Anda di halaman 1dari 10

BAB.

I
PENGERTIAN SHALAT

SHALAT adalah suatu ibadah yang meliputi ucapan dan peragaan tubuh yang

khusus, dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam (taslim). SHALAT, selain

menduduki posisi terpenting dalam Islam yang tidak dapat ditandingi ibadah apa pun,

juga merupakan FARDHU (Kewajiban) yang pertama dalam Islam.

ALLAH SWT memfardhukan shalat dengan perintah langsung kepada

Rasulullah saw. Di Sidratil Muntaha, yaitu tempat batas antara alam syahadah dengan

alam gaib, pada malam Isra’ Mi’raj. Perintah melaksankan fardhu-fardhu lain

semuanya dilakukan di bumi dan melalui malaikat Jibril, tetapi perintah fardhu shalat

di Sidratil Muntaha langsung dari ALLAH SWT. Kemudian rincian penjelasan, tata

cara, bacaan, waktu, dan jumlah bilangan shalat disampaikan oleh Jibril a.s. dan

diteruskan oleh Rasulullah saw. kepada umatnya. Firman Allah:

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas


orang-orang beriman.” (an-Nisa’:103)

1
1. SHALAT DENGAN KHUSYU

Mayoritas umat Islam yang mengerjakan shalat sebenarnya tidak mendirikan

shalat. Shalat mereka hanya terbatas pada peragaan gerakan berdiri, ruku, sujud, dan

duduk. Dan mengucapkan untaian kalimat dari mulut tanpa diikuti oleh jiwa yang

khusyu, tidak terpancar dari lubuk hati, dan tidak dipikirkan maknanya.

Peragaan (gerakan tubuh) adalah jasadnya shalat, sedangkan khusyu adalah

ruhnya shalat. Apa arti jasad tanpa ruh? Bagaimana bisa sampai kepada Allah shalat

yang tanpa kekhusyuan? Untuk mencapai kekhusyuan dalam shalat, seorang harus

berupaya memahami bacaan dalam shalat. Apa makna surat al-Fatihah? Apa arti dan

maksud: Ghairil maghdhubi’alaihim wa-ladhdhaaliin? Apa arti Innaka hamiidun

majiid? Kemudian merenungkannya (tadabbu) dengan kehadiran hati, konsentrasi

akal pikiran, dan merendahkan diri kepada Allah sepenuh jiwa. Allah memuji orang

yang khusyu dalam shalatnya. Allah memuji orang yang khusyu dalam shalatnya.

“Beruntunglah orang-orang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam

shalatnya.” (al-Mukminun:1-2)

2
Rasulullah saw. Mengingatkan orang-orang yang tidak khusyu dalam shalat

dengan sabdanya:

“Yang pertama kali diangkat dari umat ini adalah kekhusyuan (dalam shalat)

sehingga tidak terlihat lagi orang yang khusyu.” (HR Ahmad dan ath-Thabarani)

Khusyu ada dua macam: khusyu jasmani dan khusyu hati. Orang yang shalat

tidak lepas dari godaan setan, dengan memalingkan kekhusyuan hati dari Tuhannya,

dan mengarahkan pikirin kepada soal-soal di luar shalat. Pahala yang diperoleh

seorang yang mengerjakan shalat hanyalah apa yang direnungkan akal pikirannya

dalam memahami bacaan dan hikmah tiap amalan shalat. Godaan setan dan nafsunya

melupakannya apakah dia sudah menyelesaikan empat rakaat atau tiga rakaat?

Apakah dia sudah mengerjakan tasyahud awal atau belum? Hal-hal yang demikian

sering dialami orang yang mengerjakan shalat.

Oleh karena itu, hendaklah kita mengarahkan pandangan mata ketika shalat ke

tempat sujud, kecuali pada waktu tahiyat pertama dan kedua, pandangan mata

diarahkan ke jari telunjuk. Dengan demikian, dapat menghayati tahiyat pertama yang

dikerjakannya. Itu dilakukan secara khusyu, dalam arti, merenungkan kemahaagungan

Allah seperti ketika Rasulullah saw. Menghadap-Nya di Sidratil Muntaha untuk

menerima perintah shalat lima waktu.

