PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Misi utama dari Program plasma nutfah Hewan Nasional (NAGP) adalah untuk
melestarikan sumber daya genetik makanan hewan (ternak, unggas dan perairan
spesies) di Amerika Serikat konservasi yang efektif melibatkan pemahaman dan / atau
penggunaan hewan hidup populasi, genetika, cryopreservation dan informasi. NAGP
membahas isu-isu sumber daya genetik dengan empat unsur berikut:
1. Memahami dinamika populasi ternak bibit (baik secara numerik dan secara
genetik);
2. Mendapatkan dan cryopreserved menyimpan plasma nutfah (bila
memungkinkan) dari spesies hewan makanan;
3. Mengevaluasi kelangsungan hidup potensi plasma nutfah di cryostorage serta
meningkatkan efektivitas cryopreserving plasma nutfah;
4. Membangun dan menerapkan informasi berbasis internet sistem relasional
terdiri dari sebuah database dan alat-alat pendukung keputusan, dan
5. Pelaksana usaha nasional ini tidak hanya melalui langsung personil yang
didukung oleh proyek ini rencana tetapi juga melibatkan kader dari perwakilan
industri, universitas dan ARS ilmuwan yang bekerja di seluruh spesies dan
disiplin.
Yang belum NAGP diamanatkan dengan misi penelitian yang khas, melainkan
fokus adalah untuk memastikan sektor peternakan memiliki keragaman genetik yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan, risiko dan pasar yang berubah tempat.
Salah satu misi utama pembangunan peternakan adalah menyediakan pangan
hewani asal ternak (daging, susu, telur dan madu) untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat. Pangan hewani bermanfaat sebagai sumber protein untuk kecerdasan,
memelihara stamina tubuh, mempercepat regenerasi sel dan menjaga eritrosit agar tidak
mudah pecah.
Meskipun demikian, hingga kini konsumsi protein hewani penduduk Indonesia
sangat rendah. Pada tahun 2000, konsumsi daging unggas penduduk Indonesia hanya
3,5 kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi penduduk Malaysia (36,7 kg), Thailand (13,5
kg), Fhilipina (7,6 kg), Vietnam (4,6 kg) dan Myanmar (4,2 kg). Konsumsi daging
unggas penduduk Indonesia hanya 10 gram/kapita/hari, sedangkan Malaysia sudah
mencapai 100 gram/kapita/hari. Konsumsi telur penduduk Indonesia juga rendah, yakni
1
2,7 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia 14,4 kg, Thailand 9,9 kg dan Fhilipina 6,2 kg.
Bila satu kilogram telur rata-rata terdiri atas 17 butir, maka konsumsi telur penduduk
Indonesia sekitar 46 butir/kapita/tahun atau 1/8 butir/kapita/hari. Pada periode yang
sama, penduduk Malaysia setiap tahunnya memakan 245 butir telur atau 2/3 butir
telur/kapita/hari (Rusfidra, 2005a). Konsumsi susu masyarakat Indonesia sangat rendah,
yakni sekitar 7 kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dari Malaysia mencapai 20
kg/kapita/tahun, sedangkan masyarakat Amerika Serikat memiliki konsumsi susu
mencapai 100 kg/kapita/tahun.
Konsumsi daging, telur dan susu yang rendah menyebabkan target konsumsi
protein hewani sebesar 6 gram/kapita/hari masih jauh dari harapan. Angka ini dapat
dicapai bila konsumsi terdiri dari 10 kg daging; 3,4 kg telur dan 6 kg susu/kapita/tahun.
Padahal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, rata-rata konsumsi protein
hewani yang ideal adalah 26 gram/kapita/hari (Tuminga et. al. 1999 dalam Rusfidra,
2005b).
Analisis paling akhir oleh Prof. I.K Han, guru besar Ilmu Produksi Ternak
Universitas Nasional Seoul, Korea Selatan (1999) menyatakan adanya kaitan positif
antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan
pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani penduduk semakin
tinggi umur harapan hidup dan pendapatan domestik bruto (PDB) suatu negara.
Delgado et. al (1999) dalam Rusfidra (2005b) memperkirakan akan terjadi
peningkatan produksi dan konsumsi pangan hewani dimasa depan. Di dalam artikel
“Peternakan 2020: Revolusi Pangan Masa Depan”, mereka menduga konsumsi daging
penduduk dunia akan meningkat dari 233 juta ton (tahun 2000) menjadi 300 juta ton
(tahun 2020). Konsumsi susu meningkat dari 568 juta ton (tahun 2000) menjadi 700
juta ton pada tahun 2020, sedangkan konsumsi telur mencapai 55 juta ton. Hal itu
disebabkan bertambahnya jumlah penduduk dunia, meningkatnya kesejahteraan hidup
dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dunia.
Peningkatan kebutuhan pangan hewani penduduk ternyata tidak diikuti oleh
tersedianya pangan hewani. Teknologi budidaya peternakan yang bersifat konvensional
dan pertumbuhan populasi ternak cenderung lambat. Oleh karena itu aplikasi
bioteknologi diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam memacu
perkembangan populasi ternak.
Menurut Sudrajat (2003) aplikasi bioteknologi peternakan dilakukan pada tiga
bidang utama, yaitu bioteknologi reproduksi (inseminasi buatan, transfer embrio dan
2
rekayasa genetik), bioteknologi pakan ternak dan bioteknologi bidang kesehatan hewan.
Bioteknologi peternakan dapat digunakan mempercepat pembangunan peternakan
melalui peningkatan daya reproduksi dan mutu genetik ternak, perbaikan kualitas pakan
dan kualitas kesehatan ternak.
Makalah ini akan membahas aspek bioteknologi reproduksi, yang meliputi
inseminasi buatan, transfer embrio dan rekayasa genetik pada ternak. Ketiga bidang
bioteknologi reproduksi ini memiliki kaitan langsung dengan pemuliaan ternak dalam
rangka perbaikan mutu genetik dan peningkatan produktivitas ternak.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pelestarian plasma nutfah hewan.Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
mahasiswa tentang langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk melestarikan plasma
nutfah hewan.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
3
BAB II
PEMBAHASAN
Plasma nutfah adalah substansi yang terdapat dalam setiap makhluk hidup dan
merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan atau
ditarik untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar baru. Termasuk dalam kelompok
ini adalah semua kultivar unggul masa kini atau masa lampau, kultivar primitif, jenis
yang sudah dimanfaatkan tapi belum dibudidayakan, jenis liar kerabat jenis budidaya
dan jenis-jenis budidaya.Substansi yang terdapat dalam setiap kelompok mahluk hidup
yang merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dirakit untuk menciptakan jenis
unggul atau kultivar baru.(Sastrapradja.1990).
