Anda di halaman 1dari 3

POTENSI MIGAS DI PULAU ROTE SEGERA DIEKSPLORASI

(Senin, 14 Juni 2010), Potensi minyak dan gas di sekitar Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur,
segera dieksplorasi oleh sebuah perusahaan asing untuk mengetahui ...

KUPANG/WWW.NTTPROV.GO.ID >
Potensi minyak dan gas di sekitar Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur, segera dieksplorasi
oleh sebuah perusahaan asing untuk mengetahui apakah layak untuk operasi produksi atau tidak.

Bupati Kabupaten Rote Ndao Lens Haning yang dikonfirmasi di Kupang, Senin membenarkan rencana eksplorasi tersebut,
namun karena persoalan izin penambangan minyak dan gas (Migas) menjadi kewenangan pemerintah pusat, sehingga
Haning mengaku tak tahu nama perusahaan yang melakukan eksplorasi.

Dia mengatakan, apakah kegiatan eksplorasi atau pun sudah dilanjutkan ke tahap operasi produksi atau eksploitasi,
gudang logistik harus dibangun di Pulau Rote, agar masyarakat bisa memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut,
misalnya, menjual barang-barang kebutuhan untuk para pekerja atau juga bisa ada tenaga kerja lokal.

Bupati Lens menegaskan, gudang logistik di Rote wajib dibangun, agar daerah bisa menikmati "kue" dari proyek migas.

Informasi yang diperoleh dari anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Somy Pandie yang juga berasal dari Rote
Ndao menyebutkan, di dekat Pulau Rote terdapat dua potensi ladang minyak yang akan dieksplorasi.

Salah satu potensi ladang, kata Pandie, terletak tidak jauh di Pulau Rote sehingga disebut Blok Rote dan satu potensi
ladang lainnya semakin mendekat ke Pulau Sabu di Kabupaten Sabu Raijua sehingga disebut Blok Sabu.

Sebelumnya, Wakil Gubernur NTT Eshton L Foenay mengatakan, sebuah perusahaan dari Italia Eni West Timor juga
tengah melakukan eksplorasi di Pantai Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Perusahaan Italia tersebut
memenangkan tender untuk eksplorasi, sebelum memasuki tahap operasi produksi.

Potensi migas di TTS itu, katanya, diperkirakan hanya beberapa puluh meter dari garis pantai dengan wilayah cakupan
eksplorasi mencapai 20 mil ke lepas pantai Laut Timor dan memanjang di sepanjang garis pantai Kolbano, Amanuban
Selatan dan Boking.

Dalam peta potensi migas yang dirilis Dinas Pertambangan dan Energi NTT, wilayah yang bakal terkenal dampak operasi
produksi juga layak, meliputi 141 desa di 18 kecamatan di TTS dan Kabupaten Kupang. (T.K006/B/R010/R010) 14-06-
2010 10:56:12 NNNN

Copyright © ANTARA

Potensi Panas Bumi NTT Mencapai 1.266 Mw


KAMIS, 12 AGUSTUS 2010 02:00 WIB

JAKARTA. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditengah kurangnya pasokan dan lemahnya
infrastruktur energi, Proinsi NTT menyimpan potensi panas bumi mencapai 1.266 MW tersebar
di 19 lokasi. Sejumlah 16 lokasi berada di pulau Flores. Saat ini telah dilakukan eksplorasi pada
dua lokasi panas bumi yaitu Mataloko dan Ulumbu.

Potensi panas bumi di Ulumbu sebesar 200 MW, diantaranya cadangan terbukti sebesar 12,5
MW sedangkan di Mataloko potensinya mencapai 63 MW, dengan cadangan terbukti saat ini
baru mencapai 2,5 MW. Sebesar 1,5 MW telah dibangkitkan menjadi tenaga listrik oleh PLN.
Pemerintah dan Provinsi NTT berkomitment untuk mengembangkan sebagai sumber energi tiga
wilayah kerja panas bumi yang saat ini ada yaitu Ulumbu, Sukoria dan Mataloko.
Kondisi kelistrikan Prov. NTT, beban puncak tahun 2009 di Provinsi Nusa Tenggara Timur
mencapai 89,33MW dengan penjualan tenaga listrik sampai dengan tahun 2009 mencapai
381,78 GWh dengan perincian, pelanggan rumah tangga 223.88 GWh (58,64%), bisnis 98,7
GWh (25,85%), industri 4,31 GWh (1,13%) dan publik 54,89 GWh (14,38%). 

