Oleh
M. Nur Qomari Adi W.
(4D4-TIB::7404040060)
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya
Intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi
sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundanga-
undangan.
Pasal 27
Ayat (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 45
Ayat (1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 52
Ayat (1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan
sepertiga dari pidana pokok.
ayat (4)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pa-
sal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga
.
Sebagaimana kita tahu bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia baru-baru
ini telah merampungkan pembuatan Rancangan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik atau disingkat RUU ITE yang telah disahkan oleh legislatif
(DPR) bersama badan eksekutif (Presiden), tinggal menunggu nomor resmi
pengesahan saja. Artinya RUU ini telah menjadi UU, disahkan serta berlaku efektif
mulai dari sekarang (sekitaran Maret 2008). Poin dalam makalah ini tak lain adalah
membahas pro-kontra sehubungan dengan dibuatnya dan diberlakukannya UU ITE
secara umum dan sedikit tentang pasal-pasal pembuka perdebatan tentang
kesusilaan/pornografi.
Salah satu isu terhangat yang terekspos luas adalah upaya pemblokiran
terhadap situs-situs yang termasuk/dianggap porno, yang terbukti menjadi topik
menarik dalam acara diskusi televisi sepekan ini (Wawancara tentang UU ITE di
Perspektif Wimar1, Pemblokiran Situs Porno di e-Lifestyle Metro TV2). Dalam
wawancara di Perspektif Wimar, sangatlah gamblang tersebut dengan bahasa yang
santun dan tidak mudah terpancing emosi, Pak Nuh selaku Menkominfo (pemerintah)
menjelaskan mengapa perlu adanya upaya melakukan pemblokiran terhadap situs
porno. Disitu beberapa poin penting dijelaskan oleh Menteri bahwa pertama, tidak ada
bangsa yang berhasil membangun dengan pronografi. Dan kedua, karena saat ini TI
digalakkan hingga sampai ke desa-desa maka proteksi terhadap masyarakat yang baru
sedikit paham tentang TI dirasa sangat perlu. Oleh karena itu perlindungan terhadap
public domain (kawasan umum/bersama) haruslah ada aturannya atau ada pihak yang
menjadi pengatur (tidak dibiarkan bebas).
Kemudian wacana berkembang bahwa ketika situs porno telah diblokir tetapi
media lainnya tetap ada akan menjadi percuma/mubadzir, tetapi hal ini dapat kita
bantah dengan berpikir logis bahwa mencegah sesuatu yang besar itu tidak dapat
dilakukan secara frontal, sebaliknya secara parsial bagian per bagian, per sub area
lebih mudah. Jadi dilakukan secara bertahap dan berpendekatan integral. Hal ini telah
dijelaskan oleh Pak Nuh bahwa sasaran pemblokiran situs porno itu adalah sasaran
minimizing (minimal). Dengan demikian sasaran target sebenarnya pemblokiran ini
dijelaskan oleh Beliau ada tiga layer:
1. Edisi Jumat 28 Maret 08 dengan Menkominfo kita saat ini Bapak M. Nuh
2. Edisi Minggu 13 Maret 2008 dengan Onno W.Purbo serta staf ahli Depkominfo
Kesimpulan:
› Undang-undang yang mengatur tentang telematika, informasi, dan
komunikasi sudah mutlak dibutuhkan keberadaannya saat ini karena pengaruh dan
keterlibatannya yang begitu besar di setiap aspek.
› Dalam penerapan UU disadari akan terdapat banyak rintangan karena
cakupan alamiah internet yang memang sangat luas sehingga berdampak sosial,
psikologis, politik ke semua lapisan masyarakat.
Saran/Pendapat:
• Meskipun banyak yang skeptis terhadap RUU ini, kita tetap harus mendukung dan
berpikir positif atas upaya pemerintah dalam membuat serta menjalankan UU ITE.
• Perlu adanya evaluasi, pengawasan, kontrol bersama agar UU ITE ini berjalan
sesuai dengan yang diharapkan masyarakat dan negara Indonesia.
• Upaya pemblokiran situs pornografi dan asusila sangat tepat karena Indonesia
sebagai negara berkembang cenderung konsumtif dan menelan begitu saja
informasi negatif yang akibat kedepannya sangat berbahaya bagi generasi penerus
bangsa.