4
dibudidayakan termasuk pula lingkungan hidupnya. Guna memudahkan pemahaman,
KH dibagi dalam tiga tingkatan, yakni ekosistem, jenis dan di dalam jenis. Di dalam
pengertian ini Plasma Nutfah termasuk didalam pengertian yang paling sempit, yaitu
keanekaragaman di dalam jenis atau keanekaragaman sumber daya genetik
(Sastrapradja, 1992).
Di dalam perkembangannya, Plasma Nutfah tidak lain adalah substansi yang
terdapat dalam kelompok mahluk hidup dan merupakan sumber sifat keturunan yang
dapat dimanfaatkan dalam rekayasa penciptaan bibit unggul maupun rumpun baru
(Komnas Plasma Nutfah, 1999).
Dalam kaitannya dengan tanaman, PN dapat berupa biji, jaringan tanaman, dan
tanaman muda/dewasa; sedangkan pada ternak hal tersebut dapat berbentuk jaringan,
semen, telur, embrio dan hewan hidup muda/dewasa (National Research Council, 1993,
dan Komnas Plasma Nutfah, 1999).
Dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, Pasal 1 butir 2, yang dimaksud dengan PN adalah substansi yang terdapat
dalam kelompok makhluk hidup, dan merupakan sumber sifat keturunan yang dapat
dimanfaatkan dan dikembangkan atau dirakit untuk menciptakan jenis unggul atau
kultivar baru. Dengan demikian menurut undang-undang tersebut PN merupakan
keseluruhan keanekaragaman genetik yang terdapat dalam mahkluk hidup (tumbuhan,
satwa dan mikroorganisme). Diantara berbagai KH yang dipengaruhi oleh keragaman
dalam lingkungan dan keragaman dalam jenis (plasma nutfah), PN pertanian
(agrobiodiversity) merupakan salah satu PN yang sangat mendesak untuk diamankan
dari kepunahan maupun terjadinya erosi potensi genetiknya. Sebab PN pertanian atau
juga sering disebut dengan sumber daya genetik (SDG) pertanian secara riil telah dan
terus akan dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat, baik
pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
5
resmi berdiri tanggal 23 Nopember 1976 dengan nama Komisi Pelestarian Plasma
NutfahNasional(KPPNN).
Dalam perjalanannya, seiring dengan meningkatnya peran yang harus dilakukan
sebagai lembaga koordinatif di tingkat nasional, sejak tahun 1998, Komisi ini berganti
nama menjadi Komisi Nasional Plasma Nutfah atau biasa juga disebut Komnas Plasma
Nutfah (Komnas PN). Susunan keanggotaan Komnas PN yang terakhir dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/KP.150/6/2001
tanggal6Juni2001.
Sebagai lembaga koordinatif yang menghubungkan berbagai sektor, bidang dan
lapisan terkait untuk membina keterpaduan antara para pengguna, peneliti, pelestari,
dan pengambil kebijakan dalam pengelolaan plasma nutfah maka keanggotaan Komnas
Plasma Nutfah sejauh mungkin mengandung unsur-unsur tersebut. Susunan Komnas
Plasma Nutfah terdiri dari (1) Pengarah dan (2) Pelaksana Harian. Pengarah Komnas
PN diketuai oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan
anggota-anggota yang mencakup bidang pertanian, perikanan, kehutanan dan
perkebunan, biologi, keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup. Sementara itu
Pelaksana Harian; terdiri dari personil berbagai bidang kepakaran dan lembaga yang
didasarkan kapasitas pribadi yang keseluruhannya mencakup sebanyak mungkin
disiplin keilmuan dalam pengelolaan PN.Pelaksana Harian Komnas PN
bertanggungjawab kepada Pengarah Komisi atas pelaksanaan tugasnya, sedangkan
Pengarah Komnas PN bertanggungjawab kepada Menteri Pertanian. Tugas pokok
Pelaksana Harian Komisi meliputi:
6
sehingga benar-benar membudaya dalam segala tindak masyarakat. Peningkatan
kepedulian terhadap SDG terutama ditujukan kepada aparat yang berperan langsung
dalam pengambilan kebijakan dengan melakukan koordinasi antar instansi/lembaga.
Pembudayaan secara terencana dilakukan pula terhadap pengajar dan mahasiswa
perguruan tinggi di berbagai perguruan tinggi, demikian pula pihak swasta, organisasi
profesi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta masyarakat umum. Informasi
dan publikasi mengenai perplasmanutfahan telah dibuat oleh Komnas PN agar
pengetahuan dan kesadaran mengenai PN atau SDG dapat tersebar, melalui media
Warta Plasma Nutfah Indonesia dalam bentuk informasi populer/berita; sementara itu
pertukaran informasi yang bersifat ilmiah dilakukan dalam bentuk media lain, yaitu
BuletinPlasmaNutfah
Dukungan Komnas PN dalam bidang praktis juga dilakukan dalam bentuk
bantuan perencanaan, pelaksanaan pengelolaan SDG dan dalam jumlah sangat terbatas
bantuan pendanaan ke instansi lingkup Departemen Pertanian terhadap kegiatan
pelestarian ex situ berbagai jenis tanaman (rempah-rempah, karet, kopi, kakao, buah-
buahan, kelapa), ternak, ikan dan mikroba yang dilakukan pada kebun-kebun koleksi
dan laboratorium di berbagai daerah di Indonesia. Koordinasi dan kerjasama mengenai
perplasmanutfahan di tingkat nasional, regional dan internasional juga menjadi aspek
penting yang sangat diperhatikan dan makin dipererat oleh Komnas PN. Hubungan
kerjasama dengan negara-negara di Asia Tenggara telah dijalin melalui wadah
kelembagaan yang bernama Regional Commision of South East Asian (RECSEA).
Komnas PN juga telah bekerjasama dengan sebuah lembaga plasma nutfah
Internasional seperti International Plant Genetic Resources Institute (IPGRI).
