Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BINA NUSANTARA
Nama: Hendrik
Nim: 1000874374
Jurusan: Sistem Informasi
Dosen: Agus Putranto
Abstrak…………………………………………………………………………………….1
Pendahuluan……………………………………………………………………………….1
Identifikasi Masalah……………………………………………………………………….2
Ruang Lingkup…………………………………………………………………………….3
Kesimpulan………………………………………………………………………………21
Saran……………………………………………………………………………………..21
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………22
Hendrik
Univ.Bina Nusantara
ABSTRAK
Tulisan ini memuat usulan strategi pembangunan industri teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dalam negeri melalui keterlibatan dan peran serta pemerintah, operator
sebagai prime mover, industri dalam negeri beserta industri-industri lokal pendukungnya,
perguruan tinggi, konsorsium R&D nasional dan institusi riset nasional, serta mitra
strategis. Strategi ini sekaligus untuk mengatasi permasalahan hilangnya devisa negara
akibat pembanguan TIK.
PENDAHULUAN
Upaya keras dari pemerintah untuk membangun sarana dan fasilitas teknologi
informasi dan telekomunikasi di Indonesia bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan
interakasi ekonomi-sosial masyarakat dan sektor produksi. Oleh sebab itu pemerintah
berupaya keras untuk memperluas jangkauan layanan telekomunikasi sampai ke seluruh
lapisan masyarakat. Instrumen yang digunakan selama ini adalah melalui badan usaha
operator telekomunikasi yang melakukan usaha/bisnis layanan telekomunikasi melalui
layanan fixed line, seluler, atau satelit. Secara teknis cara ini telah berhasil membuat
fasilitas telekomunikasi menjangkau seluruh wilayah geografis Indonesia (dari Sabang
sampai Merauke). Namun keterjangkauan teknis-geografis ini tidak membuat sistem
telekomunikasi terjangkau bagi masyarakat, yang merupakan sasaran utama. Solusi saat
ini masih terlalu mahal bagi sebagian besar calon pelanggan. Akibatnya dari 250 juta
penduduk Indonesia, pelanggan telekomunikasi diperkirakan baru mencapai 8 juta orang
(3%) untuk fixed line, 30 juta (13%) untuk seluler, serta puluhan ribu (0.04%) untuk
satelit. Sekitar 43.000 desa dari 67.000 desa belum terjangkau akses telepon. Oleh sebab
itu, pemerintah, melalui Ditjen Postel, mencanangkan program kewajiban pelayanan
umum, atau yang lebih dikenal dengan nama program universal service obligation
(USO). Program ini dimaksudkan untuk membangun fasilitas dan layanan telekomunikasi
bagi segmen masyarakat yang belum sanggup menjangkau layanan yang diselenggarakan
badan usaha operator. Meskipun USO adalah initiative pemerintah dalam fungsinya
sebagai agen pembangunan dan regulator jaringan, USO tetap merupakan bagian
terintegrasi dari system telekomunikasi nasional, dan memberikan layanan yang
transparan, serta berkualitas sama dan setara dengan pelanggan non-USO. Selain itu,
program USO juga menjadi kepentingan operator dan dibiayai oleh kontribusi operator.
