Anda di halaman 1dari 33

HUKUM PERDATA

INTERNASIONAL
SEJARAH UMUM PERKEMBANGAN HPI
Masa Kekaisaran Romawi
Masa Pertumbuhan Asas Personal HPI
Pertumbuhan Asas Teritorial
Pertumbuhan Teori Statuta di Italia
Pendahuluan
Asas-asas dan pola berpikir HPI sudah dapat
dijumpai dan tumbuh di dalam pergaulan
masyarakat di masa Kekaisaran Romawi (abad ke-
2 SM s/d abad ke-6 SM) seiring dengan
pertumbuhan kebudayaan Barat (western
civilization) di Eropa Daratan.

Bab ini akan menggambarkan pola penyelesaian


perkara-perkara HPI di pelbagai periode waktu
sampai dengan abad ke-19 di Eropa Daratan.
MASA KEKAISARAN ROMAWI
(Abad ke-2 SM s/d Abad ke-6 SM)

Masa Kekaisaran Romawi dapat dianggap


sebagai awal perkembangan HPI.

Pada masa ini pola hubungan internasional


dalam wujud sederhana sudah mulai
tampak dengan adanya hubungan-
hubungan antara :
a. Warga (cives) Romawi dengan penduduk propinsi-
propinsi atau Municipia (untuk wilayah di Italia, kecuali
Roma) yang menjadi bagian dari wilayah kekaisaran
karena pendudukan. Penduduk asli propinsi-propinsi
ini dianggap sebagai orang asing, dan ditundukkan
pada hukum mereka sendiri.

b. Penduduk propinsi atau orang asing yang


berhubungan satu sama lain di wilayah kekaisaran
Romawi, sehingga masing-masing pihak dapat
dianggap sebagai subjek hukum dari beberapa
yurisdiksi yang berbeda.
Untuk menyelesaikan sengketa dalam hubungan-
hubungan tersebut, dibentuk peradilan khusus
yang disebut Praetor Peregrinis.

Yang diberlakukan oleh hakim Praetor Peregrinis


adalah hukum yang dibuat untuk para cives
Romawi, yaitu Ius Civile, tetapi yang telah
disesuaikan untuk kebutuhan pergaulan “antar
bangsa”, yang kemudian berkembang menjadi
Ius Gentium.
Ius Gentium terdiri dari :

a. Ius Privatuum, mengatur persoalan-persoalan hukum


orang-perorangan.
Ius Privatuum inilah yang menjadi cikal bakal HPI yang
berkembang dalam tradisi Eropa Kontinental.

b. Ius Publicum, mengatur persoalan-persoalan


kewenangan negara sebagai kekuasaan publik.
Ius Publicum berkembang menjadi sekumpulan asas dan
kaidah hukum yang mengatur hubungan antara
Kekaisaran Romawi dengan negara-negara lain (cikal
bakal Hukum Internasional Publik).
Prinsip HPI pada masa ini dilandasi asas
teritorial, artinya perkara-perkara yang
menyangkut warga-warga propinsi tunduk
pada Ius Gentium sebagai bagian dari
hukum kekaisaran.

Asas-asas HPI yang tumbuh dan


berkembang pada masa ini dan menjadi
asas-asas penting HPI modern :
 Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs)
Perkara-perkara yang menyangkut benda-benda tidak
bergerak (immovable) tunduk pada hukum dari tempat
benda itu berada / terletak.

 Asas Lex Domicili


Hak dan kewajiban perorangan harus diatur oleh hukum
dari tempat seseorang berkediaman tetap.

 Asas Lex Loci Contractus


Terhadap perjanjian-perjanjian berlaku hukum dari
tempat pembuatan perjanjian.
MASA PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HPI
(Abad ke-6 s/d Abad ke-10)
Pada akhir abad ke-6 Kekaisaran Romawi
ditaklukkan oleh bangsa-bangsa barbar dari
wilayah-wilayah bekas propinsi-propinsi jajahan
Romawi.

