Anda di halaman 1dari 9

Infeksi Human Papillomavirus Genital

PENDAHULUAN

Setidaknya 40 dari dari 100 tipe Human Papillomavirus (HPV) yang berbeda
utamanya menginfeksi epitel genital. Tingginya keragaman tipe HPV menunjukkan
kemampuan kelompok virus ini untuk mengeksploitasi lingkungan mikro yang
berbeda dari organ terbesar milik manusia, kulit. Pada beberapa cakupan, tipe HPV
yang berbeda sesuai dengan manifestasi klinis tertentu. Contohnya, HPV 2 dan HPV
4 sering terdeteksi pada wart tangan, HPV 6 dan HPV 11 paling banyak terdeteksi
pada warts genital (condylomata acuminata), dan HPV 16 atau HPV 18 terdeteksi
dalam persentase yang tinggi pada kanker invasive saluran reproduksi dan anus.
Ketika sejumlah terbatas tipe HPV genital dikaitkan dengan kanker, kebanyakan
telah dikaitkan dengan perkembangan lesi skuamosa intra-epitelial serviks, vagina,
penis, atau anus. Di masa depan, genital warts, lesi genital pre-kanker, dan kanker
saluran reproduksi kemungkinan akan berkurang, bersamaan dengan vaksin
profilaktik HPV yang dikembangkan lebih baru tersedia lebih luas.

Bab ini memberikan pengetahuan mengenai epidemiologi dan aspek klinis infeksi
HPV genital. Hasil dari uji coba vaksin HPV profilaktik juga akan dibahas. Bab 27
membahas biologi virus, Bab 57 membahas epidemiologi dan aspek klinis dari
kanker saluran reproduksi yang terkait HPV, dan Bab 58 meninjau konsep terkini
dalam skrining kanker serviks.

DEFINISI

Kebanyakan dari infeksi HPV genital akuisita yang terbaru secara klinis tampaknya
subklinis dan asimtomatik. Manifestasi yang tampak secara klinis dari HPV meliputi
warts yang bisa berupa kondilomatosa, popular, flat, atau keratotik. Infeksi subklinis
mungkin tampak sebagai lesi “aceto-white” datar yang tampak dengan pembesaran
kolposkopik epithelium yang telah diterapi dengan larutan asam asetat sedang
(vinegar), atau sebagaimana SIL yang terdiagnosis secara mikroskopik dengan
dasar karakteristik sitologi dan gambaran histology. Low-grade SIL (LSIL), secara
sitologi sama dengan cervical intraepithelial neoplasia derajat 1 (CIN 1), merupakan
manfestasi morfologi dari replikasi virus vegetative. High-grade SIL (HSiL), secara
sitologi sama dengan cervical intraepithelial neoplasia derajat 2 atau 3 (CIN 2-3),
termasuk karsinoma in situ merupakan lesi pra-kanker dengan potensi yang tinggi
untuk transformasi menjadi ganas. Jika tidak diterapi, HSIL seringnya akan menetap
selama tahunan, mengalami perubahan genotip dan fenotip dimana berkembang
menjadi karsinoma invasif.

Pada beberaa individu, deteksi DNA HPV pada specimen genital merupakan satu-
satunya bukti adanya infeksi yang sedang berlangsung. Banyak orang dewasa
tanpa bukti infeksi HPV secara klinis, mikrokopis,maupun molecular memiliki
antibodi serumyang spesifik terhadap tipe HPV, hal ini mengindikasikan adanya
infeksi sebelumnya. Meskipun demikian, karena sebagian individu dengan infeksi
HPV genital tidak berkembang respon atibodi di dalam tubuhnya yang dapat
dideteksi dengan peralatan terkini, serologi HPV negative palsu mengakibatkan
keterbatasan nilai tes serologi untuk infeksi HPV sebelumnya.

