Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

STUDI RETROSPEKTIF
(KASUS KONTROL)

OLEH:
1. FANNY NOVIA (07174001)
2. ELGA MARDIA (07174025)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


AKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

Epidemiologi Analitik merupakan riset epidemiologi yang bertujuan untuk memperoleh


penjelasan antara faktor resiko dan penyebab penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah ada .korelasi antara satu faktor terhadap sebuah penyakit dengan
melaksanakan uji hipotesis.
Langkah-langkah pelaksanaan epidemiologi analitik adalah :
 Mempelajari apakah ada hubungan / korelasi antara timbulnya penyakit pada satu
kelompok dengan derajat pemajan (explosure) terhadap faktor resiko
 Bila ternyata ada hubungannya, maka langkah kedua adalah menyusun hipotesis.
 Menguji hipotesis yang telah disusun/dirancang untuk membuktikan apakah ada
asosiasi antara faktor reiko tersebut dan penyakit yang diteliti dikalangan individu
yang berasal dari kelompok penduduk yang mempunyai angka kesakitan tertinggi
sehingga diketahui hanya orang-orang dengan faktor resiko tinggi saja yang akan mati
akibat penyakit yang sedang diteliti.
 Bila pada uji hipotesis tidak diketemukan adanya hubungan/asosiasi maka akan
memicu penelitian analitik / hipotesa baru terhadap jenis penyakit/faktor pemajan
yang lain pula dan seterusnya.
Berdasarkan peran yang dimainkan oleh peneliti, Studi Epidemiologi analitik terbagi atas 2
hal yaitu :
 Studi Observasional ; yaitu penyelidikan dimana peneliti hanya mengamati perjalanan
alamiah peristiwa, membuat catatan siapa yang terpapar dan tidak terpapar faktor
penelitian tanpa melakukan manipulasi atas pemajan, terdiri atas : Studi kasus kontrol
(retrospektif) dan Studi Kohort (prospektif)
 Studi eksperimental ; yaitu penyelidikan dimana peneliti mempelajari pengaruh
manipulasi dari intervensi suatu faktor resiko terhadap timbulnya penyakit, terdiri atas
uji klinik dan uji lapangan.
BAB II
STUDI RETROSPEKTIF
(KASUS-KONTROL)

2.1 Pendahuluan
Penelitian kasus-kontrol (case-control study), atau yang sering juga disebut sebagai case-
comparison study, case-compeer study, case-referent study, atau retrospective study,
meupakan penelitian epidemiologis analitik observasional yang menelaah hubungan antara
efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor-faktor risiko tertentu. Desain
penelitian kasus-kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa besar peran faktor risiko
dalam kejadian penyakit (cause-effect relationship), seperti hubungan antara kejadian kanker
serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara tuberkulosis pada anak dengan vaksinasi
BCG, atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik
pada ibu.
Dalam hal kekuatan hubungan sebab akibat, studi kasus-kontrol ada di bawah desain
eksperimental dan studi kohort, namun lebih kuat daripada studi cross-sectional, karena pada
studi kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan studi cross-sectional tidak. Desain
kasus-kontrol mempunyai berbagai kelemahan, namun juga memiliki beberapa keuntungan.
Dengan perencanaan yang baik, pelaksanaan yang cermat, serta analisis yang tepat, studi
kasus-kontrol dapat memberikan sumbangan yang bermakna dalam berbagai bidang
kedokteran klinik, terutama untuk penyakit-penyakit yang jarang ditemukan.