Rasio elektrifikasi sampai dengan tahun 2009 adalah 87,95%. Kondisi jaringan listrik di wilayah
Flores sangat minim. Berdasarkan data dari PLN, Kupang, hingga saat ini interkoneksi transmisi
listrik 70 kV hanya menghubungkan gardu induk di PLTU NTT 1 di Ropa, Gardu induk Maumere
dan Gardu induk Ende. (SF)

Perkembangan Ketenagalistrikan Indonesia 2008-2009


Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam banyak memiliki kendala dalam dunia
ketenagalistrikannya. Sumber daya alam yang melimpah seperti minyak bumi, gas, panas bumi, dan tenaga air tidak
menjamin ketersediaan energi listrik bagi rakyatnya. Padahal sumber energi primer inilah yang menjadi bahan bakar
bagi produksi energi listrik melalui PLTA, PLTD, PLTP, PLTM, dan pembangkit-pembangkit lainnya. Sesuai
Statistik dan Direktori Badan Geologi Tahun 2007, total sumber daya batubara Indonesia mencapai 93.1 milyar ton
dan cadangan sebesar 16.1 milyar ton.

Data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi tahun 2007, sumber daya gas alam indonesia mencapai 164.99 TSCF
dan gas bumi sebesar 8,403.31 MMSTB. Tenaga air memiliki potensi energi sebesar 42,853.3 MW dan yang lebih
potensial sebagai sumber energi di Indonesia adalah panas bumi dengan potensi panas bumi yang diperkirakan
mencapai 27.5 Gwe dan merupakan potesi terbesar di dunia sebesar 40% potensi panas bumi dunia. (Data RUKN
melalui keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 2682 K/21/MEM/2008 ).

Jumlah rumah tangga yang mendapat pasokan listrik tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara maju,
bahkan rasio elektrifikasi ini masih relatif kecil dibandingkan sasaran yang telah diterapkan oleh pemerintah. Saat ini
Indonesia mencapai rasio elektrifikasi sebesar 64.34 % dengan rasio terkecil sebesar 24.24 % berasal dari Provinsi
Nusa Tenggara Timur dan rasio terbesar berasal dari provinsi Jawa-Madura-Bali sebesar 76.11 %. Keterbatasan
energi listrik ini ditambah dengan masih banyaknya daerah yang terisolasi dari sistem listrik Jawa-Madura-Bali,
sangat ironis mengingat justru pasokan sumber energi primer sebagian besar berasal dari luar pulau Jawa-Bali. 
Selain itu, ketersediaan minyak bumipun tidak menjamin ketersediaan pasokan bagi pembangkit-pembangkit yang
menggunakan minyak bumi sebagai pembangkitnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan energi fosil dalam negeri ini
disebabkan karena besarnya ekspor minyak dan gas ke luar negeri tidak sebanding dengan kebutuhan energi dalam
negeri. Pada UU No. 30 tentang energi pasal 3 disebutkan bahwa dalam rangka medukung pembangunan nasional
secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan nasional, pengelolaan energi diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan kondisi saat ini dimana kita masih mengalami kesulitan
dalam pemenuhan bahan bakar minyak dalam negeri. Keterbatasan energi listrik ini ditambah dengan masih
banyaknya daerah yang terisolasi dari sistem listrik Jawa-Madura-Bali, sangat ironis mengingat justru pasokan
sumber energi primer sebagian besar berasal dari luar pulau Jawa-Bali. Semua ketidakidealan dalam dunia listrik
indonesia ini perlu segera ditangani karena merupakan hak setiap orang untuk mendapatkan energi sebagaimana
ditetapkan dalam UU Energi  tahun 2007 pasal 19 ayat 1.