Disadari bahwa potensi keragaman sumber daya genetik perlu terus
dipertahankan dan dilindungi melalui perundang-undangan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Demikian pula aspek
pengamanan SDG dan pemanfaatannya juga menjadi perhatian Komisi. Sehubungan
dengan itu, Komnas PN telah melakukan kajian peraturan/perundangan Indonesia yang
berkaitan dengan perplasmanutfahan. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan antara
lain adalah:
7
c) penyusunan pedoman tentang keamanan hayati (bio-safety);
d) pedoman penyusunan penghargaan kepada petani pelestari plasma nutfah
(farmers’ right); serta
e) penyusunan beberapa Konsep peraturan perundang-undangan yang mempunyai
cakupan lebih luas, antara lain :
Wadah plasma nutfah secara alami berupa ekosistem, dari jenis yang liar dapat
berupa hutan, savana, semak, padang rumput, semi padang pasir dan sebagainya.Macam
plasma nutfah, selain berupa jenis hewan liar juga varietas primitif, varietas pembawa
sumber sifat yang khusus, varietas unggul yang sudah kuno dan varietas unggul masa
kini.
Jenis-jenis yang mungkin mempunyai nilai ekonomi, tetapi sama sekali belum
mem-budidayakan atau dipetik hasilnya.
8
Jenis-jenis yang sudah dipetik dan dimanfaatkan hasilnya tetapi belum atau
tidak di-budidayakan.
Jenis-jenis yang tidak dipetik hasilnya, akan tetapi setelah mengalami atau
melalui hi-bridisasi baru kemudian dibudidayakan dan dimanfaatkan.
2. Varietas primitive
Semua jenis yang dibudidayakan secara langsung atau tidak berasal dari liar.
Varietas primitif adalah kultivar yang pembudidayaannya masih sederhana, belum
mengalami pemuliaan. Tumbuhannya yang termasuk kelompok ini biasanya di daerah
tumbuhnya mempunyai daya daptasi yang lebih baik, lebih tahan terhadap tekanan
lingkungan yang bersifat fisik maupun biologi.Hal ini dimungkinkan karena sudah ada
seleksi gen secara alamiah yang tahan terhadap dingin, panas, hama ataupun penyakit di
daerah tumbuh.
4. Varietas unggul
9
2.4 Keadaan Plasmanutfah
• Sumber Plasma nutfah yang masih hidup di alam bebas dijamin
perlindungannya oleh undang-undang dan direalisasikan dalam bentuk: Suaka
Marga Satwa, Cagar Biosfer, Hutan Lindung, Arboretum, taman nasional,
Kebun Raya dan sebagainya.
• Sumber Plasma nutfah yang dikultivasi, perlindungan belum cukup diupayakan.
Jenis – jenis sumber plasma nutfah ini dapat langsung di tampung di kebun –
kebun plasma nutfah. Beberapa kebun plasma nutfah pernah dikembangkan
secara baik di lingkungan Departemen Pertanian dan Kehutanan seperti di
malang, Cimanggu. Upaya – upaya membangun kebun plasma nutfah baru
dikembangkan di Cibinong dan Serpong.
• Sumber – sumber plasma nutfah belum cukup dimanfaatkan secara teratur
dalam pengembangan komoditi pertanian. Pentingnya upaya konservasi masih
menimbulkan banyak pertanyaan terutama dilihat dari segi kegunaannya pada
masa dekat dan mendatang.
• Peraturan perundangan sebagai landasan perlindungan dan pemanfaatan plasma
nutfah yang masih liar,maupun yang telah ditangani masih banyak kekurangan
sehingga memerlukan perbaikan dan penyempurnaan.
• Tenaga kerja yang bekerja dibidang perlindungan dan pemanfaatan plasma
nutfah masih kurang,baik kuantitatif maupun kualitatif. Yang adapun tersebar
diberbagai instansi tanpa adanya kaitan program kerja yang menyeluruh.
• Kemampuan nasional dalam menggunakan bioteknologi dan ilmu pemuliaan
dalam pemanfaatan plasma nutfah masih belum tinggi sehingga memerlukan
pembinaan dan pengembangan yang serius.
Sebagai salah satu sumber daya alam, pengelolaan pemanfaatan plasma nutfah
sekarang ini dirasakan kurang sempurna yaitu banyak mengalami erosi yang
menyebabkan berkurangnya dan hilangnya jenis-jenis tertentu.Banyak faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya erosi plasma nutfah nabati antara lain adalah :
10
Timbulnya peledakan penduduk yang sangat besar, yang menyebabkan
perlunya perluas-an daerah permukiman di daerah-daerah pertanian yang
mengakibatkan terjadinya penggusuran tempat tumbuh plasma nutfah.
Terjadinya eksploitasi hutan yang kebanyakan dilakukan dengan tidak
memperhatikan kelestarian plasma nutfah yang dikandungnya, sehingga
banyak jenis-jenis pohon yang mengalami erosi genetika seperti kayu
olin, cendana, sawo, kecik. Di samping itu eksploitasi hutan juga
berakibat merusak habitat hewan dan tumbuhan lain seperti jenis-jenis
anggrek, paku-pakuan, rotan dan tanaman perdu yang lain.
Timbulnya tehnologi modern yang sering mengakibatkan terdesaknya
bahan alam oleh bahan sintesis, sehingga membahayakan kelestarian
plasma nutfah tertentu seperti tarum dan golongan serat-seratan.
Penggunaan tumbuhan dan hewan untuk keperluan industri yang sering
dilakukan secara besar-besaran tanpa memperhatikan peremajaan,
misalnya untuk tumbuhan golongan temu-temuan, kedawung, rotan,
tengkawan,dan untuk hewan berupa penangkapan besar – besaran
Harimau untuk diambil kulitnya dan jenis hewan langka lainnya.
1) Extinct (punah) adalah sebutan yang diberikan pada hewan yang telah musnah
atau hilang sama sekali dari permukiman bumi.
2) Endangeret (genting) adalah sebutan untuk jenis yang sudah terancam
kepunahan dan tidak akan dapat bertahan tanpa perlindungan yang ketat untuk
menyelamatkan kelangsungan hidupnya. Contoh : Badak Jawa, Harimau
Sumatera, Gajah Sumatera.
11
3) Vulnerable (rawan) katagori ini untuk jenis yang tidak segera terancam
kepunahan tetapi terdapat dalam jumlah yang sedikit dan eksploitasinya terus
berjalan sehingga perlu dilindungi contohnya adalah : Bangau Rangkong.
4) Rare (jarang) sebutan untuk jenis yang populasinya besar tetapi terbesar secara
lokal atau daerah penyebarannya luas tapi tidak sering dijumpai, serta
mengalami erosi yang berat. Contohnya : Burung Cenderawasih, Burung
Kasuari ( Casuari casuari ) dan Anoa.
5) Indeterminate (terkikis) sebutan untuk jenis yang jelas mengalami proses
pelangkaan tetapi informasi keadaan sebenarnya belum mencukupi, sebagian
besar jenis-jenis plasma nutfah hewani yang langka termasuk katagori ini.