ANAMNESA

Deskripsi yang ditulis mengenai warts kondilomatosa salurang reproduksi dan


anus………. Dalam decade pertama abad tersebut, etiologi virus baik warts kulit
yang umum maupun saluran reproduksi ditemukan. Selama tahun 1930-an,
penelitian papilloavirus kelinci cottontail memberikan informasi penting mengenai
peranan family virus ini pada perkembangan tumor.

Meskipun manifestasi sitologi yang diketahui saat ini menjadi karakteristik infeksi
HPV servikal dimana ditemukan pertama kali tahun 1956, baru tahun 1970-an
diketahui bahwa perubahan selular ini berkaitan dengan infeksi HPV. Juga
sepanjang decade ini, heterogenitas genetic HPV pertama kali ditunjukkan melalui
penggunaan teknik hibridasi molecular. Sepanjang tahun 1980 – 1990, beberapa
penelitian epidemiologi dan molecular memberikan bukti kuat yang
menghubungkan tipe HPV spesifik dengan perkembangan kebanyakan kanker
saluran reproduksi dan anus.

PATOGENESIS

HPV merupakan virus epiteliotropik, dan replikasi yang mengakibatkan progeny


infeksi terjadi di epithelium skuamosa yang berdiferensiasi. DNA virus, tapi bukan
protein structural (kapsid), dapat dideteksi di lapisan bawah epithelium. Protein
kapsid dan virus ditemukan di lapisan superficial sel yang berdiferensiasi.
Epithelium yang terinfeksi HPV secara khusus memiliki lapisan sel pricke
hyperplasia (acanthosis), dengan stratum kormeum yang mengandung hanya satu
atau dua lapis sel parakeratosis. Papilla derma memanjang, dan terdapat batas
yang tegas dengan dermis. Koilosit, yang merupakan sel skuamosa matang dengan
zona perinuklear yang jernih dan besar, tersebar di lapisan yang paling luar.
Nucleus koilosit dapat membesar dam hiperkromatik, dan nucleus ganda sering
ditemukan. Penelitian ultrastruktural menunjukkan virus didalam beberapa nucleus
sel. Meskipun koilosit diduga mewakili efek sitopatik HPV yang spesifik, gambaran
koilosit seringnya lemah, dan perubahan selular lain dapat menyerupai perubahan
koilosit. Jadi, deteksi koilsit bukan merupakan predictor yang sensitive atau
terpercaya dari infeksi HPV servikal.

PREVALENSI DAN INSIDENSI

PREVALENSI

Poin prevalensi infeksi HPV genital dideteksi dengan metode berbasis reaksi rantai
polymerase (PCR) pada populasi wanita dengan hasil Pap smear yang normal
berkisar 1,5% sampai 44,3% bergantung pada populasi yang diteliti dan sensitifitas
alat PCR yang digunakan. Umumnya, wanita muda yang seksualnya aktif memiliki
kemungkinan yang lebih besar memiliki DnA hpv yang terdeteksi di dalam
specimen saluran reproduksi dibandingkan wanita yang lebih tua. HPV 16 tampak
menjadi tipe yang palng banyak pada wanita yang secara sitologi normal,
sebagaimana tipeyang berkaitan dengan kanker. Distribusi seluruh dunia tipe HPV
yang terdeteksi di dalam LSIL (dari metaanalisis dunia) dan specimen yang diambil
dariwanita yang normal secara sitologi (dari analisis Agency for Cancer Reaearch)
ditunjukkan dalam table 28-2.

Infeksi HPV genital juga umum pada pria, dengan prevalensi diperkirakan dari
penelitian yang menggunakan metode berbasis PCR berkisar dari 3,5% sampai
dengan 46,4%. Dalam populasi mahasiswa universitas, prevalensi infeksi HPV pada
213 mahasiswa sama dengan prevalensi pada 418 mahasiswi (28%). Pada studi
case-control pada peranan pria terhadap epidemiologi kanker serviks di Kolumbia
dan Spanyol, sampel sel untuk deteksi DNA HPV yang diambil dari uretra distal dan
permukaan luar glans dan sulkus koronarius penis. Di Kolumbia, 26% suami dari
210 wanita dengan kanker serviks dan 19% suami dari 262 wanita tanpa kanker
serviks dinyatakan positif DNA HPV menggunakan PCR. Sedangkan di Spanyol, 18%
suami dari 183 wanita dengan kanker servik dan 4% suami dari 171 wanita tanpa
kanker serviks positif DNA HPV.

