Anda di halaman 1dari 5

Makalah pendidikan, MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Permasalahan Yang Timbul Dari Pilkada 2005

di susun oleh :

Nama : Lanang Prasaja

NIM : 03/169946/DPA/01631

Prodi / Fak. : Komsi / MIPA

FAKULTAS FILSAFAT

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2005

BAB I

PENDAHULUAN

Kesadaran akan pentingnya demokrasi sekarang ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran
serta rakyat Indonesia dalam melaksanakan Pemilihan Umum baik yang dilaksakan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ini terlihat dari jumlah pemilih yang tidak
menggunakan hak pilihnya yang sedikit. Pemilihan umum ini langsung dilaksanakan secara
langsung pertama kali untuk memilih presiden dan wakil presiden serta anggota MPR, DPR,
DPD, DPRD di tahun 2004. Walaupun masih terdapat masalah yang timbul ketika waktu
pelaksanaan. Tetapi masih dapat dikatakan suses.

Setelah suksesnya Pemilu tahun 2004, mulai bulan Juni 2005 lalu di 226 daerah meliputi 11
propinsi serta 215 kabupaten dan kota, diadakan Pilkada untuk memilih para pemimpin
daerahnya. Sehingga warga dapat menentukan peminpin daerahnya menurut hati nuraninya
sendiri. Tidak seperti tahun tahun yang dahulu yang menggunakan perwakilan dari partai.
Namun dalam pelaksanaan pilkada ini muncul penyimpangan penyimpangan. Mulai dari
masalah administrasi bakal calon sampai dengan yang berhubungan dengan pemilih.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Landasan Hukum Pilkada

Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang
berarti pemerintahan. Sehingga demokrasi dapat diartikan pemerintahan dari rakyat dari rakyat,
oleh rakyat, untuk rakyat. Pemerintahan yang kewenangannya pada rakyat. Semua anggota
masyarakat (yang memenuhi syarat ) diikutsertakan dalam kehidupan kenegaraan dalam aktivitas
pemilu. Pelaksanaan dari demokrasi ini telah dilakukan dari dahulu di berbagai daerah di
Indonesia hingga Indonesia merdeka sampai sekarang ini. Demokrasi di negara Indonesia
bersumberkan dari Pancasila dan UUD ’45 sehingga sering disebut dengan demokrasi pancasila.
Demokrasi Pancasila berintikan musyawarah untuk mencapai mufakat, dengan berpangkal tolak
pada faham kekeluargaan dan kegotongroyongan

Indonesia pertamakali dalam melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh
banyak partai ataupun perseorangan. Dan pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang
secara langsung untuk memilih wakil wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Dan sekarang ini
mulai bulan Juni 2005 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah atau sering disebut pilkada
langsung. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan
penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden
dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.
2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan
Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur
dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic
education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan
dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih
pemimpin yang benar sesuai nuraninya.
4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi
daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang
dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan
tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu
memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional.
Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk
Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa.
Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004.
Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.
2. Pelaksanaan dan Penyelewengan Pilkada

Pilkada ini ditujukan untuk memilih Kepala daerah di 226 wilayah yang tersebar dalam 11
provinsi dan 215 di kabupaten dan kota. Rakyat memilih kepala daerah masing masing secara
langsung dan sesuai hati nurani masing masing. Dengan begini diharapkan kepala daerah yang
terpilih merupakan pilihan rakyat daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya pilkada dilaksanakan
oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah masing masing. Tugas yang dilaksanakan KPUD ini
sangat berat yaitu mengatur pelaksanaan pilkada ini agar dapat terlaksana dengan demokratis.
Mulai dari seleksi bakal calon, persiapan kertas suara, hingga pelaksanaan pilkada ini.

Dalam pelaksanaannya selalu saja ada masalah yang timbul. Seringkali ditemukan pemakaian
ijasah palsu oleh bakal calon. Hal ini sangat memprihatinkan sekali . Seandainya calon tersebut
dapat lolos bagai mana nantinya daerah tersebut karena telah dipimpin oleh orang yang
bermental korup. Karena mulai dari awal saja sudah menggunakan cara yang tidak benar. Dan
juga biaya untuk menjadi calon yang tidak sedikit, jika tidak iklas ingin memimpin maka tidakan
yang pertama adalah mencari cara bagaimana supaya uangnya dapat segera kemali atau “balik
modal”. Ini sangat berbahaya sekali.

Dalam pelaksanaan pilkada ini pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Seringkali bagi pihak
yang kalah tidak dapat menerima kekalahannya dengan lapang dada. Sehingga dia akan
mengerahkan massanya untuk mendatangi KPUD setempat. Kasus kasus yang masih hangat
yaitu pembakaran kantor KPUD salah satu provinsi di pulau sumatra. Hal ini membuktikan
sangat rendahnya kesadaran politik masyarakat. Sehingga dari KPUD sebelum melaksanakan
pemilihan umum, sering kali melakukan Ikrar siap menang dan siap kalah. Namun tetap saja
timbul masalah masalah tersebut.

