun pertama sedanga masa kanak-anak dihabiskan pada tahun
kedua

Periode awal masa anak : dari usia 2 tahun sampai 6 tahun. Pada periode ini ukuran
badan menjadi lebih tinggi, keterampilan motorik menjadi lebih luwes, mulai dapat
mengontrol diri sendiri dan dapat memenuhi menjadi lebih luas. Pada masa ini anak
mulai bermain dengan membentuk kelompok teman sebaya. Periode masa anak-anak:
dari usia 6 sampai 11 tahun. Pada masa ini anak belajar tentang dunianya lebih luas dan
mulai dapat menguasai tanggung jawab, mulai memahami aturan, mulai menguasai proes
berpikir logis, mulai menguasai keterampilan baca tulis, dan lebih maju dalam
memahami diri sendiri, dan pertemanan. Periode masa remaja: dari usia 11-20 tahun.
Periode ini adalah jembatan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Terjadi
kematangan seksual, berpikir menjadi lebih abstrak dan idealistik

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Untuk melihat faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan seorang anak, maka
muncul pertanyaan: apakah perkembangan itu prasyarat untuk bisa belajar atau
perkembangan itu hasil dari proses belajar ? Pertanyaan itu bisa dijawab ya, bahwa
perkembangan itu prasyarat untuk bisa belajar. Artinya jika seorang anak belajar perlu
didasari oleh kesiapan (kematangan) yang dicapai dalam perkembangan. Misalnya
seorang anak tidak mungkin akan bisa belajar bahasa dan bicara jika belum mencapai
kesiapan (kematangan), meskipun lingkungan diciptakan sedemikian rupa agar anak
dapat belajar bahasa dan bicara. Sebaliknya, pertanyaan itu bisa dijawab ya bahwa
perkembangan itu adalah hasil belajar. Artinya perubahan yang terjadi pada diri seorang
anak diperoleh melaui proses interaksi dengan lingkungannya. Misalnya meskipun setiap
anak memiliki potensi untuk belajar bahasa dan bicara dan telah mencapai kematangan
untuk siap belajar, tetapi anak tersebut sama sekali tidak mendapatkan rangsangan dari
luar (lingkungan) untuk belajar, maka anak itu tidak akan memperoleh keterampilan
berbahasa.
Oleh karena itu terdapat hubungan timbal balik atau saling mempenagruhi antara proses
belajar dalam lingkungan dengan kematangan perkembangan. Dengan kata lain pada saat
tetentu belajar ditentukan oleh kematangan perkembangan, tetapi pada saat yang lain
perkembangan adalah hasil dari proses belajar. Konsekuensi dari keadaan ini maka jika
seorang anak mengalami hambatan dalam mencapai kematangan perkembangan karena
ada gangguan pada aspek fisik atau kognitif atau sosial-emosional maka dapat dipastikan
akan mengalami hambatan belajar, dan anak yang mengalami hambatan belajar akan
mengalami hamabtan perkembangan. Anak yang mengalami hambatan belajar dan atau
hambatan perkembangan, memerlukan layanan khusus dalam pendidikan dan disebut
anak berkebutuhan khusus. Tahap perkembangan berdasarkan psikologi Para ahli yang
menggunakan aspes psikologi sebagai landasan dalam menganalisis tahap perkembangan,
mencari pengalaman-pengalaman psikologis mana yang khas bagi individu pada
umumnya dapat digunakan sebagai masa perpindahan dari fase yang ada ke fase yang
lain. Dalam pekembangannya para ahli berpendapat bahwa dalam perkembangan pada
umumnya individu mengalami masa-masa kegoncangan. Apabila perkem-bangan itu
dapat dilukiskan sebagai proses evaluasi, maka pada masa kegoncangan itu evaluasi
berubah menjadi revolusi. Kegoncangan psikis itu dialami hamper semua orang, karena
itu dapat digunakans ebagai perpindahan darimasa satu kemasa yang lain dalam proses
perkembangan. Oswald Kroc mendasarkan pembagian masa perkembangan pada krisis-
krisis atau kegoncangan-kegoncangan yang dialami anak dalam proses
perkembangannya, yang disebutnya dengan dengan istilah Trotz periode. Menurutnya
sepanjang kehidupan ini terdapat tiga kali masa Trotz yaitu

1. Trotz periode I, anak mengalami masa krisis pertama ketika ia berusia 3,0-5,0
tahun, masa ini disebut juga asa anak-anak awal.
2. Trotz periode II, anak mengalami masa krisis kedua ketika ia berusia 11-12 tahun,
masa ini termasuk masa kerahasiaan bersekolah.
3. Trotz periode III, terjadi pada akhir masa remaja dan lebih tepat disebut dengan
masa kematangan diri pada masa kritis.