3
Ketika itu Rasulullah saw. Mikraj menghadap Allah dengan ruh dan jasad,

sedang kita mikraj dengan ruh saja. Sahabat-sahabat Nabi saw. Shalat dengan khusyu

disertai menangis dan mncucurkan air mata sehingga membasahi pipi dan janggut

mereka. Dalam shalat kita menjauhkan sedapat mungkin pemikiran tentang urusan

keluarga, kesibukan urusan dunia yang selalu melekat pada jiwa dan yang melalaikan

kita dari orientasi pemikiran kepada ALLAH.SWT, khususnya dalam berdoa.

Dengan shalat, kita meningkatkan jiwa dan akal kepada Allah dengan

bertakbir, bertasbih, bertahmid, bersyukur, dan berdoa, yang diakhiri dengan ucapan

salam ke kanan dan ke kiri. Doa salam, rahmah dan barakah kita ucapkan kepada

mereka yang ada di depan, kanan, kiri, dan belakang kita. Mengakhiri shalat dengan

assalamu’alaikum atau assalamu’alaikum warahmatullah atau assalamu’alaikum

warahmatullahi wabarakatuh merupakan ucapan doa untuk orang-orang yang ada di

depan, samping, dan belakang denga menoleh ke kanan dan ke kiri. Dalam wawasan

yang luas meliputi umat yang ada di kanan dan kiri kita. Salam sebagai pengakhir

(penutup) shalat adalah termasuk rukun shalat, dan tanpa ucapan salam, batal

shalatnya. Ucapan shalat sebagai doa merupakan kepedulian seorang muslim terhadap

seluruh masyarakat dan umat islam.

4
BAB.II

SHALAT SUATU KEBUTUHAN


BUKAN BEBAN

SHALAT adalah kebutuhan manusia kepada al-Khaliq, sedangkan Allah tidak

butuh kepada manusia. Kita membutuhkan keimanan, fadilah, rezeki, rahmat,

ampunan, keselamatan, dan ridha Allah. Shalat harus dikerjakan dengan penuh gairah,

sigap, hati gembira, tanpa maksud dan tujuan lain, tanpa riya (mengharap pujian orang

lain), tidak bermalas-malasan, agar kita tidak tergolong orang-orang munafik. Orang

munafik hanya berpura-pura dalam mengerjakan shalat.

Apabila waktu shalat tiba lebih afdal apabila disegerakan, kecuali shalat Isya

lebih afdal bila diundur waktunya sampai sebelum tengah malam. Suatu ketika

Rasulullah saw. Mengundurkan shalat Isya sehingga banyak sahabat yang menanti

sampai tertidur di masjid. Beliau memasuki masjid dan bersabda:

“Inilah waktunya (shalat Isya) kalau tidak akan menyulitkan umatku.”

(HR Muslim dan an-Nasa’i)

5
Sabda Rasulullah saw.:

“Shalat pada awal waktu adalah keridhaan Allah dan shalat pada akhir waktu

adalah pengampunan Allah.” (HR at-Tarmidzi)

Shalat ibarat strum aki yaitu alat penghimpun tenaga listrik kalau akinya baik,

maka baik pula jalannya mesin. Seusai shalat tenaga pulih kembali dan akal pikiran

menjadi lebih jernih. Shalat sebagi kontrol terhadap moral dan mental kita. Bersedia

menghadap dan melapor kepada Allah lima kali sehari semalam. Shalat lima waktu

membersihkan hati kita, ibarat mandi membersihkan tubuh.

6
BAB.III

Shalat Mencegah Perbuatan Keji

dan Mungkar

Shalat adalah pelatihan mengekang nafsu syahwat, membersihkan jasmani dan


rohani dari sifat-sifat dan perilaku tecela serta dari perbuatan maksiat, keji, dan
mungkar. Seorang yang beriman dan bertakwa tidak mustahil mengerjakan perbuatan
dosa. Sebab tidak ada manusia, termasuk yang mengerjakan shalat dengan tekun,
maksum dari dosa, bebas dari kesalahan dan pelanggaran – kecuali para nabi dan rasul
yang memang dijaga, dipelihara dan dimaksumkan oleh Allah.SWT.