Selain masalah dari para bakal calon, terdapat juga permasalahan yang timbul dari KPUD
setempat. Misalnya saja di Jakarta, para anggota KPUD terbukti melakukan korupsi dana Pemilu
tersebut. Dana yang seharusnya untuk pelakasanaan pemilu ternyata dikorupsi. Tindakan ini
sangat memprihatinkan. Dari sini dapat kita lihat yaitu rendahnya mental para penjabat. Dengan
mudah mereka memanfaatkan jabatannya untuk kesenangan dirinya sendiri. Dan mungkin juga
ketika proses penyeleksian bakal calon juga kejadian seperti ini. Misalnya agar bisa lolos seleksi
maka harus membayar puluhan juta.

Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan


penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :

1. Money politik

Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan
memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah
mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan penulis yaitu
desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari
kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal
calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya
tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan
mudah hanya karena uang.

Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang
banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.

2. Intimidasi

Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh juga yaitu di daerah penulis oknum pegawai
pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat
menyeleweng sekali dari aturan pelaksanaan pemilu.

3. Pendahuluan start kampanye

Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas sekali aturan aturan yang berlaku
dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran.
Sering juga untuk bakal calon yang merupakan Kepala daerah saat itu melakukan kunjungan
keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat
berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan
sebagi media kampanye. Bakal calon menyam paikan visi misinya dalam acara tersbut padahal
jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

4. Kampanye negatif

Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat.
Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat masih sangat kurang terhadap pentingnya
informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang disekitar mereka yang menjadi
panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah dengan munculnya fitnah yang dapat
merusak integritas daerah tersebut.

3. Solusi

Dalam melaksanakan sesuatu pasti ada kendala yang harus dihadapi. Tetapi bagaimana kita
dapat meminimalkan kendala kendala itu. Untuk itu diperlukan peranserta masyarakat karena ini
tidak hanya tanggungjawab pemerintah saja. Untuk menggulangi permasalah yang timbul karena
pemilu antara lain :

1. Seluruh pihak yang ada baik dari daerah sampai pusat, bersama sama menjaga ketertiban dan
kelancaran pelaksanaan pilkada ini. Tokoh tokoh masyarakat yang merupakan panutan dapat
menjadi souri tauladan bagi masyarakatnya. Dengan ini maka dapat menghindari munculnya
konflik.
2. Semua warga saling menghargai pendapat. Dalam berdemokrasi wajar jika muncul perbedaan
pendapat. Hal ini diharapkan tidak menimbulkan konflik. Dengan kesadaran menghargai
pendapat orang lain, maka pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan lancar.
3. Sosialisasi kepada warga ditingkatkan. Dengan adanya sosialisasi ini diharapkan masyarakat
dapat memperoleh informasi yang akurat. Sehingga menghindari kemungkinan fitnah terhadap
calon yang lain.
4. Memilih dengan hati nurani. Dalam memilih calon kita harus memilih dengan hati nurani
sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. Sehingga prinsip prinsip dari pemilu dapat terlaksana
dengan baik.

BAB III

KESIMPULAN

Bangsa yang belajar adalah bangsa yang setiap waktu berbenah diri. Pemerintah Indonesia telah
berusaha membenahi sistem yang telah dengan landasan untuk mengedepankan kepentingan
rakyat. Walaupun dalam pelaksanaan pilkada ini masih ditemui berbagai macam permasalhan
tetapi ini semua wajar karena indonesia baru menghadapi ini pertama kalinya setelah pemilu
langsung untuk memilih presiden dan wakilnya. Ini semua dapat digunakan untuk pembelajaran
politik masyarakat. Sehingga masyarakat dapat sadar dengan pentingnya berdemokrasi,
menghargai pendapat, kebersamaan dalam menghadapai sesuatu. Manusia yang baik tidak akan
melakukan kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga untuk pemilihan umum yang berikutnya
permasalah yang timbul dapat diminimalkan. Sehingga pemilihan umum dapar berjalan dengan
lancar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham Panumbangan (mahasiswa fisipol UMY).Masih perlu waktu. www.kr.co.id edisi


Jum’at, 15 Juli 2005
2. Hasan Shadily, dkk.1973. Ensiklopedi Umum . Jakarta: Yayasan Dana Buku Franklin Jakarta.
3. M. Ma’ruf (Mentri Dalam Negeri).Optimisme hadapi pilkada langsung. www.kompas.com
edisi selasa, 22 Februari 2005
4. Redaksi Kompas. APBN-P 2005 Bantu Rp 464,9 Miliar . www.kompas.com edisi Rabu, 30
Maret 2005
5. Suardi Abubakar, dkk. 2000. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 SMU.Jakarta:
Yudhistira.
a

Anda mungkin juga menyukai