Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN EFEKTIF

(PEMBELAJARAN KONTEKTUAL DAN BERFIKIR KRITIS)

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Adanya kebijakan peningkatan jaminan kualitas lulusan SLTP membawa
konsekuensi di bidang pendidikan, antara lain perubahan dari model pembelajaran yang
mengajarkan mata-mata pelajaran (subject matter based program) ke model
pembelajaran berbasis kompetensi (competencies based program). Model pembelajaran
berbasis kompetensi bermaksud menuntun proses pembelajaran secara langsung
berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis
kompetensi menuntut perubahan kemasan kurikulum, dari model lama berbentuk
silabus yang berisi uraian mata pelajaran yang harus diajar ke dalam kemasan yang
berbentuk paket-paket kompetensi. Hal ini membawa konsekuensi bahwa proses
pembelajaran harus berorientasi pada pembentukan seperangkat kompetensi sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Hal demikian menuntut kemampuan guru dalam
merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik bidang kajian dan
karakteristik siswa agar mencapai hasil yang maksimal. Oleh kerana itu peran guru
dalam konteks pembelajaran menuntut perubahan, antara lain : (a) peranan guru
sebagai penyebar informasi semakin kecil, tetapi lebih banyak berfungsi sebagai
pembimbing, penasehat, dan pendorong, (b) peserta didik adalah individu-individu yang
kompleks, yang berarti bahwa mereka mempunyai perbedaan cara belajar sesuatu yang
berbeda pula, (c) proses belajar mengajar llebih ditekankan pada belajar daripada
mengajar (Laster, 1985).
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan pergeseran
peran guru dalam pembelajaran, yaitu :
a. Cara pandang guru terhadap siswa perlu diubah. Siswa bukan lagi sebagai
obyek pengajaran, tetapi siswa sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran.
Dalam diri siswa terdapai berbagai potensi yang siap dikembangkan. Oleh
katena itu dalam konteks pembelajaran guru diharapkan mampu memberikan
dorongan kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
b. Guru diharapkan mampu mengajarkan bagaimana siswa bisa berhubungan
dengan masalah yang dihadapi dan mengatasi persoalan yang muncul di
masyarakat. Antara lain dengan cara memberikan tantangan yang berupa
kasus-kasus yang sering terjadi di masyarakat yang terkait bidang studi. Melalui
kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi yang

1
dimilikinya, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bekal kemandirian
dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi
diharapkan bisa ikut ambil bagian dalam mengembangkan potensi
masyarakatnya.

1. Prinsip pembelajaran KBK


Prinsip pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai kefektifan dan
efisiensi pengelolaan KBK di SLTP, antara lain :
a. Pembelajaran berfokus pada siswa (student cenrtered), artinya orientasi
pembelajaran terfokus kepada siswa. Siswa menjadi subyek pembelajaran dan
kecepatan belajar siswa yang tidak sama perlu diperhatikan.
b. Pembelajaran terpadu (integrated learning), maksudnya pengelolaan
pembelajaran/KBM dilakukan secara integratif. Semua tujuan pembelajaran yang
berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu tujuan akhir,
yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan.
a. Pembelajaran individu (individual learning), artinya siswa memiliki peluang untuk
melakukan pembelajaran secara individual.
b. Belajar tuntas (mastery learning), maksudnya pembelajaran mengacu pada
ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah. Setiap
individu dan kelompok harus menuntaskan pembelajaran satu kemampuan
dasar baru belajar ke kemampuan dasar berikutnya.
c. Pemecahan masalah (problem solving), artinya proses dan hasil pembelajaran
mengacu pada aktifitas pemecahan masalah yang ada di masyarakat, yaitu
dengan menggunakan pendekatan belajar kontekstual.
d. Experience-based learning, yakni pembelajaran dilaksanakan melalui
pengalaman-pengalaman belajar tertentu dalam mencapai kemampuan belajar
tertentu.
e. Selain pemanfaatan prinsi-prinsip tersebut, guru dimungkinkan menerapkan
prinsip-prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan tuntutan perkembangan.

B. BELAJAR DAN PEMBELAJARAN


1. Belajar Aktif
Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan
itu bersifat tetap dan berbekas. Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk
melakukan proses perubahan tingkah laku kearah menetap sebagai pengalaman
berinteraksi dengan lingkungannya.