Wilayah bekas jajaran Romawi diduduki oleh


pelbagai suku bangsa yang dibedakan secara
genealogis dan bukan territorial.

Masing-masing suku bangsa memberlakukan


kaidah-kaidah hukum adat, hukum personal,
hukum keluarga serta hukum agama mereka.
Dalam menyelesaikan sengketa antar suku
bangsa, ditetapkan terlebih dahulu sistem-
sistem hukum adat mana yang relevan
dengan perkara, kemudian baru dipilih
hukum mana yang harus diberlakukan.

Tumbuh beberapa prinsip HPI yang dibuat


atas dasar asas Genealogis :
a. Asas umum yang menetapkan bahwa dalam setiap
proses penyelesaian hukum, maka hukum yang
digunakan adalah hukum dari pihak tergugat;

b. Penetapan kemampuan untuk membuat perjanjian


bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan hukum
personal dari masing-masing pihak;

c. Proses pewarisan harus dilangsungkan berdasarkan


hukum personal dari pihak pewaris;
d. Peralihan hak atas benda harus dilaksanakan
sesuai dengan hukum dari pihak transferor;

e. Penyelesaian perkara tentang Perbuatan


Melawan Hukum harus dilakukan berdasarkan
hukum dari pihak pelaku perbuatan yang
melanggar hukum;

f. Pengesahan suatu perkawinan harus dilakukan


berdasarkan hukum dari pihak suami.
PERTUMBUHAN ASAS TERITORIAL
(Abad ke-11 s/d Abad ke -12)
Pertumbuhan asas personal genealogis
semakin sulit untuk dipertahankan
mengingat terjadinya transformasi struktur
masyarakat yang semakin condong ke arah
masyarakat yang teritorialistik di seluruh
wilayah Eropa.

2 Kawasan Eropa yang sangat mencolok


proses transformasinya :
a. Pertumbuhan di Eropa Utara

Di kawasan ini (Jerman, Prancis, Inggris)


masyarakat bertransformasi menjadi
masyarakat teritorialistik melaui tumbuhnya
kelompok-kelompok feodalistik. Unit-unit
masyarakat yang berada di bawah kekuasaan
feodal (tuan-tuan tanah) cenderung
memberlakukan hukum mereka secara
eksklusif.
Tidak ada pengakuan terhadap hak-hak asing
dan tidak ada perkembangan HPI yang berarti.
b. Pertumbuhan di Eropa Selatan

Transformasi berlangsung ke arah masyarakat


teritorialistik disebabkan oleh pertumbuhan kota-
kota perdagangan di Italia. Dasar ikatan
manusia dikarenakan tempat kediaman di kota
yang sama.

Asas-asas hukum yang digunakan untuk


menjawab perkara-perkara hukum perselisihan
antara kota inilah yang dianggap sebagai pemicu
tumbuhnya teori HPI yang penting, yang dikenal
dengan sebutan teori Statuta.
PERTUMBUHAN TEORI STATUTA
(Abad ke-13 s/d abad ke-15)
Semakin meningkatnya intensitas perdagangan antar kota di
Italia menyebabkan asas teritorial perlu ditinjau kembali.

Mis :
Seorang warga Bologna yang berada di Florence, dan
mengadakan perjanjian di Florence. Karena berdasarkan
prinsip teritorial, selama ia berada di kota Florence ia harus
tunduk pada kewenangan hukum di kota Florence.

Pemasalahannya :
-Sejauh mana putusan hukum atau hakim Florence memiliki
daya berlaku di Bologna ?
- Sejauh mana perjanjian jual beli tersebut dapat
dilaksanakan di Bologna ?
Catatan :

Tindakan menyempurnakan Corpus Iuris sebagai kodifikasi


yang berlaku di seluruh Italia untuk digunakan dalam
mengembangkan statuta-statuta intern kota-kota
diwujudkan melalui perumusan tafsiran-tafsiran baru
dan pembuatan catatan-catatan tentang interprestasi
terhadap Corpus Iuris yang disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing kota.

