Anda di halaman 1dari 5

Sudah ada delapan murid berusia tak lebih dari 10 tahun di kelas itu.

Seorang anak
pernah dua kali mencoba bunuh diri, seorang anak buta, seorang lagi agresif, dua
orang anak menderita autisme, seorang skizofrenia, seorang pernah mengalami
penganiayaan fisik dan seksual, sedangkan yang terakhir menderita beragam fobia.

Jika Anda harus mengajar di kelas itu, bersediakah Anda—seperti Torey Hayden—
menerima seorang murid lagi, seorang gadis berusia 6 tahun yang baru saja
membakar anak lelaki berusia 3 tahun sampai nyaris mati? Gadis itu ber-IQ di atas
180, tapi menderita problem emosional parah. Dia tak pernah menangis, baik kala
sedih, marah, maupun kesakitan. Dia juga agresif dan selalu membangkang.
Mungkin karena sang ibu meninggalkannya di jalanan saat berusia 4 tahun.
Mungkin karena ayahnya pemabuk dan tak mampu memberinya pengasuhan yang
layak. Mungkin karena dia memang tak tahu bagaimana membuat orang lain
mencintainya.

Menghadapi murid seistimewa ini, bekal sang guru hanyalah kesabaran dan kasih
yang mendalam. Dalam buku ini, sang guru menuturkan pengalaman nyatanya
berusaha menyentuh hati si gadis kecil dan memunculkan segala potensi yang dia
miliki. Berhasilkah sang guru? Berhasilkah Sheila mengatasi segala kendala yang
menghalanginya dari bertumbuh layaknya gadis kecil lain?

SINOPSIS BUKU - Sheila : Luka Hati Seorang Gadis Kecil Sudah ada delapan murid
berusia tak lebih dari 10 tahun di kelas itu. Seorang anak pernah dua kali mencoba
bunuh diri, seorang anak buta, seorang lagi agresif, dua orang anak menderita
autisme, seorang skizofrenia, seorang pernah mengalami penganiayaan fisik dan
seksual, sedangkan yang terakhir menderita beragam fobia.

Bila Anda harus mengajar di kelas itu, bersediakah Anda, seperti Torey Hayden,
menerima seorang murid lagi, seorang gadis berusia 6 tahun yang baru saja
membakar anak lelaki berusia 3 tahun sampai nyaris mati? Gadis itu beri-IQ di atas
180, namun menderita problem emosional parah. Dia tak pernah menangis, baik di
kala sedih, marah, maupun kesakitan. Dia juga agresif dan selalu membangkang.
Mungkin karena sang ibu meninggalkannya di jalanan saat berusia 4 tahun.
Mungkin karena ayahnya pemabuk dan tak mampu memberinya pengasuhan yang
layak. Mungkin karena dia memang tak tahu bagaimana membuat orang lain
mencintainya.

Menghadapi murid seistimewa ini, bekal sang guru hanyalah kesabaran dan kasih
yang mendalam. Dalam buku ini, sang guru menuturkan pengalaman nyatanya
berusaha menyentuh hati si gadis kecil dan memunculkan segala potensi yang dia
miliki. Berhasilkah sang guru? Berhasilkah Sheila mengatasi segala kendala yang
menghalanginya dari bertumbuh layaknya gadis kecil lain?

***

Torey Hayden adalah seorang psikolog pendidikan dan guru pendidikan luar biasa
yang sejak 1979 telah mengisahkan perjuangannya di ruang kelas dalam
sekumpulan buku laris. Saat ini dia hidup dan menulis di North Wales, Inggris,
dengan suami dan seorang anak perempuannya.

Torey Hayden
Website: http://www.torey-hayden.com/

Torey Hayden lahir tanggal 21 May, 1951 di Livingston, Montana, Amerika Serikat.

Education: Billings Senior High School, Billings, Montana, 1969; Bachelors of Arts, Whitman
College, Walla Walla, Washington (biology/chemistry) 1973; Master of Science, Montana State
University/Billings, Billings, Montana (special education)1975; PH.D studies (incomplete),
University of Minnesota, Minneapolis, Minnesota (educational psychology/special education)
1979.