Uji serologi untuk tpe HPV spesifik telah digunakan untuk mendeteksi antibody
terhadap partikel mirip virus (VLP), dimana secar konformasi mengoreksi kapsid
virus yang disintesis oleh dari protein L1 virus. Penelitian seroprevalensi yang
menggunakan VLP sebagaiantigen menunjukkan bahwa, di antara wanita tanpa
bukti klinis mengidap penyakit yang terkait HPV, 2 – 43% memiliki antibody
terhadap HPV 16, dan 9 – 25% memiliki antibody terhadap HPV 6 atau 11. Tipe
seroprevalensi lainnya, termasuk 18, 31, 33, 39, 58, dan 59,memiliki rentang 9%
sampai 23%. Luasnya rentang esimasi ini mungkin sebagian dikarenakan
perbedaan populasi yang disurvei dan penggunaan alat yang berbeda, preparasi
antigen kapsid, atau cutpoint untuk membedakan seropositif dengan seronegatif.
Dimana DNA HPV cenderung banyak pada wanita di bawah 25 tahun,
seroprevalensi cenderung memuncak pada wanita usia lebih dari 25 tahun.
Antibody HPV lebih sering terdeteksi pada wanita disbanding pria. Data yang
didapatkan dari National Health and Nutrition Examination Survey antara tahun
1991 dan 1994 menunjukkan bahwa 18% wanita dan 8% pria dalam populasi umum
penduduk Amerika Serikat membawa antibody terhadap HPV 16.

DISTRIBUSI GEOGRAFIS

Penelitian pada evolusi papillomavirus (Bab 27) menunjukkan bahwa tipe HPV yang
diketahui telah ada dalam bentuk molekul yang identik sejak manusia bermigrasi
dari Afrika. Varasi seluruh dunia dalam prevalensi infeksi HPV genital terbukti dan
dikaitkan dengan variasi regional pada tingkat kanker serviks. Data terkini juga
menunjukkan bahwa distibusi tipe HPV yang terdeteksi pada wanita bervariasi
sesuai daerah geografis. Contohnya, meskipun HPV 16 merupakan tipe yang paling
banyak terdeteksi pada kanker serviks invasive di seluruh daerah di dunia, tipe ini
lebih sering terjadi pada kasus dari Amerika Utara, Eropa, dan Australia
dibandingkan kasus-kasus dari Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Amerika Tengah.
Di sisi lain, tipe 35, 52, dan 58 lebh uum terdeteksi di daerah-daerah yang disebut
terakhir. Pola yang sama telah ditemukan di antara wanita yang secara sitologi
normal. Penelitian pada kanker serviks invasive yang didapatkan dari daerah yang
berbeda juga menunjukkan bahwa varian tie HPV dapat segregrate sesuai daerah
geografis. Berdasarkan pada homologi DNA, HPV 16 yang terisolasi telah
diklasifikasikan ke dalam lima turunan mayor, meliputi varian Asia, varian Asia-
Amerika, varian Eropa, varian Afrika-1, dan varian Afrika-2. Dibandingkan dengan
prototype HPV-16, vrian non-Eropa umumnya memiliki divergensi rangkaian
nukleotida yang lebih besar dari pada varian Eropa. Di antara wanita Eropa dengan
kanker serviks, varian Eropa mendominasi, sedangkan varian Afrika-1 dan Afrika-2
lebh banyak di Afrika. Varian HPV-16 non-Eropa dikaitkan dengan peningkatan risiko
dysplasia serviks atau anal derajat tinggi dan kanker serviks. Data terkini juga
menunjukkan bahwa varian non-Eropa HPV-18 dan HPV 52dikaitkan dengan
peningkatan risiko terjadinya kanker serviks. Penelitian lain telah menunjukkan
bahwa varian HPV 16 dan HPV 18 tampak menetap lebih lama di dalam tubuh inang
yag ras-nya mengindikasikan dstribusi geografis ancestral yang kali pertama
digabung dengan varian tersebut. Contohnya, varian Erop HPV 16 dan HPV 18
bertahan lebih laa dalam tubuh waita kulit putih, dan varian Afrika bertahan lebih
lama dalam tubuh wanita Afrika-Amerika.

