Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOKIMIA

TETEN ANGRIANI
G1C 008036

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2010

1
BAHAN MAKANAN

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : 1. Menentukan dan membandingkan berat jenis air susu (air susu
murni, air susu yang diencerkan 1 kali dengan akuades, dan filtrate
air susu dari percobaan pengendapan kasein).
2. Menguji reaksi air susu
3. Menguji air susu secara kualitatif dengan pengendapan kasein.
4. Menguji reaksi warna protein dengan menggunakan beberapa
pereaksi.
5. menguji endapan kasein dengan menggunakan grease spot test (Tes
Noda Lemak).
6. Menunjukkan adanya laktalbumin dari pengendapan kasein.
7. Menunjukkan adanya laktosa pada filtrate pengendapan kasein.
Hari/tanggal : Senin, 23 November 2010
Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA Universitas Mataram

II. LANDASAN TEORI


Ada tiga komponen penting penghasil energi yang sangat dibutuhkan
bagi setiap manusia yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Dimana ketiga
komponen tersebut merupakan bahan makanan yang dibutuhkan oelh tubuh,
karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain, protein merupakan zat gizi
yang sangat penting karena paling erat hubungannya dengan proses-proses
kehidupan. Di dalam sel, protein terdapat sebagai protein struktural maupun
sebagai protein metabolik. Protein dibagi menjadi dua yaitu protein fibrous yang
banyak bergantung pada struktur skunder dimana bentuk protein ini boleh diulang,
bentuk yang kedua yaitu protein globular (enzim dan antibodi) yang banyak
bergantung pada struktur bebas yang terdapat 20 jenis asam amino yang
digunakan untuk membentuk rantaian polipeptida (protein) fungsi, bentuk, ukuran
dan jenis protein akan ditentukan oleh jenis, bilangan dan taburan asam amino

2
yang terdapat di dalam struktur tersebut. Suber protein diantaranya yaitu salah
satunya adalah susu yang lebih dikenal dengan protein hewani (Hartono, 2006).

Susu digunakan sebagai sumber kasein komersil. Biasanya kedalam skin


milk atau susu dengan kandungan lemak yang rendah. Ditambahkan asam untuk
mengendapkan kasein, susudah dipanaskan dari whey “tahu” dari kasein dicuci
dengan air, ditiris, diperes, dipotong-potong, dan dikeringkan. Kasein digunakan
sebagai garam kalsium untuk memperbaiki sifat adukan dari krim yang terbuat
dari lemak tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai pelapis atas untuk
memperbaiki keseluruhan asam krim dan yogurt, kasein dapat dirubah menjadi
lem dibuat bersifat basa dengan penambahan kapur. Sodium karbonat, borak, atau
thithano lamina. Atau diubah menjadi satu lapidan dalam pembuatan kertas.
Lemak atau lapid dalamsusu terdapat dalam bentuk jutaan bola kecil, biasanya
terdapat kira-kira 1000 x 106 butiran lemak dalam setiap mili liter susu. Butiran-
butiranini mempunyai daerah permukaan yang luas dan hal tersebut yang
menyebabkan susu mudah dan cepat menyerap flavor asing. Butiran-butiran ini
mempertahankan keutuhannya karena tegangan permukaan yang disebabkan oleh
ukuran yang kecil, dan kedua karena adanya suatu lapisan tipis (membran) yang
membungkus butiran tersebut yang terdiri dari protein dan fospalipid (Djaeni,
2004).

Susu berarti cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu dari mamalia
betina. Secara kimia, susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula,
garam-gara mineral dan protein dalam bentuk suspense koloidal. Komponen
utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu)
dan abu (ST, 2008).

Air susu sapi merupakan sumber gizi yang sangat baik dan juga medium bagi
pertumbuhan organism. Secara fisik, air susu sapi terdiri dari tiga fase yang
berlainan: pertama larutan berair yang berkesinambungan (serum susu) dan
terdispersi di dalamnya, kedua bola-bola lemak yang amat kecil, dan ketiga adalah
partikel-partikel padat yang mempunyai ukuran lebih kecil (misel) disebut kasein.
Kasein merupakan golongan yang penting dari protein-protein susu, hamper lebih
dari tiga perempat nitrogen dalam susu (Sukidja, 1989: 240).