2
Belajar merupakan usaha seseorang untuk membangun pengetahuan dalam
dirinya. Dalam proses belajar terjadi perubahan dan peningkatan mutu kemampuan,
pengetahuan, dan keterampilan siswa, baik dari segi kognitif, psikomotor maupun
afektif.
Belajar aktif (sering dikenal sebagai “cara belajar siswa aktif”) merupakan suatu
pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif
menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari
belajar aktif. Untuk dapat mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang
sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna terjadi bila siswa
berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang
akan dipelajarinya.
Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori Dewey learning by doing (1859-
1952). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan menghafal”. Dewey
merupakan pendiri sekolah Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by
doing, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan.
Keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya
secara aktif dalam suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk
menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan
guru dalam belajar aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbuhkan
kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk
sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal
dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya. Di samping itu
siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan potensi sumber belajar yang
terdapat di sekitarnya, lebih terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis,
tanggap, sehingga dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran
informasi yang bermakna baginya.
Selanjutnya, belajar aktif menuntut guru bekerja secara profesional, mengajar
secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan
efisien. Artinya, guru dapat merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara
sistematis dan menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna
bagi siswa. Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan :
a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses
pembelajaran.
b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru
c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan
pengetahuan yang diperoleh di masyarakat

3
d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan
kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat
e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa secara bertahap
dan utuh
f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan kemampuannya
g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang
efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai
kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang hayatnya, dan untuk membina
profesionalisme guru.

2. Pembelajaran
Mengajar atau “teaching” adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan cara-cara
belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk
membelajarkan siswa. Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada
kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti
dari perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai salah satu
sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang mungkin
dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran menaruh
perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan pada “äpa yang dipelajari
siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi
pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara optimal.
Pembelajaran perlu direncanakan dan dirancang secara optimal agar dapat memenuhi
harapan dan tujuan.
Rancangan Pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan lingkungan otentik,
karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang berproses dalam
belajar (belajar untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan melakukan kegiatan
nyata) secara maksimal.

4
b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan karakteristik siswa karena
pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif dalam proses konstruksi,
dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan kemampuan.
c. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan. Ketersediaan media
dan sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar
secara konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu diupayakan oleh guru
yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar siswanya.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara formatif sebagai diagnosis
untuk menyediakan pengalaman belajar secara berkesinambungan dan dalam
bingkai belajar sepanjang hayat (life long contiuning education).

3. Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran dimana siswa memperoleh
keterampilan-keterampilan yang spesifik, pengetahuan dan sikap serta merupakan
pembelajaran yang disenangi siswa. Intinya bahwa pembelajaran dikatakan efektif
apabila terjadi perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
(Reiser Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran efektif :
o Aktif bukan pasif
o Kovert bukan overt
o Kompleks bukan sederhana
o Dipengaruhi perbedaan individual siswa
o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
b. Kriteria :
o Kecermatan penguasaan
o Kecepatan unjuk kerja
o Tingkat alih belajar
o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)

4. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja
dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil.

5
Landasan filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak siswa
sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa
yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa
memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti.
Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya.
Dalam upaya ini, siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuan belajar. Oleh karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu
yang baru (pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa
kata guru.
Pembelajaran kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak model
pembelajaran, pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan membekali
siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu
permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainnya.

a. Perbedaan pembelajaran kontektual dan konvensional


Pola pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional
yang selama ini dikenal. Perbedaan tersebut tergambar dalam tabel berikut.

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Kontektual


· Menyandarkan pada hafalan · Menyandarkan pada memori
spasial
· Pemilihan informasi ditentukan · Pemilihan informasi berdasarkan
oleh guru kebutuhan individu siswa
· Cenderung terfokus pada satu · Cenderung mengintegrasikan
bidang tertentu beberapa bidang
· Memberikan tumpukan · Selalu mengkaitkan informasi
informasi kepada siswa dengan pengetahuan awal yang
sampai pada saatnya telah dimiliki siswa
diperlukan
· Penilaian hasil belajar hanya · Menerapkan penilaian auntentik
melalui kegiatan akademik melalui penerapan praktis dalam
berupa ujian ulangan pemecahan masalah

6
b. Komponen Utama Pembelajaran Kontekstual.
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme
(contructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan
kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Model
pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa
saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual


Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1). Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan barunya
2). Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3). Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4). Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5). Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6). Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7). Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

d. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang
menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan
sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peran guru. Untuk itu
guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual memperhatikan hal-hal
sebagai berikut.

1). merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental


siswa (developmentally appropriate)
2). membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent learning
group)
3). Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self
regulated learning) yang mempunyai karakteristik : kesadaran berfikir,
penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
4). Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of student)

7
5). Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences), spasial-verbal,
linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika,
intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993)
6). Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran siswa,
perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi.
7). Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).

e. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual


1). Adanya kerjasama
2). Saling menunjang
3). Menyenangkan, tidak membosankan
4). Belajar dengan bergairah
5). Pembelajaran terintegrasi
6). Menggunakan bebagai sumber
7). Siswa aktif
8). Sharing dengan teman
9). Siswa kritis, guru kreatif
10). Laporan kepada orang tua berujud, rapor, hasil karya siswa, laporan
praktikum, dan karangan siswa, dll.

f. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian authentik, yang mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1). Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
2). Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif
3). Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
4). Berkesinambungan
5). Terintegrasi
6). Digunakan sebagai umpan balik.

Hal-hal yang digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa meliputi :

1). Penilaian kinerja (performance assessment)


2). Observasi Sistematik (Systematic observation)
3). Portofolio (portofolio)
4). Jurnal Sain (Journal)
5). Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi

8
4. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa
Sebagai salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis siswa dan
kreatif guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif merupakan komponen
utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking). Proses berfikir tingkat tinggi harus
dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal ini merupakan tugas guru, karena guru harus
megembangkan potensi siswa semaksimal mungkin hingga mencapai kemampuan yang
tinggi pada setiap diri siswa. Oleh karena itu pembelajaran dituntut dapat
mengembangkan siap kritis dan kreativitas siswa. Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat
dikembangkan melalui pembelajaran yang berpusat pada otak kanan. Otak kanan
mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik, spasial. sedangkan otak kiri
mengembangkan kemampuan berfikir rasional, analitis, linier. Otak kiri mengendalikan
wicara dan otak kanan mengendalikan tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan
proses berfikir otak kiri dan kanan.

Berfikir Konvergen Berfikir Divergen


(Proses di belahan otak Kiri) (Proses di belahan otak kanan)
1. tertarik pada proses penemuan yang 1. tertarik pada proses
bersifat bagian-bagian dari suatu pengintegrasian dari bagian-
komponen. bagian suatu komponen menjadi
satu kesatuan yang bersifat utuh
dan menyeluruh
2. proses berfikir analisis 2. proses berfikir yang bersifat
relasional, konstruksional, dan
3. proses berfikir yang mementingkan membangun suatu pola.
tata urutan secara sekuensial dan 3. proses berfikir simultan, dan
serial paralel
4. proses berfikir temporal, terikat pada 4. proses berfikir lintas ruang, tidak
waktu kini terikat pada waktu kini
5. proses berfikir verbal, matematis, 5. proses berfikir yang bersifat visual,
notasi musikal. lintas ruang dan musikal.

9
Berikut disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan kritis
pada diri siswa.
PERILAKU TERKAIT DENGAN
¨ Bosan dengan tugas rutin; menolak Kreativitas
membuat pekerjaan rumah ¨ Toleransi tinggi untuk makna
¨ Tidak berminat terhadap detail dan ganda,
pekerjaan kotor ¨ Berfikir bebas, divergen
¨ Membuat lelucon atau komentar ¨ Berani ambil resiko
pada saat tidak tepat ¨ Imaginatif, sensitif
¨ Menolak otoritas, tidak konformistis,
keras kepala Motivasi
¨ Sukar beralih pada topik lain ¨ Tekun dalam bidang yang
¨ Emosional sensitif, overacting, cepat diminatinya
marah atau menangis kalau ada ¨ Intens dalam menghayati
yang salah perasaan dan nilai
¨ Kecenderungan dominasi ¨ Bebas
¨ Sering tak setuju ide orang lain atau
Berfikir kritis
tak setuju ide gurunya
¨ Dapat melihat kesenjangan
¨ Kritis terhadap diri, tak sabar
antara kenyataan dan kebenaran
menghadapi kegagalan
¨ Mengacu pada hal-hal yang ideal
¨ Kritis terhadap guru dan orang lain.
¨ Mampu menganalisis dan
evaluasi.

