Anda di halaman 1dari 7

1

BAHAN AJAR
ETIKA BISNIS

STIE BUDDHI – TANGERANG


2010
2

ETIKA BISNIS

GAMBARAN UMUM PERKULIAHAN

A. Tatap muka 16 kali pertemuan terdiri dari :


• 7 kali tatap muka sebelum UTS dan 7 kali tatap
muka sebelum UAS.
• 2 kali pertemuan UTS & UAS.
B. Komponen penilaian
• Absen 10 %
• Tugas 20 %
• UTS 30 %
• UAS 40 %
Total 100 %
Kehadiran mahasiswa minimal 75 % atau 10 kali
pertemuan.

C. Grade penilaian
• A …… 80 - 100
• B …… 67 - 79
• C …… 55 - 66
• D …... 45 - 54
• E …… 0 - 44
D. Buku pengantar
• Etika Bisnis tuntutan dan relevansinya, Karangan : DR. A.
Sonny Keraf, Penerbit Pustaka Ilmu, edisi baru 1998.
• Etika Bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan di
Indonesia, Karangan: DR. Bambang Rudito & Melia Famiola,
Penerbit Rekayasa Sains – Bandung, cetakan pertama 2007.
• Etika Bisnis (Prinsip dan aplikasi), Karangan Heru
Satyanugraha, Terbitan LPFE Universitas Trisakti– Jakarta,
edisi ke 2 2003.
• Dll.
3

BAB I
PENDAHULUAN
TEORI-TEORI ETIKA

1. Etika dan moralitas

 Etika
o Berasal dari kata Yunani ethos (dalam bentuk jamaknya ta ethe) yang berarti
’adat kebiasaan atau kebiasaan’. Berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,
pada diri sendiri maupun pada kelompok masyarakat.
o Berkaitan dengan :
 Nilai-nilai
 Tata cara hidup yang baik
 Aturan hidup yang baik
 Segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang
lain atau dari satu generasi ke generasi lain.

o Etika sebagai ilmu adalah studi tentang moralitas, merupakan suatu usaha
mempelajari moralitas. Etika merupakan kegiatan yang mempelajari norma moral
seseorang atau norma moral suatu masyarakat, dan mempertanyakan
bagaimana menerapkan norma-norma tersebut pada kehidupa kita, dan
mempertanyakan apakah norma tersebut didasarkan pada alasan yang jelas dan
benar.
o Etika secara umum adalah usaha yang sistematik untuk memahami pengalaman
moral individu dan masyarakat, sedemikian rupa untuk menentukan aturan-
aturan yang sebenarnya mengatur tingkah laku manusia, nilai-nilai yang layak
dikembangkan dan sifat-sifat yang perlu dikembangkan dalam hidup.

o Studi etika menurut DeGeorge (1999) dapat dibedakan menjadi :


 Etika deskriptif (descriptive ethics) yaitu mempelajari dan menjelaskan
moralitas dari orang, budaya, atau masyarakat. Studi deskriptif mengenali,
membandingkan dan membedakan berbagai sistem moral, praktek,
kepercayaan, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai yang berbeda.
 Etika normatif (normative ethics) mendasarkan pada pemahaman yang
diperoleh dari etika deskriptif, dan berusaha untuk mengembangkan suatu
sistem moral yang terpadu.
 Etika meta adalah merupakan studi dari etika normatif. Sering disebut
sebagai analytical ethics. Etika meta bersangkutan dengan pengertian dari
istilah moral, misalnya apa arti tanggungjawab moral (moral resonsibility).
Juga mempelajari logika dari penelaahan moral (moral reasoning) meliputi
penjelasan dan penilaian asumsi dan investigasi kebenaran dari
argumentasi moral.

 Moralitas
o Berasal dari kata Latin mos (jamaknya mores) berarti ‘adat istiadat’ atau
kebiasaan’.