2.6 Metode Pelestarian Plasma Nutfah Hewan
Dalam penggunan sumber daya genetika, eksplorasi dan pelestarian adalah
merupa-kan kegiatan pokok yang dwitunggal di dalam penyelamatan plasma nutfah.
Eksplorasi menyelamatkan sumber daya yang ada di lapangan, pelestarian
menyelamatkan koleksi yang baru dan yang sudah ada. Apabila dalam eksplorasi
diperlukan mekanisme kegiatan yang terarah di lapangan yang seluas mungkin,
sedangkan yang diperlukan dalam pelestarian adalah keefektifan organisasinya. Dalam
kegiatan mengadakan eksplorasi, pengumpulan, evaluasi dan pelestarian plasma nutfah
tersebut dimaksudkan untuk mencadangkan setiap nama koleksi yang juga dapat
digunakan dalam mencari dan menciptakan bibit unggul baru melalui seleksi atau
persilangan-pesilangan.
Strategi pelestaria plasma nutfah nabati dapat berciri :
Genotif tunggal atau populasi.
Satu, beberapa atau banyak jenis ekonomi.
Bersifat nasional, regional atau internasional.
Dalam bentuk koleksi dasar (base collection) atau koleksi aktif.
12
Keterbatasan tenaga dan tehnik.
Metode pelestarian plasma nutfah nabati ada 2 bentuk yaitu yang disebut
pelestarian IN SITU dan EX SITU.
1. Konservasi In Situ
Dengan cara ini hewan tidak akan mengalami stress terhadap keadaan
lingkungan yang baru.Namun demikian keadaaan alami ini akan lebih membiarkan
tanaman-tanaman tersebut dan akan berkembang secara sendiri-sendiri tanpa terlalu
banyak, atau bahkan tidak ada jamahan tangan manusia sebagai pengelola.Sudah barang
tentu keadaan akan seperti komuniti alami. Keuntungan lain adalah ekosistem akan
lebih terjaga.
Pelestarian secara in situ yang umum dilakukan adalah dengan cagar alam atau
daerah lindung.Pengawasan plasma nutfah di daerah lindung harus dilakukan secara
teratur dan berkesinambungan.Pelestarian secara in situ dilaksanakan dalam hutan,
semak, savana, stepa atau biota yang lain, jadi cara pelestarian ini dalam bentuk koleksi
tumbuhan hidup. Sehubungan dengan tujuan pelestarian plasma nutfah yang ada, maka
pengelolaan hutan seharusnya : keseimbangan ekosistem dijaga sestabil mungkin guna
melindungi plasma nutfah yang belum diusahakan.
2. Konservasi Ex Situ
13
Pelaksanaan cara pelestarian ini adalah dengan mengeluarkan plasma nutfah dari
wadahnya atau Melestarikan fauna di luar habitat aslinya, ekosistemnya atau biotanya,
dan cara ini akan dapat dianggap berhasil baik dan murah apabila yang dilestarikan
dapat ditekan sampai tingkat yang minimal..Pelestarian dapat dilaksanakan di Suaka
Marga Satwa. Beberapa hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah
diperlukan tenaga terampil yang terdidik dan mempunyai rasa tanggung jawab penuh
pada pekrjaannya; kelengkapan bahan dan alat yang dibutuhkan sering kali sangat
terbatas; penyimpanan cara ini khususnya dengan suaka maraga satwa.Dengan cara ini
kita lebih dapat memantau penyelamatan koleksi, baik secara budidaya maupun
masalah vandalisme. Selain itu kita dapat menambah koleksi setiap saat bilamana
memungkinkan, baik yang sudah teridentifikasi meupun yang masih sedang dalam taraf
eksplorisasi. Hal lain yang sangat penting akan menjadi narasumber bagi para peneliti
dari berbagai perguruan tinggi balai - balai penelitian, khususnya adanya catatan yang
lengkap mengenai hewan koleksi yang dimiliki. Sering para peneliti mengalami
kesukaran bila diminta usulan penelitian yang berkaitan dengan pengggunaan varietas-
varietas lanras untuk hewan tertentu.
Salah Satu bentuk dalam pelestarian secara ex situ : Koleksi Hewan hidup.Cara
ini dapat dilakukan pada kebun raya, Arboreta, kebun buah-buahan, kebun tanaman luar
(introduksi), stasiun/kebun pemuliaan dan kebun-kebun yang lain.
Kesulitannya adalah :
14
Semakin meningkat laju pertumbuhan penduduk, semakin meningkat pula
kebutuhan akan bahan pangan sebagai kebutuhan pokok. Dengan alasan tersebut
manusia selalu berupaya dan berusaha untuk terus melakukan segala sesuatu guna
tercapainya kebutuhan. Langkah-langkah yang ditempuh untuk itu adalah meningkatkan
cara mengelola bidang-bidang kerja seperti pertanian, peternakan dan perikanan. Usaha
peningkatan hasil pertanian dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Di berbagai negara usaha ekstensifikasi
(perluasan) lahan sudah tidak memungkinkan, karena lahan sudah habis digunakan
untuk keperluan lain. Oleh karena itu, maka perhatian mereka tertuju pada usaha
intensifikasi pertanian. Kombinasi ekstensifikasi dengan intensifikasi (peningkatan cara
bertani) adalah cara yang paling baik. Intensifikasi pada prinsipnya adalah usaha
meningkatkan hasil proses fotosintesis oleh tumbuhan. Potensi ini belum begitu tergali,
dan dari hasil penelitian fisiologi dikethui bahwa peluang bagi pemuliaan tanaman
sangat dimungkinkan dan diperlukan. Pemuliaan tanaman dapat diartikan sebagai suatu
cara yang sistematik dalam merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang
bermanfaat bagi manusia. Sekarang ini pemuliaan organisme tidak terbatas pada
tanaman namun juga pada hewan. Untuk pemuliaan tanaman dan hewan, tindakan
seleksi merupakan hal yang terpenting, seperti :
a) Seleksi plasma nutfah yang dipergunakan sebagai tetua atau sumber genetik;
b) Seleksi metode pemuliaan yang tepat;
c) Seleksi genotip yang akan diuji;
d) Seleksi cara pengujian yang akan dipakai;
e) Seleksi varietas yang akan dilepas;
15
• Mekanisme penyebarluasan hasilnya kepada masyarakat.
Yang dimaksud dengan bibit unggul adalah hewan atau tanaman yang
mempunyai sifat unggul, seperti :
Tahan terhadap hama dan penyakit.
Produksi tinggi atau banyak.