INSIDENSI

Penelitian berbasis populasi di Rochester, MN< melaporkan insidensi warts genital


yakni 1,06 per 1000 populasi di tahun 1970. Di Boras, Swedia, insidensi warts
genital diperkirakan 2,4 per 1000 populasi pada tahun 1990. Di antara individu
yang berasuransi swasta di Amerika Serikat, insidensi warts genital sesuai usia
memiliki rentang 1,2 sampai 2,1 per 1000 populasi antara tahun 1998 sampai 2001.
Di semua studi ini, insidensi warts genital paling tinggi pada wanita dengan usia
yang lebih muda dibandingkan pria. Stui terkini pada mahasiswi menunjukkan
bahwa kebanyakan warts genital berkembang dalam 12 bulan setelah infeksi HPV 6
atau 11; keseluruhannya, wanita tersebut akan mengidap warts genital dalam 3
tahun.

Studi baru-baru ini telah mengestimasi insidensi infeksi HPV subklinis di antara
wanita yang diuji negatif untuk DNA HPV pada kunjungan enrollment. Sebuah
perbandingan insidensi kumulatif 3 tahun yang memperkirakan dari populasi
wanita usia 15 – 19 tahun dari Inggris (44%) dan 2 populasi mahasiswi Amerika
Serikat (43%) menunjukkan bahwa akuisisi infeksi HPV umum di antara wanita
muda yang aktif secara seksual. Tingkat yang tinggi ditemukan terjadi di antara
wanita yang berkunjung klinik perencanaan keluarga. Studi yang melibatkan wanita
dengan rentang usia yang lebih lebar telah melaporkan penurunan insidensi HPV
terkait usia, meskipun sekunder, puncak minor dari insidensi didapatkan pada
wanita yang lebih tua. Tingkat insidensi umumnya lebih tinggi untuk HPV tipe
onkogenik dibandingkan tipe non-onkogenik, dan infeksi dengan tipe multiple
umum terjadi.

Hanya studi yang ditangani penuh telah mengestimasi insidensi infeksi HPV pada
pria. Pada studi yang melibatkan tentara pria, 13,8% 250 tentara Danish dan 21,4%
tentara Meksiko teruji positif untuk DNA HPV setelah tes negatif saat kunjungan
berturut-turut 6 – 8 bulan dan 1 tahun sebelumnya. Di klinik STD Swedia, 19,7% dari
76 pria yang di-tes negatif untuk DNA HPV dimana hasil tesnya positif saat
kunjungan sekitar 3,5 bulan sebelumnya. Dalam kohort kecil dari 85 pria dan 162
wanita yang mengunjungi klinik STD dengan rekan seks multiple, insidensi infeksi
HPV sama untuk wanita (50,5 per 100 orang tiap tahun) dan wanita (47,1 per 100
orang tiap tahun).

