Anda di halaman 1dari 18

Bab II Dasar Teori

BAB II
DASAR TEORI

II.1 Umum

Sebagai syarat umum transportasi hendaknya sarana dan prasarana yang ada
dapat mengakomodasikan kebutuhan masyarakat pemakainya, sehingga
kemudahan, keamanan dan kenyamanan penggunanya terjamin.
Sesuai dengan judul Skripsi Tugas Akhir ini maka dalam Bab ini saya akan
mencoba membahas tentang kinerja Jalan serta Parameter yang terkait
dengan permasalahan yang timbul akibat adanya Jalur Busway khususnya
pada ruas Jalan Hayam Wuruk.
Ruas Jalan Hayam Wuruk dimulai dari simpang Jalan Pinangsia (Glodok),
sampai simpang Harmoni, diantaranya terdapat simpang tak bersinyal dan
juga simpang bersinyal.

II.2.1 Tinjauan dan Landasan Hukum


Sarana dan Prasarana dalam operasi lalu lintas setidaknya melibatkan
4 (empat) unsur yang saling terkait yaitu pengemudi, kendaraan, jalan
dan pejalan kaki.
Pemerintah Republik Indonesia membuat Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah sebagai landasan Hukum untuk melakukan
pelaksanaan dan pengawasan untuk menjamin berlangsungnya operasi
lalu lintas secara aman, nyaman dan effisien.
Undang - undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Undang – undang No. 22, Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Raya ;
2. KM_14 Tahun 2004, Keputusan Menteri Tentang Angkutan
Umum Massal/Mass Rapid Transit di Profinsi DKI Jakarta.

II-1
Bab II Dasar Teori

II.1.2 Hirarki Jalan


Berdasarkan Undang – undang dan Peraturan Pemerintah seperti
tersebut diatas , maka jalan di Indonesia dibagi menurut system
jaringan jalan dan kelas fungsional jalan.
Menurut Sistim jaringan jalan primer yang melayani distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi, dan sistim
jaringan jalan sekunder melayani distribusi barang dan jasa
perkotaan.
Sedangkan pembagian sesuai kelas fungsional jalan dikelompokkan
sebagai jalan Arteri, jalan Kolektor dan jalan Lingkungan.
Mengingat karakteristik lalu lintasnya yang berbeda, maka
pembahasan kapasitas ruas dipisahkan untuk jalan kota, jalan antar
kota dan jalan bebas hambatan.
Sesuai dengan hirarki dan berdasarkan karakteristik Jalan Hayam
Wuruk adalah Jalan Kota, selanjutnya pembahasan dengan Manual
Kinerja Jalan Indonesia (MKJI) disebut sebagai Jalan Perkotaan.

II.2 Jalan Perkotaan

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ) 1997, jalan


perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara
permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan tersebut,
minimum pada satu sisi jalan, apakah merupakan perkembangan lahan atau
bukan, termasuk jalan di atau dekat pusat perkotaan dengan jumlah
penduduk lebih dari 100.000, maupun jalan didaerah perkotaan dengan
jumlah penduduk kurang dari 100.000 dengan perkembangan samping jalan
yang permanen dan menerus.

II.2.1 Tipe Jalan Perkotaan

II-2
Bab II Dasar Teori

Tipe jalan pada perkotaan adalah sebagai berikut :


1. Jalan dua lajur dua arah ( 2/2 UD ; Undivided )
2. Jalan empat jalur dua arah.
a. Tak terbagi ( tanpa median ) ( 4/2 UD ; Undivided )
b. Terbagi ( dengan median ) ( 4/2 D ; Divided )
3. Jalan enam lajur dua arah terbagi ( 6/2 D ; Divided )
4. Jalan satu arah ( 1-3/1 )

II.2.2 Arus ( smp/jam )


Arus ( Q ) adalah jumlah kendaraan dalam satuan mobil penumpang
( smp ) yang melalui suatu potongan melintang pada jalan dalam
satuan waktu tertentu ( jam ).
Jumlah Kendaraan ( Q ) = ...... smp / jam

III.2.3 Satuan Mobil Penumpang ( smp )