Namun, sekurang-kurangnya seorang beriman tidak akan berani berbuat


maksiat secara terang-terangan, karena masih memiliki sifat malu terhadap manusia
dan takut kepada Allah. Yang pasti ketika seseorang berbuat dosa, kedua sifat itu
menipis. Dia masih punya sisa keimanan dan tidak ingin digolongkan orang fasik,
yakni yang berbuat maksiat secara terang-terangan.

Dia masih tetap shalat, menghadap Allah pada pagi hari untuk mohon
pengampunan atas dosa malam hari. Dia menghadap Allah pada siang dan sore hari
untuk mohon pengampunan Allah pada pagi hari. Dan dia shalat Magrib dan Isya
untuk mohon pengampunan Allah atas kesalahan dan dosanya pada siang hari.

7
B. Shalat Menimbulkan Ketenangan Hati

Shalat menimbulkan ketenagan hati dan ketentraman batin. Salah satu insting
(watak) dan sifat manusia ialah keluh kesah, sedikit kesabarannya dan sangat kikir.
Apabila menderita sakit atau kekurangan, ia berkeluh kah dan cemas. Apabila menjadi
kaya dan sehat, ia lupa berbuat kebaikan dan kikir dengan hartanya.

Semua itu karena manusia hanya disibukkan oleh kepentingan dunia.


Seharusnya dia menyibukkan diri pula dengan urusan akhiratnya. Seharusnya manusia
ridha dengan pembagian dan pemberian rezeki Allah, karena Allah melakukan apa
saja yang dikhendaki-Nya. Apabila seseorang dianugerahi kekayaan dan kesehatan,
hendaklah dimanfaatkn untuk kepentingan dunia dan akhiratnya.

Yang dikecualikan dari sifat keluh kesah dan kikir ialah merka yang
melaksanakan shalat dan tetap melestarikan shalatnya tanpa dipengaruhi oleh
kegemaran atau kejenuhan, kondisi senang atau susah, serta kekayaan atau
kemiskinan. Mereka selalu konsisten dalam memelihara dan menjaga waktu-waktu
shalatnya. Di samping itu, shalat memupuk keikhlasan seorang hamba kepada
Penciptanya. Orang yang sudah terbiasa taat dan ikhlas kepada Allah, tidak sulit
baginya patuh kepada orang tua, pemimpin, dan penguasa. Tetapi yang tidak mau taat
kepada Allah dengan beriman dan bertakwa patut diragukan keikhlasan dan
kepatuhannya kepada orang tua, pemimpin, dan penguasa serta pemerintah dan
negara.

9
BAB.IV

Shalat Dhuha dan Shalat Istikharah

Shalat Dhuha adalah Shalat sunah yang dikerjakan pada waktu pagi. Waktuya
mulai setelah matahari setinggi galah (sekitar pukul 6.30) hingga terik matahari
(kira-kira pukul 11.00).

Shalat Istikharah (Mengadukan Masalah Kepada Allah) bisa dilaksanakan


pada siang atau malam hari. Ketentuan shalat Istikharah pada rakaat pertama setelah
membaca doa Iftitah dan Surah Al-Fatihah dilanjutkan dengan membaca Surah Al-
Kafirun pada rakaat kedua setelah Al-Fatihah membaca Surah Al-Ikhas. Shalat
Istikharah untuk membantu keluar dari persoalan yang dilematis, Nabi Muhammad
SAW menganjurkan agar kita memohon kepada Allah untuk memilihkan yang
terbaik untuk kita dan masa depan kita Zabirin Abdullah meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW mengajarkan kepada kami beristikharah pada segala rupa urusan seperti
beliau mengajarkan, kepada kami surah Al-Qur’an. Beliau bersabda. “Apabila seseorang di
antara kamu bermaksud melakukan sesuatu, hendaklah ia rukuk dengan 2 rukuk
(mendirikan shalat 2 rakaat) selain shalat fardhu.

Anda mungkin juga menyukai