TREND WAKTU

Di Amerika Serikat, peningkatan delapan kali pada insidensi warts genital yang
disesuaikan usia dan jenis kelamin dilaporkan antara periode 1950 -1954 dan 1975
– 1978 (dari 13 per 100.000 sampai 106 per 100.000). Selama tahun ini, angka
penyakit seks menular lainnya secara dramatis di Eropa dan Amerika Utara dan
populasi dewasa muda yang aktif seksualnya juga meningkat. Data lain telah
menunjukkan peningkatan 2,5-4,5 kali untuk insidensi warts genital di Amerika
Serikat dan Eropa antara akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1980-an. Lebih baru
lagi, angka klaim warts genital baru sesuai usia diantara individu dengan asuransi
swasta di Amerika Serikat meningkat dari 118 per 100.000 pada tahun 1998 sampai
205 per 100.000 di tahun 2001.

TRANSMISI

TRANSMISI SEKSUAL

Infeksi HPV genital ditularkan utamanya melalui kontak seksual. Transpisi seksual
infeksi HPV yang terbukti secara klins tercatat di tahun 1954, ketika Barrett dkk
melaporkan 24 wanita dengan warts genital dimana tercatat bahwa warts mereka
muncul 4-6 minggu setelah suami mereka pulang dari Timur Jauh. Semua suami
tercatat telah berhubungan seks dengan wanita ketika berlayar, dan semua suami
itu mengidap warts penis. Oriel mengamati bahwa 64% dari 88 rekan dari individu
dengan warts genital memiliki warts, dan warts yang berkembang belakangan lebih
infeksius dibanding lesi yang lebih tua. Data lain yang mendukung penularan HPV
melalui kontak seksual termasuk diantara yakni fakta bahwa DNA HPV jarang
ditemukan di spesimen saluran reproduksi wanita yang belum pernah melakukan
vaginal intercourse. Infeksi HPV yang terdeteksi pada wanita yang belum pernah
berhubungan seksual dikaitkan dengan laporan kontak kulit ke kulit, dimana hal ini
mengindikasikan bahwa HPV dapat ditularkan melalui kontak seksual yan non-
penetratif.) Selain itu, studi di antara wanita muda menunjukkan hubungan yang
positif antara peningkatan jumlah rekan berhubungan seks dan peningkatan
prevalensi infeksi HPV genital (lihat review oleh Xi dan Koutsky). Hubungan yang
positif antara jumlah rekanan seks dan prevalensi HPV juga telah teramati pada
pria, meskipun kurang konsisten (lihat review oleh Partidge dan Koutsky). Studi
longitudinal terkini telah menunjukkan bahwa akuisisi HPV pada wanita muda
sangat kuat dikaitkan dengan laporan rekanan seks yang baru, hal ini menunjukkan
bahwa risiko infeksi HPV genital dengan masing-masing rekan seks yang baru
cukup tinggi. Tidak seperti penyakit menular seks yang disebabkan bakteri, HPV
genital tidak menunjukkan memerlukan kelompok inti (segemn kecil dari bagain
yang aktif secara seksual dari suatu populasi dengan angka perubahan rekanan
yang sangat tinggi) untuk memelihara angka infeksi yang tinggi dalam komunitas di
seluruh dunia.

Concordance tipe HPV spesifik di antara rekanan seks telah diketahui. Pada studi
dengan menggunakan metode yang berbasis PCR, concordance spesifik tipe
memiliki rentang dari 23% sampai 63%. Concordance untuk varian HPV 16 yang
sama juga telah diketahui. Sifat transien infeksi HPV dan perbedaan dalam
sensitifitas metode penyamplingan untuk pria vs wanita dapat menjelaskan
mengapa angka concordance lebih rendah dari yang diperkirakan.

Abrasi permukaan epitel kemungkinan memfasilitasi infeksi HPV dalam area epitel
pipih berlapis. Masih kurang jelas, apakah abrasi menyebabkan infeksi HPV pada
epitel metaplastik di dalam zona transformasi serviks,dimana seluruh kanker
serviks muncul.