Identifikasi Masalah
Segala upaya membangun dan memperluas fasilitas telekomunikasi di Indonesia,
meskipun bertujuan baik dan perlu didukung, memiliki potensi masalah besar dan
mendasar. Usaha pembangunan ini memerlukan investasi yang tidak sedikit. Sebagai
gambaran, di tahun 2003 menurut estimasi Mastel, industri operator Indonesia
menghabiskan investasi sebesar Rp. 40 triliun, sedangkan revenue yang diperoleh
diperkirakan sekitar Rp. 50 triliun. Proporsi yang investasi yang sangat dominan ini
menyebabkan waktu pengembalian modal mencapai sekitar 7 tahun. Hal ini diperburuk
dengan persaingan harga yang sangat tajam, sehingga menurunkan kemampuan operator
untuk memperpendek waktu pengembalian modal. Dari investasi sebesar ini, industri
produk dalam negeri hanya mendapat pangsa pasar kurang dari 1%. Kontribusi industri
manufaktur telekomunikasi nasional hanya berkisar 3% dari total belanja nasional
infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp. 40 trilyun selama periode 2004-2005. Dari total
3% tersebut, yang merupakan produk asli nasional hanya berkisar di angka 0,1% - 0,7%
(IDR 1,2 milyar – IDR 8,4 milyar). Dengan kata lain, praktis semua nilai investasi
menjadi capital flight yang mempengaruhi balance of payment secara negatif. Akibatnya
sebagian besar dana masyarakat yang terkumpul melalui pembayaran pulsa layanan
telekomunikasi harus dikirim ke luar negeri sebagai cicilan investasi peralatan tersebut,
setidak-tidaknya selama tujuh tahun. Hal ini diperparah oleh maraknya pembelian
terminal seluler yang murni produk asing oleh konsumen Indonesia. Akibat dari situasi
ini, janji pertumbuhan ekonomi akibat perluasan fasilitas telekomunikasi tidak terjadi
secara optimal di Indonesia. Efek multiplier dari investasi terhadap ekonomi lokal tidak
terjadi. Sebaliknya setiap penambahan satuan sambungan terpasang (sst) di Indonesia
berarti memperluas mekanisme penyedotan dana masyarakat untuk dikirim ke luar
negeri. Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan di-offset oleh impak negatif ini.
Jalan keluar dari dilema antara perlunya perluasan fasilitas telekomunikasi dengan
perlunya menghentikan mekanisme kontraksi ekonomi masyarakat akibat penggunaan
layanan telekomunikasi adalah dengan membangkitkan industri telekomunikasi nasional.
Industri peralatan telekomunikasi nasional adalah instrumen Indonesia untuk dapat tetap
memperluas jangkauan fasilitas telekomunikasi dan menikmati multiplier effect dari
investasi tersebut. Bagi sektor yang menghabiskan investasi Rp 40 triliun setahun untuk
memperoleh revenue Rp 50 triliun, impak intervensi dari industri nasional terhadap
ekonomi nasional sangat luas dan fenomenal. Kehadiran industri peralatan nasional
dalam kebijakan pembangunan sektor telekomunikasi ditengarai memiliki impak umpan
balik positif pada upaya memperluas daya jangkau layanan telekomunikasi bagi
masyarakat. Dana investasi yang berputar di dalam negeri membuka lapangan kerja di
dalam negeri, yang pada gilirannya menumbuhkan konsumen bagi operator
telekomunikasi. Operator yang memiliki pelanggan yang semakin bertambah akan
mampu menurunkan harga berkat keuntungan economy-of-scale (increasing return to
scale). Dengan harga semakin terjangkau, semakin banyak masyarakat yang menjadi
pelanggan. Beberapa data dari negara maju mendukung hipotesa ini. Rumah tangga di
Jepang dapat membeli layanan Internet 100 Mbps pada Yahoo!BB dengan biaya Rp 300
ribu per bulan, sedangkan ITB harus membayar PT Telkom Rp. 8 juta perbulan untuk
128 kbps. Turunnya biaya Internet ini sangat membantu upaya mengatasi digital divide.
Program USO perlu dikembangkan dalam kerangka pikiran yang sama. Terlebih lagi,
data yang ada menunjukkan investasi per sst di daerah pedesaan jauh lebih mahal
dibandingkan biaya di daerah perkotaan. Harus dicegah sejak dini sekenario perluasan
mekanisme penyedotan dana masyarakat desa untuk dikirim ke luar negeri. Dengan kata
lain, program USO seharusnya sepenuhnya merupakan peluang bagi industri peralatan
dalam negeri.
