Anda di halaman 1dari 3

Artikel Pariwisata: Kerasnya Tekanan terhadap Coastal Zone Dibalik

Gemerlapnya Pariwisata di Bali

Oleh I Nengah Subadra Pesatnya pertumbuhan pembangunan untuk kepentingan perumahan dan
industri khususnya industri pariwisata hotel, villa, bungalow, dan sarana kegiatan olah raga air di hampir
semua kawasan pesisir di Bali telah mengakibatkan tekanan-tekanan terhadap kehidupan sosial-budaya
masyarakat, sumber daya alam (air, udara dan tanah), dan ekosistem yang ada di sekitarnya. Kehidupan
sosial-budaya masyarakat sudah semakin terkikis seiring dengan derasnya laju pembangunan pariwisata.
Budaya-budaya asli (indigenous cultures) masyarakat yang hidup di sepanjang kawasan pesisir di hampir
seluruh pelosok Bali seperti nelayan, pembuat garam, pencari kerang dan batu kerang, serta petani
rumput laut sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena dianggap kurang menjajikan kesejastraan
hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut tidak terlepas dari manisnya kata “pariwisata” yang beriming-
iming dolar. Namun tanpa mereka sadari bahwa pariwisata secara perlahan telah merubah pola, gaya,
dan prilaku hidupnya sehingga sering kali terjerumus ke dalam “noda hitam” pariwisata.

Fakta Hilangnya keaslian pantai di Pantai Sanur (dari Pantai Matahari Terbit sampai dengan Pantai
Mertasari) merupakan contoh nyata dari rusaknya sumber daya alam pesisir pantai. Contoh lain adalah
abrasi yang terjadi di Pantai Lebih, Gianyar yang air lautnya sudah mengancam keberadaan tempat-
tempat makan lesehan yang berada di sepanjang garis pantai. Selain kerusakan pantai, daerah pesisir
juga sangat rentan dengan pencemaran air yang diakibatkan karena pembuangan sapah secara
sembarangan di sungai-sungai yang secara langsung bermuara di pantai atau laut. Sungai yang melewati
Kawasan Mangrove Information Center merupakan salah satu sungai yang langsung bermuara ke laut. Di
tempat ini terdapat tumpukan berbagai jenis sampah yang dibuang secara sembarangan dari hului
sungai. Tumpukan sampah tersebut tidak hanya mencemari air tetapi juga menutupi akar-akar pohon
mangrove dipergunakan sebagai alat pernafasan sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
dan penyebaran pohon tersebut. Pencemaran serupa juga terjadi di sungai yang terletak di ujung Pantai
Mertasari, Sanur. Sampah-sampah organik dan non organik secara langsung dibuang ke laut tanpa
melalui proses penyaringan sehingga mengakibatkan terganggunya aktivitas masyarkat yang sedang
berlibur dan berenang di kawasan tersebut. Faktor Utama dan Pendukung Tekanan terhadap zona
pesisir umumnya disebabkan oleh beberapa hal antara lain; pergantian jenis dan penambahan jumlah
populasi, peningkatan arus urbanisasi, peningkatan jumlah penduduk lokal, serta invasi yang dilakukan
oleh para penanam modal (investor). Seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri khususnya
pariwisata di Bali yang sebagian besar objek wisatanya menawarkan keindahan alam pantai dan aktivitas
wisata yang berhubungan dengan laut atau pantai, maka semakin banyak peluang kerja dan sumber
mata pencaharian yang tercipta dan tersedia di sekitar kawasan pesisir yang dijadikan sebagai objek-
objek wisata. Hal ini mengakibatkan banyak orang datang ke kawasan industri pariwisata untuk mencari
nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya untuk menggapai masa depan yang lebih
menjanjikan. Pertambahan jumlah penduduk inilah yang mengakibatkan semakin kerasnya tekanan fisik
maupun non fisik di kawasan pesisir. Tekanan fisik yang terjadi adalah pengalihan fungsi lahan untuk
kepentingan pemukiman bagi masyarakat lokal dan para penduduk pendatang. Selain itu, terjadi pula
penggalian sumber mata air yang menggunakan sumur bor yang mengakibatkan semakin bertambahnya
lubang-lubang pada perut bumi ini. Tekanan non fisik yang terjadi adalah persaingan dalam bidang
pendidikan dan pekerjaan antara penduduk asli dengan pendatang. Fakta yang terjadi di lapangan,
sebagian besar penduduk lokal di kawasan pesisir pantai terhimpit oleh masyarakat pendatang karena
mereka kurang siap dalam berkompetisi untuk mencari pekerjaan di industri pariwisata yang ada di
sekitarnya. Lemahnya kompetensi (skill, knowledge dan attitude) masyarakat lokal dimanfaatkan oleh
para penanam modal yang tertarik untuk berinvestasi dalam bidang industri pariwisata. Sebagian besar
masyarakat beranggapan bahwa investor adalah pahlawan pembangunan. Tetapi, jika ditelusuri lebih
jauh maka investor adalah sama dengan pisau, bisa dijadikan sebagai senjata untuk mengamankan dan
melindungi diri tetapi bisa juga dipakai untuk membunuh diri sendiri.

