LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi
dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang
berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs
(1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan
geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang
menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999)
menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses
yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan
pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis
ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material
endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah
energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak
dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan
pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air
(oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon
dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan
perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat
sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum
diendapkan.
Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam,
mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir
(desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini,
lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan
(atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan
daerah pasang surut) dan laut. Banyak penulis membagi lingkungan
pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988)
misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar:
darat, peralihan dan laut (Tabel VII.1). Namun beberapa penulis lain
membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi.
Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara
akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari
itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau
mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil
(bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan
hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.
Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam
mempelajari ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa
dalam mempelajari lingkungan pengendapan sangat penting untuk
memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan
sedimentasi (sedimentary environment) dengan lingkungan facies
(facies environment). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik,
kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh
batuan yang dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang
spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang
dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik organik yang
terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda
oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat
bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen. Ciri-ciri
ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh
sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta
kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies
batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies).
Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada
kepentingannya:
Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu
batuan
Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada
batuan
Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan
Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi
lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses
rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies.
Delta
Peralihan Estuarin
Lagun
Litoral (intertidal)
Reef
Laut Neritik (kedalaman 0-200 m)
Batial (kedalaman 200-2000 m)
Abisal (kedalaman >2000 m)
VII.2 LACUSTRIN
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat
berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini
bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air
tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya
delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan
arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan
karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim
kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan
dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya.
Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu
berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran;
proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming
(penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas
volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.
Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi
lingkungan lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau
ephemeral (Gb VII.12). Danau permanen mempunyai 4 model dan
danau ephemeral mempunyai 2 model seperti yang terlihat pada
gambar.
Gb VII.12 Model Lingkungan Danau (Selley, 1988)
Delta plain
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta.
Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus
seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain
merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya
didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang
ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah
delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan
kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries channel ini sering
terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat baik untuk
reservoir (Allen & Coadou, 1982).
Delta front
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari
sungai bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi
dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada
kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan
dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan
diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Kemudian
material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh
proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini
terendapkan pada distributary inlet sebagai bar. Konfigurasi dan
karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai reservoir,
didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen &
Coadou, 1982).
Prodelta
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut
atau sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta
biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan
lanau. Pada daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa
kehadiran pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front
khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah
prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta
merupakan transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta
umumnya sulit dibedakan dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya
dapat dibedakan ketika adanya suatu data runtutan vertikal dan
horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).
VII.5 ESTUARIN
Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang
bermacam-macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh,
1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal
body of water which has a free connection with the open sea and within
which sea water is measurably diluted with fresh water derived from
land drainage”. Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di
estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar
(fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan
estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut
terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas akan sangat tergantung dari
rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin diklasifikasikan
menjadi tiga daerah (Gambar VII.31) , yaitu :
1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang
secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik
air laut sangat terasa pada daerah ini.
2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi
percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang.
3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah
estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih
masih berpengaruh (harian)
Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas
berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat
terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran antara
fresh water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin.
Sedangkan fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana
fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh
(harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh
mengungkapkan bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang
terendapkan lebih kecil (<160mg/l) dibanding pada sungai yang
membentuk delta.
Gambar VII.31 Skema system lingkungan pengendapan estuarin
yang sangat dipengaruhi gelombang (Dalrymple, 1992)
PENGENDAPAN ANGIN
Menurut Allen (1970), endapan oleh angin (eolian) dapat terjadi
pada :
a. Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.
b. Daerah disekitar, outwash plain pada endapan glasial dan tudung es
pada daerah lintang tinggi.
c. Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di
muka pantai terbuka dalam berbagai iklim.
Gurun terjadi pada lintang tengah dan rendah yang berhubungan
dengan daerah yang tertutup dengan curah hujan dari 30 cm.
Daerahnya kira-kira 20 % - 25% dari total daratan sekarang (Boggs,
1995). Gurun modern yang terbesar dengan panjang 12.000 km dan
lebar 3.000 km terletak antara Afrika Utara dan Asia Tengah. Dengan
gurun lain yang luas adalah Australia Tengah, berukuran 1500 - 3000
km. Gurun yang berukuran kecil berada di Afrika baratdaya, Chili - Peru
dan Patagonia, dan di baratnya Afrika Utara.