Ruang Lingkup
Adapun batasan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
- Membuka kesempatan bagi terwujudnya iklim usaha yang kondusif
- Menciptakan peraturan perundangan yang transparan, konsisten dan memberikan
jaminan terhadap dunia usaha dan masyarakat
- Meningkatkan wirausaha baru serta meningkatnya produktivitas sumber daya manusia
- Memfasilitasi kegiatan interakasi ekonomi-sosial masyarakat dan sektor produksi
i. Teknologi Informasi adalah meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses,
penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi.
ii. Teknologi Komunikasi adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu
untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
b. Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi adalah suatu padanan yang tidak
terpisahkan yang mengandung pengertian luas tentang segala kegiatan yang terkait
dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan transfer/pemindahan informasi antar
media
Dengan demikian agenda KITNAS beserta stakeholder terkait adalah sebagai berikut:
• Step 1: Membentuk KITNas (Action Plan: Depperindag, Industri, Telkom, Perguruan
Tinggi)
• Step 2: Mendukung proposal KITNas untuk memenangkan sebagian tender USO 2006
(Action Plan: Menkominfo/Postel, Depkeu, KITNas, operator PSTN/Selular/satelit)
• Step 3: Mendukung proposal KITNas untuk membangun infrastruktur ICT Indonesia
(Action Plan: Menkominfo, KITNas, Telkom)
• Step 4: Membuat Technology Roadmap untuk mengantisipasi teknologi produk KITNas
lima tahun ke depan, serta menggalang komunitas riset Indonesia untuk memfokuskan
segala upaya merebut teknologi yang dituju (Action Plan: Menristek, KITNas)
• Step 5: Menyiapkan KITNas menjadi kekuatan global di tahun 2008.
Kesepakatan Presiden SBY dan B.J. Habibie baru-baru ini untuk merevitalisasi industri
strategis Indonesia membawa harapan cerah bagi masa depan bangsa Indonesia.
Pertemuan ini seharusnya dapat menjadi kesempatan besar untuk memasukkan sebuah
bidang penting ke dalam industri strategis, yakni teknologi informasi dan komunikasi
(TIK). Bidang ini telah menjadi penyangga kehidupan umat manusia di zaman modern.
Sadar atau tidak sadar, kehidupan ini telah menjadi semakin praktis berkat teknologi
informasi dan komunikasi (TIK). Bahkan TIK adalah jantung yang mensuplai energi bagi
jalannya industri seperti perbankan, telekomunikasi, dan manufaktur. Melihat fenomena
tersebut, tidak mengherankan jika banyak negara menjadikan TIK sebagai industri
unggulan dalam rencana pembangunan mereka. Bahkan negara-negara yang bangkit di
awal abad 21 seperti India dan China memiliki portfolio industri TIK yang impresif.
Negara-negara tersebut sadar, bahwa TIK dapat melesatkan pertumbuhan ekonomi
mereka. TIK adalah industri masa depan, sehingga penguasaan TIK merupakan langkah
strategis untuk menjadi negara yang berpengaruh di masa depan. Salah satu bidang yang
sangat bergantung pada penguasaan TIK adalah pertahanan. Dengan TIK, peralatan
militer hari ini menjadi jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan saat Perang
Dunia II. Contoh peran intensif TIK dalam militer dapat dilihat pada next generation
weaponry yang sedang dibangun negara-negara maju saat ini. Pada 3rd Conference
Examines Role of ICT in Military Transformation 2006, NATO mengumumkan
rencananya untuk menambahkan kapabilitas jaringan (Network Enabled Capability) pada
angkatan bersenjata negara-negara anggotanya. Diharapkan dengan kapabilitas ini,
seluruh sensor, pengambil keputusan, sistem persenjataan, termasuk militer
multinasional, pihak pemerintah serta non pemerintah dapat terhubung secara penuh
dalam sebuah lingkungan perencanaan, penaksiran, dan pelaksanaan yang terintegrasi.
