Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM BIOAKTIFITAS

PERCOBAAN III
PENGUJIAN AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK BAHAN ALAM
TERHADAP LARVA NYAMUK

Oleh :
NAMA : SILVIA RAHMAWATI
NIM : 06.58489.00089.12
KELAS : A / 2006

LABORATORIUM BIOAKTIFITAS
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2009
BAB I
PENDAHULUAN

A. Prinsip Praktikum
Kedalam wadah pengujian dimasukkan 20 ekor larva nyamuk dengan
menggunakan pipet, diisi dengan sampel sebanyak 50 mL, dengan
konsentrasi 1%. Untuk mencegah terjadinya penguapan larutan dalam wadah
uji, wadah ditutup dan diberi lubang kecil agar larva tetap mendapatkan
udara.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana aktivitas larvasida sampel uji sebagai dasar untuk
menunjang pengembangan penelitian, pemanfaatan bahan alam khususnya
dibidang parasitologi dan mikrobiologi.

C. Tujuan Praktikum
Untuk memperoleh data aktivitas larvasida sampel uji sebagai dasar
untuk menunjang pengembangan penelitian pemanfaatan bahan alam
khususnya dibidang parasitologi dan mikrobiologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Larvasida merupakan suatu bahan kimia maupun non kimia yang
digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi larva.
Penyakit malaria dan demam berdarah merupakan penyakit endemik di
Indonesia dan menyebabkan kematian relatif tinggi setiap tahunnya,
menurut data Depkes sejak tahun 1999 sampai 2008 terus terjadi
peningkatan angka kematian akibat penyakit tersebut, penularan kedua jenis
penyakit ini melalui vektor berupa nyamuk yakni Anopheles dan Aedes.
Perkembangbiakan nyamuk

Nyamuk melalui empat tahap yang jelas dalam siklus hidupnya:


telur, larva, pupa, dan dewasa. Waktu perubahan antara siklus telur-larva-
pupa bergantung kepada spesies dan suhu. Sebagian spesies mempunyai
siklus hidup sependek empat hari atau hingga satu bulan. Larva nyamuk
dikenal sebagai jentik dan bisa ditemukan di sembarang bekas berisi air.
Jentik bernafas melalui saluran udara yang terdapat pada ujung ekor. Pupa
biasanya seaktif larva, tetapi bernafas melalui tanduk thorakis yang terdapat
pada gelung thorakis. Kebanyakan jentik memakan mikroorganisme, tetapi
beberapa jentik adalah pemangsa bagi jentik spesies lain. Sebagian larva
nyamuk seperti Wyeomyia hidup dalam keadaan luar biasa. Jentik-jentik
spesies ini hidup dalam air tergenang dalam tumbuhan epifit atau di dalam
air tergenang dalam pohon periuk kera. Jentik-jentik spesies genus
Deinocerites hidup di dalam sarang ketam sepanjang pesisir pantai.
Ketika periode inkubasi telur telah berlalu, para larva lalu keluar dari
telur-telur mereka dalam waktu yang hampir bersamaan. Larva (jentik
nyamuk) yang makan terus-menerus ini tumbuh sangat cepat hingga pada
akhirnya kulit pembungkus tubuhnya menjadi sangat ketat dan sempit. Hal
ini tidak memungkinkan tubuhnya untuk tumbuh membesar lagi. Ini
pertanda bahwa mereka harus mengganti kulit. Pada tahap ini, kulit yang
keras dan rapuh ini dengan mudah pecah dan mengelupas. Para larva
tersebut mengalami dua kali pergantian kulit sebelum menyelesaikan
periode hidup mereka sebagai larva.
Jentik nyamuk mendapatkan makanan dengan cara yang
menakjubkan. Mereka membuat pusaran air kecil dalam air dengan
menggunakan bagian ujung dari tubuh mereka yang ditumbuhi bulu
sehingga mirip kipas. Kisaran air tersebut menyebabkan bakteri dan mikro-
organisme lainnya tersedot dan masuk ke dalam mulut larva nyamuk. Proses
pernapasan jentik nyamuk, yang posisinya terbalik di bawah permukaan air,
terjadi melalui sebuah pipa udara yang mirip dengan "snorkel" (pipa saluran
pernapasan) yang biasa digunakan oleh para penyelam. Tubuh jentik
mengeluarkan cairan yang kental yang mampu mencegah air untuk
memasuki lubang tempat berlangsungnya pernapasan.
Larva berubah menjadi pupa memerlukan waktu 6-9 hari dan akan
melewati 4 fase yang biasa disebut dengan instar. Perkembangan instar I ke
instra II berlangsung dalam waktu 2-3 hari, instar II ke instar III selama 2
hari dan dari instar III ke instar IV dalam waktu 3 hari, dan selanjutnya
berubah menjadi pupa.
B. Uraian Bahan
Tumbuhan Akar Singgah
Akar Singgah adalah tumbuhan berupa benalu yang mempunyai
tinggi/ panjang ±25-37 cm.Tumbuhan ini biasa ditemukan sebagai parasit
pada pohon jeruk dan bambu Oleh masyarakat di Kuatai Barat tumbuhan ini
dipercaya sebagai antikanker (jika dicampurkan dengan tumbuhan
berkhasiat lainnya), selain itu juga dipercaya sebagai pemercepat
penyembuh luka.
Tumbuhan akar singgah ini dalam tiap pohonnnya mempunyai 10-15
helai daun dengan jumlah daun majemuk bersilang. Pada setiap pangkal
daun terdapat bakal bunga. Daunnya berwarna hijau dengan bentuk daun
bulat telur dan daun tulang menyirip.