 Perbedaan & persamaan etika dan moralitas

o Pertama, etika & moralitas secara harfiah sama-sama berarti sistem nilai
tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah
terinstruksionalkan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam
pola prilaku yang tetap dan terulang dalam waktu yang lama sebagaimana
sebuah kebiasaan (pengertian etika secara sempit). Agama dan kebudayaan
4
dianggap sebagai sumber utama milai moral dan aturan atau norma moral dan
etika.

o Kedua, etika mempunyai arti lebih luas dari moralitas. Diartikan sebagai filsafat
ilmu atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan moral yang diberikan oleh
moralitas dan etika dalam pengertian pertama diatas.

o Dalam pengertian kedua, diartikan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai:
 Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup bak
sebagai manusia dan mengenai
 Masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai
dan norman-norma yang umum diterima (pengertian etika secara luas).

 Immanuel Kant
o Etika dalam bahasa Kant berusaha menggugah kesadaran manusia untuk
bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud
membantu manusia untuk bertindak bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan
(otonom dan bersifat internal). Sebaliknya heteronomi adalah sikap manusia
dalam bertindak dengan hanya sekedar mengikuti aturan moral yang bersikap
eksternal. Suatu tindakan dianggap baik hanya karena sesuai dengan moral
disertai perasaan takut atau bersalah (eksternal).

o Sehingga secara umum Kant membagi ETIKA menjadi 3 bentuk, yaitu :


 Etika Otonomi ( berdasarkan kesadarannya sendiri)
 Etika Heteronomi ( sekedar mengikuti aturan moral )
 Etika Theonom ( memakai pernyataan Tuhan/Allah
sebagai sumber)

2. Tiga norma umum

o Norma dalam masyarakat dibedakan menjadi :


 Norma khusus, yang mengatur kegiatan atau kehidupan dalam bidang
tertentu, yang berlaku pada seseorang pada waktu orang tersebut berada
dalam bidang tersebut dan melakukan kegiatan tersebut, serta tidak
berlaku bila orang tersebut tidak lagi melakukan kegiatan tersebut.
 Norma umum, lebih bersifat umum dan sering dapat dikatakan bersifat
universal, atau berlaku dibagian manapun di dunia ini, di waktu kapanpun,
dan dilingkungan masyarakat manapun juga serta berlaku bagi setiap
orang selama hidupnya dalam suatu masyarakat.

Norma-norma umum terbagi atas tiga, yaitu norma sopan santun,


norma hokum dan norma moral.

• Norma sopan santun, yang disebut juga norma etiket, adalah


norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahir manusia,
misalnya menyangkut sikap dan perilaku seperti bertamu,
makan, minum, duduk, berpakaian dan sebagainya. Karena
hanya menyangkut sikap dan perilaku lahiriah dalam pergaulan
sehari-hari maka tidak menentukan baik buruknya seseorang
sebagai manusia.
• Norma hukum, adalah norma yang dituntut keberlakuannya
secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan
niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Mencerminkan harapan, keinginan,
dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tentang bagaimana
hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat
tersebut harus diatur secara baik. Hal ini karena mengikat
semua anggota masyarakat tanpa terkecuali. Dimana
keberlakuan norma ini lebih tegas dan pasti, karena ditunjang
dan dijamin oleh hukuman atau sangsi bagi pelanggarnya. Juga
5
selalu dalam bentuk aturan tertulis yang dapat dijadikan
pegangan atau rujukan konkret bagi setiap anggota masyarakat
baik dalam berprilaku maupun dalam menjatuhkan sangsi bagi
pelanggarnya.
• Norma moral, yaitu aturan mengenai sikap, perilaku dan
tindakan manusia sebagai manusia yang hidup bermasyarakat.
Menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya
tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai
manusia.
Norma moral menjadi standar yang digunakan masyarakat
untuk menentukan baik buruknya perilaku dan tindakan orang
tersebut sebagai anggota masyarakat.

