Anda di halaman 1dari 18

TETANUS

ULIN_NUHA
KASUS
 KASUS: Seorang anak laki-laki 9 tahun dirawat pertama kali
di Bag. Ilmu Kesehatan Anak RSU Langsa tgl 14 Nov 96. Dri
alloanamnesis didapatkan 12 hari sebelum dirawat, kaki
kanannya kena kayu. Pasien lalu dibawa ke Puskesmas,
dibersihkan dan kemudian diberi obat makan dan disuntik
dengan obat berwarna susu. Pasien tidak diberi suntikan ATS
& tetanus toksoid. Setelah 3 hari, penderita kembali ke
Puskesmas, disekitar luka tampak merah, bernanah dan kaki
kaku. KEmudian dirujuk ke RSU Langsa. Luka dibersihkan
dan dijumpaki kayu tertanam 1 cm pada kaki laku dicabut. 1
hari sebelum dirawat, pasien gak bisa tidur terlentang & kaki
kaku, pasien tetap sadar. Demam, kejang, sesak napas, batuk,
pilek disangkal. BAB & BAk tidak ada keluhan.
Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini
selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh
genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat.
Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung
oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
a. Umur tua atau anak-anak
b. Luka yang dalam dan kotor
c. Belum terimunisasi

Tanda dan gejala


a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena:

1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan


2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis,
retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan
dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derajat
celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka
pada kulit kepala.

Pemeriksaan diagnostik
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai
keadaan klinis kekakuan otot rahang.
b. Laboratorium; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak,
deteksi kuman sulit
c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
Pemeriksaan diagnostik
 a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai
keadaan klinis kekakuan otot rahang.
 b. Laboratorium; leukositosis ringan, peninggian tekanan
otak, deteksi kuman sulit
 c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia
ventrikuler
Diagnosa Banding:
1. Trismus:
a. Bisul Paratonsil: Dx dari pemeriksaan fisik (uvula tergeser)
b. Bisul Retrofaring:. Dx dari X-ray/roensen leher lateral.
c. Rabies: gigitan binatang juga bisa menanam tetanus. Hydrophobia
d. Parotitis: Dx dari pemeriksaan fisik (bengkaknya & nyerinya)
e Sakit gigi: Caries juga bisa menjadi pintu masuk [porte d’entrance] bagi C. tetani
2. Kejang-kejang:
a. Meningitis bakteri, virus, tuberkulosis: kurang/tidak sadar, tidak ada trismus. Dx dari Likor Spinalis
b. Encefalopati & encefalitis: kurang sadar, tidak ada trismus, Dx dari Likor Spinalis c. Tetani dari hipokalsemia:
(hypoparathyroidism, kekurangan vitamin D, GEA berat) tetap sadar, sering disertai spasme carpo-pedal &
spasme laring tanpa trismus
d. Sindroma hiperventilasi: (alkolosis) biasanya psychogenic, Rx: rebreathing. Tetapi mungkin dari gagal ginjal
e. Keracunan Strychnine: (minum banyak tonikum pd anak-anak) jarang ada trismus
f. Keracunan obat Phenothiazine: (obat “mual”) Rxi extrapyramidal dyskinesis. Tdk ada spasme otot abdomen
g. Anoxia pd Otot: spasme umum, Krisis Penyakit Sickle Cell
h. Poliomyelitis: kaku & spasme (tanpa trismus) pd fase awal sebelum paralysis/lumpuhnya
PATOFISIOLOGI
≠ O2

Luka tusukan, tpi kecil Clostridium tetani Anaerob

eksotoksin Neurotoksin

tubuh
mati
limfogen hematogen
Disfungsi otot pernafasan
saraf hiperekstensi

TETANUS kejang ↓ asetilkolin  ↓ Ca


neurotransmitter

Kaku otot ≠ ada kontraksi otot


patofisiologi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan
berbagai keadaan antara lain:
a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau,
cangkul dan lain-lain.
b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang, kecelakaan lalu lintas).
c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin


Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke
sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen ,
sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi
dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah
dinetrakan oleh antitoksin spesifik.
Manifestasi Klinis
• Tetanus general
– Bentuk paling umum : tonus otot ↑, spasme umum
– Awal : trismus, disfagia/nyeri telan/kaku saat menelan
– Risus sardonicus, opisthotonus, perut seperti papan
– Spasme umum, nyeri, berulang, spontan/dipicu stimulus  bahaya
ventilasi ↓ /spasme laring/apneu  4-6 mgg
• Tetanus neonatal :
– General, neonatus - ibu tdk terimunisasi & tali pusat tdk steril
• Tetanus lokal :
– manifestasi klinis terbatas otot sekitar port d’entrée
• Tetanus sefalik :
– lokal, pd trauma kepala/infeksi telinga, disfungsi n kranialis (+)
PENATALAKSANAAN TETANUS
PENATALAKSANAAN
A. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani,
menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan
memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut
dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka
(eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka
serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan,
terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan
pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan
tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada
trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan
tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
 
B. Obat- obatan
  B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena,
dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10
hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian
antibiotika broad spektrum dapat dilakukan
  B.2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana
ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari
hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U
dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan
secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah
dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar
 
B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang
berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan
secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi
dasar terhadap tetanus selesai.
B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah
kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm
beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Jnis
antikonvulsan antara lain diazepam, meprobamat,
klorpromazin, fenobarbital
PENCEGAHAN
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus
toksoid merupakan satu-satunya cara dalam
pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan
pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak
berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi
aktif( DPT atau DT )
Penatalaksanaan
a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan:
1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka tidak boleh diberikan IV)
2. Sedativa-terapi relaksan; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB
diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3. Agen anti cemas; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang
sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam
intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi
pemeberian obat penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh
klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit tKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi otot dan ambulasi selama penyembuhan.

b. Pembedahan
1. Problema pernafasan; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk
bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi

Anda mungkin juga menyukai