Anda di halaman 1dari 18

SINDROME 

KOMPARTEMEN
Ditulis oleh abukalya di/pada 26/04/2010

A. Definisi

Syndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial
dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.

Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang
dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium.

Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak Berdasarkan letaknya
komparteman terdiri dari beberapa macam, antara lain:

1.  Anggota gerak atas

a.   Lengan atas : Terdapat kompartemen anterior dan posterior

b.   Lengan bawah : Terdapat tiga kompartemen,yaitu: flexor superficial, fleksor profundus, dan
ekstensor

2.   Anggota gerak bawah

a.   Tungkai atas: Terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial, dan posterior

b.   Tungkai bawah

Terdapat empat kompartemen, yaitu: kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial,


posterior profundus

Syndrome kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas
(kompartemen volar dan dorsal)

B. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu
timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1.  Penurunan volume kompartemen

Kondisi ini disebabkan oleh:

·    Penutupan defek fascia


·     Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2.    Peningkatan tekanan eksternal

·    Balutan yang terlalu ketat

·    Berbaring di atas lengan

·     Gips

3.     Peningkatan tekanan pada struktur komparteman

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

·    Pendarahan atau Trauma vaskuler

·     Peningkatan permeabilitas kapiler

·     Penggunaan otot yang berlebihan

·      Luka bakar

·         Operasi

·         Gigitan ular

·         Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 %
kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.

C. Patofisiologi

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang


menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis
jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena


dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan
arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke
kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh
meningkatnya  tekanan dalam kompartemen.

Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen
mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen
juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka
terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen
tersebut.

Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu, antara lain:

a.       Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen

b.      “Theori of critical closing pressure.”

Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol yang
tinggi. Tekanan                  trans mural secara signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan
jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara                      patensi aliran darah. Bila tekanan
tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi             perbedaan
tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat        
selanjutnya adalah arteriol akan menutup

c.       Tipisnya dinding vena

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka ia akan
kolaps. Akan                       tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari kapiler
maka, tekanan vena akan meningkat lagi                          melebihi tekanan jaringan sehingga
drainase vena terbentuk kembali

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan
kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom
kompartemen.

Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat
membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam
tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular
pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang.

Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus – menerus tetap
tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri
selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen
anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:

1.         Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika
ada trauma langsung.                Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan                           keadaan klinik (pada anak-anak
tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).             Otot
yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

2.       Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.

3.       Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

4.       Parestesia (rasa kesemutan)

5.       Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut
dengan hilangnya fungsi                   bagian yang terkena kompartemen sindrom.

Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

1.  Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas selama 20                  menit.

2.  Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.

3.  Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

E. Penegakan Diagnosa

Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa kompartemen
syndrome dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra kompartemen
ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-
anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma
kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer.

Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relative
ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic. Tidak ada perfusi yang
efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastoli.

F. Penanganan

Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis
dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun
fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih
diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi
mutlak untuk melakukan fasciotomi

Penanganan kompartemen secara umum meliputi:

1.       Terapi Medikal/non bedah


Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara.
Berbagai bentuk terapi ini meliputi:

a.       Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen


yang minimal, elevasi                    dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan
lebih memperberat iskemia

b.      Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi
dilepas.

c.       Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan
sindroma                                          kompartemen

d.      Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah

e.      Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi
tekanan                                              kompartemen.                Manitol mereduksi edema seluler,
dengan memproduksi kembali energi seluler yang                       normal dan mereduksi sel          
otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas

2.       Terapi Bedah

Fasciotomi  dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan dilakukan
tindakan ini adalah  menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.

Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi
pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase
berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda.Insisi ganda
pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan
insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena
peroneal.

