Anda di halaman 1dari 4

Home

Utilisasi Industri Plastik Anjlok 30%


23 Jul 2010

* Opini

JAKARTA - Tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) industri plastik nasional anjlok 30%
selama semester I-2010, menyusul derasnya penetrasi produk impor. Lonjakan impor membuat stok di
gudang produsen menumpuk, sehingga produksi terpaksa dikurangi.

Wakil Ketua Asosiasi Industri Plastik dan Olefin Indonesia (Inaplas) Budi Susanto Sadiman menuturkan,
utilisasi sektor plastik hulu anjlok 20% menjadi 60% dari total kapasitas terpasang 2,2 juta ton.
Sedangkan utilisasi sektor plastik hilir tergerus 40% menjadi 50% dari sebelumnya 90%.

Inaplas mencatat, impor produk plastik hulu seperti polipropilena (PP) melonjak 33% menjadi 40 ribu ton
per bulan sepanjang tahun ini. Sedangkan impor plastik hilir seperti terpal dan pipa plastik sama Januari-
Juni mencapai Rp 3 triliun.

"Dari laporan yang kami terima, impor terpal plastik naik dua kali lipat dibanding tahun lalu. Kondisi ini
membuat produsen lokal menjerit," tandas Budi di Jakarta, Kamis (22/7).

Budi menerangkan, lonjakan impor tak lepas dari berlakunya perdagangan bebas Asean (AFTA) dan
Asean-Tiongkok (ACF-TA). Mayoritas plastik hulu yang diimpor berasal dari Asean, sementara hilir dari
Tiongkok.

Banting Harga

Menurut Budi, arus impor yang tidak terkendali membuatstok barang di gudang importir menumpuk. Hal
yang sama juga dialami oleh produsen lokal.

Kondisi ini, kata Budi, akhirnya memicu perang harga antara importir dan produsen lokal. Keduanya saling
bersaing untuk berebut pasar sekaligus menguras stok di gudang.

Budi menyatakan, saat ini harga PP anjlok US$ 100 menjadi USS 1.200 per ton dibanding dua pekan lalu
sekitar USS 1.300 per ton. Jika perang harga terus terjadi, harga PP akan stagnan, meski permintaan
meningkat menjelang Lebaran.

Apalagi, kata dia, pemerintah telah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) maksimal 18% pada awal bulan ini.
Hal ini akan berimbas pada pengurangan konsumsi plastik.

"Selain itu Lebaran juga berdekatan dengan Liburan sekolah. Pikiran masya-ralat akan fokus dulu ke
keperluan pendidikan dibanding belanja produk konsumsi," tegas dia.

Seiring dengan itu, dia meminta pemerintah memberlakukan kebijakan pengamanan perdagangan
{safeguard) untuk produk dari plastik. Safeguard, jelas dia, bertujuan mengurangi stok di gudang,
sehingga harga dapat kembali stabil.

Tanpa safeguard, kata dia, produsen plastik lokal dapat terkena injury. "Ini yang harus dihindari.
Safeguard tidak usah permanen, cukup sementara saja sampai stok di gudang berkurang," tandas Budi.

Selain menghindari injury, Budi menilai, safeguard juga dapat mencegah kerugian investasi di kalangan
produsen petrokimia. Sebab, jelas dia, produsen dapat mengoptimalkan tambahan kapasitas dengan baik.

Tahun ini, tegas Budi, dua produsen PP nasional, PT Polytama Propindo dan PT Tri Polyta Tbk tengah
merampungkan rencana penambahan kapasitas pabrik. Kapasitas produksi Polytama akan naik dari 240
ribu ton menjadi 360 ribu ton, sedangkan Tri Polyta naik dari 360 ribu ton menjadi 460 ribu ton.

"Kalau gak ada pasarnya, ekspansi pabrikan sia-sia. Ini bisa jadi pertimbangan pemerintah," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan, industri plastik nasional masih
tergantung dari pasokan bahan baku impor berupa nafta dan kondensat Indonesia juga masih mengimpor
bahan baku plastik seperti polietilena dan PP.

"Walau begitu, saya perkirakan industri kemasan plastik bisa tumbuh 7-8% per tahun seiring mulai
terintegrasinya industri hulu dan hilir," kata dia. (coy)
Besar Kecil Normal
Industri Plastik Tumbuh 3 Persen di Kuartal Pertama
Senin, 07 Juni 2010 | 16:41 WIB
Besar Kecil Normal
foto

itrademarket.com

TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Pengembangan Bisnis dan Investasi Asosiasi Industri Olefin Aromatik
dan Plastik Indonesia (Inaplast) Budi Susanto mengatakan pertumbuhan industri plastik selama kuartal
pertama tahun ini tak terlalu menggembirakan. "Kuartal pertama hanya tumbuh tiga persen," katanya di
Jakarta, Senin (7/6).