2.Hibridisasi
Hibridisasi adalah menyilangkan antara dua individu yang berbeda sifatnya
tetapi masih termasuk ke dalam satu species, sehingga diharapkan akan muncul sifat
unggul yang homozogot. Dalam rangka meningkatkan hasil petrnakan sapi maka kita
harus berusaha mendapatkan varietas yang mempunyai sifat berproduksi tinggi dan
tahan terhadap hama. Artinya kedua yang kita inginkan tersebut terdapat pada dua
individu yang berbeda . maka untuk mendapatkan individu yang mengandung kedua
sifat yang kita inginkan tersebut, kita harus mengadakan hibridisasi. Untuk
mendapatkan varietas yang benar-benar galur murni, turunan kedua tadi harus dipilih
lagi, dan dilanjutkan penyilangan lagi. Dengan mengadakan penyilangan yang
berulang-ulang diharapkan akan dihasilkan varietas yang memiliki gabungan yang
bergalur murni.
16
Berbagai cara untuk memperbaiki keturunan pada ternak, yang dilakukan
dengan penyilangan,di antaranya :
17
Tanaman dan hewan akan berumur panjang karena sifat unggulnya yang tahan
terhadap penyakit dan iklim. Misalnya padi VUTW (Varietas unggul tahan
wereng) dan padi IR 64.
3. Mutasi buatan
Mutasi adalah pengubahan struktur kimia molekul gen (DNA) dari sel kelamin
induk yang dapat menyebabkan perubahan sifat pada anaknya. Mutasi dapat dilakukan
dengan memanipulsi gen menggunakan radioisotop, misalnya sinar alfa, beta, gama dan
zat kolkisin. Mutasi buatan pada hewan umumnya dapat menghasilkan beberapa
varietas baru,salah satunya yaitu:
Hewan jenis unggul, di antaranya :
Domba jenis unggul : Dorsit Down Clum Forest, Dorset Horn, Suffolk,
Romney Marsh, texel dan Deron Long Wool.
Sapi jenis unggul : Aberdeen, Hereford, Dairy Shorthorn, Red Fool
Angus.
Ayam jenis unggul : White Lighorn, Rhode Island Red, Black Leghorn
Anconam Light Sussex dan Black Minora.
Mutasi buatan adalah adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia, antara
lain dengan :
a) Pemakaian bahan radioaktif untuk diagnosis, terapi, deteksi suatu penyakit,
sterilisasi dan pengawetan makanan;
b) Penggunaan senjata nuklir;
c) Penggunaan roket, televisi;
d) Pemakaian bahan kimia, fisika, dan biologi;
Perintis mutasi buatan dengan sinar X adalah Herman J. Muller, dengan adanya
prinsip yang mula-mula diketahui yaitu mutasi berarti perubahan gen dalam kromosom.
Jadi kalau bisa mengadakan perubahan gen tanpa mematikan individunya , maka akan
bisa membuat penyebab mutasi dan ia berfikir kalau dapat mengubah gen dengan sinar
X, maka akan di dapat mutan baru. Dengan melakukan percobaan memakai lalat buah,
18
ternyata memperoleh petunjuk bahwa gagasan itu benar. Sehingga ia yakin bahwa
mutasi dapat di adakan secara sengaja.
a. Mutasi Fisika
Adalah mutasi yang disebabkan oleh bahan fisika, antara lain :
Sinar kosmis, sinar ultraviolet, unsur radioaktif seperti thorium, uranium,
radium dan isotop K;
Alat nuklir dapat mlepaskan energi yang besar yang dapat menimbulkan radiasi
pengionisasi;
Radiasi sinar X, a, b, g;
Neutron;
Suhu tinggi;
b. Mutasi Kimia
Adalah mutasi yang disebabkan oleh bahan kimia, antara lain :
pestisida, seperti DDT, BHC;
agen alkilase, seperti mustard, dimetil, dimetilsulfat, eter mulan sulfat, dapat
memberikan gugus alkil yang bereaksi dengan gugus fosfat dari DNA yang
dapat mengganggu replikasi DNA;
Hidroksil Amino (NH2OH) merupakan mutagen pada bakteriofage yang dapat
menyerang sitosina DNA dan urasil pada RNA;
Eosin, eritrin dan fluoresen;
Peroksida organik;
Fe dan Mg;
Formaldehide;
Asam nitrit, natrium nitrit;
Antibiotik;
H2O2;
Glikidol.
c. Mutasi Biologi
Adalah mutasi yang disebabkan oleh bahan biologi atau makhluk hidup
terutama mikroorganisme, yaitu : virus, bacteri dan penyisipan DNA.
19
Virus dan bakteri diduga dapat menyebebkan terjadinya mutasi. Tidak kurang
dari 20 macam virus dapat menimbulkan kerusakan kromosom. Bagian dari virus yang
mampu mengadakan mutasi adalah asam nukleatnya yaitu DNA.
1.Dampak Mutasi
Akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya mutasi bermacam-macam. Jika mutasi
terjadi pada sel soma (sel vegetatif) dapat menimbulkan terjadinya kanker. Sedang jika
terjadi pada sel generatif dapat menimbulkan mutasi. Bila mutasi terjadi pada sel soma
dari janin maka dapat menyebabbkan teratogen (cacat sejak lahir), dan beberapa mutasi
dapat menyebabkan letal (kematian). Mutasi yang menyebabkan kematian adalah
merupakan usaha untuk menjaga keseimbangan genetika dalam suatu populasi. Bila
mutasi berjalan terus menerus dari generasi ke generasi maka pada suatu saat akan
muncul turunan baru yang sifatnya berbeda dengan moyangnya, sehingga terjadilah
peristiwa evolusi.
Pengaruh negatif mutasi buatan :
Poliploid umumnya gagal mengahasilkan keturunan secara generative;
Menguntungkan bila diperbanyak secara vegetative.
Meski sifat mutasi adalah merugikan namun dalam beberapa hal berguna pula bagi
manusia dalam kehidupannya, misalnya:
20
manifestasi perubahan ini dapat diamati pada generasi berikutnya. Dengan dasar
pengetahuan ini, para ilmuwan menggunakan sinar X atau sinar-sinar lain yang
berenergi tinggi sebagai mutagen buatan. Dari eksperimen yang telah banyak dilakukan,
diperoleh data bahwa mutasi pada sel-sel generatif kebanyakan bersifat letal, yaitu
membawa kernatian pada keturunannya sebelum atau beberapa waktu setelah kelahiran.
Karena itu, pembuatan mutan dengan cara ini, misalnya biji-biji yang akan diunggulkan
perlu dilakukan pada jumlah yang amat besar dan intensitas radiasi yang optimal.