3
Protein susu mengandung kesembilan asam amino yang dibutuhkan tubuh
manusia. Ada dua kategori utama protein susu dibedakan dari sisi komposisi kimia
dan sifat fisiknya. Keluarga kasein mengandung fosfor dan akan terkoagulasi atau
terendapkan pada pH 4,6. Kasein tersuspensi dalam susu dalam kompleks yang
disebut misel. Protein serum terdiri dari laktoglobulis 50%, laktalbumin 20%,
albumin, immunoglobulin, laktoferin, transferin, dan sebagian kecil protein dan
enzim (Ptp2007, 2009).
Dalam susu terdapat laktosa yang sering disebut gula susu. Dengan hidrolisis
laktosa akan menghasilkan D-glukosa dan D-galaktosa, karena itu laktosa adalah suatu
disakarida. Ikatan glukosa dan galaktosa terjadi antara atom karbon no 1 pada galaktosa
dan atom karbon no 4 pada glukosa. Biasanya laktosa mengkristal dalam bentuk α.
Dibandingkan terhadap glukosa, laktosa mempunyai rasa yang kurang manis (Poedjadi,
2007: 31-32).
Persentase lemak susu bervariasi antara 2,4% - 5,5%. Lemak susu terdiri atas
trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak
(fatty acid) melalui ikatan-ikatan ester (ester bonds). Salah satu dari asam lemak susu
adalah asam butirat berbentuk asam lemak rantai pendek yang akan menyebabkan
aroma tengik pada susu ketika asam butirat ini dipisahkan dari gliserol dengan enzim
lipase (Baqi, 2007).
Derajad keasaman susu menunjukkan 2 hal, pertama keasaman yang memang
ada dalam susu, kedua keasaman yang disebabkan oleh susu yang terkontaminasi oleh
metabolism bakteri. Pembentukan asam dalam susu diistilahkan sebagai masam, dan
rasa masam susu disebabkan oleh adanya bakteri asam laktat. Asidisitas susu segar
dukenal sebagai asidisitas alami yaitu berkisar 0,10 – 0,26% sebagai asam laktat. Uji
asidisitas sering digunakan dalam pengujian mutu susu (Mayonaise, 2009).
Bakteri asam laktat (BAL) mulanya istilah yang ditunjukkan hanya untuk
sekelompok bakteri yang menyebabkan keasaman pada susu. Secara umum BAL
didefinisikan sebagai suatu kelompok gram positif, tidak menghasilkan spora, berbentuk
bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolic utama
selama fermentasi karbohidrat (Usman, 2003).
Susu kedelai adalah cairan berwarna putih yang berasal dari ekstrak kedelai
dengan penampakan dan komposisinya mirip susu sapi. Kandungan protein susu kedelai

4
hamper sama dengan susu sapi. Dalam 100 gram susu kedelai mengandung protein
sebanyak 2,75 gram, lemak 1,91 gram, karbohidrat 1,81 gram, dan serat 1,3 gram.
Kandungan mineral dalam susu kedelai didominasi oleh fosfor, kalium, magnesium, dan
natrium dengan jumlah yang bervariasi. Susu kedelai juga mengandung lemak esensial
yang diantaranya oleat, linoleat, dan linolenat. Selain itu, kandungan asam amino
esensialnya juga relative lengkap sehingga susu kedelai mempubyai mutu dan nilai
cerna yang sangat baik, setara dengan protein hewani (Mudjajanto dan Kusuma, 2006:
5-11).
Selai susu sapi ada juga yang dikenal dengan susu kedelai susu kedelai adalah
produk seperti susu sapi tetapi dibuat dari ekstrack dari kedelai. Protein susu kedelai
mempunyai susunan asam amino yang mirip seperti susu sapi, sehingga sangat baik
sebagai pengganti susu sapi terutama bagi meraka yang alergi laktointolerance atau bagi
mereka yang tidak menyukai susu sapi atau daya belinya kurang. Selain kualitas protein
yan gbaik kedelai juga mudah diperoleh mengandung asam lemak tak jenuh esensial
(linoleat) yang cukup tinggi dan tidak mengandung kolestrol sehingga dengan
mengkonsumsi kedelai secara rutin dapat mengurangi penyakit degeneratif, disamping
mempunyai kelebihan susu kedelai juga mempunyai kekurangan yaitu aromanya kurang
sedap yang disebakan oleh aktivitas enzim lipoksigenase yang secara alami terdapat di
dalam kedelai, dan kacang-kacangan lainnya. Untuk mengetahui tingkat penerimaan
masyarakat terhadap formulasi terhadap susu kedelai dilakukan uji organoleptif dengan
8 (delapan) karakter penilaian, juga dilakukan uji kadar protein dan kalsium dengan
mengugnakan metode makro Kjeldahl dan spectrofotometer. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan pendekatan cross sectional
populasi penelitian ini adalah 3 (tiga) sampel formulasi. Susu kedelai diketahui kadar
protein yang tertinggi adalah formulasi susu kedelai ditambah kacang hijau (3,16%) dan
kadar kalsium tertinggi adalah formulasi susu kedelai murni (10,09%) (Pusat data jurnal
dan skripsi 2003).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
- Tabung reaksi