Career in education/psychology: Title III special education auxiliary, 1969-72; Title III special
education teacher/learning support person, 1973-1974; regular education teacher, 1974; private
clinical therapy 1975-1976; special education teacher 1976-1977; special education learning
support consultant 1977-1979; private clinical therapy 1977-1979; psychiatric unit research
coordinator 1978-1979; university/graduate lecturer 1977-1979; special education teacher; 1979-
1980; private clinical therapy 1980-1981; counseling consultant 1982-1989. Further consultant
work to date.

Volunteer/charity work consultant with autism unit, 1981-1983; counsellor with North Wales
Childline, 1987 - 1991; president of North Wales Childline 1988-1989; counsellor with
Samaritans 1996-1998; counsellor with Citizen's Advice Bureau; 2002 to date.
SHEILA, LUKA HATI SEORANG GADIS KECIL
8:33 PM / Posted by Freadz /

Sebuah Resensi dari buku ONE CHILD, karya Torey Hayden

Penerjemah : Rahmani Astuti, Penyunting : Rika Iffati Farihah, Penerbit : Qanita Mizan, Agustus 2003 475
halaman, 11,5 X 17 cm

Jika anda merupakan penggemar kisah nyata, buku ini dapat menjadi pemuas dahaga
anda akan kisah kehidupan yang unik dan menarik. Sheila merupakan kisah nyata
seorang guru dalam menghadapi seorang anak dengan latar belakang yang kelam.
Sheila –demikian nama anak itu- ternyata memiliki daya tarik yang sulit dipahami
Hayden sebagai guru sehingga ia pun menuangkannya dalam catatan pribadi. Catatan
tersebut akhirnya dituangkan dalam bentuk buku non fiksi yang memikat.

Dari segi cerita, Sheila sangat menyentuh dan mengandung banyak kejutan yang
mengundang rasa haru, duka, geram, gembira serta sedikit kelegaan yang bercampur
aduk. Mengingat cerita tersebut kisah nyata, bahkan mampu menimbulkan kengerian
dalam hati pembacanya.

Diawali dengan kolom kecil di koran yang menceritakan seorang gadis usia 6 tahun
yang menculik, mengikat, lalu membakar anak lelaki usia 3 tahun hingga nyaris tidak
terselamatkan. Hayden membuka kisah dengan reaksi emosi spontan yang dilanjutkan
dengan rasa ingin tahu akan apa yang akan dihadapi anak itu kelak (h. 6-7).

Dia gadis kecil yang membakar seorang anak laki-laki pada bulan November lalu.
Mereka mengeluarkannya dari sekolah dan akan memasukkannya ke rumah sakit
negara. Akan tetapi, belum ada unit anak-anak disitu. Jadilah anak itu tinggal di
rumahnya selama sebulan dan terlibat berbagai masalah……………(h. 31)

Sebuah awalan yang memunculkan keprihatinan kita sekaligus mengundang rasa ingin
tahu tentang apa yang akan terjadi kemudian bila kita harus menghadapi –bahkan
menangani- anak tersebut.

Dari segi penokohan, cukup banyak yang terlibat dalam Sheila antara lain; tokoh guru
yang dominan yaitu Torey Hayden sebagai sosok yang ‘berjuang’ bersama Sheila sang
gadis kecil yang terluka sebagai tokoh utama serta figur ayah yang tidak terlalu
dominan. Selain itu diceritakan pula teman-teman Sheila dengan kondisi
‘ketidaknormalan’ yang beragam, serta asisten dan Chad –kekasih Hayden- yang
mendukung upaya Hayden dalam memperjuangkan Sheila.