TRANSMISI NON-SEKSUAL

Penularan HPV oleh fomite penting dalam penularan warts kulit; bahwa hal ini
terjadi oleh tipe HPV genital masih belum dievaluasi dengan baik. Transmisi digital
dapat terjadi. Dalam sebuah studi pada pria dan wanita dengan warts genital, 27%
subyek memiliki tipe DNA HPV yang sama terdeteksi di dalam sampel genital dan di
dalam sampel jari. Belum ada laporan penularan HPV melalui darah.

Meskipun jarang, penularan perinatal juga terjadi. Sebagaimana telah dibahas di


dalam Bab 81, sejumlah kecil bayi lahi dari waita dengan warts selama hamil akan
mengalami papillomatosis laring, dan penularan perinatal tampak memainkan
peranan dalam kasus perkembangan condylomata dalam minggu pertama
kehidupannya.

KERENTANAN TERHADAP INFEKSI HPV

Beberapa lesi yang terkait papillomavirus seperti hiperplasia epitelial fokal dan
warts makulo-papular yang tampak pada individu dengan epidermodisplasia
verruciformis tampak dipengaruhi oleh predisposisi genetik. Haplotipe HLA (Human
Leukocyte Antigen) dapat mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi HPV dan
progresi karsinogenik. Hasil dari studi longitudinal menunjukkan bahwa polimorfism
HLA kelas II terlibat dalam clearance dan pemeliharaan infeksi. Lebih lanjut lagi,
studi dari daerah geografis yang berbeda menunjukkan suatu efek protektif dari alel
DRB1*13 melawan perkembangan neoplasia derajat tinggi dan kanker serviks. Hasil
dari studi yang meneliti polimorfism lain dalam hubungannya dengan progresi
karsinogenik tampak kurang konsisten.

Secara umum, peningkatan prevalensi HPV genital telah diamati pada pasien
dengan gangguan imun. Banyak studi secara konsisten menunjukkan prevalensi
HPV yang tinggi pada populasi pria dan wanita dengan seropositif HIV. Studi juga
menunjukkan peningkatan insidensi HIV dan peningkatan frekuensi infeksi dengan
tipe HPV yang multipel pada individu yang terinfeksi HIV. Satu interpretasi untuk
peningkatan prevalensi pada individu yang terinfeksi HIV ialah bahwa
imunosupresan akibat HIV dapat menyebabkan reaktivasi virus yang tidak dapat
dideteksi. Resepien alograf ginjal juga dalam risiko tinggi terkena infeksi HPV
genital, dimana resepien menunjukkan prevalensi DNA HPV 16 atau 18 yang lebih
tinggi dibandingkan subyek kontrol.