Sifat-sifat anak trotz ini adalah meraja – raja, egosentris, keras kepala, pembangkang dan
sebagainya. Hal itu mereka lakukan dengan tujuan memperoleh kebebasan dan perhatian.
Memperhatikan periodesasi yang dikemukakan para ahli diatas baik dari segi biologi,
didaktis maupun psikologis, maka dalam makalah ini ditulis urutan-urutan periodesasi
sebagai berikut

1. Masa intra uterin (masa dalam kandungan) dan masa bayi


2. Masa anak kecil
3. Masa anak sekolah
4. Masa remaja
5. Masa dewasa
Contoh Masalah Hambatan Dalam Perkembangan Individu

DAFTAR PUSTAKA

Dra.Hallen A, M.Pd, Bimbingan Dan Konseling Penerbit Ciputat Pers,Jakarta 2002.


Andi Mapiare, Drs. Pengantar bimbingan Dan Konseling Di Sekolah. Penerbit Usaha
Nasional Surabaya,1984.

Bimo Walgito, Drs Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, Yayasan penerbit Fakultas
UGM. Yogyakarta, 1986.

JENIS MASALAH

a. Masalah belajar
Masalah belajar merupakan salah satu jenis masalah yang di anggap serius karena belajar
merupakan inti dari pendidikan. Dalam hal ini masalah belajar menyangkut motivasi
belajar siswa yang dapat mempengaruhi kemajuan belajar peserta didik, oleh karena itu
di sekolah perlu adanya layanan bimbingan yang membantu mengatasi masalah yang
dihadapi siswa maka pembimbing betul-betul memberikan bimbingan yang sesuai
dengan keadaan anak.

b. Masalah keluarga
Dalam memberikan layanan bimbingan kepada klien tidak terlepas dari lingkungan
keluarga klien tiu sendiri. Dalam pembimbing harus mengetahui latar belakang klien
yang bersangkutan, oleh sebab itu pembimbing perlu mengadakan kunjungan ke rumah
klien untuk menjalin keakraban klien tersebut, sehingga pembimbing memperoleh titik
terang tentang permasalahan kliennya.

c. Pengisian waktu luang


Seorang pembimbing juga di anggap perlu mengetahui pemanfaatan dan pengisian waktu
luang kliennya di luar lingkungan sekolah, kegiatan apa saja yang dilakukan dalam
mengisi waktu luang di lingkungan rumah, apakah klien tersebut dapat membagi antara
waktu bermain dengan waktu belajar semua itu harus di kontrol oleh seorang
pembimbing, sehingga dapat memberikan layanan sesuai dengan latar belakang
permasalahan siswa yang bersangkutan.
d. Pergaulan dengan teman sebaya
Pergaulan di lingkungan bermain dapat mempengaruhi perkembangan moral seorang
anak yang sangat besar pengaruhnya terhadap pola sikap dan kepribadian seorang anak,
oleh karena itu untuk melakukan bimbingan seorang.
Pembimbing tidak terlepas dari lingkungan teman bermain kliennya.

SIFAT MASALAH
a. Masalah belajar
Masalah belajar adalah salah satu masalah yang di anggap serius, karena itu perlu adanya
solusi untuk memecahkan masalah ini. Adapun solusi yang kami berikan adalah
memberikan bimbingan dan dorongan tentang jangkauan masa depan, maka di perlukan
adanya motivasi untuk meningkatkan prestasinya serta giat membaca agar terbiasa dan
terlatih yang pada ahirnya mudah memahami isi bacaan.

b. Masalah kepribadian
Masalah kepribadian solusinya adalah dengan memberikan dorongan untuk
mengintrospeksi diri dari sikapnya selama ini terhadap teman-temannya, guru dan
keluarganya. Dan memberi masukan bagaimana sikap yang baik terhadap orang yang ada
di sekitar kita.

c. Masalah keluarga
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama bagi seorang anak, maka kami
memberikan solusi terhadap masalah keluarga yang di alami klien ini. Solusinya adalah
berusaha menjalin keakraban dengan keluarga terutama masalah belajar di sekolah.

d. Konfidental
Konselor adalah seorang yang mempunyai tugas dan kewajiban membantu memecahkan
masalah yang sedang di alami oleh siswa secara individu atau kelompok untuk mencapai
kesejahteraan dalam hidupnya. Untuk menjadi konselor yang baik tidak mudah
melainkan harus mempunyai / memenuhi persyaratan-persyaratan, baik persyaratan
pendidikan atau persyaratan kepribadian. Hal ini di sebabkan karena konselor sebelum
memberikan bantuan atau treatment yaitu berusaha untuk mendapat informasi yang
berhubungan dengan kasus yang di hadapi dan untuk memperoleh data yang baik dalam
arti data tersebut dapat dipercaya atau dapat di pertanggung jawabkan.
PENENTUAN DAN PENDUKUNG SUBYEK KASUS