5
- Piknometer
- Pipet tetes
- Gelas ukur
- Gelas kimia
- Penyaring Buchner
- Corong
- Erlenmeyer
- Penjepit tabung reaksi
- Pipet volum
- Penangas air
- Kaca arloji
- Pengaduk
B. Bahan
- Air susu murni
- Susu kedelai
- Aquadest
- Asam asetat glacial
- NaOH 40%
- CuSO4 0,5%
- HNO3 pekat
- Ammonia
- Pb asetat
- Larutan alpha naftol
- H2SO4 pekat
- Eter
- Reagen benedict
- Kertas saring
- Kertas lakmus merah

6
IV. SKEMA KERJA

1. Penetapan berat jenis

Air susu murni

Dimasukkan ke piknometer

ditimbang

Hasil 1a

Air susu yang diencerkan

Dimasukkan ke piknometer

Ditimbang

Hasil 1b

Air susu pengendapan kasein

Dimasukkan ke piknometer

Ditimbang

Hasil 1c

2. Pengendapan kasein

20 ml air susu

+ 20 ml Air

7
+ CH3COOH galsial 20 % (tetes demi
tetes)

Terbentuk endapan

Disaring

Endapan Filtrat

4. Reaksi-reaksi warna protein

a. Reaksi biuret

3 ml filtrat percobaan 3

+ 1 ml NaOH 40 %

+ 1 tetes CuSO4 0,5%

Hasil

b. Reaksi Xanthoprotein

3 ml filtrat percobaan 3

+ 1 ml HNO3 pekat

8
Δ

Didinginkan

Hasil

Tabung II Tabung I

+ NH3

Hasil

c. Reaksi uji sulfur

1 ml filtrat percobaan 3

+ 1 ml NaOH 40%

Dimasak ± 1 menit

+ 1 tetes Pb(CH3COO)2

Hasil

d. Reaksi molisch

1 ml filtrat percobaan 3

+ 2 ml larutan α-naftol

Dikocok

9
+ 1 ml H2SO4 pekat (melalui dinding
tabung reaksi yang agak dimiringkan )

Hasil

e. Grease spot test (tes noda lemak)

Kasein kering

+ eter

Dikocok

Dituang ke gelas arloji

Diuapkan eternya

Diusap gelas arloji dengan kertas saring

Hasil

5. Menunjukkan laktalbumin

Filtrat percobaan 3

+ NaOH (agar pH = 5,4)

Disaring

10
Filtrat Endapan

6. Menunjukkan adanya laktosa

a. Reaksi benedict

5 ml reagen benedict

+ 8 tetes filtrat percobaan 5

Δ (penangas air ±5 menit)

Hasil

b. Reaksi fehling

` Reagen fehling A dan B yang telah dicampur

+ Filtrat percobaan 5

Δ (penangas air)

Hasil

VII. HASIL PENGAMATAN

Percobaan Air Susu Segar Susu Kedelai

1. Penetapan Berat Jenis

(dengan piknometer)

a. Susu Murni ρ = 1,021 gr/cm3 ρ = 1,02 gr/cm3

b. Air Susu yang ρ = 1,0054 gr/cm3 ρ = 1,003 gr/cm3


Diencerkan

11
2. Reaksi Air Susu Tidak berubah warna Netral.
(merah).
a. Air Susu murni

b. Setelah didiamkan ± Tidak ada perubahan


Berwarna merah kebiruan warna (asam).
2jam
pH = 6

3. Pengendapan Kasein

a. Filtrat Bening Bening

b. Endapan Putih Putih kecoklatan

4. Reaksi Warna Protein

a. Reaksi Biuret Terbentuk endapan seperti Larutan merah


koloid, ada cincin ungu muda/ungu, terbentuk
sebelum dikocok. cincin ungu sebelum
b. Reaksi Xantoprotein dikocok.