Masalahnya adalah bagaimana cara pengaturan intensitas ini. Hal ini memerlukan riset
berulang kali dan berjangka panjang untuk menemukan mutan yang dikehendaki.
Sinar X dapat juga membuat mutasi kromosom menjadi dua bagian atau lebih.
Bagian-bagian ini dapat hancur dan lenyap atau menggabung pada kromosom lain,
terjadilah aberasi kromosom. Dengan ini dapatlah terjadi mutasi kromosom. Jika hal itu
terjadi pada sel generatif dan individunya tidak mati, maka individu tersebut dapat
mewariskan sifat-sifat barunya ke keturunannya. Radiasi sebagai akibat peledakan-
peledakan bom A dan bom H baik dalam peperangan atau percobaan, radiasi bocoran
reaktor atom, kendaraan bertenaga nuklir dan sampah radioaktif, juga merupakan
penyebab mutasi yang kebanyakan orang tidak menyadari karena efeknya tidak segera
tampak atau terasa. Lagi pula, pada umumnya gen-gen mutan barulah bersifat letal bila
dalam keadaan homozigot resesif, yang heterozigot tetap hidup dan bertindak sebagai
pembawa sifat dan penurun warisan yang telah berubah/bermutasi.
Aplikasi mutasi buatan dalam memperoleh bibit tanaman yang diharapkan.
Mutan yang sudah dapat dibuat menjadi tanaman yang poliploid artinya berkromosom
banyak. Cara mendapatkan poliploid dengan menggunakan kolkisin. Pengaruh positif
mutasi buatan diantaranya tanaman poliploid biasanya mempunyai ukuran yang lebih
besar. Tindakan pembibitan dari mutasi buatan harus diulang-ulang supaya di dapatkan
sampai menjadi galur murni, yaitu jenisnya sudah mantap. Apabila tidak diulang-ulang
kemungkinan jenis itu mengadakan perkawinan dengan jenis asal sebelum mutasi,
maka akan ada kecenerungan untuk menurunkan keturunan seperti semula. Seperti telah
kita ketahui bahwa mutasi juga ada yang menguntungkan bila dipandang darti hidupnya
suatu organisasi atau individu. Hal ini sebenarnya merupakan bahan baku bagi
terselenggaranya evolusi dari sgala organisme. Sebagai contoh adanya mutan (individu
yang bermutasi) keturunan ini mengadakan mutasi-mutasi lagi dan keturunan ini
mampu mempertahankan hidup sampai beberapa generasi kemudian. Maka mungkin
dapat bergenotif maupun fenotifnya jauh berbeda dengan nenek moyangnya, sehingga
21
akan terjadi individu baru yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
(evolusi dari sini perlu diingat bahwa mutasi itu tidak selalu menjadi species baru).
4. Transplantasi buatan
Transplantasi gen dikenal juga dengan nama pencangkokan gen. Dengan
memanfaatkan teknologi mutakhir, para ahli telah berhasil menetukan kedudukan gen di
dalam kromosom. Bahkan dengan perantaraan mikroorganisme bersel satu mereka telah
mampu meniadakan gen dari suatu species ke kromosom species lainnya.
22
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, jamur, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam
proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi
tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain,
seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan
lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan
berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.Bioteknologi secara sederhana
sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi
pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19,
pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu
dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam
jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan
terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara maju.
Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa
genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-
genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS.
Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke
ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh
dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa
genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan
produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta
juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa
ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada
23
penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan penguraian zat-zat yang
bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.Kemajuan
kuantitas dari suatu produk. Bioteknologi mempunyai beberapa arti antara lain:
1. Suatu kumpulan teknik yang memungkinkan pemasukan gen-gen asing dengan stabil ke
sumbangan yang luar biasa kepada lubuk (pool) gamet atau sigot dari beberapa populasi
tertentu.
hidup (mikroba, tumguhan, hewan) beserta sistemnya, sehingga menghasilkan bahan atau
sumber daya yang memiliki nilai tambah bagi kesejahteraan umat manusia.
adalah inseminasi buatan (IB), transfer embrio (TE), pemisahan jenis kelamin, peisahan
spermatozoa X dan Y, In Vitro Fertilization (IVF) atau lebih dikenal dengan bayi tabung,
pesat pada tahun1970-an. Teknologi Inseminasi Buatan berperan penting dalam rangka
peningkatan mutu geneti dari segi pejantan. Sperma beku dapat diproduksi dan digunakan
dalam jumlah banyak cukup dengan memelihara pejantan berkualitas baik dipusat IB.
Teknologi transfer embrio yang diterapkan secara bersama dengan teknologi IB dapat
mengoptimalkan sekaligus potensi dari sapi jantan dan betina berkualitas unggul. Kemajuan di
Bidang manipulasi mikro, khususnya pembelian embrio sebelum ditransfer pada resipien sangat
bermanfaat bila ditinjau dari segi eknomi. Sapi jantan lebih menguntungkan untuk usaha
produksi daging., sedangkan sapi betina lebih menguntungkan untuk usaha produksi susu.
24
Untuk tujuan penentuan jenis kelamin embrio, biopsi dapat dilakukan pada tahap embrional dan
selanjutnya embrio dapat langsung di transfer pada resipien tau disimpan dengan teknik
pembekuan.
Dalam rangka meneruskan keturunan suatu individu, secara alamiah diperlukan suatu
proses perkawinan dimana jantan dan betina mutlai diperlukan. Jantan akan menghasilkan sel
kelamin jantan (sperma) dan betina akan menghasilkan sel kelamin betina (sel telur). Pada
hewan menyusui proses pembuahan dan perkembangan selanjutnya terjadi di dalam tubuh
Program peningkatan produksi dan kualitas pada hewan ternak (dalam hal ini sapi)
berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alamiah. Dengan rekayasa bioteknologi
reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan teknologi Inseminasi
Butana (IB). Transfer Embrio (TE), pembekuan embrio dan manipulasi embrio. Tujuan utama
dari teknik IB adalah memaksimalkan potensi pejantan berkualitas unggul. Sperma dari sutau
pejantan berkualitas unggul dapat digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina,
meksipun seprma tersebut dikirim kesuatu tempat yang jauh. Perkembangngan selanjutnya
adalah teknologi TE dimana bukan hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan
potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfatkan secara optimal. Pada betina untuk
bunting hanya sekali dalam setahun (9 bulan bunting dan persiapan bunting selanjutnya) dan
hanya mampu menghasilkan satu atau dua anak bila terjadi kembar. Dengan teknik TE betina
unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya
bias ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas yang tidak perlu bagus
Dengan teknik bayi tabung (IVF), sel telur yang berada dalam ovarium betina berkualitas
unggul sesaat setelah mati dapat diproses diluar tubuh sampai tahap embrional. Selanjutnya
embrio tersebut ditransfer pada resipien sampai dihasilkan anak. Produksi embrio dalam jumlah
25
banyak (baik dengan teknik TE maupun bayi tabung) ternyata juga dapat menghasilkan masalah
karena keterbatasan resipien yang siap menerima embrio. Untuk mengatasi masalah tersebut
Selain berbagai teknik tersebut di atas, potensi dari hasil yang masih dapat
dioptimalkan dengan teknologi manipulasi mikro, penetuan jenis kelamin tahap embrional,
26
Namun dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup
pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan
pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau
pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi,
pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan/ternak betina, bimbingan dan
penyuluhan pada peternak. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang
mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding
(perkawinan buatan). Tujuan dari IB itu sendiri adalah sebagai satu alat yang ampuh yang
diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan
kualitatif (Toelihere, 1985).