Memang bidang pertahanan membutuhkan seluruh state-of-the-art dari TIK. Bahkan
uniknya, banyak world-class discoveries dalam TIK seperti internet, dilahirkan dan
dibesarkan dalam lingkungan militer sebelum disebar pada khalayak. Adalah sebuah
fakta, bahwa keunggulan komparatif angkatan bersenjata sebuah negara berbanding lurus
dengan kemodernan alat utama sistem pertahanan (alutsista)-nya. Sementara kemodernan
alutsista berbanding lurus dengan penguasaan TIK. Oleh karena itu, mengakselerasi
pertumbuhan industri TIK sangat penting untuk meningkatkan keunggulan komparatif
angkatan bersenjata negara ini. Dan salah satu cara untuk mengakselerasinya adalah
dengan menjadikannya sebagai industri strategis negara. Saat ini, posisi Indonesia sendiri
dalam bidang TIK memang tertinggal dari negara-negara Uni Eropa, Jepang, apalagi
Amerika, China, dan India. Untungnya, TIK memiliki keunikan tersendiri dimana
sebagian besar industri ini bersifat brain-based. Artinya, walau hanya dengan modal yang
sedikit, seseorang sudah bisa melakukan proses pertambahan nilai. Sifat inilah yang
memungkinkan TIK dapat ditingkatkan dengan biaya yang lebih kecil dibanding dengan
industri lain.
Permasalahan Pertahanan Indonesia
Untuk meraih keunggulan komparatif itu, TIK harus dimasukkan sebagai salah
satu industri strategis. Sebuah industri layak dijadikan industri strategis karena
komoditinya memiliki 3 sifat, yakni export oriented, import-substitutable, dan capital
raising. Artinya, komoditi tersebut harus bersifat mudah diekspor, dapat menggantikan
barang import yang lebih mahal, serta dapat menaikkan nilai dari pengguna komoditi
tersebut. Tantangan saat ini adalah bagaimana caranya agar industri TIK di Indonesia
memiliki ketiga sifat tersebut. Tiga buah langkah dapat dilakukan, yakni akuisisi
teknologi maju, meningkatkan kecintaan terhadap produk lokal, serta technology sharing
dengan bangsa lain.( Muhammad Ismail Faruqi, 2007).
Langkah pertama adalah akuisisi teknologi maju. Yang dimaksud dengan teknologi maju
adalah teknologi yang dimiliki oleh pihak yang sangat terbatas, entah karena memang
penguasaannya yang sulit dan membutuhkan SDM tingkat tinggi atau terhambat oleh
masalah paten dan lisensi. Apabila industri TIK Indonesia dapat memproduksi teknologi
maju, negara lain harus mengekspornya dari negeri kita.
Langkah kedua adalah meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri. Ini
penting, karena sasaran langkah ini memang militer Indonesia. Sayang, konsumen TIK di
Indonesia sudah terlanjur mencintai produk asing. Maka sudah saatnya kecintaan
terhadap produk TIK dalam negeri dipupuk. Kuncinya adalah kepercayaan dan kerjasama
dari pihak produsen dan konsumen. Produsen harus membuktikan bahwa dirinya sebagai
bangsa Indonesia mampu membuat produk TIK yang berkualitas dan teruji, dukungan
yang baik, serta mudah dipakai. Sementara itu, konsumen harus memberikan kesempatan
kepada produsen lokal, meski harganya lebih mahal daripada produk murah buatan Cina
itu.
Langkah ketiga, kita harus giat dalam melakukan technology sharing. Patut disadari,
bahwa Indonesia memiilki jumlah doktor per kepala keluarga yang sangat rendah.
Artinya, jumlah para ilmuwan dan peneliti Indonesia tidak sebanding melawan jumlah
bangsa lain. Padahal, lebih banyak kepala sebanding dengan jumlah inovasi yang dapat
dihasilkan. Oleh karenanya, kerjasama strategis dengan bangsa lain dalam bidang TIK
patut dijalin, sehingga perkembangan industrinya dapat terakselerasi.