Norma moral memiliki karakteristik dalam kehidupan


masyarakat (Keraf 1998).
 Pertama, norma moral bersangkutan dengan hal-hal yang
memberikan dampak yang besar bagi kehidupan dan
kesejahteraan manusia pribadi maupun kelompok. Mengatur
agar tindakan dan perilaku manusia tidak merugikan dirinya
dan orang lain ataupun agar manusia memberikan kebaikan
bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.
 Kedua, norma moral memiliki karakteristik untuk
didahulukan dari nilai-nilai lain, termasuk kepentingan
pribadi.
 Ketiga, norma moral diharapkan dapat dipatuhi oleh setiap
orang tanpa memperdulikan apakah dengan mematuhi
norma tersebut akan memperoleh sanksi atau hukuman.
Juga bukan pula dipatuhi karena mengharapkan imbalan
atau keuntungan. Jadi norma moral dipatuhi karena nilai-
nilai yang terkandung didalamnya, karena kesadaran dari
orang atau masyarakat yang memahami akan nilai-nilai yang
ingin dicapai dengan adanya norma tersebut.
 Keempat, norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah
oleh keputusan suatu badan tertentu atau penguasa
tertentu. Tidak dituliska, tidak dijadikan peraturan, tidak
ditetapkan atau dirubah oleh pemerintah atau badan
apapun. Norma ini telah merupakan aturan tak tertulis
dalam hati setiap anggota masyarakat yang karena itu
mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri.
 Kelima, norma moral selalu melibatkan suatu perasaan
khusus, yaitu perasaan moral (moral sense). Perasaan moral
ini timbul bila seseorang melakukan suatu tindakan yangs
secara moral salah, ataupun bila melihat tindakan orang lain
yang tidak sesuai dengan nilai moral. Dapat berupa
perasaan bersalah, menyesali diri sendiri untuk tindakan
yang salah, atau dalam bentuk perasaan marah, atau
keinginan untuk menghukum orang yang melakukan
tindakan norma moral tersebut.

3. Dua teori etika

o Norma dalam masyarakat dibedakan menjadi :


 Etika Deontologi
Berasal dari kata Yunani ‘deon ’, yang berarti kewajiban. Karena itu, etika
deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik.
Menurut etika deontologi, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan
dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu,
melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya
sendiri.
6
Sebuah bisnis dinilai baik bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat
baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan
kewajiban sipelaku untuk, misalnya : memberikan pelayanan yang baik
kepada semua konsumen, untuk mengembalikan hutangnya sesuai
jadwal, untuk menawarkan mutu barang sesuai dengan harganya, dan
sebagainya. Jadi nilai tindakan itu tidak ditentukan oleh akibat atau tujuan
baik dari tindakan itu.
Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak
yang kuat dari pelaku. Immanuel Kant (1734-1804) mengemukakan
kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri terlepas dari apapun
juga. Maka, dalam menilai seluruh tindakan kita, kemauan baik harus
selalu dinilai paling pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.
Kemauan baik adalah syarat mutlak untuk bertindak secara moral.

3 prinsip suatu tindakan mempunyai nilai moral, yaitu :


− Tindakan harus dijalankan berdasarkan kewajiban,
− Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya
tujuan dari tindakan itu, melainkan tergantung pada kemauan baik
yang mendorong seseorang untuk melakukannya, - berarti
kalaupun tujuannya tidak tercapai, tindaka itu sudah dinilai baik,
− Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal
yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap
hormat pada hukum moral universal.

Bagi Kant, hukum moral telah tertanam dalam hati setiap orang dan
karena itu bersifat universal. Hukum moral dianggap sebagai perintah tak
bersyarat (imperatif kategoris), yang berarti hukum moral ini berlaku bagi
semua orang pada segala situasi dan tempat. Karenanya hokum moral ini
mengikat siapa saja dari dalam dirinya sendiri karena hokum moral ini
berasal dari dalam dirinya sendiri.

Immanuel Kant membedakannya dari perintah bersyarat (imperatif


hipotesis) yakni perintah yang dilaksanakan kalau orang menghendaki
akibatnya, atau akibat dari tindakan itu merupakan hal yang diinginkan
dan dikehendaki oleh orang tersebut.