Dilakukan oleh Kelompok Glossators, yang lebih banyak


difokuskan pada penyempurnaan kaidah-kaidah hukum
intern kota, tidak banyak memberikan sumbangsih pada
perkembangan HPI.
Di abad ke-14 s/d abad ke-15 penafsiran dan
penyempurnaan terhadap kaidah2 hukum di dalam
Corpus Iuris dilakuakn khusus untuk membangun
asas-asas hukum yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan persoalan hukum perselisihan
(antarkota).

Dilakukan oleh kelompok Post Glossators, dengan


memusatkan perhatian pada upaya mencari dasar
hukum baru untuk menyelesaikan persoalan2
hukum yang melibatkan kewenangan hukum dari 2
/ lebih kota.

 Muncul teori Statuta.


Dasar2 Teori Statuta

Tumbuhnya teori statuta diawali oleh seorang


tokoh Post Glassator : Accursius yang
mengatakan:

“Bila seseorang yang berasa dari kota tertentu di


Italia, digugat di sebuah kota lain, maka ia tidak
dapat dituntut berdasarkan hukum dari kota lain
itu, karena ia bukan subjek hukum dari kota lain
itu”.
 Gagasan Accursius menarik perhatian
Bartolus de Sassoferato (Bapak HPI).

 Bartolus mencetuskan Teori Statuta, yang


dianggap sebagai teori pertama yang
mendekati persoalan-persoalan hukum
perselisihan secara metodik dan
sistematik.
 Upaya yang dilakukan oleh Bartolus :

a. Mengembangkan asas2 yang dapat digunakan secara praktis


untuk mementukan wilayah berlaku dari setiap aturan hukum
yang berlaku di sebuah kota di Italia.

b. Mengklasifikasi tentang jenis-jenis hubungan atau persoalan


hukum apa saja yang mungkin dimasukkan ke dalam lingkup
berlaku statuta2 sebuah kota.

c. Menyimpulkan apakah statuta dari sebuah kota di Italia :

- dapat diberlakukan juga bagi orang2 yang bukan warga kota


yang bersangkutan ?

- dapat memiliki daya berlaku juga di wilayah kota yang


bersangkutan (ekstra-teritorialitas)
Kesimpulan Teori Statuta :

1. Statuta-statuta suatu kota dapat diklasifikasikan ke dalam 3


kelompok :

a. Statuta Personalia
Statuta-statuta yang berkenaan dengan kedudukan hukum
atau status personal orang.

b. Statuta Realia
Statuta-statuta yang berkenaan dengan status benda.

c. Statuta Mixta
Statuta-statuta yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan
hukum.
2. Setiap jenis statuta dapat ditentukan ruang lingkup atau wilayah
berlakunya secara tepat, yaitu :

A. Statuta Personalia

Objek pengaturan : orang dalam persoalan-persoalan hukum yang


menyangkut pribadi dan keluarga.

Lingkup berlaku : ekstra-teritorial, berlaku juga di luar wilayah.

Statuta personalia hanya berlaku terhadap warga kota yang


berkediaman tetap di wilayah kota yang bersangkutan, namun
statuta ini akan tetap melekat dan berlaku atas mereka, diamana
pun mereka berada.
B. Statuta Realia

Objek pengaturan : benda dan status hukum dari benda.

Lingkup berlaku : prinsip territorial, hanya berlaku di dalam


wilayah kota kekuasaan penguasa.

Statuta ini akan tetap berlaku terhadap siapa saja (warga kota
ataupuan pendatang / orang asing) yang berada dalam teritorial
yang bersangkutan
C. Statuta Mixta

Ojek pengaturan : perbuatan-perbuatan hukum oleh subjek


hukum atau perbuatan-perbuatan hukum terhadap benda-benda.

Lingkup berlaku : prinsip teritorial, berlaku atas semua


perbuatan hukum yang terjadi atau dilangsungkan dalam wilayah
pengusaan kota.