+ HNO3 pekat Larutan keruh


Dipanaskan Larutan kuning bening
+ Amonia Larutan kuning bening
Kunng keruh
c. Uji Sulfur Kuning tua

+ NaOH Larutan kuning keruh


Dipanaskan

+ Pb-asetat Larutan kuning kental


Larutan kuning kecoklatan
d. Reaksi Molish Larutan coklat

+ alfa naftol Larutan coklat keruh, ada


endapan Larutan coklat

+ H2SO4 pekat Terbentuk 2 lapisan

Atas: coklat keruh Terbentuk 2 lapisan

Bawah: bening Atas: putih coklat

Bawah: lapisan merah


coklat

12
5. Grease Spot Test

Diusap kertas buram Kertas menjadi transparan Kertas menjadi transparan

6. Menunjukkan Adanya endapan filtrate Adanya endapan filtrate


Laktalbumin bening kekuningan bening kekuningan

7. Menunjukkan Adanya

Laktosa

a. Reaksi Benedict Berwarna biru muda Terbentuk tiga lapisan

Bawah: hijau kekuningan

Tengah: hijau biru

Atas: biru bening

b. Reaksi fehling Berwarna biru kehijauan, Endapan kuning, larutan


ada endapan biru

VI. ANALISIS DATA

A. Perhitungan

Penentuan Massa Jenis Susu

1. Susu Sapi Murni

Berat piknometer + susu = 83, 13 gr

V piknometer + 50,08 cm3

m piknometer = 32,01 gr

m susu = 83,13 – 32,01

= 51,12 gr

Massa jenis susu

13
ρ = m/V

= 50,12/50,08

= 1,02 gr/cm3

2. Susu Sapi Encer

Berat piknometer + susu sapi encer = 82, 36 gr

m susu encer = 82,36 – 32,01

= 50,35 gr

ρ = m/V

= 50,35/50,08

= 1,005 gr/cm3

3. Susu Kedelai

Berat piknometer = 31,93 gr

Berat piknometer + susu = 82,37 gr

V piknometer = 50,249 cm3

m susu = 82,37 – 31,93

= 50,44 gr

ρ = m/V

= 50,44/50,249

= 1,003 gr/cm3

B. Persamaan Reaksi

1. Reaksi pengendapan kasein


[Ca2+] [ kaseinat 2- ] + 2 CH3COOH Ca (CH3COO )2 + kasein

2. Reaksi ksantoprotein

14
O2N

HO CH 2 CH COOH + HNO 3
HO CH2 CH COOH
H 2N
H2 N

3. Reaksi benedict
O R
2+
R C OH
+ Cu HO CH2 Cu2O m e ra h b a ta

4. Reaksi biuret
O O NH 2
H 2N C NH C NH 2 + NaOH O C NH C NH 2 + NH 3

CuSO4 + H2O Cu ( OH )2 + H2SO4

Cu ( OH )2 + NH3 warna ungu

VII. PEMBAHASAN

Berat jenis adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan berat air
pada volume dan suhu yang sama. Dalam hal ini, berat jenis susu dipengaruhi oleh
kladar padatan total dan padatan tanpa lemak. Berat enis susu biasanya berkisar 1,027–
1,035gr/cm3(Mayonaise, 2009). Dari hasil praktikum diperoleh berat jenis susu sapi
segar 1,021 gr/cm3 sedang berat jenis susu sapi yang diencerkan 1,0054 gr/cm3.
Sedangkan untuk berat jenis susu kedelai 1,02 gr/cm3 dan berat jenis susu kedelai yang
diencerkan 1,003 gr/cm3. Dari keempat data ini dapat dilihat bahwa berat jenis yang
didapat berada dibawah kisaran standar. Rendahnya berat jenis ini menunjukkan bahwa
kedua susu yang dianalisa rendah lemak (ST, 2008). Secara umum berat jenis susu
kedelai lebih rendah dibandingkan susu kedelai. Hal ini karena susu kedelai berasal dari
kacang-kacangan yang memiliki kadar lemak yaitu lemak nabati yang lebih rendah
dibandingkan susu sapi (Mudjajanto, 2006). Selain itu berat jenis susu berkurang akibat
pengenceran yang disebabkan kandungan lemak susu dan kandungan bahan padatan
bukan lemak turut berkurang(ST, 2008).