Pelapukan di gurun terjadi secara mekanis dan kimiawi.
Pelapukan mekanis tergantung pada perubahan gradien temperatur
oleh pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam hari.
Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu siang dan malam
dapat mencapai 50° C. Pada kondisi seperti ini batuan secara perlahan
akan rekah dan pecah. Butiran tersebut akan terbawa oleh angin dan
diendapkan sebagai bukit pasir.
Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun
demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana
vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah
tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan
pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi
pada daerah curah hujan rendah. Selain itu, endapan angin dapat pula
terjadi pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada
daerah lintang tinggi.
Allen (1970) menggambarkan bahwa angin mengangkut sedimen
secara suspensi dan saltasi atau merayap dipermukaan (surface creep).
Kecepatan geser pada perpindahan butir dapat ditulis sebagai :
= K1 (√ ( α -ρ ) / ρ ) g D
L = k2 (( U* + U* (crit))2 / g )
H = k3 (( U* + U* (crit))2 / g )
a. Barchan atau lunate dune, adalah bukit pasir yang paling indah.
Bentuknya cembung terhadap arah angin umum (utama dengan
kedua titik ujungnya seperti tanduk, dimana pada kedua arah
tersebut kekuatan angin berkurang. Barchan mempunyai
muka gelincir yang curam pada sisi cekung. Barchan terjadi pada
daerah yang terisola
(tertutup) atau disekitar sudut pantai. Pada permukaan yang turun
biasanya ditutupi oleh lumpur (mud) atau granula. Hal ini
menunjukkan bahwa barchan/lunate dunate terbentuk terbentuk
dimana pengangkutan pasir lebih sedikit.
3.2 Interdune
Interdune adalah antara dua dune, dibatasi oleh bukit pasir atau sand
sheet. Interdune dapat terdeflasi (erosi) atau pengendapan. Sedikit
sekali sedimen yang terakulasi pada interdune yang terdeflasi. Daerah
interdune dapat meliputi dua arah endapan angin dan sedimen
diangkut dan diendapkan oleh arus di daerah paparan.
Sand sheet adalah badan pasir yang berundulasi dari datar sampai
tegas yang terdapat di sekitar lapangan bukit pasir. Dicirikan oleh
kemiringan yang rendah (00-200). Lingkungan sand sheet berada di
pinggiran bukit pasir.
4. Bentuk Perlapisan
Wilson (1991, 1992) dalam Walker (1992) menyatakan ada tiga skala
utama bentuk perlapisan pada endapan eolin yaitu ripple, dune dan
draa. Ripple yang disebabkan oleh angin lebih datar dari pada yang
disebabkan oleh air dan biasanya mempunyai garis puncak yang lebih
regular. Bentuk perlapisan dune lebih besar dari pada ripple dan
ketinggiannya bervariasi dari 0,1 sampai 100 meter. Bentuk perlapisan
draa adalah perlapisan pasir yang besar antara 20 sampai 450 meter
tingginya dan dicirikan oleh melampiskan keatas (superimpose) dari
dune yang lebih kecil. Tabel- 1 adalah klasifikasi perlapisan endapan
eolian.
5. Tekstur
• terpilah baik sampai dengan sangat baik pada batupasr halus yang
terjadi pada sublingkungan pantai.
• terpilah sedang sampai baik pada batupasir dune di darat yang
berbutir baik.
• terpilah jelek pada batupasir interdune dan serir.
Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan
bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan
kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai
mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen batuan yang tidak stabil.
Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak mengandung
ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit pasir
yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti
White Sand, New Mexico
6. Struktur Sedimen
Pada bukit pasir yang kecil terdapat perarian silang siur tunggal (single
cross lamination)
dan perlapisan silang siur yang tebal terdapat pada lapisan pasir yang
cukup tebal. Struktur sedimen yang besar tidak tampak pada inti
pemboran, sehingga struktur sedimen seolah-olah massive. Pengeboran
melalui tranversal dan lunate dune mengungkapkan bahwa beberapa
kumpulan dari puncak bukit pasir dipisahkan oleh permukaan erosi dan
lapisan datar. Heterogenenitas perlapisan ini menggambarkan variasi
yang tidak menentu dari morfologi bukit pasir secara kasar. Perlapisan
silang siur diendapkan saat migrasi angin rendah pada muka gelincir
dan unit perlapisan datar dan subhorisontal diendapkan pada sisi
belakang dari bukit pasir.