Sebagai tokoh yang menuturkan kisah Sheila, Hayden mampu dengan cermat
menuangkan sisi ‘manusiawi’ dari anak-anak prasekolah yang mendapat cap cacat
mental secara psikologis, atau bahkan cap ‘gila’ dari masyarakat.
….Untuk setiap langkah maju yang saya ambil untuk mengajarkan sopan santun, saya
harus mengambil dua langkah ke belakang………”Menurutmu bagaimana rasanya itu
Peter, jika ada orang yang mengatakan bahwa kamu bau?”………”Habis dia bau
sekali”…..”Aku akan merasa sedih”……” Aku tidak terlalu suka”…” Kamu bisa
memberitahunya diam-diam bahwa dia bau” jawab William “Jadi dia tidak malu”(h.
42-45)

….”Aku takut memikirkan Sheila. Aku takut dia akan mati di rumah sakit. Nenekku
dulu masuk rumah sakit dan mati disana”……Tanpa terduga Tyler pun mulai tersedu-
sedu “Aku kangen padanya. Aku ingin dia kembali”…..” Kok paman Sheila melakukan
itu padanya?”…”Bagaimana kalau dia besar nanti dan punya bayi?”….(hal. 377-387)

Secara sepintas, saat kita membaca kekejaman yang ditampilkan dalam buku
ini dapat menimbulkan kegeraman dalam hati kita. Namun dengan gaya Hayden yang
mencoba memahami sang tokoh utama dari sisi manusiawi, ia mampu mengaduk-
ngaduk perasaan kita bahwa si tokoh ‘jahat’ tidak lain juga merupakan korban
keadaan yang membutuhkan bantuan profesional.

Hayden mampu mengungkapkan latarbelakang yang kelam dari tokoh utama,


serta rentetan kejadian menyakitkan yang dialaminya. Sekaligus menggambarkan
bahwa tingkahlaku agresif dari tokoh utama hanya merupakan bentuk dari reaksi
pertahanan diri dari seorang gadis kecil yang lugu. Demikian pula tokoh ayah dan
paman yang menganiaya tokoh utama, pada satu saat dipandang Hayden sebagai
korban yang tak mampu mengendalikan dirinya secara normal.

Sebagai guru pendidikan luar biasa dan psikolog pendidikan, ia pun mampu
menggambarkan konflik batin yang dihadapinya baik sebagai psikolog dengan segala
batasan profesi serta posisinya sebagai guru yang secara emosional ingin melindungi
murid-muridnya. Secara apik hal tersebut tampak jelas saat Hayden ingin
mengungkapkan kejadian penyiksaan seksual yang dialami Sheila pada teman
sekelasnya agar dapat membuat mereka lebih berhati-hati.

Akan tetapi untuk kasus Sheila, saya tidak tahu bagaimana menanganinya. Seks dan
kekerasan bukanlah topik yang baik untuk anak-anak yang terganggu di usia dini
mereka. Namun saya harus mengatakan sesuatu. ……… (h.376).

Secara keseluruhan kisah ini menceritakan suatu kepedihan hidup seorang gadis kecil,
suatu kondisi yang memaksanya bertahan hidup dengan kekerasan hatinya dan
pemikiran seorang anak yang terbatas. Begitu keras kehidupan yang dijalaninya
memaksanya untuk tegar serta mengacaukan kondisi emosionalnya. Disatu sisi ia
tampak kejam dengan tindakannya seperti mencungkil mata setiap ikan di akuarium.
D sisi lain ia begitu rapuh, hingga tak mampu menghadapi perpisahan dengan gurunya
meski hanya dua hari saja.

Sesungguhnya begitu sulit dipercaya bahwa pada kenyataannya terdapat seorang anak
usia 6 tahun yang mengalami begitu besar penolakan, pengabaian, bahkan penyiksaan
fisik dan seksual oleh keluarganya sendiri. Tapi percayalah, dengan gambaran kondisi
lingkungan dan kelas yang hidup, rangkaian konflik yang menyentuh, Hayden mampu
menggugah sisi emosional kita yang paling dalam.

Istilah dan kondisi psikologis yang dibahas agak mendalam mungkin dapat menjadi
hambatan kecil bagi pembaca dari kalangan awam. Namun bagi anda yang tertarik
masalah psikologi, mahasiswa psikologi, atau bahkan psikolog sekalipun, kisah ini
dapat mencerahkan pemikiran dan perasaan anda dalam menghadapi suatu kasus
psikologis. Namun demikian, satu kesimpulan yang mungkin dapat diterima secara
universal adalah pendapat yang diungkapkan oleh Los Angeles Times yang berbunyi
“Halaman-demi halaman buku ini memberikan bukti kekuatan cinta dan kesabaran.

Anda mungkin juga menyukai