Anda di halaman 1dari 21

CASE REPORT

KOLELITIASIS

Pembimbing:
dr. Topan, SpB

Disusun Oleh :
Tjhin Welly Sutandy
04-043

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2010
KOLELITIASIS dan KOLESISTITIS

A. Anatomi dan Fisiologi


Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang
terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus
oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang
kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari
permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus
bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke
usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot
sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.


Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati.
Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah
melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di
kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-
garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung

1
empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala
kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi
simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan
pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum.
Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan
kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.
Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah
pembentukan batu (kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua
keadaan ini biasa timbul sendiri-sendiri, atau timbul bersamaan.

B. Definisi
Kolelitiasis adalah pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu Sedangkan kolesistitis
adalah peradangan dari kandung empedu.

C. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin. Etiologi kolelitiasis masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara itu,
komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk

2
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.
Sedangkan etiologi kolesistitis kebanyakan adalah disebabkan oleh batu
empedu. Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung
empedu dan gangguan aliran darah darah dan limfe, bakteri komensal kemudian
berkembang biak. Penyebab lain adalah kuman E. Coli, salmonella typhosa, cacing
askaris, atau karena pengaruh enzim – enzim pankreas.

D. Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis
dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)

3
E. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel
yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih
pengkristalan. Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan
cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang
dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung
empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu
dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh
peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan
unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu

4
F. Klasifikasi Kolelitiasis dan Kolesistitis

 Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di


golongkankan atas 3 (tiga) golongan:

1. Batu kolesterol
a. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%
kolesterol).

2. Batu pigmen
a. Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung
<20% kolesterol.

5
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.

 Sedangkan kolesistitis diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :


1. Kolesistitis Akut
adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
2. Kolesistitis Kronis
adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.

G. Diagnosis

a. Anamnesis, ditemukannya gejala seperti :


- Gangguan pencernaan, mual muntah
- Nyeri perut kanan atas atau kadang tidak enak diepigastrium
- Nyeri menjalar kebahu atau skapula

6
- Demam dan ikterus (bila terdapat batu diduktus koledokus sistikus)
- Gejala nyeri perut bertambah bila makan banyak lemak
- Diam karena menahan nyeri

b. Pemeriksaan Fisik
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik
nafas.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium :
.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase
alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
 Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

7
 Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain.

 Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum
diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan
tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

8
G. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan
kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

9
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut.
Keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien juga
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik.

10
3. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat
pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang
telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

4. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus.

11
H. Komplikasi

12
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. Todo
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :
Tanggal Masuk : 3 September 2010

ANAMNESA
Keluhan Utama : nyeri perut sebelah kanan atas
Keluhan Tambahan : mual, muntah, nafsu makan menurun
Riwayat Penyakit :
• ± 2 hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada perut kanan atas. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan menjalar hingga ke punggung. Nyeri dirasakan semakin hebat
terutama saat pasien menarik napas dan sehabis makan makanan yang berlemak.
Pasien juga mengalami mual dan muntah yang berisi makanan. Nafsu makan
menurun, lemas (+). Pasien juga mengaku sudah 5 hari belum BAB, BAK normal.
Pasien kemudian minum promag tetapi tidak ada perbaikan. Semakin lama, nyeri
yang dirasakan pasien pada perut kanan atasnya semakin hebat dan semakin
sering kambuh. Pasien akhirnya memutuskan ke RS UKI. Riwayat sakit kuning
disangkal, riwayat DM disangkal, riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat Keluarga : Disangkal

Riwayat Masa Lampau:


1. Penyakit Terdahulu :Disangkal
2. Trauma Terdahulu :Disangkal

13
3. Riwayat Operasi :Disangkal
4. Sistem
i) Neurologi :Disangkal
ii) Kardiovaskular :Disangkal
iii) Gastrointestinal :Disangkal
iv) Genitourinari :Disangkal
v) Catamenia :Disangkal
5. Riwayat Gizi :Cukup
6. Riwayat Psikiatri :Disangkal

STATUS PASIEN
A. Status Umum
Keadaan Umum :TSS
Kesadaran :Kompos Mentis
Suhu :36,0o C
Tekanan Darah :140/110 mmHg
Frekuensi Nafas : 22x/m
Nadi : 90 kali permenit
Kulit :Turgor Baik
Kepala :Normocephali
Mata :Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung :Cavum nasi lapang, septum ditengah
Leher : Trakhea ditengah
Keadaan Gizi :Baik
Kelenjar Lymph :tidak teraba membesar
Wajah :simetris
Telinga :Duan telinga N, lapang +/+, serumen -/-
Mulut / Gigi :DBN
Dada : I = Pergerakan dinding dada simetris
Pal = VF ka=ki

14
Paru : A= BND Vesikuler rh-/-, wh-/-
Per= Sonor ka=ki
Jantung :BJ I & II murni, Gallop (-), Murmur (-)
Perut : I=Tampak datar
A= bising usus + 4x/menit
Pal= supel, murphy sign (+), tidak teraba massa
Per= Tympani, nyeri ketok (+)
Limfa :Tidak teraba membesar
Hepar :Tidak teraba membesar
Kemaluan :Dalam Batas Normal
Extremitas :Dalam Batas Normal
Sensibilitas :Baik
Ginjal : NK (-), Ballotement -/-
Kandung Kencing :TAK
Punggung :TAK
Refleks :Baik

B. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (06/08/2010)
DARAH LENGKAP
 Hb : 14,7 g/dl
 Leukosit : 10.500/µl
 Ht : 41,5%
 Trombosit : 323.000/ µl
 LED : 10 m/jam
 Ureum : 25 mg/dl
 Kadar kreatinin darah :1.49 mg/dl
 Bilirubin total : 0,7 mg/dl
 Bilirubin direk : 0.2 mg/dl

15
 Bilirubin indirek : 0.5 mg/dl
 Prot total :6.2 g/dl
 Albumin :4.4 g/dl
 SGOT :16 U/l
 SGPT : 30 U/l
 Kolesterol total : 188 mg/dl
 HDL : 31 mg/dl
 LDL : 133 mg/dl
 Trigliserid : 120 mg/dl
 GDP : 104
 GD2PP : 120

URINE LENGKAP
 Warna : kuning
 BJ : 1,015
 pH : 6,5
 Darah : (-)
 Leukosit Esterase : (-)
 Nitrit : (-)
 Protein urin : (-)
 Bilirubin : (-)
 Aseton urin : (-)
 Reduksi urin : (-)
 Urobilinogen : (-)
Sedimen :
 Leukosit : 1-3
 Eritrosit : 0-2
 Bakteri : +1
 Silinder :-

16
 Kristal :-

Laboratorium ( 09-08-2010)
DARAH
 Hb : 13,2 g/dl
 Leukosit : 11.100/µl
 Ht : 37,5%
 Trombosit : 305.000/ µl
 Masa Perdarahan : 1,30 menit
 Masa Pembekuan : 12 menit
 Masa Protrombin :
Kontrol : 13 detik
Pasien : 13 detik

Laboratorium ( 13-08-2010)
DARAH
 Hb : 13,4g/dl
 Leukosit : 9.400 /µl
 Ht : 37,5%
 Trombosit : 301.000/ µl
 Natrium : 159 mmol/L
 Kalium : 3.8 mmol/L
 Klorida : 108 mmol/L

Diagnosis: Kolesistitis e.c kolelitiasis kronik

17
► Pro Kolesistektomi
► Rawat inap
► Diet :puasa
► IVFD :II RL/24 jam
► MM/ Urdafalk 2x2 mg
Domperidon 3x1 mg
Analgetik 3x1 mg
Ciprofloksasin drip 2x1

LAPORAN PEMBEDAHAN (14 Agustus 2010)


1. Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dengan anestesi umum
2. Dilakukan asepsis antisepsis
3. Dilakukan sayatan pada sub costae kanan ± 10 cm
4. Kulit dibuka lapis demi lapis, perdarahan dirawat
5. Identifikasi kandung empedu tampak edema ± 7 cm, dinding menebal, tanda-
tanda peradangan (+), terdapat perlengketan dengan hepar dan usus
6. Dilakukan pembebasan kandung empedu dari sekitar, kandung empedu dipotong
lebih kurang 2 cm dari duktus cysticus
7. Dilakukan pencucian sampai cairan berwarna bening
8. Perdarahan dirawat
9. Dilakukan penjahitan luka lapis demi lapis sampai kulit
10. Operasi selesai

Laboratorium post op ( 15-08-2010)


DARAH
 Hb : 13,0g/dl

18
 Leukosit : 11.900 /µl
 Ht : 36.9%
 Trombosit : 286.000/ µl
 Natrium : 149 mmol/L
 Kalium : 4,1 mmol/L
 Klorida : 121 mmol/L

FOLLOW UP POST OP (15-08-2010)


S : Nyeri luka operasi
O :
Keadaan Umum :TSS
Kesadaran :Kompos Mentis
Suhu :36,0o C
Tekanan Darah :140/110 mmHg
Frekuensi Nafas : 22x/m
Nadi : 90 kali permenit
Status lokalis
R.Hipogastric dextra : Tampak verban pada daerah operasi, rembesan
darah (+), NT (+)

A: Post cholesistektomi ai Kolesistitis kronik e.c kolelitiasis hari ke I


P: Diet saring lunak
IVFD: IRL +II Amp Ketesse
IV: Terfacef 2x1 gr
Panzo 1x1 gr
Aff kateter besok
Mobilisasi duduk

DAFTAR PUSTAKA

19
1. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System
Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278):
91–94. Avaliable from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=1119388
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
3. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
4. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from : Dorlan WA Newman. Kamus
Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan
Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.
5. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.
7. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F.
Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
8. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from : http://www.6clinic.com/health/digestive-
system/DG99999.htm.
9. Cholelithiasis. Avaliable from :
http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Disea
ses/InDepth/?chunkiid=103348.htm.
10. http://www.medicastore.com

11. http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html.
12. Webmaster.2008. Available From: http://www.unboundedmedicine.com/index.php?
tag=gallstone_ileus

20

Anda mungkin juga menyukai