27
yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal di atas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi.
Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh
pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda
yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh
spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai
dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya
mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-
sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian
masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.
Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang
dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut
sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang
memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha
mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar
dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan
dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan
kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis
untuk dilaksanakan. Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil
memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB
sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda
jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.
Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi
pembekuan semen sapi yang disponsori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari
Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan
membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan
gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya
nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan
lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.
Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 1950-
an oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan
Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun
IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur
(Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP
Bogor,difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya,
28
Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat.
Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan
karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya
alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi
perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat
perhatian.
Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima
Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya
dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk
program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan
adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir
menjangkau seluruh provinsi di Indonesia. Semen beku yang digunakan selama ini
merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Selanjutnya pada tahun
1976 pemerintah Selandia Baru
membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen
beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik
semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya
dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974 menunjukkan angka
konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92
persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada
kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar
terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak
disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat
kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi
terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana,
intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.
Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu
semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana
(inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu
dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan
rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere,1997).
29
Permasalahan utama dari semen beku adalah rendahnya kualitas semen setelah
dithawing, yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada ultrastruktur, biokimia dan
fungsional spermatozoa yang menyebabkan terjadi penurunan motilitas dan daya hidup,
kerusakan membran plasma dan tudung akrosom, dan kegagalan transport dan fertilisasi.
Ada empat faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya kualitas semen beku, yaitu:
1) Perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan
pembentukan kristal-kristal es;
2) Cold-shock (kejutan dingin) terhadap sel yangdibekukan;
3) Plasma semen mengandung egg-yolk coagulating enzyme yang diduga enzim
fosfolipase A yang disekresikan oleh kelenjar bulbourethralis; dan (4) triglycerol
lipase yang juga berasal dari kelenjar bulbourethralis dan disebut SBUIII. Pengaruh
yang ditimbulkan akibat fenomena di atas adalah rendahnya kemampuan fertilisasi
spermatozoa yang ditandai oleh penurunan kemampuan sel spermatozoa untuk
mengontrol aliran Ca 2+ (Bailey dan Buhr, 1994). Padahal ion kalsium memainkan
peranan penting dalam proses kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa. Kedua proses ini
harus dilewati oleh spermatozoa selama dalam saluran reproduksi betina sebelum
membuahi ovum.
Permasalahan pada kambing betina (akseptor IB) dalam kaitannya dengan kinerja
reproduksi adalah:
1. Variasi dalam siklus berahi dan lama berahi,
2. Variasi dalam selang beranak (kidding interval) yang berkaitan dengan involusi
uterus; dan
3. Gejala pseudopregnancy (kebuntingan semu).
Faktor terpenting dalam pelaksanaan inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan
semen pada puncak kesuburan ternak betina. Puncak kesuburan ternak betina adalah pada
waktu menjelang ovulasi. Waktu terjadinya ovulasi selalu terkait dengan periode berahi.
Pada umumnya ovulasi berlangsung sesudah akhir periode berahi. Ovulasi pada ternak sapi
terjadi 15-18 jam sesudah akhir berahi atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala berahi.
Sebelum dapat membuahi sel telur yang dikeluarkan sewaktu ovulasi, spermatozoa
membutuhkan waktu kapasitasi untuk menyiapkan pengeluaran enzimenzim zona pelucida
dan masuk menyatu dengan ovum menjadi embrio (Hafez, 1993). Waktu kapasitasi pada
sapi, yaitu 5-6 jam (Bearden dan Fuqual, 1997). Oleh sebab itu, peternak dan petugas
lapangan harus mutlak mengetahui dan memahami kapan gejala birahi ternak terjadi
sehingga tidak ada keterlambatan IB. Kegagalan IB menjadi penyebab membengkaknya
biaya yang harus dikeluarkan peternak.
30
Apabila semua faktor di atas diperhatikan diharapkan bahwa hasil IB akan lebih
tinggi atau hasilnya lebih baik dibandingkan dengan perkawinan alam (Tambing, 2000).
Hal ini berarti dengan tingginya hasil IB diharapkan efisiensi produktivitas akan tinggi
pula, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak dan disertai dengan terjadinya
perbaikan kualitas genetik ternak, karena semen yang dipakai berasal dari pejantan unggul
yang terseleksi. Dengan demikian peranan bioteknologi IB terhadap pembinaan produksi
peternakan akan tercapai.
Faktor –faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi sebagai berikut:
31
Dalam pandangan bioetika, penerapan bioteknologi reproduksi IB berhubungan
erat dengan aspek kesehatan dan penyelamatan dari kepunahan ternak asli (animal
welfare). Problem utama dalam sistem animal welfare dalam kaitannya dengan
penerapan bioteknologi adalah efisiensi produksi. Problem ini berkaitan erat pula
dengan
beberapa faktor, diantaranya:
1) Ekspresi gen (pertumbuhan yang cepat atau produksi susu tinggi),
2) Teknik perkawinan, dan (3) mutasi gen (Christiansen dan Sandoe, 2000).
Dampak negatif yang akan timbul apabila penerapan bioteknologi IB tidak
terkontrol dalam kaitannya dengan animal welfare, seperti :
Hilangnya/punahnya ternak lokal akibat terkikis oleh munculnya ternak
persilangan
(crossbred animal). Hal ini bisa muncul karena persepsi masyarakat (petani/peternak)
yang lebih menyukai ternak persilangan karena pertumbuhannya lebih cepat dan
dampak akhirnya adalah nilai jual yang tinggi.