FAKTOR RISIKO

Sebagaimana tertulis di atas, banyak studi terkini menunjukkanhubungan yang kuat


dan konsisten antara peningkatan jumlah rekanan seks yang baru dan peningkatan
kemungkinan terdeteksinya DNA HPV pada spesimen saluran reproduksi.
Karakteristik rekan prian seorang wanita juga penting dengan memperhatikan
akuisis HPV wanita. Pada studi case-control, rekan pria seorang wanita dengan
kanker serviks melaporkan jumlah rekan seks wanita yang lebih tinggi dibanding
rekan pria dari wanita yang tanpa kanker serviks. Studi cross-sectional, Burk dkk,
memeriksa hubungan antara infeksi HPV pada wanita dengan karakteristik prilaku
rekan pria mereka. Jumlah waktu hidup rekan dari rekan pria wanita dan durasi
hubungan seksualnya berkaitan secara positif dengan deteksi HPV pada wanita.
Sama dengan hal itu, dalam analisis yang dilakukan IARC, wanita yang melaporkan
bahwa suami mereka memiliki hubungan di luar pernikahan (baik sebelum ataupun
sesudah menikah) lebih memungkinan mendapatkan hasil yang positif untuk infeksi
HPV. Data dari studi longitudinal mendukung pola ini. Telah diketahui bahwa risiko
akuisisi HPV wanita positif berkaitan dengan perkiraan wanita mengenai jumlah
rekan suami mereka selama hidup dan tidak diketahuinya pengamalan seksual
rekan pria sebelumnya juga berkaitan dengan peningkatan risiko akuisisi. Lebih
lanjut lagi, dua studi terkini mengenai remaja wanita mencatat bahwa hubungan
antara peningkatan usia rekan pria dengan kemungkinan deteksi HPV wanita
mungkin merefleksikan korelasi yang positif antara usia rekan pria dengan
pengalaman seksual sebelumnya. Peningkatan risiko akuisisi HPV juga dikaitkan
dengan reka yang diketahui untuk setidaknya 8 bulan sebelum hubungan seks.
Data ini menunjukkan bahwa lebih lama dan lebih baik wanita dalam mengetahui
rekan prianya sebelum berhubungan seks, lebih rendah kemungkinannya untuk
terinfeksi HPV.
Sirkumsisi pada pria juga terinvestigasi sebagai faktor risiko infeksi HPV baik pada
pria maupun wanita, dengan hasil yang masih diperdebatkan. Studi yang ditangani
penuh melaporkan prevalensi HPV yang lebih rendah pada pria yang disirkumsisi
dibanding mereka yang tidak, sedangkan studi lain melaporkan hubungan yang
tidak signifikan. Satu dari studi ini melaporkan bahwa sirkumsisi mampu melawan
infeksi HPV yang prevalen dan mengulang deteksi infeksi yang prevalen saat
kunjungan follow up 1 tahun, akan tetapi tidak mencegah infeksi baru yang
dideteksi saat follow up. Dimana status sirkumsisi rekan pria tidak berkaitan
dengan risiko akuisisi HPV wanita, pada beberapa kasus (tidak semua), studi case-
control melaporkan bahwa rekan pria dari wanita dengan kanker serviks lebih kecil
kemungkinannya sudah disirkumsisi dibanding subyek kontrol.

Data hubungan antara merokok dan infeksi HPV belum tersimpulkan. Kebanyakan
studi gagal untuk menghubungkan kebiasaan merokok dengan deteksi HPV pada
wanita dan pria. Beberapa studi lainnya melaporkan hubungan yang positif antara
peningkatan deteksi infeksi HPV genital dan kebiasaan merokok di masa lalu
ataupun saat ini; pada beberapa kasus, hubungan berkurang setelah pengaturan
jumlah rkan seks dan kovariat lainnya. Satu studi melaporkan bahwa hubungan
positif antara kebiasaan merokok dan infeksi HPV terbatas pada wanita yang positif
mengidap HIV. Pada dua studi lainnya, secara signifikan prevalensi HPV lebih
rendah didapatkan pada mereka yang merokok atau pernah merokok dibandingkan
wanita yang belum pernah merokok. Studi prospektif yang ditangani baik
melaporkan tidak ada hubungan yang signifikan abtara merkok dengan akuisisi HPV
wanita, sedangkan studi prospektif lainnya pada wanita muda mendeteksi adanya
hubungan positif yang signifikan antara kebiasaan merokok saat ini dengan infeksi
HPV, meskipun setelah penyesuaian untuk variabel prilaku seksual terukur. Masih
belum jelas apakah penemuan ini menunjukkan peningkatan akuisisi HPV terkait
merokok yang sebenarnya atau merokok merupakan tanda prilaku seksual beresiko
lain yang tidak terukur.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa infeksi HPV mungkin dipengaruhi oleh faktor
hormon. Stimulasi estrogen mendorong ekspresi gen HPV 16 E6 dan E7 pada sel
karsinoma serviks SiHa. Penggunaan alat kontarsepsi hormonal dikaitkan dengan
condylomata acuminata. Laporan anecdot menunjukkan bahwa selama hamil, saat
kadar estrogen dan progesteron, condylomata acuminata meningkat ukurannya
pada beberapa wanita. Hubungan penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan
infeksi HPV sult untuk dipastikan, memebrikan korelasi yang kuat antara
penggunaan alat kontrasepsi hormonal dan aktifitas seksual. Meskipun beberapa
studi melaporkan hubungan antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal dan
deteksi DNA HPV tanpa tergantung variabel yang berkorelasi seperti aktifitas
seksual, kebanyakan studi tidak melaporkan demikian. Penggunaan alat kontrasepsi
hormonal mungkin menunjukkan petanda surrogate untuk prilaku seksual yang
menempatkan wanita pada risiko tinggi untuk infeksi HPV genital.
Beberapa studi menunjukkan prevalensi HPV yang secara signifikan lebih tinggi
pada wanita hamil dibanding wanita yang tidak hamil dan penurunan prevalensi
postpartum. Peningkatan angka deteksi HPV pada wanita hamil mungkin akibat
efek hormonal, karena estrogen dan progesteron menunjukkan peningkata yang
menetap selama kehamilan dan menurun setelah persalinan. Selain itu, sedikit
toleransi mu atau perubahan fisiologis lokal selama hamil mungkin bertanggung
jawab terhadap peingkatan angka deteksi. Meskipun demikian, harus dicatat bahwa
kebanyakan studi gagal untuk menemukan hubungan yang signifikan antara
peningkatan prevalensi HPV dan kehamilan. Satu kesulitan metodologis dalam studi
mengenai efek kehamilan terhadap deteksi HPV yakni kurangnya kontrol yang
dapat diperbandingkan.