pH susu segar terletak antara 6,5 – 6,7. Dimana dalam praktikum uji keasaman
ini menggunakan kertas lakmus merah. Untuk kedua jenis susu tidak memberikan

15
perubahan warna kertas lakmus sehingga diperkirakan pH susu masih mendekati netral.
Setelah ± 2 jam, susu kedelai tetap tidak memberikan perubahan warna pada kertas
lakmus yang dapat diartikan larutan bersifat asam-netral. Agak sulit menentukan
keasaman suatu bahan dengan kertas lakmus merah karena kertas lakmus merah tidak
akan memberikan perubahan warna pada pH asam. Untuk itu kertas lakmus yang
seharusnya digunakan adalah kertas lakmus biru yang nantinya akan memberikan
perubahan warna menjadi merah pada pH asam. Meningkatnya keasaman pada susu
disebabkan adanya pertumbuhan bakteri asam laktat secara alamiah sehingga secara
biologis BAL mendominasi komunitas mikrobia. Bal ini mengubah karbohidrat yang
ada dalam susu menjadi asam laktat sehingga pH susu berubah asam (Sujaya, 2008).
Sedangkan untuk susu sapi memberikan perubahan warna pada kertas lakmus menjadi
berwarna merah kebiruan. Hal ini menandakan bahwa susu sapi memiliki pH yang
sedikit basa. Hal ini biasanya diartikan terkena mastitis (Faulampung, 2009).

Susu mengandung protein total 3,3%. Dimana penentuan protein ini dapat
dilakukan secara kualitatif dengan berbagai reaksi warna protein. Kasein merupakan
salah satu protein yang banyak terdapat dalam susu (sekitar 82%) dimana kasein akan
terkoagulasi pada pH sekitar 4,6 (Ptp2007, 2009). Akan tetapi dalam praktikum
dibutuhkan asam asetat glacial yang lebih banyak untuk mengendapkan kasein pada
susu sapi. Hal ini karena susu yang digunakan bukanlah susu segar (buatan pabrik)
sedang susu kedelai yang digunakan adalah susu segar (masih hangat).

18% protein adalah protein serum atau whey yang tidak mengendap pada pH 4,6
sehingga masih terlarut dalam filtrate pada percobaan pengendapan kasein. Endapan
kasein kemudian digunakan intuk uji warna protein. Uji ini menunjukkan adanya
senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang
lain. Dimana keluarga kasein terdiri dari beberapa tipe yang memiliki komposisi asam
amino dan fungsi yang berbeda.

Reaksi xantoprotein pada endapan kasein menunjukkan reaksi positif untuk


keduan jenis susu yang ditandai oleh larutan kuning yang didapat setelah dilakukan
pemanasan. Reaksi ini positif untuk asam amino dengan inti bem=nzena sehingga
berarti dalam kasein terkandung asam amino dengan inti benzene (Poedjadi, 2007).

Uji sulfur juga memberikan reaksi positif pada kedua jenis susu tersebut. Hal ini
menunjukkan adanya asam amino yang mengandung sulfur. Untuk reaksi molish, kedua
jenis susu juga memberikan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya 2 lapisan
larutan dan adanya cincin ungu sebelum larutan dikocok.

Dalam susu juga terkandung lemak yang ditandai dengan berubahnya kertas
buram menjadi transparent. Akan tetapi kadar lemak dalam sususapi dan susu kedelai
berbeda. Dalam susu kedelai kadar lemak nabati 1,4 sedang dalam susu sapi kadar
lemak hewaninya 3,7 dari total solid 12,7 (Triakoso, 2008).

16
Dalam filtrate pengendapan kasein masih terdapat protein serum yang larut
karena tidak terkoagulasi pada pH 4,6. Dimana protein ini terdiri dari laktalbumin
sehingga reaksi penentuan adanya laktalbumin memberikan adanya endapan yang
berarti reaksi positif (Ptp2007, 2009).

Untuk reaksi benedict, susu sapi memberikan hasil positif sedang susu kedelai
memberikan reaksi negative. Hal ini menunjukkan tidak adanya laktosa pada susu
krdelai sehingga susu kedelai baik diberikan pada orang yang alergi laktosa untuk
dikonsumsi sebagai pengganti susu sapi (Mudjajanto, 2006).