Terakhir, pemimpin bangsa ini harus mewaspadai pragmatisme. Penguasaan TIK sampai
taraf teknologi maju bukanlah persoalan yang dapat diselesaikan hanya dalam satu
dekade, akan tetapi mungkin memakan sampai 20-30 tahun. Jika dilihat secara pragmatis,
katakanlah satu sampai lima tahun, mungkin saja TIK akan menjadi industri yang tidak
membawa laba, baik laba ekonomi maupun teknologi. Padahal walaupun terlihat rugi,
keunggulan teknologi yang akan diraih di masa depan bersifat abadi, dan akan menutupi
kerugian ekonomi. Keunggulan teknologi 20 tahun pasti akan menutupi kerugian
ekonomi selama lima tahun. Oleh karenanya, langkah ini harus dikomando oleh
pemimpin yang bervisi jauh ke depan. Karena di tangannya, TIK sebagai industri
strategis akan membawa manfaat bagi bangsa ini.
Peluang untuk maju dan mulai merambah pasar TIK dunia, salah satunya terjadi
ketika krisis global menjambangi dunia seperti sekarang ini. Tak dapat dipungkiri lagi,
peta industri TIK dunia sedang berotasi dan memaksa industri TIK besar untuk istirahat
sejenak guna memberikan kesempatan bagi industri TIK yang lebih kecil untuk maju dan
berkembang. Kesempatan ini seharusnya jangan disia-siakan. Bagaimana pun juga,
kesempatan tak pernah datang dua kali.
Banyak bukti bahwa pemanfaatan potensi lokal secara optimal, mampu membawa sebuah
bangsa menuju jaman keemasannya. Setelah China dan India memastikan jalannya ke
ranah percaturan industri TIK dunia dengan Open Source, industri TIK Indonesia
seharusnya juga mulai berbenah mengejar ketertinggalannya.
Pertanyaannya bukanlah bisa atau tidak menggunakan Open Source. Melainkan, kapan
kita mau melakukannya dan membuka diri untuk maju bersama Open Source.
Paling tidak sampai dengan tahun ini ketentuan PBB melalui WSIS tersebut belum
mampu kita penuhi dengan baik. Dari sinilah arti penting dan aktivitas pembangunan
yang dilakukan dimulai oleh setiap bangsa di seluruh dunia. Di dalam negeri
perkembangan pasar peranti lunak selama ini masih menjadi target pasar bukan pemain.
Dengan menjadi target pasar-pun, konsumsi Teknologi Informasi (TI) secara keseluruhan
relatif masih sangat rendah terhadap konsumsi TI di negara-negara tetangga seperti
Malaysia dan Singapura. Konsumsi TI di Indonesia per-2005 hanya mencapai US$ 1,9
miliar, dimana 80% masih didominasi oleh peranti keras. Sementara itu, produk peranti
lunak hanya mencapai 8% dan 12% diraih dari penjualan layanan peranti lunak. Bila
peranti lunak digabung dengan layanannya, total menjadi 20% atau sekitar US$380 juta.
Sementara itu, berdasarkan riset dari Forrester Research, pasar peranti lunak secara
global mencapai US$207 miliar. Bila diproyeksikan terhadap PDB, maka angka
konsumsi TI Indonesia di atas hanya sekitar 0,7%. Sementara itu, konsumsi TI di India
sudah mencapai 3% terhadap PDB negara tersebut. Di India, konsumsi TI tahun lalu
mencapai US$18 miliar, sedangkan konsumsi di Amerika Serikat telah mencapai US$346
miliar. Mestinya Indonesia bisa mencapai US$3 miliar (angka ideal konsumsi TI
Indonesia). Di lihat dari kondisi perkembangan TI sekarang, potensi TI Indonesia
sebenarnya besar, namun juga menyimpan tantangan yang tinggi.
~ Pemerintah & swasta: RICE – Regional IT Center of Excellence; ada tiga lokasi saat
ini:
- RICE PT Inti di Bandung
- RICE Trisakti di Jakarta
- RICE Dinas Deperindag di Bali
~ Universitas & swasta: BHTV, SalatigaCamp, Bogor Cyber Park, Cimahi Cyber City,
TobaTech dsb.
Peta kondisi dalam negeri ini di sisi lain bercerita betapa besarnya peluang untuk
membangun industri aplikasi dalam negeri. Sampai 25 tahun yang akan datang Industri
Software akan menjadi industri yang paling penting di seluruh dunia(McFarlan et al).