(Sumber : Foto-foto Pribadi)


Gambar 1. Tumbuhan Akar Singgah

C. Uraian Nyamuk
1. Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicidae
Genus : Aedes (Stegomyia)
Spesies : A. Aegypti

2. Morfologi
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang
dengan tubuh berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya
ditutupi sisik dengan gari-garis putih keperakan. Di bagian punggung
(dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri
dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh
nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna
nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi
lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan.
Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran
nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya
rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
diamati dengan mata telanjang.
BAB III
METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


1. Alat yang digunakan
a. Pipet volum
b. Pipet tetes
c. Gelas kimia
d. Alumunium foil
e. Botol
f. Kertas label

2. Bahan yang digunakan


a. Ekstrak akar singgah
b. Larva nyamuk
c. Aquades

B. Prosedur Kerja
a. Dimasukkan larva nyamuk 20 ekor ke dalam botol.
b. Dimasukkan 50 ml sampel ke dalam botol.
c. Ditutup botol dengan alumunium foil lalu ditusuk untuk udara masuk.
d. Diinkubasi selama 1×24 jam .

C. Perhitungan Pengenceran
1 gram dalam 100 ml aquades, 1% larutan stok
% Sampel (ml) Air suling ad 50 ml
1% 50 ml -
0,5 % 25 ml 25 ml
0,25 % 12,5 ml 37,5 ml
0,125 % 6,3 ml 43,7 ml
0,05 % 2,5 ml 47,5 ml
0,01 % 0,5 ml 49,5 ml
1%  V1 . N1 = V2 . N2
1% . x = 1% . 50 ml
1 x = 50 ml
x = 50 ml

0,5 %  V1 . N1 = V2 . N2
1% . x = 0,5% . 50 ml
1 x = 25 ml
x = 25 ml

0,25 %  V1 . N1 = V2 . N2
1% . x = 0,25% . 50 ml
1 x = 12,5 ml
x = 12,5 ml

0,125 %  V1 . N1 = V2 . N2
1% . x = 0,125% . 50 ml
1 x = 6,25 ml
x = 6,25 ml
x = 6,3 ml

0,05 %  V1 . N1 = V2 . N2
1% . x = 0,05% . 50 ml
1 x = 2,5 ml
x = 2,5 ml

0,01 %  V1 . N1 = V2 . N2
1% . x = 0,01% . 50 ml
1 x = 0,5 ml
x = 0,5 ml

BAB IV
HASIL PERCOBAAN
A. Tabel Hasil Percobaan

Sampel Konsentrasi %
1 0,5 0,25 0,125 0,05 0,01
Total Mati 20 20 19 17 5 2
% Kematian 100% 100% 95% 85% 25% 10%
Log Konsentrasi 0 - 0,3 - 0,62 - 0,90 - 1,30 -2
Nilai Probit 8,09 8,09 6,64 6,04 4,33 3,72

B. Perhitungan Akhir Hasil Percobaan


Persamaan Regresi : Y = a + bx
Dari hasil perhitungan persamaan regresi diperoleh nilai :
a = 8,26; b = 2,47; r = 0,968
Persamaan Regresi adalah : Y = 8,26 + 2,47x