2.2 Definisi
Penelitian kasus-kontrol adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor
risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif, dimulai dengan
mengidentifikasi pasien dengan efek atau penyakit tertentu (kelompok kasus) dan kelompok
tanpa efek (kelompok kontrol), kemudian diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan
mengapa kelompok kasus terkena efek, sedangkan kelompok kontrol tidak. 1,3,4,5
Desain penelitian ini bertujuan mengetahui apakah suatu faktor risiko tertentu benar
berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan pajanan
faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Jadi, hipotesis yang
diajukan adalah : Pasien penyakit x lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y
dibandingkan dengan mereka yang tidak berpenyakit X. Pertenyaan yang perlu dijawab
dengan penelitian ini adalah : apakah ada asosiasi antara variabel efek (penyakit, atau keadaan
lain) dengan variabel lain (yang diduga mempengaruhi terjadi penyakit tersebut) pada
populasi yang diteliti.
Studi kasus control mengikuti paradigma yang menelusuri dari efek ke penyebab. Di dalam
studi kasus control, individual dengan kondisi khusus atau berpenyakit (kasus) dipilih untuk
dibandingkan dengan sejumlah indivual yang tak memiliki penyakit (kontrol). Kasus dan
kontrol dibandingkan dalam hal sesuatu yang telah ada atau atribut masa lalu atau pajanan
menjadi sesuatu yang relevan dengan perkembangan atau kondisi penyakit yang sedang
dipelajari.
Studi kasus kontrol merupakan salah satu rancangan riset epidemiologi yang paling popular
belakangan ini karena kekuatan yang dimilikinya. Kekuatan studi kasus kontrol anatara lain,
relatif murah, relatif cepat, hanya membutuhkan perbandingan subjek yang sedikit, tak
menciptakan subjek yang berisiko, cocok untuk studi dari penyakit yang aneh ataupun
penyakit yang memiliki periode laten lama, dan sebagainya.
Pada studi kasus kontrol dicoba untuk menjawab pertanyaan tentang hubungan antara sifat
indifidu dengan paparan yang bertanggung jawab terhadap terjadinya perubahan
lingkungan.akan diteliti mengenai perbedaan keadaan masyarakat/ individu yang terpapar
atau tidak terhadap polutan lingkungan tertentu. Dipandang dari sudut ekonomi dan waktu ,
maka studi ini termasuk cukup murah dan dapat dilaksanakan dalam waktu relative singkat.
Namun tetap tergantung pada keadaan individu sasarn dan control dalam hal memberikan
keterangan yang jelas pada peneliti.

Desain Studi Kasus Kontrol

Masalah saat sekarang Saat sekarang

Ada Tidak ada KASUS


faktor faktor
risiko risiko Ada
penyakit
Sampel

Populasi dengan ada kasus penyakit

KASUS
Ada Tidak ada

Ada
faktor faktor
risiko risiko

penyakit
Populasi dengan ada kasus penyakit

Ciri-ciri spesifik studi-kasus kontrol:


 Studi berciri lebih menarik (modest);
 Mempunyai resiko menimal;
 Cukup murah;
 Hasilnya cukup baik;
 Mempunyai kecenderungan menimbulkan bias.
BiasDalam Studi Kasus Kontrol
Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai dengan
kenyataan. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat
mempengaruhi hasil, yaitu :
a. Bias seleksi
b. Bias informasi
c. Bias perancu (confounding bias)
Penyebab bias di antaranya adalah :
1. Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding factors) mungkin terlupa
oleh subyek penelitian atau tidak tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias)
2. Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui penyebab penyakitnya lebih
sering melaporkan faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena efek
(kontrol)
3. Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan suatu agen menyebabkan
penyakit ataukah terdapatnya penyakit menyebabkan subyek lebih terpajan oleh agen
4. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang representatif seringkali sangat
sukar.

2.3 Langkah-langkah pada Penelitain Kasus kontrol


Tahapan kegiatan dalam penelitian kasus-kontrol adalah sebagai berikut :
1. Memilih sampel dari populasi yang ada kasusu penyakit.
2. Memilih sampel dari populasi yang mempunyai resiko, tetapi tidak menderita
penyakit (kontrol).
Ada beberapa cara untuk memilih kontrol yang baik :
 Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama
 Memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua
variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variabel yang
diteliti (matching)
 Memilih lebih dari satu kelompok control

3. Menghitung variable prediktor.


A. Studi kasus-kontrol tanpa matching
Rasio odds (RO) pada studi kasus-kontrol dapat diartikan sama dengan risiko relatif (RR)
pada studi kohort. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat kelompok kasus (a+c) dan kelompok
kontrol (b+d). Dalam hal ini, yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan pada
kasus dibandingkan pada kontrol, disebut dengan rasio odds (RO).