G. Komplikasi

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan menimbulkan
berbagai komplikasi antara lain:

1.       Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen

2.       Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya
penanganan sindrom                          kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari,
dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada             lengan bawa
3.       Trauma vascular

4.       Gagal ginjal akut

5.       Sepsis

6.       Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

H. Diagnosa keperawatan

1.       Nyeri akut bd agen injuri fisik/kimiawi

2.       Ketidakepektifan perfusi jaringan perifer bd gangguan aliran darah arteri

Referensi

Irga, 2008, Sindroma Kompartemen, dilihat 12 November 2008,


http://www.passangereng.blogspot.com

NANDA, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002 , Philadelphia

diambil dari URL:http://masperawat.wordpress.com/2009/03/05/sindrome-kompartemen/

Blog ini

Di-link Dari Sini

BlogRoll

Web

Blog ini

 
 
 

Di-link Dari
Sini

 
 

BlogRoll

We
b

Selasa, 18 Mei 2010


Sindrom Kompartemen

Iskhemia pada otot dapat terjadi tanpa didahului trauma pada arteri
Pembengkakan otot dan tekanan dalam otot meningkat
Bila tekanan tsb melebihi tekanan diastolik, maka iskhemia timbul seperti halnya oklusi
(sumbatan) pembuluh darah

Tanda dan gejala sindrom kompartemen


Nyeri pada keadaan istirahat (pain)
Parestesia
Pucat (pale)
Paresis atau paralisis
Denyut nadi hilang
Jari di posisi fleksi
Tekanan dalam kompartemen tinggi
Gangguan diskriminasi dua titik
Terapi : fasiotomi segera

Komplikasi pada Tulang

1. Delayed Union (Penyambungan tertunda)


2. Non Union (Penyambungan tidak tejadi)
3. Malunion (Penyambungan abnormal)
4. Stiffness (Kekakuan sendi)
5. Osifikasi Patologis
6. Nekrosis Avaskuler
7. Osteoartritis
8. Emboli Lemak

Delayed Union
Tidak ada tanda-tanda terjadinya union dalam waktu rata-rata penyambungan tulang pada umumnya.
Penyebab : Infeksi, interposisi, imobilisasi yang tdk memadai, dll (cari penyebab)

Terapi : konservatif hingga 6 bulan, jika setelah 6 bulan tidak terjadi union dilakukan tindakan operasi
‘osteotomi’.

Non Union
Secara klinis dan radiologis tidak terdapat penyambungan fraktur
Ujung fragmen terlihat sklerosis
Tidak ada trabekula yang menyeberangi garis fraktur
Kavitas medularis tertutup dan pada pemeriksaan terdapat gerakan luar biasa yang disebut sendi palsu
(Pseudoarthrosis)
Penyebab non union adalah :
Infeksi pada tulang
Kerusakan pembuluh darah ke tulang
Gerakan karena fiksasi yang tidak memadai

Hilangnya aposisi fragmen spt distraksi shg ada gap antara fragmen2 fraktur
Interposisi, artinya jaringan lunak atau otot berada di antara fragmen2 fraktur
Proses patologis pada tulang yg disebut fraktur patologis
Terapi non union : pemberian graft dengan fiksasi interna (ORIF), graft diambil dari tulang kanselus
disekitar fragmen tersebut

Malunion
Penyambungan fraktur yang tidak normal shg menimbulkan deformitas
Penyebab : terapi fraktur yang tidak memadai
Apabila terjadi pada tulang panjang yang menyangga badan akan menyebabkan osteoartritis pada sendi-
sendi yang terdekat dengan fraktur
Terapi : refraktur dan osteotomi koreksi

Kekakuan sendi (Stiffness)


Perlengketan intraartikular dan periartikular akan membatasi gerakan sendi
Terapi : latihan gerakan jangka lama (fisioterapi) utk mengembalikan fungsi anggota tsb, kadang perlu
dilindungi dengan anestesi pada perlengketan intraartikular.
Osifikasi Patologis
Disebut juga myositis ossificans akibat osifikasi hematom yg berlokasi di jaringan lunak atau periosteum
yg terlepas tulang karena trauma
Terbanyak pada sendi siku dan otot quadrisep
Terapi : imobilisasi selama 3 minggu setelah trauma dan sekali-kali melakukan stretching. Gerakan aktif
setelah 3 minggu imobilisasi. Jika kelainan tersebut sangat besar dianjurkan eksisi setelah kelainan
tersebut matur.