Satuan Mobil Penumpang ( smp ) adalah ukuran yang menunjukkan
ruang jalan yang dipergunakan oleh suatu jenis kendaraan serta
kemampuan manuver kendaraan tersebut, berdasarkan defenisi
diatas maka secara sederhana nilai smp untuk mobil penumpang
( kendaraaan ringan ) adalah = 1, nilai smp sepeda motor < 1, dan
nilai smp kendaraaan berat > 1.
Tabel 2. 1 Nilai smp Jalan Kota tak terbagi (UD)

Arus Lalu lintas smp


Type Jalan Total SM
Jalan tak terbagi 2 arah KB Lebar Jalur W ( m )
( kendaraan/jam ) < 6 ≥ 6
2 lajur – 2 arah tak terbagi < 1800 1,30 0,50 0,40
(2/2 UD) ≥ 1800 1,20 0,35 0,25
2 lajur – 2 arah tak terbagi < 3700 1,30 0,40
(2/2 UD) ≥ 3700 1,20 0,25
Sumber : MKJI, 1977
Tabel 2.2 Nilai smp Jalan Kota terbagi (D)

II-3
Bab II Dasar Teori

Arus Lalu lintas per smp


Type Jalan
lajur (kend/jam) HV MC
2 lajur - 1 arah, terbagi (2/1 D) < 1050 1,3 0,4
4 lajur - 2 arah, terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25
3 lajur - 2 arah, terbagi (3/1 D) < 1100 1,3 0,4
6 lajur - 2 arah, terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25
Sumber : MKJI, 1997

II.3 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan atau arus maksimum diprediksi dengan menggunakan


Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI ) berdasarkan data jumlah
kendaraan atau satuan mobil penumpang (smp) yang melalui suatu potongan
melintang yang mewakili ruas jalan tersebut pada waktu tertentu.
Menentukan Kapasitas jalan untuk perkotaan dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :

C = C₀ x FCᴡ x FCsᴘ x FCsϝ x FCϲs ( smp/jam ) persamaan II.1

dimana :
C = kapasitas ( smp/jam )
C₀ = kapasitas dasar ( smp/jam )

FCᴡ = factor koreksi kapasitas akibat lebar jalan


FCsᴘ = factor koreksi kapasitas akibat pembagian arah
FCsϝ = factor koreksi kapasitas akibat gangguan samping
FCϲs = factor koreksi kapasitas akibat ukuran kota
( jumlah penduduk )

> Kapasitas dasar ( C₀ )

II-4
Bab II Dasar Teori

Nilainya ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang


tertera pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Kapasitas dasar jalan perkotaan
Kapasitas dasar
Tipe jalan Keterangan
( smp/ jam )
- Jalan 4 jalur berpembatas median 1650 per lajur
atau jalan satu arah
- Jalan 4 jalur tanpa pembatas median 1500 per lajur
- Jalan 2 jalur tanpa pembatas median 2900 total dua arah
Sumber : MKJI, 1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat lebar jalan ( FCᴡ )


Nilainya ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yangdapat dilihat
pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Faktor jalan koreksi kapasitas akibat lebar


Lebar jalan effektif
Tipe jalan FCᴡ
(m)
Jalan 4 lajur berpembatas median atau per lajur : 3.00 0,92
jalan satu arah 3.25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Jalan 4 lajur tanpa pembatas median per lajur : 3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Jalan 2 lajur tanpa pembatas median dua arah : 5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber : MKJI, 1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah ( FCsᴘ )

II-5
Bab II Dasar Teori

Tabel 2.5 Faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah

Pembagian arah (% - %) 50 - 50 55- 45 60 -40 65 - 35 70 - 30


2 lajur 2 arah tanpa pembatas
1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
media (2/2 UD)
FCsᴘ
4 lajur 2 arah tanpa pembatas
1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
median (4/2 UD)
Sumber : MKJI, 1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping ( FCsϝ )


Faktor koreksi kapasitas untuk gangguan samping untuk ruas jalan
yang mempunyai kereb dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.6 Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping ( FCsϝ ) untuk
jalan dengan kereb.