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data dan pembahasan, maka dapat
diambil kesimpulan :

a. Berat jenis susu sapi lebih tinggi dibandingkan susu kedelai. Dimana berat jenis
susu yang diencerkan akan lebih rendah dibandingkan berat jenis susu yang
tidak diencerkan.

ρ susu sapi = 1,021 gr/cm3

ρ susu sapi encer = 1,0054 gr/cm3

ρ susu kedelai = 1,023 gr/cm3

b. Susu dapat mengalami perubahan pH menjadi asam akibat terkontaminasi oleh


bakteri asam laktat yang dapat mengubah glukosa pada susu menjadi asam
laktat.

c. Pada susu terkandung kasein yang akan terkoagulasi pada pH asam yaitu sekitrar
4,6.

d. Dalam endapan kasein terdapat kandungan lemak yang dibuktikan dengan uji
positif pada grease spot test.

e. Terdapat laktalbumin pada pengendapan kasein susu.

17
f. Pada susu sapi terkandung lactose sedang pada susu kedelai tidak terkandung
laktosa.

18
DAFTAR PUSTAKA

Baqi, Daniar Nur Azis. 2007. Manfaat Susu Murni. http://chatoel.multiply.com/

journal/item/53 [5 November 2007].

Faulampung. 2009. Pengujian Mutu Susu. http://faulampungsahabatlabkimia.

blogspot.com/2009/10/pengujian-mutu-susu.html [22 Oktober 2009].

Fessenden, Ralp J dan Joan S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Mayonaise, Chaica. 2009. Pengujian Berat Jenis dan Derajat Asam pada Susu.

http://chaicamayonaise.blogspot.com/2009/10/pengujian-berat-jenis-dan-mutu-

susu.html [22 Oktober 2009].

Mudjajanto, Eddy Setyo dan Fauzi R. Kusuma. 2006. Susu Kedelai: Susu Nabati yang

Menyehatkan. Tangerang: PT Agro Media Pustaka.

Pato, Usman. 2003. Potensi Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Dadih untuk

Menurunkan Resiko Penyakit Kanker. Jurnal Natur Indonesia: 5(2): 163.

Poedjadi, Anna dan Suprayanti, F. M. Titin. 2007. Dasar-dasar biokimia. Jakarta: UI

Press.

Ptp2007. 2009. Protein Susu. http://ptp2007.wordpress.com/2009/10/08/protein-

susu.html [10 Agustus 2009].

ST, Array. 2008. Komposisi Kimia dalam Susu. http://arrayst.wordpress.com/tentang-

dunia-susu.html [Agustus 2008].

Sanjaya, Nengah, dkk. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Susu

Kuda Sumbawa. Jurnal Veteriner: 9(2): 54-55.

19
Triakoso. 2008. Komposisi Susu. http://triakoso.blog.unair.ac.id/2008/06/09/

komposisi-susu.html [9 Juni 2008].

Yuniarni, Ika Arista. 2006. Pengaruh Komposisi Campuran Air Susu dan Susu Kedelai

terhadap Jumlah N-total dan Jumlah Lemak Total dalam Keju. Semarang:

Universitas Negeri Semarang.

20
ACARA V

PENETAPAN AMILASE (WOHLGEMUTH)

PENETAPAN AMILASE (WOHLGEMUYTH)

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Tujuan : Menentukan kadar amylase (diastase) dalam air seni.
Hari/tanggal : Senin, 23 November 2009
Tempat : Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA
UNIVERSITAS MATARAM