Kalangan pengusaha sebenarnya mengharapkan tingkat pertumbuhan minimal sama atau lebih baik dari
pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5,5 persen. Namun di saat yang sama sektor industri makanan dan
minuman juga merevisi target pertumbuhan dari 12 persen menjadi 8 persen, yang bakal berdampak
pada penurunan pertumbuhan industri plastik kemasan.

Budi menjelaskan, penurunan pertumbuhan tahun ini bagian dari siklus tujuh tahunan. "Permintaan
plastik turun tapi tahun berikutnya akan naik lagi," katanya. Fluktuasi harga bahan baku yang cenderung
turun juga menjadi penyebab turunnya pertumbuhan.

Konsumen cencerung akan menahan diri atau menunda pembelian. "Musim hujan yang sangat panjang
juga mempengaruhi. Orang banyak yang tidak bepergian sehingga belanja makanan olahan berkurang,"
tuturnya.

Penggunaan bahan plastik untuk kemasan makanan olahan juga otomatis berkurang. Ditambah
penyerapan anggaran belanja nasional hanya 20 persen sehingga daya beli masyarakat turun.
Pertumbuhan yang cukup tinggi justru terjadi pada tahun lalu yaitu antara lima sampai enam persen,
meski saat itu ekonomi dunia masih terkena imbas krisis.

Sekertaris Jenderal Inaplast Fajar Budiyono menambahkan, industri plastik masih bisa tumbuh karena
ditopang peningkatan karung plastik yang cukup tinggi karena bersamaan dengan musim panen raya, dan
suku cadang otomotif. Sektor makanan dan minuman yang biasanya mendorong pertumbuhan utama
industri plastik justru pertumbuhannya tidak terlalu tinggi. "Mudah-mudahan mendekati lebaran bisa
meningkat lagi," katanya.

Fajar memprediksi pada kuartal kedua ini pertumbuhan industri plastik masih berkisar tiga persen.
Adapun di kuartal ketiga seiring Lebaran pertumbuhan diperkirakan bisa sampai empat persen. "Produsen
hulu tidak terlalu gembir tapi mungkin tertolong karena lebaran. Minimal bisa sekitar empat persen,,"
tuturnya.

Kamis, 08/04/2010 22:00:45 WIB


Industri plastik terancam defisit bahan baku
Oleh: Yusuf Waluyo Jati
JAKARTA (Bisnis.com): Industri hilir plastik berbasis kantong, karung, dan kemasan plastik terancam
defisit bahan baku plastik pada kuartal II/2010.

Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (INAplas) menyatakan mulai kuartal II, konsumsi
bahan plastik berupa polipropilena (PP) dan polietilena (PE) diperkirakan meningkat di kisaran 7%-10%
menjadi 428.000–440.000 ton dibandingkan dengan kuartal I/2010.

Meski demikian, kemampuan pasok dari industri PP dan PE lokal masih pas-pasan karena hanya mampu
berproduksi sekitar 80% dari total kapasitas terpasang 1,5 juta ton per tahun.

Artinya, kemampuan produksi per kuartal dari perusahaan lokal rerata hanya sekitar 300.000 ton
ditambah dengan sisa stok PP dan PE kuartal II sebesar 50.000 ton. Dengan demikian, masih terdapat
defisit PP dan PE sebesar 90.000 ton sepanjang April–Juni.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Investasi INAplas Budi Susanto Sadiman menjelaskan hingga kuartal
I/2010, pemanfaatan kapasitas terpasang (utilisasi) PP di pabrik PT Tri Polyta mencapai di atas 90% atau
sekitar 110.000 ton dari total kapasitas tahunan 480.000 ton.

Adapun, utilisasi PP di pabrik PT Polytama Propindo, jelasnya, juga berada di kisaran yang sama. Total
kapasitas terpasang Polytama berkisar 280.000 ton per tahun.
"Namun, PT Titan Petrochemical utilisasinya di bawah 80% untuk PE dari total kapasitas tahunannya
sekitar 200.000 ton," paparnya kepada Bisnis.com, hari ini.

Perseroan, ujar Budi, baru mengupayakan peningkatan produksi seperti sediakala, sedangkan Polytama
masih menyelesaikan ekspansi pabrik sehingga kapasitasnya masih tetap seperti tahun lalu.