Kelas Faktor Koreksi akibat gangguan samping


Tipe Jalan Gangguan Jarak gangguan pada kereb
Samping Jarak kereb - bangunan
< 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
4/2 D sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1.01
rendah 0,94 0,96 0,98 1,00
sedang 0,91 0,93 0,95 9,98
tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD sangat rendah 0,95 0,97 0,99 1,01
rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
sedang 0,90 0,92 0,95 0,97
tinggi 0,84 0,87 0,90 0,93
Sangat tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD Sangat rendah 0,93 0,95 0,97 0,99
Atau Rendah 0,90 0,92 0,95 0,97
Jalan Sedang 0,86 0,88 0,91 0,94
satu Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
arah Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber : MKJI,1997

> Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota ( FCϲs )

II-6
Bab II Dasar Teori

Faktor koreksi FCϲs merupakan fungsi dari jumlah penduduk, dapat


dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.7 Faktor Koreksi kapasitas akibat ukuran Kota ( FCϲs )


pada jalan perkotaan.
Faktor Penyesuaian untuk
Ukuran Kota ( Juta Penduduk )
Ukuran Kota
Sangat Kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1 - 0,5 0,88
Sedang 0,5 - 1,0 0,94
Besar 1,0 - 3,0 1,00
Sangat Besar > 3,0 1,05
Sumber : MKJI,1997

II.4 Derajat Kejenuhan ( DS )

Derajat kejenuhan didefenisikan sebagai perbandingan atau ratio arus lalu


lintas (smp/jam) terhadap kapasitas (smp/jam) pada bagian jalan tertentu,
yang dipakai sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja ruas lalu
lintas. Derajat kejenuhan menunjukkan apakah ruas jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak, Derajat kejenuhan digunakan
untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan dan dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Qsmᴘ
DS = ------------ persamaan 2.2
C

dimana : Qsmᴘ : arus total ( smp/jam )


C : Kapasitas ( smp/jam )
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), untuk
menentukan derajat kejenuhan (DS), perlu ditentukan pula parameter-
parameter lain yang mendukung.

II.5 Tingkat Pelayanan Jalan

II-7
Bab II Dasar Teori

Tingkat pelayanan adalah ukuran kualitatif yang menerangkan kondisi


operasional dalam arus lalulintas dan penilaian oleh pemakai jalan.
Menurut MKJI 1997, defenisi dari tingkat pelayanan dinilai dari beberapa
faktor yaitu :

> Hambatan atau halangan lalu lintas


( Misal : jumlah berhenti per mil, kelambatan dan waktu )
> Kebebasan untuk maneuver ( bergerak )
> Kenikmatan dan kenyamanan pengemudi
> Ekonomi ( Biaya oprasional Kendaraan )

Kriteria tingkat pelayanan pada arus jalan ditentukan berdasarkan nilai


derajat kejenuhan (DS) adalah sebagai rasio arus terhadap kapasitas,
digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang
dan segmen jalan.
Jika volume meningkat kecepatan biasanya berkurang, kebebasan manuver
juga berkurang disebabkan bertambah banyaknya jumlah kendaraan yang ada
dan kenyamanan dalam mengemudi juga berkurang dikarenakan harus
mengawasai gerakan kendaraan, karena banyak kendaraan disekitarnya.
Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut
mempunyai masalah kapasitas atau tidak, seperti saat jumlah kendaraan yang
melalui suatu ruas jalan yang melampaui kapasitas ruas jalan tersebut yang
mengakibatkan suatu antrian kendaraan.

Berdasarkan unsur penilaian diatas maka Kriteria tingkat Pelayanan untuk


setiap tipe jalan diuraikan seperti dibawah ini.

Tabel 2.8 Kriteria – kriteria tingkat pelayanan pada ruas jalan.