Sedangkan perintah tak bersyarat adalah perintah yang dilaksanakan


begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya,
atau tanpa memperdulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi
orang tersebut atau tidak.

Terdapat 2 persoalan terhadap teoti dentologis, khususnya pandangan-


pandangan Kant, yaitu :
− Pertama, bagaimana jadinya apabila seseorang dihadapkan pada
dua perintah atau kewajiban moral dalam situasi yang sama, tetapi
keduanya tidak bias dilaksanakan sekaligus, bahkan saling
meniadakan.
Contoh :
Karyawan diancam dipecat atau akan dibunuh kalau ia sampai
membongkar kecurangan yang dilakukan oleh rekan-rekan
sekerjanya (atau bahkan atasannya).

Menurut etika deontologi Kant, kejujuran harus ditegakkan


terlepasa dari akibat bagi dirinya, terlepas dari apakah akibatnya ia
harus mendiamkan kecurangan itu atau tidak.
W.D.Ross mengajukan prinsip prima facie. Menurutnya dalam
kenyataan hidup kita meghadapi beberapa macam moral bahkan
sekaligus dalam situasi yang sama. Karenanya kita dituntut untuk
menemukan kewajiban terbesar dalam situasi tersebut dengan
7
mencari keseimbangan terbesar dari hal yang baik atas hal yang
buruk dalam situasi tersebut. Untuk menentukan keseimbangan ini
Ross memperkenalkan pembedaan antara kewaiban prima facie
dan kewajiban-kewajiban aktual. Kewajiban prima facie adalah
kewajiban yang selalu harus dilaksanakan kecuali situasi khusus
tertentu bertentangan dengan suatu kewajiban yang sama atau
lebih kuat.

Untuk kasus diatas setiap pribadi bebas menentukan sendiri apa


yang harus dilaksanakannya dengan didasarkan pada
pertimbangan suara hatinya sendiri.
Suara hati adalah kesadaran pribadi setiap orang mengenai apa
yang harus dilakukannya dalam situasi konkret yang dihadapinya.

Sedangkan Kant memberikan pemecahan untuk kasus tersebut,


yaitu :
− Bertindaklah hanya berdasarkan perintah yang kamu sendiri
kehendaki akan menjadi sebuah hokum universal, atau
bertindaklah berdasarkan keyakinan bahwa orang lain pun
dalam situasi yang sama akan melakukan tindakan yang sama
seperti yang anda lakukan,
− Bertindaklah sedemikian rupa sehingga anda memperlakukan
manusia, entah dalam dirimu sendiri atau pada orang lain,
tidak sebagai alat, melainkan sebagai tujuan pada dirinya
sendiri.
− Contoh dalam bisnis : memperlakukan orang lain demi
keuntunga semata, melainkan sebagai mitra yang berharkat
martabat yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
− Kedua, John Stuart Mill, mengemukakan etika deontologis
sesungguhnya tidak bisa mengelakkan pentingnya akibat dari suatu
tindakan untuk menentukan apakah tindakan itu baik atau buruk.
Kant menekankan pentingnya kita menghargai tindakan tertentu
sebagai bermoral karena nilai tindakan itu, dan tidak terlalu
terjebak dalam tujuan menghalalkan cara.
Menurut Adam Smith, suatu tindakan dapat dinilai baik atau buruk
berdasar motif pelakunya serta akibat atau tujuan dari tindakan itu.

 Etika Teleologi
Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat
yang ditimbulkannya oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau
tujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau akibat yang
ditimbulkannya baik dan berguna.

Contoh :
Mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau berdasarkan baik
buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari
tindaka itu. Kalau tujuannya baik maka tindakan itu dinilai baik. Tindakan
anak yang mencuri untuk biaya pengobatan orang tuanya yang sakit
parah akan dinilai secara moral sebagai tindakan baik, terlepas dari
kenyataan secara legal ia bias dihukum. Sebaliknya kalau tindakan itu
bertujuan jahat,maka tindakan itupun dinilai jahat. Etika ini lebih
situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bias sangat
tergantung pada situasi khusus tertentu.

Anda mungkin juga menyukai