PERJALANAN PENYAKIT

Secara umum diterima bahwa infeksi HPV pada wanita secara samar terdeteksi,
dengan kebanyakan infeksi yang baru menjadi tidak terdeteksi dalam 1 sampai 2
tahun. HPV 16 tampak bertahan lebih lama dibanding tipe HPV lainnya. Sedikit
diketahui mengenai persistensi HPV pada pria, akan tetapi studi yang menguji pria
pada dua titik menunjukkan bahwa kebanyakan infeksi HPV pada pria juga
terdeteksi secara samar. Masih belum jelas apakah infeksi HPV genital seluruhnya
tereliminasi oleh inang atau hanya tersupresi pada kadar di bawah yang terdeteksi,
kemungkinan melalui mekanisme imunologi. Oleh karena itu, harus dicatat bahwa
studi epidemiologi infeksi HPV, istilah persistensi merujuk pada deteksi infeksi yang
persisten daripada persistensi virus yang sesungguhnya. Kurangnya konsensus
mengenai apa infeksi persisten (contohnya, hasil positif HPV pada dua kunjungan
berturut-turut tiap 6 bulan atau satu tahun) membuat sulit untuk membandingkan
hasil studi silang.

Setelah infeksi oleh HPV 16, antibodi serum berkembang pada kebanyakan wanita
tetapi berkembang dengan lambat, dan deteksi DNA HPV dan antibodi serum tidak
selalu ada bersama. Deteksi DNA HPV yang persisten dikaitkan dengan angka
serokonversi HPV 16 yang lebih tinggi. Studi pada wanita yang mengunjungi
universitas negeri menunjukkan bahwa dari keseluruhan, 67% wanita dengan
insiden infeksi HPV 16 dan 94%-nya dengan infeksi HPV 16 prevalen memiliki
antibodi HPV 16. Sebagai perbandingan, hanya 5% wanita dengan insiden infeksi
HPV genital oleh tipe HPV lain dan 4%-nya dengan hasil berulang DNA HPV negatif
menunjukkan serokonversi HPV 16. Penting sekali, pada wanita dengan insiden
infeksi HPV 16, waktu tengah untuk serokonversi yakni 8,3 bulan. Pada populasi
mahasiswi yang lain, Ho dkk melaporkan bahwa waktu pertengahan untuk
serokonversi pada wanita dengan insiden infeksi HPV 16 yakni juga 8,3 bulan. Data
serokonversi pada pria dengan insiden infeksi HPV 16 tidak tersedia.

Anda mungkin juga menyukai