KEPUSTAKAAN
Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning. California : A Sage
Publications Company.

Laster, Lan. (1985). The school of the future : some teachers view on education in the
year 2000. UK.

Reigeluth, C.M. (1983). Instruction design theories and models, an overview of their
current status. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

10
CONTOH 1
RENCANA PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Mata Pelajaran : IPA


Kelas :
Semester :
Waktu : 2 x 40 menit ( 1 kali pertemuan)

A. Tujuan
Siswa dapat membedakan antara tumbuhan berbiji tunggal dengan tumbuhan
berbiji banyak

B. Media
1. lima kantung plastik ukuran 30 x 20 mc
2. biji-bijian masing-masing 20 butir
biji kacang tanah biji aren biji kenari
biji rambutan biji salak
biji jambe biji kedelai
3. lima pasang gambar, yang masing-masing menunjukkan jenis akar tumbuhan
berbiji tunggaldan berbiji jamak.

Catatan : setiap kantung plastik diisi dengan lima butir biji-bijian dari masing-masing
jenis.

C. Skenario Pembelajaran
1. sebagai kegiatan pembuka, guru menanyakan kepada siswa tentang :
b. buah-buahan yang setiap hari dikonsumsinya
c. biji-bijian bahan pembuat makanan
2. siswa dibagi dalam lima kelompok, per kelompok menyebar mencari tempat,
boleh di lantai, boleh menghadap meja (dan atau tiga meja disatukan).
3. siswa menerima satu kantung plastik biji-bijian dsn dua lembar gambar (gambar
akar yang di sampingnya berupa kolom yang bisa diisi biji-bijian)
4. siswa membuka kantung plastik, kemudian mengamati secara teliti biji-bijian
yang ada
5. berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, siswa mengelompokkan biji-
bijian berdasarkan bentuk akar yang ditunjukkan dalam gambar
6. siswa menempatkan biji-bijian yang telah dipisahkannya ke dalam kotak/kolom
yang ada di samping gambar

11
7. siswa membuat catatan tentang pengelompokan jenis biji-bijian dengan istilah
yang ditemukannya sendiri.
8. setelah tiga puluh menit bekerja, siswa menyampaikan secara lisan temuannya
9. guru memberi komentar temuan siswa dengan menyesuaikan istilah yang
digunakan siswa dengan istilah dalam IPA
10. selanjutnya, dengan cara “sharing”, siswa menyebutkan sebanyak mungkin
contoh tumbuh-tumbuhan untuk masing-masing jenis
11. sebagai kegiatan akhir, siswa diminta mengungkapkan sejumlah komoditas biji-
bijian unggulan di Indonesia

D. Penilaian
Penilaian untuk kegiatan ini didasarkan pada :
1. kerja sama dalam kelompok
2. format lembar kerja yang telah diisi siswa
3. catatan yang dibuat siswa

12
CONTOH 2
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Topik/Kegiatan : Mendeskripsikan Benda Misteri


Kompetensi Dasar : Menulis Paragraf Deskripsi
Bidang Studi : Bahasa Indonesia
Kelas/Caturwulan : 2/2
Waktu : 90 menit

A. Tujuan
Melatih siswa mendeskripskan ciri dan menemukan karakteristik benda-benda,
kemudian mengungkapkannya dalam sebuah paragraf deskriptif.

B. Media
Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan media:
1. 4 buah benda misteri yang dibungkus rapi (korek api, kotak sabun, akar pohon,
dll).
2. 1 lembar pengamatan.