Peran software menjadi sebagai ‘key enablers’ untuk industri-industri yang lain (dari
entertainment seperti film sampai dengan property, manufacturing, process, e-
governement).Sementara di sisi lain hasil survey Global menunjukkan trend umum
bahwa negara dengan pertumbuhan TIK yang cepat memiliki pertumbuhan ekonomi yang
cepat pula. Sementara pertumbuhan TI dalam survey yang sama ditentukan oleh besar
pembelanjaan yang tepat pada bidang software dan layanan TIK. Dari penurunan hasil
survey Global tersebut dapat diambil kesimpulan tumbuhnya industri dan pasar legal
software lokal akan mendorong tidak hanya pasar TIK tapi juga pertumbuhan ekonomi
yang lebih baik. Pemerintah bersama seluruh stake holder Bangsa berupaya keras
mencapai target besaran-besaran Masyarakat Informasi Indonesia ini. Berikut ini adalah
target utama pengembangan industri software yang akan dibangun di dalam negeri.
Bersama dengan masyarakat, dunia usaha, dan industri target ini akan diraih bersama-
sama.
Target utama pengembangan industri software
Di samping target terbangunnya industri TIK tersebut pemerintah saat ini sedang
memperjuangkan dengan keras proses pembangunan Regulasi yang akan memberikan
kepastian hukum yang lebih baik kepada para pengguna TIK di Indonesia. RUU
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) saat ini sedang dalam pembahasan yang serius
di lingkungan Pansus RUU ITE DPR-RI untuk dapatnya disahkan menjadi Undang
Undang. Penggelaran aktivitas elektronik ini di Indonesia masih mengalami kendala dari
sisi aspek legalitas dan dasar hukum bagi pelaksanaan dan pengembangan aktivitasnya.
Kendala dari sisi hukum ini menjadi sisi terlemah dari penggelaran aktivitas berbasis TIK
di Indonesia. Sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi nilai hukum kondisi ini
tidak dapat diterima begitu saja di Indonesia. Di hampir seluruh negara di dunia masalah
ini memang masih menjadi masalah yang rumit untuk dipecahkan. Di Amerika Serikat
jauhnya jarak pemahaman hukum dengan pemahaman digital atau pemahaman cyber
melahirkan lusinan regulasi transaksi elektronik yang rumit dan teknis. Pemahaman
aspek inti teknis yang rumit dari transaksi elektronik ini ternyata menyeret lusinan
regulasi yang sangat teknis ke dalam domain hukum. Akan tetapi rendahnya pemahaman
mengenai domain TIK dari para penentu regulasi (legislatif dan juga eksekutif) tidak
harus membuat kita tidak memiliki landasan regulasi yang cukup untuk melakukan
aktivitas yang legal dalam pengelaran TIK. Kita doakan dalam beberapa waktu yang akan
datang kita akan memiliki Undang-undang ITE yang akan mewadahi secara legal seluruh
aspek aktivitas berbasis TIK yang ada di Indonesia. Muara dari seluruh aktivitas
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah adalah tercapainya Masyarakat Informasi
Indonesia pada tahun 2015 (MII 2015) yang akan datang. Masyarakat Informasi
Indonesia ini adalah masyarakat yang mampu memanfaatkan keunggulan TIK di semua
sektor sebagai sebuah faktor enabler bagi sektor tersebut. Masyarakat Informasi
Indonesia 2015 juga akan memfasilitasi jalan tercapainya bangsa Indonesia yang maju
dengan Teknologi Informasi. Mengutip pesan Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, dalam sebuah pidatonya tentang peran Teknologi Informasi dan
Komunikasi, bahwa sudah selayaknyalah pemanafaatan Teknologi informasi mampu
memberikan nilai tambah bagi masyarakat luas, mendorong partisipasi masyarakat di
dalam pemanfaatan Teknologi Informasi sehingga terwujud masyarakat yang cerdas yang