Melihat berbagai kondisi ini, pemerintah menerapkan berbagai strategi dan kebijakan berkaitan dengan energi untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Sasaran yang ditetapkan sesuai dengan Blue Print pengelolaan energi
nasional 2006-2025 diataranya adalah:

1. Terwujudnya elektrifikasi sebesar 95 % pada tahun 2025 berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
2008-2027. Hal ini berarti bahwa 95% dari masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap pelayanan listrik.

2. Terwujudnya keamanan pasokan energi dalam negeri sesuai Perpres No. 5 Tahun 2006 yang ditandai dengan
indikator:

-  Elastisitas energi yang lebih kecil dari 1 pada tahun 2025. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2025 tingkat
pertumbuhan ekonomi akan lebih besar dibandingkan tingkat pertumbuhan konsumsi energi.

-  Terwujudnya bauran energi primer yang optimal dalam artian mengurangi peranan minyak bumi dan
meningkatkan peranan sumber energi lainnya sebagai energi primer produksi listrik. ( Tahun 2025 minyak bumi
20%, gas bumi 30%, batubara 33%, batubara cair 2%, panas bumi dan biofuel 5%, energi baru dan terbarukan 5%)

-  Terpenuhinya pasokan energi fosil dalam negeri dengan mengurangi ekspor secara bertahap.

3. Terwujudnya kondisi ekonomi yang baik sehingga kemampuan/daya beli masyarakat meningkat

4. Tersedianya infrastruktur energi.

5. Tercapainya struktur harga energi sesuai keekonomiannya

Beragam upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencapai sasaran di bidang energi tahun 2025. Untuk mencapai
tingkat pertumbuhan ekonomi yang positif pemerintah mengembangkan mekanisme harga keekonomian energi
melalui rasionalisasi harga energi dan insentif ekonomi dan pajak energi berupa tax allowance dan carbon tax.
Pemerintah pun menerapkan prinsip-prinsip good governeance dan transparansi yang diharapkan dapat mendukung
peningkatan investasi swasta bagi pengembangan energi. Berbagai program telah dilakukan untuk merangsang
pertumbuhan investasi, diantaranya dengan melakukan insentif ekonomi dalam bentuk fiskal maupun non fiskal,
khususnya untuk pasokan energi bagi kebutuhan domestik, pengembangan energi baru terbarukan dan peningkatan
efisiensi energi. Pemberian insentif ekonomi untuk pembangunan infrastruktur energi dan pengembangan pasar
domestik untuk industri biofuel. Program yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah adalah program
pembangunan pembangkit listrik batu bara sebesar 10.000 MW sampai dengan tahun 2009. Tugas ini diembankan
presiden kepada PT. PLN (Persero) melalui Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006. Pembangunan pembangkit ini
difokuskan pada daerah-daerah yang konsumsi BBMnya sangat signifikan dengan pertumbuhan permintaaan listrik
tinggi. Selain itu , proyek yangcommitted masih belum mencukupi untuk permintaan listri yang ada, juga untuk
daerah krisis dan daerah yang berpotensi krisis dalam penyediaan tenaga listrik.

             Bauran energi primer yang optimal dilakukan dengan menerapkan strategi diversifikasi energi dengan
memaksimalkan sumber daya energi yang ada di dalam negeri. Optimalisasi sumber energi terbarukan dilakukan
bersamaan dengan penelitian dan pengembangan energi, diantaranya adalah teknologi batubara kalori rendah
(Upgraded Brown Coal),  batubara cair (Coal Liquefaction), teknologi energi ramah lingkungan, kilang mini
LNG, Ocean technology, Integrated Coal Gasification, dan penelitian lainnya.

            Pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri menjadi prioritas terutama bagi daerah krisis energi. Pemerintah
memiliki program pemanfaatan energi setempat berupa pengembangan Desa Mandiri Energi dan kawasan khusus
energi yang bertujuan agar daerah yang belum terjangkau oleh listrik pada masa yang akan datang dapat terlayani
dengan baik. Semua upaya ini dilakukan untuk mewujudkan amanat rakyat yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33
ayat 3 : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Dzikri Firmansyah Hakam, ST     --Aroes koeat 2002

Anda mungkin juga menyukai