Tingkat Karakteristik - karakteristik Derajat
II-8
Bab II Dasar Teori

Pelayanan Kejenuhan
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi,
A pengemudi dapat memilih kecepatan yang 0 – 0,2
diinginkan tanpa hambatan
Arus stabil, tapi kecepatan mulai dibatasi akibat
B kondisi lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan 0 – 0,44
yang cukup untuk memilih kecepatan
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan
C dikendalikan, Pengemudi dibatasi dalam memilih 0,45 – 0,74
kecepatan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih
D 0,75 - -0,84
dikendalikan, masih ditolerir
Volume lalu lintas mendekati atau berada pada
E kapsitas dan arus yang tidak stabil, kecepatan 0,85 – 1,00
kadang – kadang terhenti
Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume
F dibawah kapasitas, antrian panjang serta terjadi > 1,00
hambatan panjang
Sumber : MKJI 1997

II.6 Kecepatan

Kecepatan (S) adalah Jarak yang dilalui sebuah kendaraan pada suatu Unit
waktu atau laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam kilometer per
jam (km/jam). Kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan
merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam analisa
ekonomi.
Kecepatan tempuh didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang yang
dirumuskan sebagai :

L
V = --------- persamaan 2.3
TT
dimana : V = Kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam)

II.7 Kerapatan

II-9
Bab II Dasar Teori

Kerapatan (D) adalah banyaknya kendaraan per satuan jarak kilometer


(kendaraan/km), besarnya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

Volume
D = ----------------------- persamaan 2.4
Panjang Ruas Jalan

II.8 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) yang didefenisikan sebagai kecepatan pada


tingkat arus nol, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ;

FV = ( FV₀ + FVᴡ ) x FFVsϝ x FFVϲs persamaan 2.5

dimana :
FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi
lapangan.
FV₀ = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pad jalan yang
diamati.
FVᴡ = penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan.
FFVsϝ = faktor penyesuaian untuk hambatan sampingdan lebar
bahu atau jarak kereb.
FFVϲs = fakto penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota.

Nilai faktor tersebut didapat dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia


(MKJI, 1977)

> Kecepatan arus bebas dasar (FV₀)


Tabel 2.9 Kecepatan arus bebas dasr (FV₀)

II-10
Bab II Dasar Teori

Kecepatan arus bebas dasar (FV₀)


Kendaraan Sepeda Semua
Tipe Jalan Kendaraan
Ringan Motor kendaraan
Berat (HV)
(LV) (MC) (rata-rata)
Enam-lajur-terbagi (6/2D) atau
61 52 48 57
Tiga-lajur-satu arah (3/1)
Empat-lajur terbagi (4/2D) atau
57 50 47 55
dua-lajur satu arah (2/1)
Empat-lajur tak terbagi (4/2 UD)
53 46 43 51
atau dua-lajur takterbagi (2/2)
Sumber MKJI,1997

> Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas
(FVԝ)
Tabel 2.10 Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas
Lebar jalur lalu lintas
FVw
Tipe Jalan effekti (Wc)
(km/jam)
(m)
Per lajur
3,00 - 4
Empat-lajur terbagi atau jalan 3,25 - 2
satu arah 3,50 0
3,75 2
4,00 4
Per lajur
3,00 - 4
3,25 - 2
Empat-lajur tak terbagi
3,50 0
3,75 2
4,00 4
Total
5 - 9,5
6 - 3
7 0
Dua-lajur tak terbagi
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber : MKJI, 1997
> Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hembatan samping
(FFVsϝ)

II-11
Bab II Dasar Teori

Faktor pengaruh hambatan samping ditentukan oleh kelas hambatan


samping dan lebar bahu / kerb effektif.

Tabel 2.11 Jenis hambatan samping

Jenis hambatan Faktor Frekuensi Frekuensi


Simbol
samping Pembobot Kejadian terbobot
/ jam, 200
Pejalan kaki PED 0,5
m
Parkir, kendaraan / jam, 200
PSV 1,0
berhenti m
Jalan masuk & keluar / jam, 200
EEV 0,7
kendaraan m
Kendaraan berjalan
SMV 0,4 / jam
lambat
Total :
Sumber : MKJI, 1977

Tabel 2.12 Kelas hambatan samping berdasarkan observasi


Frekuensi
Kelas Hambatan
Terbobot dari Keadaan tipikal
Samping
kejadian
Daerah perumahan, hampir Sangat rendah
< 100 tidak ada kegiatan VL