Kasus “Loloan” yang terjadi di kawasan pesisir di salah satu wilayah Kabupaten Badung pada tahun 2007
merupakan bukti nyata yang mengisyaratkan bahwa investor tidak selalu memihak kepada masyarakat
yang bermukim di kawasan pesisir. Secara nyata tempat tersebut dijadikan sebagai tempat untuk
kepentingan upacara bagi pemeluk Agama Hindu yaitu “melasti” namun dengan seribu cara investor
mampu mengalihfungsikan lahan tersebut untuk kepentingan bisnis investor tersebut. Konflik sosial dan
budayapun terjadi, bahkan lingkungan menjadi rusak. Siapa yang bertanggung jawab untuk
memecahkan masalah yang pelik ini? Faktor-faktor lain yang turut berkontribusi terhadap tertekannya
daerah pesisir adalah kebijakan pemerintah dan persaingan antara industri pariwisata dan perikanan.
Kebijakan pemerintah yang lebih cendrung mendukung perkembangan industri pariwisata dari pada
perikanan dan kelautan telah mengakibatkan kerdilnya pertumbuhan perekonomian masyarakat yang
bergelut sebagai nelayan atau pelaut. Konskuensi lain dari model penerapan kebijakan pemerintah ini
adalah semakin sedikit jumlah orang yang mau meneruskan profesi nenek moyangnya sebagai pelaut
karena sudah dianggap sudah tidak menjanjikan kehidupan dan masa depan yang cerah. Ini juga yang
akan menambahkan jumlah koleksi lagu sejarah bangsa Indonesia “ Nenek Moyangku Seorang Pelaut
…”.

Simpulan dan Rekomendasi Tingginya tekanan terhadap kawasan pesisir yang terjadi sekaran ini perlu
dikaji lebih jauh untuk mengidentifikasi kerusakan-kerusakan yang telah, sedang, dan akan terjadi yang
selanjutnya dibuat dalam suatu bentuk profile kawasan pesisir. Peran serta masyarakat dalam
pelestarian alam dan lingkungan di sekitar pesisir masih lemah dan sangat perlu ditingkatkan sehingga
bisa turut serta dalam mewujudkan visi dan misi yang tertuang dalam profile penegembangan kawasan
pesisir dengan baik. Penerapan dan penegakkan hukum terutama dalam pengeluaran izin
pembangunan industri termasuk industri pariwisata harus ditingkatkan. Selain itu perlu adanya
pengadopsian konsep pengembangan suatu kawasan pesisir di suatu daerah atau negara yang telah
berhasil melestarikan alam kawasan pesisir serta mempererat kordinasi antar lembaga pemerintah
seperti AMDAL, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan dan Kelautan, stakeholder pariwisata (industri
pariwisata, LSM, masyarakat lokal, wisatawan, dan akademisi) agar bisa bersinergi dalam upaya
melestarikan dan menyelamatkan kawasan pesisir di Bali.

Catatan: Artikel ini sudah diterbitkan di Harian Umum Bali Post pada hari Kamis 17 januari 2008

Anda mungkin juga menyukai