21
II. LANDASAN TEORI
Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai biokatalis dalam sel hidup.
Kelebihan enzim disbanding katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan produk beribu
kali lebih tinggi; (2) bekerja pada pH yang relative netral dan suhu yang relative rendah;
(3) bersifat selektif dan spesifik terhadap substrat tertentu (Azmi, 2006).
Beberapa enzim mempunyai struktur yang agak sederhana. Namun sebagian
besar enzim mempunyai struktur yang rumit. Banyak enzim yang strukturnya belum
diketahui. Enzim mempunyai bobot molekul mulai dari 12.000 – 120.000 dan lebih
tinggi. Kespesufikannya disebabkan oleh bentuknya yang unik dan oleh gugus-gugus
polar/nonpolar yang terdapat dalam struktur enzim tersebut. Bebrapa enzim bekerja
bersama suatu kofaktor non-protein, yang dapat berupa senyawa organic maupun
anorganik (Fessenden, 1986: 395-400).
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing
enzim diberi nama sesuai dengan nama substratnya. Enzim amylase dapat memecah
ikatan-ikatan pada amilum sehingga terbentuk maltose. Ada 3 macam enzim amylase,
yaitu α amylase, β amylase, dan γ amylase. α amylase terdapatdalam saliva (ludah) dan
pancreas. β amylase terutama terdapat pada tumbuhan dan dinamakan ekso amylase. γ
amylase telah diketahui terdapat dalam hati (Poedjadi, 2007: 155).
Alfa amylase (α-1,4-Glukan 4-glukanohidrolase) menghidrolisis amilopektin
menjadi oligosakarida yang mengandung 2-6 satuan glukosa. β amylase (α-1,4 Glukan
maltohidrolase) merupakan endoenzim dan memutuskan satuan maltose yang berurutan
dari ujung yang tidak mereduksi pada rantai glikosida. Glukoamilase (α-1,4-glukan
glukohidrolase) adalah eksoenzim yang memutus satuan glukosa berturut-turut dari
ujung mereduksi rantai substrat. Produk yang terbentuk glukosa saja dan inilah yang
membedakan dari α dan β amylase (Deman, 1997: 455).
Degradasi yang terjadi pada pati diketahui dengan hilangnya material yang
terwarnai oleh iodine. Uji deteksi α amylase yang menghidrolisis α-1,4-glikogen dan
poliglocusan lainnya pada saat awal perlakuan terjadi penurunan yang cepat berat
molekul pati yang dihasilkan dari pewarnaan iodine. Produk akhir utama dari degradasi
ini adalah oligosakarida dengan berat molekul rendah. Sebaliknya β amylase mampu

22
mengkatalisis sebuah serangan eksolitik dsan mendegradasi pati dengan cara memecah
maltose dari ujung rantai pati (Junaidi, 2008).
Urin dihasilkan oleh ginjal melalui proses filtrasi plasma darah dan glomeruli,
reabsorbsi oleh tubulus, sekresi oleh sel tubulus, dan pertukaran ion hydrogen dan
amoniak. Zat normal dalam urin antara lain urea, ammonia, kreatinin, asam urat, asam
amino, allatoin, Cl, sulfat, fosfat, oksalat, mineral (Na, K, Ca, Mg), vitamin, hormone,
enzim (pada pancreatitis → amylase dan disakaridase meningkat). Zat abnormal dalam
urin antara lain protein, glukosa, fruktosuria, galaktosuria, laktosuria, pentosuria,
bilirubin dan benda-benda keton (asam asetoasetat, β-hidroksi butirat, aseton), bilirubin
dan garam-garam kolat, darah, porfirin. Sifat-sifat urin normal yaitu volume 800-2500
ml/hari, berat jenis 1,003-1,030 gr/cm3, pH asam (rata-rata 6), warna kuning pucat
sampai kuning (Trinaningsih, 2009).

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat
- Tabung reaksi
- Penjepit tabung reaksi
- Penangas air
- Pipet tetes
- Rak tabung reaksi
- Pipet volum
- Gelas kimia

B. Bahan
- Air seni

23
- Aquades
- Larutan amilum 0,1%
- Larutan iod
- Es batu
- Kertas label

IV. CARA KERJA

10 tabung reaksi

@ + urine (tidak sama banyaknya)

+ aquades sampai volumenya = 1 ml

Hasil

@ + 2 ml amilum

Hasil

Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Urin diencerkan (1:10) 5 6 7 8 9

Urin tdk diencerkan 1 2 3 4 5

Aquades (ml) 5 4 3 2 1 9 8 7 6 5

Amilum 0,1 % (tetes) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20

Δ (penangas air T=370 C, 30 menit)

Hasil

Dinginkan 5 menit

+ 1 tetes larutan iod @ tabung

24
dikocok

diamati perubahan warna yang terjadi


(interval waktu tertentu)

Warna tidak hilang Warna hilang

+ 1-2 tetes
larutan iod @
tabung

Hasil

V. HASIL PENGAMATAN

Langkah Kerja Hasil Pengamatan

Ditambahkan air senia pada masing- Air seni berwarna kuning bening
masing tabung reaksi

+ amilum 0,1% sebanyak 2 ml ke @ Tidak terjadi perubahan warna, hanya saja


tabung (lihat table kerja) tabung denganvolume urin/perbandingan
lebih kecil memberikan warna lebih
bening.