Nekrosis Avaskuler
Akibat terputusnya vaskularisasi akibat trauma shg menimbulkan kematian sebagian atau keseluruhan
dari satu fragmen fraktur disebut nekrosis avaskuler
Nekrosis ini dapat menyebabkan non union, osteoartritis dan degenerasi sendi
Daerah yang sering mengalami nekrosis avaskuler kolum femoris, os skapoideum, talus, lunatum.
Pada pemeriksaan sinar-X tulang mati tampak gambaran sklerotik (radio opak) dibandingkan tulang
sekitarnya

Terapi : pada anggota gerak bawah harus Non Weight Bearing (NWB), shg pada penyembuhan tidak
terjadi deformitas. Sering dilakukan operasi untuk memperbaiki sendi

Osteoartritis
Permukaan sendi pada penderita osteoartritis terlihat tidak rata sebagai akibat fraktur intraartikular,
proses degenerasi dan malunion

Emboli lemak
Akibat fraktur tulang panjang
Butiran lemak dari daerah fraktur masuk melalui pembuluh darah balik (vena) terus ke paru-paru dan
sampai ke aliran sistemik
Emboli tsb menutup pembuluh darah kecil
Gejala klinis akan timbul sesuai daerah yg terjadi oklusi
Kelainan ini timbul beberapa jam atau beberapa hari pasca trauma
Penderita yg semula terlihat normal tiba-tiba spt mengantuk dan irritable

Pulsus dan temperatur badan meningkat dan kadangkala terlihat aneh


Petekia terlihat di leher, dada bagian atas, bahu dan regio aksilaris
Bila oklusi di otak maka keadaan mengantuk berlanjut menjadi koma dan kematian
Pada paru-paru, penderita terlihat sianotik dan tanda-tanda kongesti pulmonum. Gambaran sinar-X
pada pulmo terlihat pengkabutan yang merata

Terapi :
tidak ada terapi
Terapi oksigen dengan ventilasi adalah tindakan live saving saja

Sindroma Kompartemen

4:08 AM Posted by Irga

I. PENDAHULUAN

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam
ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan
intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut
berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual
yang dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai
denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Paling
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas
Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu penurunan volume
kompartemen dan peningkatan tekanan struktur kompartemen serta lamanya gejala yaitu akut dan
kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak,
kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat
melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola
dan militer.

II. INSIDEN
Di Amerika, ektremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk sindrom
kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian
McQueen (2000), sindrom kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria dari pada wanita, tapi hal ini
memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang
didiagnosis sindrom kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia.
Ellis pada tahun 1958 melaporkan bahwa 2 % iskemi. kontraktur terjadi pada fraktur tibia. Detmer dkk
melaporkan bahwa sindrom kompartemen bilateral terjadi pada 82% pasien yang menderita sindrom
kompartemen kronis. Sindrom kompartemen akut sering terjadi akibat trauma, terutama di daerah
tungkai bawah dan tungkai atas. Pada tahun 1981, Delee dan Stiehl menemukan bahwa 6 % pasien
dengan fraktur tibia terbuka berkembang menjadi sindrom kompartemen, sedangkan 1,2 % fraktur tibia
tertutup.

III. ANATOMI
Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran, dan
fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan
khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok. Secara
anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Terletak di lengan atas
(kompartemen anterior dan posterior), dilengan bawah (yaitu kompartemen flexor superficial, fleksor
profundus, dan kompartemen ekstensor). Di anggota gerak bawah, terdapat : tiga kompartemen
ditungkai atas (kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat ditungkai bawah
(kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus). Sindrom kompartemen yang
paling sering di daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan
posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor. Kompartemen anterior memiliki
nervus peroneus profundus, kompartemen lateral memiliki nervus peroneus superficial, kompartemen
posterior profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior superficial memiliki
nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh
menyebabkan timbulnya paresthesia

IV. ETIOLOGI
Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian menyebabkan
sindrom kompartemen. Apapun penyebab peningkatan tekanan lokal jaringan berpotensi menyebabkan
sindrom kompartemen.
Penurunan volume kompartemen :
• Penutupan defek fascia
• Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
Peningkatan tekanan struktur compartemen:
• Pendarahan atau Trauma vaskuler
• Peningkatan permeabilitas kapiler
• Penggunaan otot yang berlebihan
• Luka bakar
• Operasi
• Gigitan ular
• Obstruksi vena
• Sindrom nefrotik
• Infus yang infiltrasi
• Hipertrofi otot
Peningkatan tekanan eksternal
• Balutan yang terlalu ketat
• Berbaring di atas lengan
• Gips.
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 % kasus
terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.