Seorang konselor sebelum membantu memecahkan masalah klien, langkah-langkah yang


di perlukan adalah:
a) Penentuan kasus
b) Penentuan subyek pendukung kasus
Untuk dapat menentukan seorang siswa itu mempunyai kasus atau tidak dapat dilihat dari
pengumpuan data yang diperoleh.
1. Penentuan Kasus

Dalam membantu masalah klien, konselor harus membatasi diri pada dua macam data
yaitu:
a. Kuesioner (angket tertulis)
Kuesioner untuk keperluan bimbingan merupakan suatu daftar kumpulan pertanyaan
tertulis yang harus dijawab secara tertulis juga.
b. Interview (wawancara)
Interview (wawancara) informasi adalah merupakan suatu alat untuk memperoleh data /
informasi secara lisan, dengan tujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk
bimbingan. (winkel, 1983:59)
Sehubungan dengan hal di atas, praktikan mengangkat kasus yang sedang dialami klien,
yaitu:
1. Kurang lancar dalam hal membaca. Suka bercanda dan berbicara waktu pelajaran
berlangsung.
2. Kurang memanfaatkan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat.
Itulah kasus yang dialami oleh klien, sedangkan untuk menyelesaikannya dibahas lebih
lanjut.

2. Penentuan subyek pendukung kasus

Untuk memperjelas kasus diatas kegiatan penentuan subyek pendukung dilakukan oleh
konselor karena semakin jelas kasus yang dialami klien, maka konselor dapat
menentukan rencana yang akan dilaksanakan dalam membantu memecahkan masalah
klien.
Adapun pendukung kasus tersebut adalah adanya pendekatan serta motivasi klien.
3. Analisa
Analisa adalah suatu usaha untuk menganalisa data-data yang telah terkumpul, ternyata
klien mempunyai salah satu masalah yang cukup serius pula, kasus yang dominan dalam
hal ini adalah kurangnya perhatian dalam mengikuti proses pembelajaran, kadang apa
yang diterangkan oleh guru belum dipahami, tetapi tidak ada motivasi untuk bertanya.
Selain itu aktivitas-aktivitas dan kegiatan-kegiatan dalam pemanfaatan waktu luang
kurang di manfaatkan dengan baik, hal ini disebabkan karena keadaan lingkungan yang
kurang memperhatikannya, meskipun keluarga dari klien sendiri rata-rata orang
berpendidikan.

4. Treatment (usaha Bantuan)

Setelah langkah-langkah identifikasi kasus, mengumpulkan dan menganalisa masalah


yang ada, maka langkah selanjutnya adalah memberikan bantuan kepada klien untuk
memecahkan masalah yaitu:
1. Memberikan bimbingan di dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan kesulitan dalam
belajarnya dan juga menyarankan kepada siswa tersebut untuk membuat jadwal
belajarnya, sehingga waktu yang ada tidak terbuang sia-sia.
2. Bahwa belajar kelompok itu lebih baik, disamping bisa diskusi dengan teman-
temannya hal ini juga bisa menambah keakraban antara sesama teman, sehingga apabila
ada permasalahan bisa saling terbuka.
3. Memberikan motivasi untuk selalu aktif bertanya apabila tidak mengerti dalam
mengikuti pelajaran yang terkait dengan keinginannya.
4. Memberi masukan secara teoritik dan praktek berupa jangkauan cita-cita mendorong
untuk belajar lebih baik dan mendorong untuk menggunakan kegiatan yang bermanfaat.
5. Memberikan dorongan untuk introspeksi diri dengan cara belajarnya, kepribadiannya
dan ibadah yang telah dilakukan.
Untuk itu konselor memberikan bimbingan kepada siswa untuk tidak terpengaruh kepada
lingkungan sekitar yang tidak mendukung lingkungan belajarnya dan agar siswa lebih di
siplin lagi dalam segala hal, yaitu tidak menuruti perasaan malas untuk belajar.
5. Follow Up (Tindak Lanjut)
Dalam tahapan ini, konselor diharuskan untuk selalu mengetahui dari perkembangan
siswa tersebut, setelah mendapat solusi pemecahan tindakan dalam tahap ini harus
dilakukan secara kontinyu sehingga akan mengetahui seberapa jauh keberhasilan yang
telah dicapai oleh konselor.

Anda mungkin juga menyukai