Statuta ini berlaku terhadap siapa saja (warga kota ataupun pendatang
/ orang asing) yang berada di wilayah kota yang bersangkutan.
Penggunaan Teori Statuta dalam
HPI

Pembedaan ke dalam statuta Personalia,


Realia, dan Mixta tidak lagi dilihat sebagai
hukum yang mengatur suatu kota akan
tetapi sebagai kategori untuk
mengkualifikasikan pokok perkara yang
sedang dihadapi dan kemudian digunakan
sebagai titik tolak untuk menentukan lex
cause.
Dalam menentukan Lex Cause, maka bila perkara
dikualifikasikan sebagai perkara tentang:

 Status benda, maka lex causenya adalah hukum dari


tempat dimana benda terletak / berada (lex situs).

Dalam perkembangan HPI, asas di atas hanya cocok


untuk benda tidak bergerak (immovables). Sedang
untuk benda-benda bergerak digunakan asas lain,
yaitu Mobilia Sequntuur Personam, yaitu mengenai
benda-benda bergerak maka hukum yang mengatur
adalah hukum dari tempat pemilik benda bergerak
tersebut.
 Status orang / badan hukum, maka lex cause yang
harus digunakan adalah hukum dari tempat dimana
orang atau subjek hukum itu berkediaman tetap (lex
domicili) (atau berkewarganegaraan / Lex patriae).

 Status perbuatan-perbuatan hukum, maka lex


cause-nya adalah hukum dari tempat dimana perbuatan
itu dijalankan (lex loci actus).
Contoh :

A berasal dari kota Milan, berdasarkan statuta


Milan melakukan transaksi jual beli dengan B
dari Venesia. Objek jual beli adalah sebidang
tanah di kota Roma. Bila timbul perkara tentang
status pemilikan tanah di Roma tersebut,
bagaimana penyelesaiakn menurut teori statuta?

Perkara akan dikualifikasi sebagai perkara realia,


perkara ini harus diselesaikan berdasarkan
hukum tanah Roma.
C adalah warga yang berkediaman tetap di kota Genoa. Di
kota ini, C dianggap sebagai orang yang sudah mampu
melakukan perbuatan hukum secara mandiri. Namun
dimikian di kota Florence, karena kaidah-kaidah hukum
yang berbeda, C dianggap belum mampu melakukan
perbuatan hukum sendiri. Seandainya pekara ini
dipersoalkan di Pengadilan Florence, maka bagaimana
penyelesaian berdasarkan teori statuta ?

Perkara akan dikualifikasi sebagai perkara Personalia, dan


status personal C akan ditentukan berdasarkan hukum
Genoa sebagai Lex Cause.
D adalah warga kota Turin. Ketika ia berada di kota Pisa, ia
telah melakukan perbuatan yang merugikan E, seorang
warga Pisa, dan E kemudian menuntut ganti kerugian
dari D di pengadilan Pisa. Apabila perkara diajukan di
Pengadilan Pisa, maka bagaimana penyelesaiannya
berdasarkan teori statuta ?

Perkara akan dikualifikasi sebagai perkara mixta, dan


pengadilan Pisa akan menetapkan apakah D telah
melakukan perbuatan melawan hukum dan E berhak
atas ganti kerugian berdasarkan hukum Pisa sebagai
hukum dari tempat dimana perbuatan dilaksanakan.
Kelemahan :

Upaya untuk menetapkan dengan tegas perkara-perkara


apa yang harus diklasifikasikan ke dalam kaidah-kaidah
realia, personalia atau mixta ternyata tidak selalu mudah
dilaksanakan.

Mis.: Kemampuan hukum seseorang untuk mengalihkan


hak milik atas tanah. Apakah Personalia atau Realia?

Perbuatan hukum yang sasarannya adalah


benda tetap. Apakah Realia atau Mixta ?
Bartolus menjawab kritik semacam ini dengan
menggunakan Penafsiran Gramatikal :

Suatu statuta adalah realia, bila rumusan statuta


itu diawali dengan istilah benda terlebih dahulu,
demikian pula suatu statuta adalah personalia,
bila perumusannya diawali dengan penyebutan
tentang orang dan subjek hukumnya terlebih
dahulu.

Anda mungkin juga menyukai