Perhitungan log LC95


Jika Y = 6,64 (95%) kematian, maka diperoleh:
Y = 8,26 + 2,47x
6,64−8,26
X=
2,47
= - 0,656
LC95 = inv.Log – 0, 656
LC95 = 0,221 %
LC95 = 0,221 g/100 ml

BAB V
PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini dilakukan pengujian aktivitas larvasida ekstrak akar
singgah terhadap larva nyamuk, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas dan memperoleh data aktivitas larvasida dari ekstrak akar singgah. Pada
pengujian ini untuk larvasida yang diuji aktivitasnya merupakan larva nyamuk.
Dalam percobaan ini, untuk uji efektifitas dalam menentukan LC95
digunakan larvasida nyamuk yang berumur 6 – 7 hari ( instar III ). Pada
percobaan ini dilakukan pengujian ekstrak akar singgah dengan 6 macam
konsentrasi variasi yang berbeda yaitu 1%, 0,5%, 0,25%, 0,125%, 0,05% dan
0,01% dan untuk setiap konsentrasi digunakan 20 ekor larva nyamuk . Tujuan
pemakaian jumlah larvasida sebanyak 20 ekor untuk tiap vial konsentrasi adalah
untuk mempermudah perhitungan dari LC95. Dalam percobaan ini, untuk uji
efektifitas dalam menentukan LC95 digunakan larvasida nyamuk yang berumur 6–
7 hari ( instar III ). Dari seluruh larva tersebut bisa diartikan bahwa untuk satu
ekor larva yang mati dianggap sudah mewakili 5 % kematian larva nyamuk secara
keseluruhan sedangkan tujuan pemakaian larvasida nyamuk ( larva instar III )
adalah karena pada instar III organ yang dimiliki pada larva belum sempurna
tetapi sudah lebih baik pada fungsi organnya.
Dari hasil percobaan diketahui untuk konsentrasi 1 % kematiannya adalah
100 %, untuk konsentrasi 0,5 % , 0,25 %, 0,125 %, 0,05 %, 0,01 % berturut-turut
adalah 100 %, 95 %, 85 %, 2,5 %, 10 %. Dari data tersebut kemudian dilakukan
penelitian LC95 ,yaitu lethal concentration atau konsentrasi yang dapat membunuh
atau mematikan 95 % larva uji dari data percobaan tersebut didapatkan intersep a
nilainya adalah 8,26 , untuk nilai slop b didapatkan nilai 2,47, ini didapat dengan
melakukan analisa probit yaitu pendekatan untuk mengatur variabel yang telah
dikategorikan yaitu konsentrasi ekstrak tumbuhan atau bahan uji dengan kematian
larva nyamuk yang diujikan.
Dari hasil perhitungan probit didapatkan nilai LC95 dengan pengamatan
setelah 24 jam adalah adalah 0,221 % dari konsentrasi uji 0,01 % sampai 1 % b/v
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai LC95 24
jam untuk ekstrak akar singgah adalah 0,221 g/100ml.

B. Saran
Dari data hasil percobaan perlu dilakukan uji lanjutan untuk
menunjang pengembangan penelitian pemanfaatan ekstrak akar singgah
khususnya di bidang Farmakologi dan Mikrobiologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harmita,dkk.2005. Analisis Hayati, Edisi Kedua. Departemen Farmasi.


2. Ibrahim Arsyik. 2007. Buku Pegangan Praktikum Pemisahan Kimia. Fakultas
Farmasi Universitas Mulawarman; Samarindap.

3. Levi Silalahi. 2004. Demam Berdarah. http: // www. pdat. co. id.
FMIPA Universitas Indonesia; Jakarta. diakses pada tanggal 21 Maret
2009.

4. Sisilia Pujiastuti. 2005. Demam Berdarah Dalam Data. http: // www.depkes.


go. Id.diakses pada tanggal 21 Maret 2009.

5. Sudrajat H. 2006. Demam Berdarah Dengue, Agromedia Pustaka; Jakarta.

6. Franck, C.L. 1995. Toksikologi Dasar edisi kedua. Jakarta: FKUI

7. Mclaughlin. J.L., Rogers, L.L., and J.E. Anderson. 1998. The Use of
Biological Assay to Evaluate Botanicals. Drug information Journal.

Anda mungkin juga menyukai