RO = odds pada kelompok kasus : odds pada kelompok kontrol

(proporsi kasus dengan faktor risiko) / (proporsi kasus tanpa faktor risiko)
----------------------------------------------------------------------------
(proporsi kontroldengan faktor risiko) / (proporsi kontrol tanpa faktor risiko)

B. Studi kasus-kontrol dengan matching


Pada studi kasus-kontrol dengan matching individual, harus dilakukan analisis dengan
menjadikan kasus dan kontrol sebagai pasangan-pasangan. Hasil pengamatan studi kasus-
kontrol biasanya disusun dalam tabel 2 x 2 dengan keterangan sebagai berikut :
Sel a : kasus mengalami pajanan, kontrol mengalami pajanan
Sel b : kasus mengalami pajanan, kontrol tidak mengalami pajanan
Sel c : kasus tidak mengalami pajanan, kontrol mengalami pajanan
Sel d : kasus dan kontrol tidak mengalami pajanan
Kontrol
Kasus Risiko + Risiko -
Risiko + a b
Risiko - c d

Rasio odds pada studi kasus-kontrol dengan matching ini dihitung dengan mengabaikan sel a
karena baik kelompok kasus maupun kontrolnya terpajan, dan sel d karena baik kelompok
kasus maupun kontrolnya tidak terpajan. Rasio odds dihitung dengan formula :
RO = b / c
RO dapat dianggap mendekati risiko relatif apabila :
1. Insidens penyakit yang diteliti kecil, tidak lebih dari 20% populasi terpajan
2. Kelompok kontrol merupakan kelompok representatif dari populasi dalam hal peluangnya
untuk terpajan faktor risiko
3. Kelompok kasus harus representatif
RO > 1 menunjukkan bahwa faktor yang diteliti memang merupakan faktor risiko, bila RO =
1 atau mencakup angka 1 berarti bukan merupakan faktor risiko, dan bila RO < par =" p(r-
1)+1" p =" proporsi" r =" rasio"> 1
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Penelitian Kasus Kontrol
Kelebihan
1. Studi kasus kontrol kadang atau bahkan menjadi satu-satunya cara untuk meneliti kasus
yang jarang atau yang masa latennya panjang, atau bila penelitian prospektif tidak dapat
dilakukan karena keterbatasan sumber atau hasil diperlukan secepatnya.
2. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
3. Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.
4. Memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko sekaligus dalam satu
penelitian (bila faktor risiko tidak diketahui).
5. Tidak mengalami kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau kohort.
Kelemahan
1. Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau
catatan medik. Daya ingat responden menyebabkan terjadinya recall bias, baik karena lupa
atau responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan faktor risiko
daripada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini catatan medik
rutin yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat (objektivitas dan
reliabilitas pengukuran variabel yang kurang).
2. Validasi informasi terkadang sukar diperoleh.
3. Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol sebanding karena banyaknya
faktor eksternal / faktor penyerta dan sumber bias lainnya yang sukar dikendalikan.
4. Tidak dapat memberikan incidence rates karena proporsi kasus dalam penelitian tidak
mewakili proporsi orang dengan penyakit tersebut dalam populasi.
5. Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya berkaitan
dengan satu penyakit atau efek.
6. Tidak dapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil pengobatan.
BAB III
CONTOH PENELITIAN KASUS KONTROL

STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS TERHADAP


KEJADIAN ANEMIA IBU HAMIL DI PUSKESMAS BANTIMURUNG
STUDI KASUS KONTROL FAKTOR BIOMEDIS TERHADAP KEJADIAN ANEMIA
IBU HAMIL DI PUSKESMAS BANTIMURUNG MAROS TAHUN 2004Ridwan
Amiruddin1, Wahyuddin2
1Staf Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas; 2 Staf Fakultas Kesehatan
Masyarakat -UIT.
RINGKASAN
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan
angka kematian perinatal meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor
umur ibu, ANC, jarak kelahiran, paritas dan keluhan ibu hamil terhadap kejadian anemia di
wilayah puskesmas Bantimurung. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus
kelola dengan sampel ibu hamil dan bersalin sebanyak 128 responden yang diambil secara
purposive sampling. Uji statistik yang digunkan adalah analisis Odds Ratio, dan logistik
regresi. Hasil penelitian yang diperoleh sekitar 83.6 % responden mengalami anemia,
dengan ANC sebagian besar kurang dari 4 kali (72.7%). Hasil analisis bivariat ditemukan
banhwa ANC tidak signifikan terhadap anemia, OR. 1.251 (95%CI.0.574-2.729), demikian
juga dengan keluhan dengan OR 1.354, 95 % CI. 0.673-2.725. begitu juga paritas kurang
dari satu dan lebih 4 tidak berefek terhadap anemia pada ibu hamil dengan OR 1.393 ,
95%CI.0.474-4.096. Sedangkan jarak kelahiran bermakna terhadap kejadian anemia
dengan OR 2.343, 95% CI.1.146-4.790. dan variabel Umur dengan OR 2.801, 95% CI
1.089-7.207. Kesimpulan variabel yang berhubungan adalah jarak kelahiran dan umur ibu
hamil, sedangkan variabel paritas, ANCdan adanya keluhan tidak bermakna. Dengan
demikian maka disarankan bahwa untuk menekan kejadian anemia dengan berbagai
dampaknya maka pengaturan jarak kelahiran sangat diperlukan melalui perencanaan
kelahiran melalui keluarga berencana, begitu juga dengan umur ibu, sangat penting untuk
diperhatikan melahirkan pada usia 20- 35 tahun. (J Med Nus. 2004; 25:71-75).
LATAR BELAKANG
Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang
menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat kesehatan
masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas
pelayanan kesehatan. Penyebab langsung kematian ibu adalah trias perdarahan, infeksi, dan
keracunan kehamilan. Penyebab kematian langsung tersebut tidak dapat sepenuhnya
dimengerti tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor), yang mana bersifat medik
maupun non medik. Di antara faktor non medik dapat disebut keadaan kesejahteraan ekonomi
keluarga, pendidikan ibu, lingkungan hidup, perilaku, dan lain-lain.
Kerangka konsep model analisis kematian ibu oleh Mc Carthy dan Maine menunjukkan
bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status
sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu
perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan.1 Ketiga hal tersebut akan berpengaruh pada tiga hasil akhir dalam model yaitu
kehamilan, timbulnya komplikasi kehamilan/persalinan dan kematian ibu. Dari model Mc
Carthy dan Maine tersebut dapat dilihat bahwa setiap upaya intervensi pada faktor tidak
langsung harus selalu melalui faktor penyebab yang langsung. 2
Status kesehatan ibu, menurut model Mc Carthy dan Maine 1 merupakan faktor penting
dalam terjadinya kematian ibu. Penyakit atau gizi yang buruk merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian
obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah anemia.3,4 Grant 5 menyatakan
bahwa anemia merupakan salah satu sebab kematian ibu, demikian juga WHO 6b menyatakan
bahwa anemia merupakan sebab penting dari kematian ibu. Penelitian Chi, dkk 7
menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7%
untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung
berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan
meningkatnya kesakitan ibu.
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan
angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum
lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita
yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.9 Soeprono.10 menyebutkan bahwa
dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya
gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses
persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas
(subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan
gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-
lain).

Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada umumnya
banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang lebih besar
dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III berkisar 50-
79%.11 Affandi 12 menyebutkan bahwa anemia kehamilan di Indonesia berdasarkan data
Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Penelitian selama tahun 1978-1980 di 12
rumah sakit pendidikan/rujukan di Indonesia menunjukkan prevalensi wanita hamil dengan
anemia yang melahirkan di RS pendidikan /rujukan adalah 30,86%. Prevalensi tersebut
meningkat dengan bertambahnya paritas.9 Hal yang sama diperoleh dari hasil SKRT 1986
dimana prevalensi anemia ringan dan berat akan makin tinggi dengan bertambahnya
paritas.13 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa prevalensi anemia pada
kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi pada trimester ketiga
dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.6a
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil
dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa
kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi Hal ini juga diungkapkan oleh
Simanjuntak tahun 1992 bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.
Indonesia, prevalensi anemia tahun l970–an adalah 46,5–70%. Pada SKRT tahun 1992
dengan angka anemia ibu hamil sebesar 63,5% sedangkan data SKRT tahun 1995 turun
menjadi 50,9%. Pada tahun 1999 didapatkan anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%.
Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi anemia gizi
khususnya pada ibu hamil berkisar 45,5 – 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi
76,17% 14,3 % di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah
di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997).
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti: 1) gangguan dan
hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak, 2) Kekurangan Hb dalam
darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke
otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi
yang dilahirkan. Studi di Kualalumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur
bagi ibu yang tingkat kadar hemoglobinnya di bawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa
risiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita
hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 10,4 gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24
minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor
kehamilan dengan risiko tinggi.
Sumber : Data primer

