Anda di halaman 1dari 4

Artikel Pertanian : BIOTEKNOLOGI MIKROBA UNTUK PERTANIAN

ORGANIK

Diposkan oleh wawi on Senin, 10 Maret 2008

Alasan kesehatan dan kelestarian alam/lingkungan menjadikan pertanian organik sebagai salah
satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan
menghindari segala asupan yang berbau sintetik, baik berupa pupuk sintetik, herbisida, maupun
pestisida sintetik. Namun, petani sering mengeluhkan hasil produksi pertanian organik yang
produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama. Masalah ini
sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari
sumber-sumber kekayaan hayati non sintetik.

Tanah adalah habitat yang sangat kaya akan keragaman mikroorganisme seperti bakteri,
aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah-tanah pertanian yang subur mengandung
lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung
pada aktivitas mikroba-mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang
menguntungan bagi pertanian. Mikroba tanah antara lain berperan dalam mendegradasi limbah-
limbah organik pertanian, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen dari udara, pelarutan
fosfat, merangsang pertumbuhan tanaman, biokontrol patogen tanaman, membantu penyerapan
unsur hara tanaman, dan membentuk simbiosis menguntungan. Bioteknologi berbasis mikroba
tanah dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tanah tersebut.

Teknologi Kompos Bioaktif

Salah satu masalah mendasar yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah
kandungan bahan organik tanah dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi
masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Pupuk hijau dan pupuk
kandang sebenarnya adalah limbah-limbah organik yang telah mengalami penghacuran sehingga
menjadi lebih tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sampah dedaunan, seresah, kotoran-
kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus
dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur-unsur hara yang
dapat diserap oleh tanaman. Secara alami proses pengkomposan ini memakan waktu yang sangat
lama, berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut benar-benar
tersedia bagi tanaman.
Proses penghancuran limbah organik dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba
penghancur (dekomposer) yang memiliki kemampuan tinggi. Penggunaan mikroba penghancur
ini dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja.
Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses
pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec,
dan lain-lain.
Dr. Didiek H Goenadi, Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, mendefinisikan
kompos bioaktif sebagai kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik
unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali
penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, produk biodekomposer yang dikembangkan oleh
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan
filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderman
pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat
proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba tetap hidup dan aktif di dalam
kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk
mengendalikan mikroba-mikroba patogen penyebab penyakit tanaman.
Keuntungan penggunaan kompos bioaktif untuk pertanian organik selain mempercepat waktu
pengomposan dan menyediakan kompos yang berkualitas tinggi, juga berperan sebagai agensia
hayati untuk mengendalikan penyakit tanaman, terutama penyakit yang menyerang dari dalam
tanah. Kekawatiran para petani organik akan tanamannya yang mudah diserang penyakit dapat di
atasi dengan menggunakan kompos bioaktif.

Biofertilizer

Petani organik sangat alergi dengan pupuk-pupuk kimia atau pupuk sintetik lainnya. Untuk
memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik umumnya mengandalkan kompos sebagai
sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos yang sudah
matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata
lain seratus kilogram kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl.
Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya kg Urea/ha, kg SP 36/ha dan kg KCl/ha,
maka kompos yang dibutuhkan kurang lebih sebanyak ton kompos/ha. Jumlah kompos yang
demikian besar memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak dan berimplikasi pula pada biaya
produksi.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupaun penyerapan unsur
hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium
(K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di
udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung
diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat menyerap N dari udara. N harus
difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula yang hidup bebas di
sekitar perakaran tanaman. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp.
Rhizobium sp hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba
penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N
simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N
non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara tanaman adalah mikroba
pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah yang lama diberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36)
umumnya kandungan P-nya cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi
tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba
pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya
bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp,
Penicillium sp, Zerowilia lipolitika, Pseudomonas sp, … ,………… Mikroba yang
berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza.
Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza
dan endomikoriza. Ektomikoriza seringkali ditemukan pada tanaman-tanaman keras/berkayu,
sedangkan endomikoriza ditemukan pada banyak tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan.
Mikoriza hidup bersimbiosis pada akar tanaman. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan
membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga
lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering ditemukan adalah Glomus sp dan
Gigaspora sp.
Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman
sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu
menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat untuk melarutkan unsur hara, membantu penyerapan
unsur hara, maupun merangsang pertumbuhan tanaman diformulasikan dalam bahan pembawa
khusus dan digunakan sebagai biofertilizer untuk pertanian organik. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari
setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang dikembangkan oleh BPBPI antara lain:
Emas, Rhiphosant, Kamizae, dan Simbionriza.

Agen Biokontrol

Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian
organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia seperti jenis-jenis
hibrida, umumnya sangat rentah terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan
dengan sistim organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami. Di
alam terdapat mikroba-mikroba dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Mikroba atau
organisme patogen akan menyerang tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara
organisme patogen dengan mikroba pengendalinya. Di sini jumlah organisme patogen lebih
banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangakan populasi
kedua jenis organisme ini, maka hama dan penyakit tanaman dapat dihindari.
Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus thurigiensis (BT),
Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae. Mikroba-mikroba
ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga yang menjadi hama tanaman. Mikroba
yang dapat mengendalikan penyakit tanaman misalnya: Trichoderma sp. Trichoderma sp mampu
mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih),
atau Phytoptora sp.

Aplikasi pada Pertanian Organik

Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan-bahan alami.


Produk-produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan akan bahan organik
tanah dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan.
Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman yang
selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat
dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol.
Selama ini petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik hanya mengandalkan
kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan tersedianya
bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu kawatir dengan masalah ketersediaan
bahan organik, unsur hara, dan serangan hama dan penyakit tanaman.

Anda mungkin juga menyukai