Dengan adanya potensi kelangkaan bahan plastik di dalam negeri di tengah tren permintaan dan harga
minyak mentah yang cenderung meningkat, produsen hilir plastik akan melakukan pembelian PE dan PP
besar-besaran.

"Kalau demand naik, tren harga otomatis naik sehingga industri hilir plastik kemungkinan melakukan aksi
borong besar-besaran. Apalagi, stok bahan baku di gudang-gudang produsen hilir plastik juga mulai
menipis menyusul datangnya masa panen di sektor pertanian dan meningkatnya permintaan kemasan
plastik untuk produk makanan olahan," jelasnya.(yn)

Invalid Domain Name

Kamis, 20/05/2010 16:12:56 WIB


Penurunan harga produk plastik temporer
Oleh: Yusuf Waluyo Jati
JAKARTA (Bisnis.com): Asosiasi Industri Plastik Aromatik dan Olefin Indonesia (INAplas) menyatakan
penurunan harga produk plastik yang terjadi pada pertengahan Mei sekitar 10% hanya bersifat temporer
sehingga ada kemungkinan harga tersebut akan kembali meningkat.

Direktur Pengembangan Bisnis dan Investasi INAplas Budi Susanto Sadiman mengatakan penurunan
harga produk plastik sempat dipicu oleh tersungkurnya harga minyak ke level US$70 per barel yang
bertahan hingga Mei dibandingkan dengan harga sebelumnya sekitar US$85 per barel.

Penurunan harga minyak mentah sempat membuat harga bahan baku plastik untuk kelompok subproduk
olefin berupa polietilena (PE) dan polipropilena (PP) menurun sekitar 10,34%. “Harga PP dan PE
sebelumnya mencapai sekitar US$1.450 per ton, tapi sekarang turun menjadi sekitar US$1.300 per ton,”
jelasnya, hari ini.

Selain fluktuatifnya harga minyak dunia, jelasnya, penurunan harga produk hilir petrokimia kemungkinan
diakibatkan tersendatnya suplai bahan baku dari produsen ke industri pengolahan plastik.

Namun begitu, Budi yakin penurunan harga bahan baku yang berimbas pada harga produk petrokimia dan
plastik nasional hanya bersifat sementara.

Karena itu, ada kemungkinan harga minyak dunia akan naik lagi sehingga saat ini industri lebih banyak
menunggu. Dia memperkirakan harga produk petrokimia dan plastik akan kembali meningkat paling
lambat pada Juni.

“Harga turun juga disebabkan karena tidak adanya transaksi. Namun, begitu ada kabar harga bahan
plastik menurun, produk PP dan PE akan diborong sehingga harga kembali meningkat. Di sisi lain,
fluktuasi harga minyak ikut membuat para konsumen wait and see,” jelasnya.

Terkait dengan investasi di industri hulu petrokimia dan plastik nasional, jelasnya, saat ini belum terlihat
tanda-tanda investasi baru yang masuk. “Ini karena masih dalam tahap lobi. INAplas hanya mencermati
realisasi investasi yang sedang berjalan.” (htr)

Jumat, 23/04/2010 16:12:33 WIB


Titan Kimia bidik produksi naik 75%
Oleh: Irvin Avriano A.
JAKARTA (Bisnis.com): PT Titan Kimia Nusantara Tbk menargetkan peningkatan produksi perusahaan dan
anak usahanya dari sebesar 68% menjadi 75% tahun ini dari kapasitas total produksi sebesar 450.000
metrik ton untuk mendongkrak laba bersih perseroan.

Direktur Utama Titan Kimia David Tsung Hung Chao mengatakan peningkatan produksi pada tahun ini
diharapkan dapat mengefisienkan angka produksi perseroan dan menghasilkan laba bersih.

“Tahun lalu untuk pertama kalinya kami membukukan keuntungan setelah akuisisi dari manajemen
perseroan yang lama, tahun ini kami harapkan bisa meningkat,” ujar David di Hotel Nikko siang ini.
Namun, dia belum dapat mematok target laba yang diincar perseroan karena sangat tergantung dari
harga bahan baku dan permintaan pasar yang terus berubah.

Pada tahun lalu, perseroan mencatatkan utilisasi kapasitas produksi bahan baku plastik polyethylene (PE)
sebesar 293,334 metrik ton pada 2009.

Dia mengatakan saat ini konsumen produk perseroan yang berasal dari dalam negeri menyerap sebesar
80% dari total produksi perseroan karena permintaan di dalam negeri masih sangat besar, dan sisanya
diekspor kepada konsumen di beberapa negara Asia. (wiw)

Anda mungkin juga menyukai