Dapat menyebabkan stress dan menimbulkan resiko pada animal welfare.
Pemilihan pejantan sebagai sumber semen yang tidak tepat (kemungkinan
mengandung gen lethal) akan menimbulkan beberapa dampak negatif, antara
lain masa kebuntingan lebih panjang, meningkatnya kejadian kesulitan
melahirkan (distokia) dan tingginya frekuensi gen anomali dan anak yang
dilahirkan memiliki bobot lahir yang melebihi ukuran normal dan penurunan
daya reproduksi.
Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan / breed kecil;
Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan
donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny
test).
32
Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka
tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan / breed kecil;
Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari
pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama; Dapat menyebabkan
menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau
sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
Hilangnya keanekaragaman akibat dipertahankan alel yang sama pada populasi (
hilangnya gen), sehingga rentan terhadap penyakit bila alel resisten hilang.
33
merupakan alternatif untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik sapi secara cepat.
Teknologi TE pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah
inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat
reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi
sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh
spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio
yang diperoleh dari ternak sapi donor, dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke
induk sapi resipien sampai terjadi kelahiran.
1) Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan
dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang
unggul.
2) Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang
tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam.
34
3) Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20 - 30
ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan
satu pedet per tahun.
4) Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan
mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.
Pada tahun 1996 BPPT bekerja sama dengan Pemerintah Perancis melaksanakan
pembuatan pra-studi kelayakan untuk mendirikan Pusat Pengkajian dan Penerapan
Bioteknologi Peternakan (P3BP). P3BP diharapkan akan menjadi wadah penelitian dan
pengembangan teknologi TE serta menjadi pusat pelatihan pelaksana kegiatan TE.
Sebagai langkah pertama, BPPT telah melaksanakan transfer embrio beku sapi
perah jenis Fries Hollstein (FH) dan sapi daging jenis Limousin dari Perancis. Kegiatan
ini dilaksanakan di peternakan rakyat di daerah Bogor dan di Balai Pembibitan Ternak
Hijauan Makanan Ternak (BPT-HMT) Batur Raden Purwokerto. Tujuh ekor sapi yang
lahir dari program ini diharapkan akan menjadi sapi donor pada program TE
mendatang.
Prosedur Pelaksanaan
Sapi yang digunakan untuk resipien sebaiknya mempunyai umur yang masih
muda terutama sapi dara (belum pernah bunting). Sapi resipien tidak harus mempunyai
mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai
organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan melahirkan
(distokia), sehat serta bebas dari infeksi saluran kelamin.
2.Super Ovulasi
35
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang terovulasi setiap siklus
berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE, untuk merangsang terjadinya
ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur
dalam jumlah besar. Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi
adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare&;Serum Gonadotripin (PMSG) dan
Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon gonadotropin akan
meningkatkan perkem-bangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan
folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak dari ukuran normal yang
biasa ditemukan pada ternak kebanyakan. Hormon FSH mempunyai waktu paruh hidup
dalam induk sapi antara 2 - 5 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari dua kali yaitu pada
pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 - 50 mg (tergantung berat badan).
Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke sembilan sampai hari ke 14 setelah
berahi.
3.PenyerantahBerahi
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk
mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus
umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon
progesteron dengan PGF2a .
4. Inseminasi Buatan
36
alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah
memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk
membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon.
Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi
yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez,
1993).
37
mengalami degenerasi seluler, ikatan-ikatan blastomer longgar sampai lepas
atau ovum yang tidak terbuah (infertlized ova)
38
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Rekayasa genetik adalah modifikasi DNA (asam deoksiribonukleat). Teknik
rekayasa genetik muncul pertama kali pada tahun 1973. Penemuan struktur DNA
berbentuk heliks ganda oleh Watson dan Crick pada tahun 1953 merupakan tonggak
penting yang membuka jalan bagi lahirnya bioteknologi dalam bidang rekayasa genetik.
39
Kloning dapat diartikan sebagai cara perkembangbiakkan makhluk hidup untuk
mendapatkan individu atau anak baru yang persis sama dengan dengan induknya tanpa
melalui proses perkawinan. Oleh karena itu, seleksi dapat dilakukan terhadap keturunan
berdasarkan informasi marker tersebut. Hal ini disebut dengan Marker Assisted
Selection (MAS). Marker merupakan alat yang berguna dalam mengidentifikasi gen
mayor (gen utama). Pada saat ini gen mayor yang telah diketahui antara lain gen
halothane pada babi, gen otot ganda pada sapi, gen kerdil (dwarf) pada ayam pedaging,
gen prolifikasi pada domba Boorola dan domba Jawa.
Rekayasa rekombinan DNA, dapat menghasilkan tanaman dengan sifat dan
produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman
biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan
bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari
polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh
bakteri, dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dengan
menggunakan bakteri jenis baru.
Adapun manfaat teknologi transfer embrio adalah:
1) Meningkatkan mutu genetik ternak.
2) Mempercepat peningkatan populasi ternak.
3) Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang
ditularkan lewat saluran kelamin.
4) Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku.
40
4. Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan
mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Peternakan. 2009. Renstra Kecukupan Daging Sapi Tahun 2010-2-14. Seminar
Nasional Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan ProgramKecukupan
/Swasembada Daging, Fafet UGM. Yogyakarta.
Diwyanto, K., dan Subandriyo. 1995. Dampak bioteknologi terhadap peningkatan mutu
genetik ternak. Makalah dalam Prosiding Lokakarya Nasional I Bioteknologi
Peternakan. Bogor.
41
Edi,Syahmi .2010. Pengantar Bioteknologi.Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam : Medan.
Rusfidra. 2005 . Protein hewani untuk kecerdasan. Artikel Opini. Harian Sinar Harapan
Jakarta, 8 September 2005.
Rusfidra dan T. E. Sinar. Pemuliaan Ternak. Modul Kuliah Universitas Terbuka (in
press).
Smith, J. F. 1995. Bioteknologi. Alih bahasa oleh A. Hartono. Jakarta: ECG Penerbit
Buku Kedokteran.
Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-2. Angkasa, Bandung.
HARIAN KOMPAS
Kamis, 10 Juli 2008 | 03:00 WIB
42
Direktur Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian Achmad Mangga
Barani, Rabu
(9/7) di Jakarta, menyatakan, lahan 1.000 hektar (ha) tersebut
disediakan
Pemerintah Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Adapun Departemen
Pertanian
mengalokasikan Rp 7 miliar untuk proyek tersebut.
43