Alasan lain, saat ini gencarnya wacana tentang belajar bebas, mandiri.
Artinya siswa harus kreatif belajar, menemukan, bertanya dan mengeksplorasi
apa yang hendak diinginkan dari proses belajar. Guru hanyalah sebatas
jembatan, penghubung, pemantik. Kalau saya membuat RPP berarti kegiatan
belajar yang menginginkan saya, bukan lagi siswa. Seolah-olah siswa adalah
pemain sandiwara pendidikan dan saya adalah saudaranya. Berarti saya yang
menciptakan kondisi belajar, bukan lagi siswa.
Kenyataannya sekarang ini, banyak pencari ilmu tak tahu mengapa ia ada
di kelas, mengapa ia harus duduk manis, berpakaian rapi dengan gaya benar-
benar model anak sekolah jaman sekarang yang necis dan dengan dandanan
yang aduhai, terkadang membuatku merinding. Ya..mereka tak paham betul
mengapa harus bersusah payah pagi-pagi harus bangun dan berangkat ke
sekolah dan di tengah terik baru selesai belajar. Apakah kegiatan belajar
dianggap rutinitas, mirip upacara bendera yang dilaksanakan setiap senin pagi.
Bagiku (meski aku bukan orang yang anti nasionalisme dan upacara adalah
bentuk kesyirikan,bukan), upacara bendera sejak dulu tak paham betul dengan
manfaat upacara sendiri, katanya sebagai bukti nasionalisme. Lha sesederhana
inikah bukti nasionalisme? Coba lihat para petani, pengayuh becak, pengais
sampah yang setiap hari berjibaku dengan rutinitas tanpa kenal lelah, apalagi
protes ke negara ini. Meski seharusnya mereka protes tapi tak pernah
dilakukannya. Mereka menerima dengan ketertindasannya dan mencoba
menertawai proyek-proyek yang menindasnya itu. Mereka tetap hormat pada
presiden, gubernur, bupati maupun dengan para punggawa negara yang lain.
Coba lihat, saat para penggede itu berkunjujung ke tempatnya, dengan
takzimnya mereka menciumi tangan punggawa, mengelukan, bahkan
berkeinginan semoga anak keturunannya bisa seperti mereka..lha
dala..bukankah tangan-tangan mereka lebih suci, lebih harum, lebih terhormat di
mata Tuhan karena mereka (petani cs) lebih nrimo ing pandhum. Sedangkan
para punggawa itu..ah tak usah ku teruskan anda tahu sendiri..mereka sering
mengatakan konsep nrimo ing pandhum adalah konsep malas, konsep orang
yang sukanya ongkang-ongkang, mengharap rejiki jatuh dari langit.
Kenyataanya? Silahkan anda renungkan sendiri.
Setidaknya hari ini, saya menemukan satu dua, ya Cuma segitu dari tiga
puluh peserta didik, yang benar-benar jadi murid. Entah apakah ini sudah
sunatullah, orang yang mempunyai ghiroh, semangat harus sedikit, aku juga
tidak tahu. Kalau anda tak keberatan silahkan tanyakan langsung pada Tuhan.
Sayang semua belum saya jawab soalnya keburu jam pelajaran berakhir.
Semoga dalam tulisan ini bisa mewakili. Selain itu aku juga ingin menyinggung
atas teguranku ke siswa yang telah sembrono menaruh, meletakkan al-quran.
******************************************
Bagaimana sebetulnya rumus kimia itu dituliskan, apakah asal saja atau
ada aturannya, kalau memang ada aturannya bagaimana asal muasal itu
dicetuskan? Mengapa H2O dalam kimia rumus molekul yang betul demikian, kok
bukannya H2O atau 2HO atau HO2?. Ini hanyalah pertanyaan tambahan dariku
saja..ya hitung-hitung kita menyelami dunia ilmu-lah.
Saya akan menjawab pertanyaan dari muridku sekaligus menjawab
pertanyaanku sendiri.
Jauh sebelum lambang unsur ditentukan seperti yang ada sekarang ini, lihat
tabel periodik unsur. Filusuf kimia atau ilmuwan kimia (istilah kerennya)
berusaha untuk memberikan lambang unsur. Tujuannya tak lain adalah
memudahkan untuk mengenali unsur-unsur itu sendiri. Layaknya lambang suatu
negara atau sekolah, lambang unsur juga mempunyai maksud sebagai identitas,
jika unsur X berada di kerumunan unsur-unsur lainnya, maka unsur X tersebut
akan cepat dikenali jika ia mempunyai lambang yang membedakan dengan
unsur-unsur yang lain.
Rumus kimia menyatakan jenis dan jumlah relatif unsur atau atom yang
menyusun suatu zat, dengan kata lain rumus kimia memberikan informasi
tentang jenis unsur dan jumlah atau perbandingan atom-atom penyusun zat.
Bagaimana asal mulanya. Kok air ditentukan: tersusun dari 2 atom hirdogen
dan 1 oksigen, apakah ini didapat dari kerja empiris ataukah hanya reka-reka
saja, alias ngawur.
Teori phlogiston hidup terus untuk beberapa lama sampai seorang ahli
kimia perancis yang bernama Antoine Lavoiser mendemonstrasikan dengan
sesuatu percobaan dimana pengukuran berat dari zat kimia dibuat secara teliti
bahwa pembakaran adalah suatu reaksi antara zat dengan oksigen. Dia juga
menunjukkan dengan cara pengukuran teliti dibuktikan bahwa bila pembakaran
dilakukan di wadah yang tertutup, pada waktu reaksi tak ada perubahan massa.
Penelitian dan percobaan yang dilakukan pada suasana yang terkontrol menjadi
dasar hukum kekekalan massa: dalam suatu reaksi, massa zat sebelum dan
sesudah reaksi adalah sama.
***************************
Masalah teguranku tentang al-qur’an. Ini sesuatu yang tak ku sengaja: saat
asyik pelajaran berlangsung, ada beberapa siswa yang tidur. Mengenai tidur tak
masalah. Karena itu nikmat. Persoalannya dihadapan mereka ada al-quran. Al-
qurannya didekep, ada yang menaruhnya sembarangan, asal taruh. Kutegur
mereka: “mbok yao, kalau naruh al-quran yang bagus jangan terus didekepi,
nanti malah kalaian ileri.
Baiklah saya juga memahami firman tersebut tidak hanya dalam arti
lahirnya saja: saat menyentuh harus bersuci dulu. Firman tersebut sebetulnya
menyimpan makna bahwa kita takkan mampu menyelami al-quran, mengambil
ilmunya dan memancarkan nurnya kepada kita kecuali lahir batin kita
tersucikan. Keegoisan, pemotongan ayat-ayat yang kita ambil serampangan
hanya untuk tujuan tertentu harus kita singkirkan kalau kita benar-benar
menginginkan al-huda tersebut sebagai damar, sentir, mishbah bagi kita.
Apakah nilai al-quran di matamu, kita sama dengan buku biasa, koran,
majalah sehingga kamu, kita menempatkannya diantara tumpukan-tumpukan
koran, buku, majalah bahkan bantal?