C. Skenario Pembelajaran
1. Guru menjelaskan rencana kegiatan saat itu, yaitu mendeskripsikan benda
misteri. Kemampuan yang dilatihkan adalah cara mendeskripsikan atau
menemukan ciri benda-benda.
2. Siswa dibagi dalam empat kelompok, dengan cara guru menghitung siswa satu,
dua, tiga, dan empat. Yang nomor satu, masuk kelompok satu, yang nomor dua
masuk kelompok dua, dan seterusnya.
3. Guru membagi benda yang telah disiapkan. Jangan sampai kelompok lain
‘mengintip’. Kemudian dibagikan juga blanko.
4. Siswa mendeskripsikan benda misteri dengan mengisi blangko yang ada.
Pertama menjelaskan ciri benda dengan dua kata, kemudian dalam kalimat.
Usahakan deskripsinya lengkap, tetapi tidak merujuk pada benda api itu.
5. Setelah 15 menit, secara bergantian masing-masing kelompok mendeskripsikan
secara lisan benda itu. Setelah itu, kelompok lain menebaknya. Sebelum
menebak, kelompok lain boleh bertanya.
6. Siswa menyusun sebuah paragraf deskripsi berdasarkan data yang diperolehnya
secara kelompok.

13
D. Penilaian
Data kemajuan belajar diperoleh dari:
1. Partisipasi setiap siswa dalam kerja kelompok.
2. Lembar pengumpulan data deskriptif.
3. Cara siswa menyampaikan ulasan deskriptif secara lisan.
4. Paragraf deskripsi yang ditulis siswa.

CATATAN:
Setelah berakhir, lakukan refleksi atas pembelajaran itu!
1. Tanyakan kepada siswa, “Apakah kalian senang dengan kegiatan tadi?” Dengan
cara itu, kalian lebih mudah menyusun paragraf deskripsi.
2. Refleksi CTL
§ Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh
siswa.
§ Questioning muncul ketika siswa (peserta) mengamati benda, bertanya,
mengajukan usul, dan menebak.
§ Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling menebak
dengan kelompok lain.

14
CONTOH 3
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS CTL

Topik : Mendeskripsikan Ikan dan Perilakunya


Bidang Studi : Integrasi antara IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia
Waktu : 90 menit

A. Tujuan
Melatih siswa menemukan, menganalisis, mengamati, menggambarkan,
menyajikan secara visual, dan menyajikan di hadapan orang banyak ikan dan
perilakunya.
B. Media
Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan media:
1. Lima topless atau gelas, yang masing-masing sudah diisi seekor ikan (besarnya
disesuaikan dengan gelas).
2. Lima lembar kertas karton (manila) untuk membuat gambar.
3. 5 termometer pengukur suhu air.
4. 5 penggaris.
5. 5 spidol warna (atau lebih).
6. 10 lembar kertas kwarto.

C. Skenario pembelajaran
1. Kelas dibagi lima kelompok.
2. Masing-masing kelompok menghadap meja yang di atasnya telah tersedia 1
toples berisi air dan ikan, penggaris, termometer, dan kertas manila, masing-
masing satu buah. Juga dua lembar kertas kwarto.
3. Selama empat puluh menit, siswa mengamati ikan yang ada di toples. Siswa
diminta mengamati ikan itu, mencatat semua yang mereka amati: ukuran warna,
kira-kira beratnya, dll., dan perilakunya.
4. Siswa menyajikan hasil pengamatan di kertas karton. Kreativitas dalam
menyajikan ide hasil pengamatan sangat dihargai: boleh dengan gambar, bagan,
atau verbal. Juga, apakah siswa mampu membedakan antara data kuantitatif
dan data kualitatif yang mereka temukan.
5. Diwakili oleh salah seorang anggota, setiap kelompok menyajikan hasilnya.
6. Sharing dalam kelas mengenai apa-apa yang bisa diamati dari kehidupan seekor
ikan: warna, ukuran, tebal, berapa kali bernapas setiap menit, dsb.
7. Berikan ‘bonus’ untuk penampil terbaik! (gambar bintang, permen, bolepen, dsb.)

15
D. Authentic Assessment
1. Partisipasi siswa dalam kerja kelompok.
2. Kualitas display hasil pengamatan.

C. Catatan dari rp itu


§ Ilmu dan pengalaman diperoleh siswa dari menemukan sendiri. Itu berarti
konstruktivisme.
§ Proses inquiry muncul pada cara dan kiat mendeskripsikan yang ditempuh
siswa.
§ Questioning muncul ketika siswa (peserta) mengamati benda, bertanya,
mengajukan usul, dan menebak.
§ Learning community muncul pada kerja kelompok dan saling menebak dengan
kelompok lain.
§ Authentic assessment: yang dinilai dari kegiatan itu adalah kerja sama dalam
kelompok dan hasil presentasi siswa.

16

Anda mungkin juga menyukai