Dicampur dengan hati-hati, disimpan Larutan tampak sedikit keruh


pada penangas air, ± 30 menit

Dinginkan dalam air dingin ± 5 menit Tampak seperti serbuk (sedikit) di dasar
tabung

Tambahkan setetes larutan iod pada @ Tidak terjadi perubahan warna, larutan

25
tabung, kocok dan amati perubahan tetap bening meskipun telah di kocok
warnanya

VI. ANALISIS DATA

A. Reaksi Berturut-turut Hidrolisis Amilum oleh α-amilase

Amilum (pati) + α-amilase → amilodekstrin (biru tua)

Amilodekstrin + α-amilase → Eritrodekstrin (merah)

Eritrodekstrin + α-amilase → Akrodekstrin (tidak berwarna)

Akrodekstrin + α-amilase → maltose (tidak berwarna)

B. Kadar amylase pada urin yang dicobakan cukup banyak sehingga amilum telah
dipecah menjadi maltose. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya perubahan
warna.

VII. PEMBAHASAN

Urin merupakan zat cair buangan yang terhimpun didalam kandung kemih dan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih (Idris, 2008). Di dalam urin
terkandung berbagai macam zat buangan dari dalam tubuh. Diantaranya adalah urea
yang merupakan hasil akhir utama dari katalis protein. Selain itu terkandung pula
ammonia, keratin, asam urat, asam-asam fosfat, oksalat, mineral (Na, K, Ca, Mg),
vitamin, hormone dan enzim. Dimana pada penderita pancreatitis maka enzim amylase
dan disakaridase yang terkandung dalam urin akan meningkat (Trisnaningsih, 2009).

Adanya enzim amylase dalam urin dapat dideteksi dengan uji iod. Enzim
amilasemenghidrolisis amilum menjadi maltose. Amilum itu sendiri terdiri dari dua
macam polisakarida yaitu amilosa dan amilopektin (Poedjadi, 2007). Jika ke dalam urin
diteteskan amilum maka enzim amylase yang terdapat dalam urin akan memecah ikatan
amilum sehingga akan terbentuk maltose.

Larutan iod yang di teteskan akan bereaksi dengan amilum membentuk suatu
kompleks iodine-amilum yang berwarna biru gelap dan merupakan suatu tes yang amat
sensitive. Mekanisme pembentukan kompleks berwarna ini belum diketahui dengan
pasti, akan tetapi ada pemikiran bahwa molekul-molekul iodine tertahan di permukaan
β-amilase, suatu konstituen dari kanji (Underwood, 2002).

26
Dari praktikum diperoleh bahwa tidak terjadi perubahan warna pada semua
tabung setelah dilakukan penambahan iodine. Hal ini berarti amilum yang ditambahkan
ke dalam larutan urin (dengan berbagai perbandingan) telah dihidrolisis sempurna oleh
enzim amylase yang terdapat dalam urin menjadi maltose sehingga tidak terjadi
perubahan warna karena tidak terbentuk kompleks iodine-amilum yang dapat
memberikan perubahan warna. Hal ini memberikan dugaan bahwa dalam urin tersebut
terkandung banyak enzim amylase.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat
diambil kesimpulan :

a. Enzim amylase dapat menghidrolisis amilum menjadi maltose.

b. Larutan iod dan amilum akan bereaksi membentuk kompleks iodine-amilum


yang memberikan warna biru kehitaman.

c. Dalam percobaan didapat hasil bahwa pada semua tabung tidak memberikan
perubahan warna larutan sehingga diperkirakan enzim amylase yang terkandung
dalam urin cukup banyak.

27
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, Johni. 2006. Penentuan Kondisi Optimum Fermentasi Aspergillus oryzae untuk
isolasi

Enzim Amilase pada Medium Pati Biji Nangka (Athropus heterophilus Link). Jurnal

Biogenesis: 2(2): 55.

Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB.

Idris, M, dkk. 2008. Kamus MIPA. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Junaidi, Hamdani Mahbub. 2008. Deteksi dan Produksi Amilase.

http://june-s.blogspot.com [18 Mei 2008].

Poedjadi, Anna dan F. M. Titin Suprayanti. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI

Press.

Trianingsih. 2009. Biokimia Urine. http://nenkiurachma.blogspot.com [29 Mei 2009].

Underwood, A. L dan R. A Day, JR. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:


Erlangga.

28
29

Anda mungkin juga menyukai