Daerah Perumahan, beberapa Rendah


100 - 299 kendaraan umum L

Daerah industry dengan Sedang


300 - 499 beberapa toko tepi jalan M

Daerah bisnis dengan kegiatan Tinggi


500 - 899 tepi jalan tinggi H

Daerah bisnis dengan kegiatan Sangat Tinggi


> 900 tepi sangat tinggi VH
Sumber : MKJI, 1977

Tabel 2.13 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan


samping untuk jalan dengan kereb (FFVsϝ)

II-12
Bab II Dasar Teori

Faktor penyesuaian untuk hambatan


Kelas hambatan samping dan jarak kereb – penghalang
Tipe jalan
samping (SFC) Jarak : kereb – penghalang WK (m)
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2m
Empat-lajur Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
terbagi (4/2 D) Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Empat-lajur Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
tak terbagi (4/2 Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
UD) Sedang 0,91 0,93 0,97 0,98
Tinggi 0,84 0,87 0,93 0,94
Sangat tinggi 0,77 0,81 0,88 0,90
Dua-lajur tak Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
terbagi 2/2 UD Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
atau jalan satu Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
arah Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber : MKJI 1977

> Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota


(FFVϲs)

Tabel 2.14 Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota


> 0,1 0,90
0,1 - 0,5 0,93
0,5 - 1,0 0,95
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber : MKJI, 1997

II.9 Konsep Biaya

II-13
Bab II Dasar Teori

Dua komponen utama yang sangat dibutuhkan dalam menghitung konsep


biaya adalah Biaya Operasi Kendaraan ( BOK ) dan nilai waktu, masing –
masing komponen akan dijelaskan bagian sub – bab berikut :

II.9.1 Biaya Operasi Kendaraan


Komponen biaya operasi kendaraan yang diperhitungkan adalah
biaya konsumsi bahan bakar, konsumsi oli, konsumsi ban, modal
dan asuransi.
Biaya Operasi Kendaraan dapat dihitung berdasarkan persamaan
berikut :

BOK = KBB + KO + KB + P + D DM + A
persamaan 2.6
Perhitungan besarnya tiap komponen dari rumus diatas disajikan
pada langkah perhitungan ( khusus jenis kendaraan golongan I )
dibawah ini :

1. Konsumsi Bahan Bakar ( KBB )

KBB = KBB Dasar x [ 1 ± ( ķk + kl + kr ) ]


persamaan 2.7
KBB dasar kendaraan = 0,0284 V - 3,0644 V + 141,68
persamaan 2.8
dengan :
kk = factor koreksi akibat kelandaian
kl = factor koreksi akibat kandisi lalu lintas
kr = factor koreksi akibat kekasaran jalan
V = kecepatan kendaraan ( km/jam )

Tabel 2.15 Faktor koreksi konsumsi bahan bakar dasar kenadaraan

II-14
Bab II Dasar Teori

factor koreksi akibat kelandaian g < -5% -0,337


negative ( kk )
-5% ≤ g < 0% - 0,158
factor koreksi akibat kelandaian 0% ≤ g < 5% 0,400
positif ( kk ) g ≥ -5% 8,200
factor koreksi akibat kondisi arus 0 ≤ NVK < 0,6 0,050
lalu lintas ( k ) 0,6 ≤ NVK < 0,8 0,185
NVK ≥ 0,85 0,253
factor koreksi akibat kekasaran > 3 m/km 0,035
jalan ( k ) 3 m/km 0,085
Sumber : LAPI-ITB,1977
g = kelandaian
NVK = nisbah volume per kapasitas

2. Konsumsi Oli
Besarnya konsumsi oli ( liter/km) sangat tergantung pada
kecepatan kendaran dan jenis kendaraan. Konsumsi dasar ini
kemudian dikoreksi lagi menurut tingkat kekasaran jalan.

