Anda di halaman 1dari 2

ANALISIS, APEC dan Kepentingan Indonesia

Oleh: Prof.Mudrajad Kuncoro, Ph.D*

Jum'at, 07/09/2007

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/ekonomi-bisnis/analisis-apec-
dan-kepentingan-indo.html

ASIA-Pacific Economic Cooperation (APEC) tidak bisa dipisahkan dari peranan


Indonesia. Indonesia memainkan peran yang sangat menentukan untuk merumuskan
visi APEC.
Indonesia juga berperan aktif dalam mencetuskan Bogor Goals, yaitu mewujudkan
kawasan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka tahun 2010 untuk negara
maju serta 2020 untuk negara berkembang. Anggota APEC saat ini merepresentasikan
sepertiga populasi dunia dan hampir 50% kekuatan perekonomian global. Dengan
kata lain, potensi pasar global dan gravitasi aktivitas ekonomi dunia berada di
kawasan ini. Masalahnya kini, seberapa jauh manfaat dan efektivitas forum APEC
bagi perdagangan dan investasi Indonesia? Ada pendapat pro dan kontra tentang
manfaat APEC bagi Indonesia.

Para pendukung APEC mengajukan keuntungan APEC sebagai berikut. Pertama,


APEC masih dapat bermanfaat bagi Indonesia, khususnya dalam hal peningkatan
fasilitas perdagangan dan investasi serta kerja sama ekonomi dan teknis (ECOTECH).
Kerja sama APEC tetap relevan mengingat anggotanya dapat mendiskusikan isu-isu
perdagangan dan investasi tanpa harus bernegosiasi.Suatu hal yang tidak dapat
dilakukan di World Trade Organization (WTO). Kedua, sesuai dengan Bogor Goals,
liberalisasi perdagangan akan dilaksanakan pada 2010 untuk negara maju dan 2020
untuk negara berkembang.Hal tersebut bisa menjadi: (1) benchmark untuk mengukur
tingkat kesuksesan liberalisasi perdagangan forum kerja sama tersebut, (2) memacu
Indonesia mempersiapkan diri secara serius menuju era liberalisasi perdagangan dan
investasi.

Ketiga, prinsip open regionalism masih tetap kental dalam forum APEC. Artinya, isu
nondiskriminasi dan perlakuan yang sama bagi negara nonanggota (sering disebut
most favored nation/MFN) tetap merupakan salah satu daya tarik APEC. Keempat,
pertemuan para pemimpin informal (informal leaders meeting) terbukti masih dapat
digunakan untuk memecahkan isu-isu yang dianggap sensitif, baik pada level
bilateral, trilateral maupun multilateral. Adanya mekanisme untuk membahas isuisu
baru seperti competition policy dan investment serta non-economic issues tanpa
melalui negosiasi. Selain itu, keanggotaan APEC yang mencakup West dan East
masih penting mengingat ketegangan yang terjadi antara Jepang dan AS serta antara
China dan AS dalam hal perdagangan. Kritik terhadap APEC bukannya tidak ada.

Para pengkritik umumnya memandang APEC tidak efektif dan kurang responsif.
Bahkan mempertanyakan relevansi APEC dalam memajukan kesejahteraan
masyarakat. Ini bisa dipahami karena beberapa perkembangan di dalam APEC itu
sendiri seperti trade facilitation dan capacity building sulit diukur manfaatnya. Selain
itu, meskipun pembentukan APEC lebih berdasarkan pada globalisasi dan liberalisasi
ekonomi, sejak 2001 APEC mulai memasukkan isu-isu yang tidak terkait dengan
ekonomi seperti isu keamanan dan sosial. Memang harus diakui, indikatorindikator
ekonomi dimaksud tidak selalu sejalan dengan kesejahteraan sosial (social welfare).

Gaung APEC mulai meredup ketika muncul banyak PTA, baik RTA maupun BTA di
kawasan Asia Pasifik. Negaranegara ASEAN,termasuk Indonesia, sepakat
mempercepat pembentukan ASEAN Economic Community 2015 meski sudah
membentuk AFTA (ASEAN Free Trade Area) sejak 1992. Setidaknya sudah ada 15
PTA antarnegara Asia- Pasifik, ditambah 30 PTA baru yang baru dalam negosiasi
selama tujuh tahun terakhir. Kepentingan nasional tiap negara agaknya merupakan
alasan pragmatis di balik menjamurnya PTA. Karena itu, dalam forum APEC pun
hendaknya kepentingan nasional perlu kita prioritaskan. Pertama, perlunya arah yang
jelas dalam kebijakan perdagangan kita, khususnya dalam forum APEC, WTO
maupun PTA.

Selama ini, kebijakan perdagangan yang dicanangkan oleh pemerintah mencakup: (a)
kebijakan bea masuk (tariff policy), (b) penghapusan kuota, (c) pembebasan bea
masuk atau konsesi, (d) kebijakan non-tariff lainnya. Kedua, para perunding kita
dalam forum APEC perlu didampingi ahli-ahli yang kompeten dalam bidang industri,
jasa, pertanian, dan ekonomi regional. Forum APEC perlu dimanfaatkan untuk
meningkatkan daya saing produk dan daerah Indonesia. Akhirnya, kita harus
mengubah pandangan tentang think globally but act locally menjadi think and act
globally and regionally dalam forum seperti APEC.Semoga kita tidak hanya jadi
penonton, tapi mampu menjadi ”pemain” yang diperhitungkan dalam era liberalisasi
perdagangan dan investasi.

*Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika & Bisnis UGM; anggota Tim
Ahli Ekonomi Kadin dan Tim Pemantau Inpres.

Anda mungkin juga menyukai