Morphology Name
Associations
Sheet - like Sheet sand
1. Subglacial
2. Supraglacial
3. Glaciolacustrine
4. Glaciofluvial
Glasil low - relief ini ditunjukkan dengan baik dengan adanya distribusi
glasial deposit pleistocene seperti yang terjadi di Amerika bagian utara.
(gambar 2,3) Beberapa sistem pengendapan pada low - relief yang
dapat terjadi dapat dilihat pada gambar 1.
1. Sistem Pengendapan Subglacial
yang tinggi. Dapat juga dipakai untuk menentukan tepi dari es apakah
lingkungannya didominasi oleh proses glasial atau proses marine,
(gambar 17). Iklim regional adalah kontrol yang lain dan penting karena
berhubungan dengan volume es yang mencair dilingkungan marine.
Lingkungan laut yang sederhana dicontohkan dengan terdapatnya
volume dalam jumlah yang besar dari cairan es dan lumpur yang
langsung mengisi paparan, (gambar 1). Lingkungan sediment-nourished
dapat bertentangan dengan sediment-starved dalam hal hal posisi, itu
adalah tipe frozen yang besar didaerah kutub masukan “melt-water”
adalah sama sekali terbatas sehingga “deposition” kimia dan biogenic”
relatife menjadi penting, ini terdapat di Antarctica, (gambar 18,
Domack, 1988). Dengan jelas, bahwa penebalan deposit “glaciomarine”
sederhana/sedang pada daerah laut adalah mungkin karena terlindungi
oleh batu-batuan.
V.4. LINGKUNGAN TERUMBU
(REEF)
Disamping dalam air dangkal, terumbu juga dapat dijumpai dalam air
yang lebih dalam, seperti “mound” yang terbentuk secara organik
dengan panjang 100 m dan tinggi 50 m (Neuman, Kofoed), dan Keller,
1977) “Mound” ini mengandung lumpur yang mengikat atau menyemen
berbagai organisme air dalam, seperti : crinoid, ahermatypic hexacoral
dan sponga.
Terumbu purba biasanya dapat dibagi hanya menjadi fasies utama yaitu
:
(a) Inti - terumbu (“reef-core”), terdiri dari kerangka terumbu masif,
tak berlapis, organisme pembentuk terumbu yang terkandung
tersemen dalam matriks lumpur gamping atau lime mud.
(b) Sayap-terumbu (“reef-flank”), biasanya terdiri dari gamping
konglomeratan atau breksi taluis, berlapis, pemilahan buruk, dan
atau gamping pasiran yang menipis dan miring menjauhi inti-
terumbu.
(c) “Inter-reef”, mengandung butiran halus, gamping lumpuran sub-
tidal, atau kemungkinan lumpur silisiklastik.
IV. KESIMPULAN
• Terumbu atau reef adalah batuan sedimen yang sangat unik dengan
karakteristik dan komponen penyusunan yang beragam dan umunya
terbentuk pada lingkungan paparan, khususnya tepi paparan atau
shelf margin.
• Terumbu atau reef adalah batuan sedimen yang sangat unik dengan
karakteristik dan komponen penyusunannya yang beragam dan
umumnya terbentuk pada lingkungan paparan, khususnya tepi
paparan atau shelf margin.
• Bentuk pertumbuhan terumbu ini sangat bervariasi tergantung letak
dan besarnya energi air yang bekerja selama perkembangannya.
Disamping itu komponen kerangka penyusunannya juga berbeda
untuk setiap energi air dan posisinya.
• Berdasarkan energinya itu, ada jenis koral penusun utama terumbu,
yaitu : pertama hermatypic coral, yang hidup pada air dangkal
karena membutuhkan sinar matahari dalam hidupnya dan yang
kedua ahermatypic coral yang dapat hidup dalam air yang lebih
dalam bahkan melebihi kedalaman 2000m, sehingga memungkinkan
terbentuknya “carbonat-buildup” pada air dalam.
• Komposisi utama pembentuk terumbu disamping berubah dengan
posisi dan energi air yang bekerja selama pembentukkannya, juga
berbeda dengan umur terbentuknya terumbu tersebut, seperti
“hermatypic coral” mendominasi pembentuk utama terumbu modern
yang muncul pada umur Mezozoik, sedangkan terumbu sebelum
Mesozoik didominasi oleh koral tabular, “stramotoporids”,
“hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”, “coralline algae”, dan
“blu-green algae”