Tabel 2.16 Konsumsi dasar Oli ( liter/km )


Kecepatan Jenis Kendaraan
km/jam) Golongan I Golongan IIA Golongan IIB
10 - 20 0,0032 0,006 0,0049
20 - 30 0,003 0,0057 0,0046
30 - 40 0,0028 0,0055 0,0044
40 - 50 0,0027 0,0054 0,0043
50 - 60 0,0027 0,0054 0,0043
60 - 70 0,0029 0,0055 0,0044
70 - 80 0,0031 0,0057 0,0046
80 - 90 0,0033 0,0060 0,0049
90 - 100 0,0035 0,0064 0,0053
100 - 110 0,0038 0,0070 0,0059
Sumber : LAPI – ITB, 1977)

3. Konsumsi Ban
Besarnya biaya pemakaian Ban sangat gantung pada
kecepatan dan jenis kendaraan.
II-15
Bab II Dasar Teori

Y = 0,0008488 V - 0,0045333 persamaan 2.9

4. Pemeliharaan
Komponen Biaya Pemeliharaan yang palindominan adalah biaya
suku cadang dan upah montir.
Suku cadang :

Y = 0,000064 V + 0,0005567 persamaan 2.10

Montir :

Y = 0,00362 V + 0,36267 persamaan 2.11

5. Dipresiasi
Depresiasui hanya berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol
dan jalan arteri, besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan
kendaraan.
Y
Y = ----------------------- persamaan 2.12
( 2,5 V + 125 )

6. Bunga Modal
Menurut Road User Cost Model (1991), besarnya biaya modal
per kendaraan per 1.000 km ditentukan oleh persamaan berikut :

Bunga Modal = 0,22 % x ( harga kendaraan baru )


persamaan 2.13

7. Asuransi

II-16
Bab II Dasar Teori

Besarnya Biaya Asuransi berbanding terbalik dengan kecepatan,


semakin tinggi kecepatan kendaraan semakin kecil biaya
asuransi.
38
Y = --------------- persamaan 2.14
500 Y

Y = per 1.000 km ( untuk keseluruha nilai Y )

II.9.2 Nilai Waktu

Beberapa kajian pernah dilakukan oleh lembaga – lembaga di


Indonesia untuk menentukan Nilai Waktu. Berikut ini adalah Nilai
Waktu berdasarkan Jenis Kendaraan dari berbagai rujukan yang
berbeda.

Tabel 2.17 Rujukan Nilai Waktu

Nilai Waktu ( Rp/jam/kendaraan )


Rujukan
Gol. I Gol. II A Gol. II B
PT Jasa Marga (1990-1996) 12297 18534 13768
Pdalarang Cileunyi (1966) 3385-5425 3827-3834 5716
Semarang ( 1996 ) 3411-6221 14541 1506
IHCM ( 1995 ) 3281 18212 4971
PCI ( 1979 ) 1341 3827 3152
JIUTR Northern Extesion
7067 14670 3680
(PCI , 1989)
Surabaya – Mojokerto
8880 7960 7980
(JICA,1991)
Sumber : LAPI - ITB, 1997

Nilai waktu dasar diatas kemudian dikoreksi menurut PDRB per kapita dari
daerah yang ditinjau.
II-17
Bab II Dasar Teori

Adapun factor koreksi berdasarkan tinjauan wilayah adalah sebagai berikut :

Tabel 2.18 PDRB atas dasar harga konstan tahun 1995


PDRB per
PDRB (juta Jumlah Nilai
No. Lokasi Kapita
Rp. ) penduduk Koreksi
(juta Rp. )
DKI Jakarta
1 60.638.217 9.113.000 6,65 1.00

2 Jawa Barat 60.940.114 39.207.000 1,55 0,33


Kodya
3 6.097.380 2.356.120 2,59 0,39
Bandung
4 Jawa Tengah 39.125.323 29.653.000 1.,32 0,20
Kodya
5 4.682.002 1.346.352 3,48 0,52
Semarang
6 Jawa Timur 57.047.812 33.844.000 1,69 0,25
Kodya
7 13.231.986 3.694.554 4,91 0,74
Surabaya
Sumatera
8 21.802.508 11.115.000 1,96 0,29
Utara
Medan
9 5.478.924 1.800.000 3,04 0,46
Sumber : LAPI _ ITB, 1997

II-18

Anda mungkin juga menyukai