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN DAN UNIT ANALISIS


Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kelola untuk melihat gambaran status
kesehatan ibu hamil serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut.
Instrument studi terdiri dari kuesioner, serta formulir pemeriksaan ibu hamil, Unit analisis
adalah ibu hamil dan ibiu nifas yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung
kab. Maros.

B.POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi
Populasi rujukan adalah semua ibu hamil yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Bantimurung kabupaten Maros pada periode Agustus – September 2004.
2. Sampel
Sampel adalah ibu hamil dan ibu bersalin yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Bantimurung Kab. Maros pada saat penelitian dilaksanakan. Sampel diambil secara
purposive sampling, dengan jumlah sampel yang berhasil diperoleh sebanyak 128 ibu hamil.

C. PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA


1. Pengolahan Data

Sumber : Data Primer


Tabel 1. menunjukkan bahwa analisis Hubungan ANC dengan kejadian anemia yang
paling banyak menderita anemia adalah responden dengan ANC < 4 kali dengan jumlah
53 (57.0%) orang dan terendah pada responden dengan ANC ³ 4 kali sebanyak 18 orang
(51.4%). Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.251 dengan nilai lower
0.574 dan upper 2.729.

2. Keluhan dengan Anemia


Tabel 2. Analisis Keluhan dengan Kejadian Anemia di Wilayah Kerja Puskesmas
Bantimurung Kabupaten Maros Tahun 2004. Tabel 2 menunjukkan analisis hubungan
keluhan dengan kejadian anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia
adalah yang memiliki keluhan dengan jumlah 39 (59,1%) orang dan terendah pada
responden yang tidak memiliki keluhan dengan jumlah 32 51.6%)orang.
Hasil analisis uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 1.354 dengan nilai lower 0.673 dan
upper 2.725.
C. Pembahasan
1. A N C dengan kejadian anemia.
Antenatal care adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga
professional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu
minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada
trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan ANC kejadian anemia pada
ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya
selama hamil dan mempersiapkan persalinannya.
Hasil analisis hububgan ANC dengan kejadian anemia didapatkan OR sebesar 1,251
dengan nilai lower 0,574 dan nilai upper 2,729, oleh karena nilai 1 berada diantara batas
bawah dan batas atas maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan
ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil.
2. Keluhan selama hamil
Kehamilan adalah peristiwa alami yang melibatkan perubahan fisik dan emosional dari
seorang ibu, utamanya pada umur kehamilan 1 – 3 bulan pertama kebanyakan ibu hamil
mengalami beberapa keluhan seperti pusing, mual, kadang – kadang muntah. Keadaan ini
akan berlangsung sementara dan biasanya hilang dengan sendirinya pada kehamilan lebih
dari 3 bulan. Dari hasil analisis hubungan keluhan selama hamil dengan kejadian anemia
didapatkan nilai 1 berada antara batas bawah dan batas atas yaitu nilai lower 0,673 dan
nilai upper 2,725, maka tidak terdapat hubungan antara faktor keluhan ibu selama hamil
dengan kejadian anemia.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis status kesehatan ibu hamil di Kecamatan Bantimurung Kab
Maros didapatkan
1. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih 35 tahun berisiko lebih besar untuk
menderita anemia
2. ANC ibu hamil kurang dari 4 kali tidak berisiko untuk menderita anemia

Anda mungkin juga menyukai