VI. PATOGENESIS
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan
peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang
disebabkan hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam
ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler
bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan
kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan (pressure) dalam kompartemen makin meningkat.
Penekanan saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen menpelihatkan bahwa bila
terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui
kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi
hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan
menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.

Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu :


1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. “Theori of critical closing pressure.”Akibat diameter yang kecil dan tekanan mural arteriol yang tinggi,
tekanan transmural secara signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini dibutuhkan untuk
memelihara patensi. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan tidak
ada, yaitu critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup.
3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan jaringan melebihi tekanan vena. Bila
darah mengalir secara kontinyu dari kapiler, tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula sampai
melebihi tekanan jaringan dan drainase vena dibentuk kembali.
Sedangkan respon otot terhadap iskemia yaitu dilepaskannya histamine like substans mengakibatkan
dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas endotel. Ini berperan penting pada transudasi plasma
dengan endapan sel darah merah ke intramuscular dan menurunkan mikrosirkulasi. Otot bertambah
berat (peningkatan lebih dari 50%).

McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan
kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.
Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat
membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra
kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana
dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi
yang terus - menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan
tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot.
Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kena

VII. DIAGNOSIS
Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala sindrom kompartemen dan
pengukuran tekanan secara langsung.
Gejala klinisnya di kenal dengan 5 P, yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma
langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak
sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia
lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan
sering.
2. Pallor
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
hilangnya fungsi.
Pasien dengan sindroma kompartemen kronik mempunyai gejala yang khas. Gejala utama berupa nyeri
yang ditimbulkan akibat berolah raga. Biasanya hal ini muncul setelah sekitar 20 menit berlari sebelum
dirasakan semakin nyeri hingga dimana orang tersebut tidak dapat melanjutkan aktivitasnya. Nyeri
dirasakan seperti kram dimana akibat dari vasokonstriksi pembuluh darah sehingga darah dan oksigen
tidak dapat mencapai otot-otot tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan permanent pada
jaringan. Biasanya, nyeri bersifat sementara atau tidak menetap dan akan sembuh dengan beristirahat
dalam waktu 15-30 menit dari penghentian latihan. Parestesia dari saraf pada kompartemen bilateral
pada sekitar 82 % pasien. Dapat juga terjadi kelemahan dan atrofi otot. Regangan pasif pada otot yang
terkena setelah latihan dapat meningkatkan nyeri. Dan yang paling pasti bahwa dapat terjadi
peningkatan tekanan kompartemen.
Pengukuran tekanan
Pengukuran tekanan secara langsung merupakan cara yang objektif untuk menegakkan diagnosa
sindroma kompartemen. Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak
sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-
pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer.
Normalnya tekanan kompartemen adalah nol. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relative ketika
tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika
tekanannya sama dengan tekanan diastolic.
Prosedur pengukuran tekanan kompartemen antara lain :
a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi
Teknik adalah criteria dignostik standard seharusnya menjadi prioritas utama jika diagnosis masih penuh
tanda tanya. Tonometer tekanan stryker banyak digunakan untuk mengukur tekanan jaringan yang tidak
membutuhkan alat khusus. Alat yang dibutuhkan spoit 20 cc, three way tap, tabung intra vena, normal
saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan darah. Pertama, atur spoit dengan plunger
pada posisi 15 cc. Tandai saline sampai mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan normal
saline dalam tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak sampai menginfiltrasi otot. Masukkan
jarum 18 kedalam otot yang diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka three
way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat secara lambat. Baca manometer air raksa.
Saat tekanan kompartemen tinggi, tekanan air raksa akan naik.

b. Teknik Wick kateter


Teknik menggunakannya adalah:
- Pertama, masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot
- Kedua, tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik
- Dan ketiga, balut wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali, isi system dengan normal
saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan kompartemen dengan transducer recorder. Periksa
ulang patensi kateter dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external pada otot
yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan mencapai 30 mmHg, indikasi fasciotomi.

Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot adalah 8,5+6 mmHg. Selama tekanan
pada salah satu kompartemen kurang dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolic), kita tidak
perlu khawatir tentang sindroma kompartemen. Tekanan lebih dari 10 mmHg dalam kompartemen yang
baru bisa menimbulkan sindroma kompartemen, dan berarti memerlukan terapi yang segera.

VIII. TERAPI
Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu
mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan bedah dekompresi. Tindakan nonoperatif tertentu
mungkin bisa berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil maka
tindakan operasi dekompresi perlu dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi dekompresi sulit
untuk ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki individualitas yang berpengaruh
pada cara untuk menindakinya.
Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi kompartemen sindrom sederhana yaitu fasciotomi
kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun
beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.
Penanganan sindroma kompartemen meliputi :
1. Terapi Medikal/non operatif
Pemilihan secara medical terapi digunakan apabila masih menduga suatu sindroma kompartemen,
yaitu :
- Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal,
elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.
- Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas.
- Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma
kompartemen.
- Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
- Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan
kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang
normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
2. Terapi pembedahan / operatif
Terapi operatif untuk sindroma kompartemen apabila tekanan intrakompartemen lebih dari 30 mmHg
memerlukan tindakan yang cepat dan segera dilakukan fasciotomi. Tujuannya untuk menurunkan
tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Apabila tekanannya kurang dari 30 mmHg, tungkai dapat
diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya, kalau keadaan tungkai itu
membaik, evaluasi klinik yang berulang-ulang dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada
perbaikan, atau kalau tekanan kompartemen meningkat, fasiotomi harus segera dilakukan. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi
tunggal dan insisi ganda. Tidak ada keuntungan yang utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada
tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai
bawah, fasiotomi dapat berarti membuka ke empat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu
segmen fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen,
kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit ( tanpa regangan ), atau dilakukan pencangkokan kulit.

Terapi untuk sindrom kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi panjang dibuat
pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka
(ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau
terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa
regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini.

Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain:


1. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat dan
2. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma, pasien dengan masalah
psikiatrik, dan dibawah pengaruh narkotik) dengan tekanan jaringan lebih dari 30 mmHg pada pasien
yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.
Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera dilakukan karena penundaan akan meningkatkan
kemungkinan kerusakan jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi.

Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai
setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen,
pengukuran tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya.
Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua sindrom kompartemen akut.
Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan
dan operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang
berpotensi membatasi ruang, termasuk kulit, dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua
kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemant otot harus seminimal
mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat otot yang telah nekrosis.

Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut


Fasciotomi tungkai atas
Teknik Tarlow :
Insisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke epikondilus lateral. disesksi
subkutaneus digunakan untuk mengekspos daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi
kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan-lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular
terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1-5 cm dibuat pada septum intermuskular lateral,
perpanjang ke proksimal dan distal. Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan
kompartemen medial diukur. Jika meningkat, dibuat insisi setengah medial untuk membebaskan
kompartemen adductor.
Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen tungkai bawah: fibulektomy, fasciotomi insisi tunggal
perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan
jika ada, termasuk indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk
jaringan lunak pada ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif.

Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) :


Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal caput fibula sampai 3-4 cm
proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus
peroneal superficial. Dibuat fasciotomy longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya
kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas
antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong soleus
dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang. Kemudian diidentifikasi fascia otot
tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi secara longitudinal.

Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara fibula dan caput tibia.
Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada
septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum.
Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan
fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula.
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi
subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan nervus saphenus ditarik ke anterior.
Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior profunda dan
superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot
fleksor digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah
kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi peningkatan
tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka.

fasciotomi pada lengan bawah


pendekatan volar (Henry)
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal.
Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada daerah tunnel carpal.
Tekanan kompartemen dapat diukur selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada
penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian
ke sisi radial tangan dan diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan ke palmar.
Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau 2 cm di atas siku kearah
bawah sampai di pergelangan.
Kemudian nervus radialis diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian ditarik ke arah
radial, kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos
fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus, dan pronatus teres. Karena
sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen fleksor profunda, harus dilakukan
dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah
dilakukan.
Pendekatan Volar Ulnar
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Henry. Lengan
disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep, melewati lipat siku, terus ke bawah
melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia
superficial pada fleksor carpi ulnaris diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke
arah distal. Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis. Pada dasar
fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus dicari dan dilindungi. Fascia
pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi.

Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus diputuskan
apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran
tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi
peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan
dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah
pergelangan.Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi
kemudian dilakukan fasciotomi.

Fasciotomi untuk sindrom kompartemen kronik


fasciotomi insisi tunggal : Teknik Fronek
Dibuat sebuah insisi 5 cm pada pertengahan fibula dan kaput tibia atau melalui defek fascia jika terdapat
hernia muskuler pada daerah keluarnya nervus peroneal. Nervus peroneal segera dicari dan lewatkan
fasciotom ke kompartemen anterior pada garis otot tibialis anterior. Pada kompartemen lateral,
fasciotome diarahkan ke posterior nervus peroneal superficial pada garis fibular. Tutup kulit dengan cara
biasa dan pasang pembalut steril.

Fasciotomi insisi ganda: Teknik Rorebeck


Dibuat 2 insisi pada tungkai bawah 1 cm dibelakang garis posteromedial tibia. Kemudian dicari vena
saphenus pada insisi proksimal dan tarik ke anterior bersama dengan saraf. Masuk dan dibuka
kompartemen superficial. Fascia profunda kemudian diinsisi. Kompartemen profunda diekspos,
termasuk otot digitorum longus dan tibialis posterior dangan merobek sambungan soleus. Kumparan
neurovaskuler dan tendo tibialis posterior kemudian diinsisi ke proksimal dan distal fascia pada terdon
tersebut. Tibialis posterior adalah kunci dekompresi kompartemen posterior dan biasanya berkontraksi
ke proksimal antara fleksor hallucis longus, lebarkan batas antaranya untuk memeriksa kontraksinya.
Tutup luka diatas drain untuk meminimalkan pembentukan hematom.

Perawatan pasca operasi:


Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen,
kalau jaringan itu sehat, luka dapat dijahit (tanpa tegangan), atau dilakukan pencangkokan kulit atau
dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder.(11)
IX. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan dengan sindrom kompartemen
adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer, dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan pada
masing-masingnya

Pada sindroma kompartemen kronik di dapatkan nyeri yang hilang timbul, dimana nyeri muncul pada
saat berolah raga dan berkurang pada saat beristirahat. Sindroma kompartemen kronik dibedakan
dengan claudikasio intermitten yang merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah
karena latihan dan berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2-5 menit setelah beraktivitas.
Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian proksimal, tidak ada peningkatan
kompartemen dalam hal ini. Sedangkan sindroma kompartemen kornik adanya kontraksi otot berulang-
ulang yang dapat meningkatkan tekanan intramuskuler sehingga menyebabkan iskemia kemudian
menurunkan aliran darah dan otot menjadi kram.

X. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot dan syaraf yang dapat mengurangi
fungsinya. Apabila sindrom kompartemen lebih dari 8 jam dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan
otot dalam kompartemen. Syaraf dapat beregenerasi sedangkan otot tidak sehingga jika terjadi infark
tidak dapat pulih kembali dan digantikan dengan jaringan fibrosa yang tidak elastis yaitu kontraktur
iskemik Volkmann, yaitu kelanjutan dari sindrom kompartemen akut yang tidak mendapat terapi selama
lebih dari beberapa minggu atau bulan. Kira-kira 1-10% dari semua kasus sindrom kompartemen
berkembang menjadi kontraktur volkmann.
Kontraktur Volkmann
Iskemia berat yang berlangsung selama 6-8 jam dapat menyebabkan kematian otot dan nervus, yang
kemudian menyebabkan terjadinya kontraktur Volkmann.
Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya
trauma pada lengan bawah. Disebabkan oleh iskemia yang biasanya disebabkan oleh peningkatan
tekanan (sindrom kompartemen). Trauma vaskuler menyebabkan infark otot dan kematian serat otot,
kemudian otot digantikan oleh jaringan ikat.
Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal
akut, sepsis dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan
organ secara multi sistem.

XI. PROGNOSIS
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek, toleransi otot untuk terjadinya
iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversible terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat dapat
menyebabkan trauma syaraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat
dan awal, hampir 20% pasien mengalami deficit motorik dan sensorik yang persisten.

Anda mungkin juga menyukai