selanjutnya akan mampu meningkatkan daya saing bangsa. Menurut Presiden
selanjutnya, Masyarakat cerdas berarti setiap komponen masyarakat akan bergerak
bersama mewujudkan Gerakan Siswa Cerdas, Gerakan Desa Maju. Gerakan Guru
Cerdas, Gerakan Pesantren Cerdas, Gerakan Petani Cerdas, Gerakan Aparat Cerdas,
Gerakan Nelayan Pintar, dan seterusnya, sehingga Bangsa Indonesia mampu bersaing di
tataran kompetisi lokal, nasional, regional, maupun global.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penulisan tantangan , peluang dan usulan strategy pengembangan
industri TIK di Indonesia , maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Keberhasilan KITNAS dalam memperjuangkan agenda revitalisasi industri
telekomunikasi perlu diperjuangkan bersama stakeholder. Agenda KITNAS adalah
agenda untuk kepentingan bangsa secara umum dan kepentingan sektor
telekomunikasi secara khusus. Anggota KITNAS adalah industri peralatan, bukan
pendesain program USO maupun operator. Oleh sebab itu kerjasama terpadu dan
proporsional perlu dilakukan. Pembagian tugas stakeholder harus sesuai dengan
keahlian dan wewenangnya. Tugas utama KITNAS adalah datang dengan produk
USONET yang inovatif dan sanggup memasangnya pada lokasi USO sehingga
beroperasi dengan baik. Tugas kantor Ditjen Postel adalah mengatur administrasi dan
ketentuan USO serta menyalurkan dana USO sehingga dapat mewujudkan USONET
di daerah USO. Tugas Operator (PSTN, Seluler, Satelit, dll) adalah mengintegrasikan
sistem USO ke dalam jaringan operasi nasionalnya sehingga masyarakat desa
terlayani dengan baik.
2. Penguasaan TIK sampai taraf teknologi maju bukanlah persoalan yang dapat
diselesaikan hanya dalam satu dekade, akan tetapi mungkin memakan sampai 20-
30 tahun.
SARAN
Agenda KITNAS penting dan berharga untuk diperjuangkan, sehingga langkah
tegas harus segera dilakukan. Saran dari penulis merekomendasikan stakeholder
untuk melakukan langkah sebagai berikut:
A. Mempertegas dukungan agenda revitalisasi industri telekomunikasi nasional yang
dicanangkan KITNAS, sehingga organisasi internal KITNAS serta dukungan
stakeholder eksternal lebih solid lagi. Kami menyarankan untuk segera melakukan
koordinasi antar departemen terkait, serta operator telekomunikasi, sehingga
agenda KITNAS dapat dievaluasi, disempurnakan, dan dijalankan dengan lebih
pasti.
B. Mengubah pola pelaksanaan program USO agar lebih sejalan dengan agenda
revitalisasi. Program sepenting ini harus dijalankan dengan agenda kepentingan
nasional yang lebih luas, termasuk pengembangan KITNAS. Bila ternyata
memang agenda nasional ini tidak mungkin dilakukan oleh badan departemen
yang terikat ketentuan ketat, maka Ditjen Postel segera membentuk badan
independen yang jauh lebih lincah dan kompeten untuk menjalankan program ini.
Program USO dan agenda KITNAS merupakan peluang emas bagi semua
stakeholder di sektor telekomunikasi. Bila langkah langkah terpadu dapat
dilakukan dengan tegas, maka sektor telekomunikasi akan membawa berkat yang
sungguh besar bagi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
3.http://ismailfaruqi.jepang.info/menjadikan-teknologi-informasi-dan-komunikasi-
sebagai-industri-strategis-penunjang-pertahanan/id/
4. https://www.aptel.depkominfo.go.id/download/ca_1.pdf
5. https://www.aptel.depkominfo.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=49
6. https://www.aptel.depkominfo.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=54
7. http://duniatik.blogspot.com/2008/02/pengertian-teknologi-informasi-dan.html
Riwayat Pendidikan
Pengalan kerja: -