Anda di halaman 1dari 28

PERUMAHAN RAKYAT DAN PEMUKIMAN

BAB XIII

PERUMAHAN RAKYAT DAN PEMUKIMAN

A. PENDAHULUAN

Perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar


manusia. Di dalam masyarakat Indonesia, perumahan merupakan
pencerminan dari jati diri manusia, baik secara perseorangan maupun dalam
suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Perumahan
dan pemukiman juga mempunyai peranan yang sangat strategis dalam
pembentukan watak serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta
dikembangkan demi kelangsungan dap peningkatan kehidupan dan
penghidupan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, Garis-garis Besar Haluan Negara


(GBHN) 1988 telah menggariskan agar upaya pembangunan perumahan dan
pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan
jumlah yang makin meningkat, harga yang terjangkau oleh masyarakat
terutama golongan berpenghasilan rendah, dan tetap memperhatikan
persyaratan minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat,
amen dan serasi.

Di samping itu GBHN telah mengarahkan pula agar upaya


penciptaan lingkungan pemukiman yang bersih dan sehat semakin
ditingkatkan baik kualitasnya maupun kuantitasnya dengan memperhatikan

XIII/3
kondisi dan pengembangan nilai-nilai sosial budaya masyarakat, laju
pertumbuhan penduduk dan penyebarannya, serta aspek tata ruang.

Kebijaksanaan pembangunan perumahan dan pemukiman di dalam


Repelita V adalah merupakan bagian penting di dalam upaya pengentasan
kemiskinan, peningkatan derajat kesehatan masyarakat, dan peningkatan
produktivitas, dengan penyediaan kebutuhan dasar masyarakat akan
perumahan yang sehat, air yang bersih dan lingkungan yang sehat serta
terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Sesuai dengan arahan GBHN 1988 maka dalam Repelita V,


pembangunan sektor perumahan dan pemukiman dilaksanakan melalui tiga
program utama, yaitu: (1) Program Perumahan Rakyat; (2) Program
Penyediaan Air Bersih; dan (3) Program Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Dalam pelaksanaannya ketiga program tersebut diupayakan
secara terpadu, agar saling mengisi dan melengkapi di dalam menciptakan
suatu lingkungan perumahan dan pemukiman yang sehat.

Program Perumahan Rakyat terdiri atas kegiatan penyediaan rumah


sederhana, perbaikan kampung, peremajaan kawasan perumahan kota, dan
pemugaran perumahan desa serta perumahan nelayan. Semua kegiatan
tersebut merupakan bagian dari upaya menghilangkan kawasan kumuh
secara bertahap baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Dalam lima tahun terakhir (1988/89-1992/93) melalui program


perumahan rakyat telah dibangun lebih dari 326.000 rumah sederhana,
termasuk di dalamnya sejumlah lebih kurang 2.000 rumah sangat sederhana
(RSS). Sedangkan sejak dimulainya program ini pada awal Repelita II
(1973/74) sampai dengan akhir tahun keempat Repelita V (1992/93)
seluruhnya telah berhasil dibangun lebih dari 752.000 unit rumah. Di
samping itu pada kurun waktu itu juga seluruhnya telah dilaksanakan
pemugaran perumahan desa dikurang lebih 29.900 desa dengan sekitar
448.500 rumah selesai dipugar, termasuk di dalamnya pemugaran 17.810
desa dengan sekitar 198.000 rumah terpugar selama lima tahun terakhir
sejak 1988/89 sampai dengan 1992/93. Untuk perbaikan kampung yang
pelaksanaannya telah dimulai sejak Repelita I (1968/69) sampai dengan
tahun keempat Repelita V (1992/93) telah berhasil diperbaiki seluas lebih
kurang 1.19.000. ha perkampungan di 1.900 kota; termasuk yang diperbaiki
selama kurun waktu lima tahun antara 1988/89 sampai 1992/93

XIII/4
sebanyak lebih kurang 38.380 ha kampung di 1.669 kota. Kegiatan yang
mencolok di dalam Repelita V adalah semakin besarnya perhatian
pemerintah terhadap upaya menghilangkan kawasan kumuh dan dimulainya
pembangunan RSS dibeberapa kota besar yang dimulai tahun 1990/91.

Program Penyediaan Air Bersih dalam Repelita V lebih ditekankan


pada peningkatan pelayanan untuk melayani kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah. Dalam kurun waktu itu, telah terjadi peningkatkan
kapasitas produksi air bersih diberbagai kota, sehingga di dalam waktu
tersebut kapasitas air bersih bertambah dengan 14.314 liter/detik. Secara
keseluruhan sejak Repelita I kapasitas air bersih meningkat dari sekitar
9.000 liter/detik pada tahun 1968/69 menjadi 61.917 liter/detik pada tahun
1992/93. Dengan penambahan kapasitas sekitar tujuh kali lipat tersebut,
maka jumlah penduduk yang menikmati air bersih meningkat dari sekitar
9 juta orang menjadi kurang lebih 60 juta orang.

Agar kapasitas air bersih yang makin meningkat tersebut dapat makin
banyak dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah, maka sejak tahun
1989/90 pemerintah telah menggalakan pembangunan Hidran Umum (HU)
dan Terminal Air (TA) berikut mobil tangkinya. Selain itu juga telah
dilakukan rehabilitasi sarana air bersih yang telah terbangun dalam kurun
waktu Repelita I sampai Repelita IV.

Dalam kurun waktu lima tahun sejak tahun 1988/89 sampai dengan
1992/93 telah dibangun kurang lebih 34.147 buah HU dan TA. Dengan
penambahan jumlah fasilitas ini maka persentase masyarakat yang
mendapatkan air bersih di perkotaan diperkirakan meningkat dari 65% pada
akhir Repelita IV menjadi 69% pada akhir tahun keempat Repelita V.
Sedangkan persentase masyarakat pedesaan yang telah menikmati air bersih
juga diperkirakan meningkat dari 30,5% pada akhir Repelita IV menjadi
sekitar 43% pada akhir tahun keempat Repelita V.

Di samping itu program air bersih ini juga ditujukan untuk


menunjang kegiatan sektor-sektor lainnya seperti sektor pariwisata, dan
sektor industri.

Sejalan dengan kedua program tersebut di atas, Program Penyehatan


Lingkungan Pemukiman yang baru dimulai kegiatannya pada tahun terakhir
Repelita IV (1988/89) juga memberikan prioritas kepada kawasan-kawasan

XIII/5
pemukiman kumuh yang padat penduduknya. Kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan antara lain adalah rehabilitasi dan pembangunan
saluran-saluran drainase, pengelolaan air limbah rumah tangga, dan
penanganan persampahan, serta penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat
mengenai bagaimana caranya hidup lebih sehat dalam suatu lingkungan
pemukiman. Dalam 5 tahun terakhir (1988/89-1992/93) telah dilakukan
penanganan drainase di 633 kota, pengelolaan persampahan di 1.033 kota,
dan penanganan air limbah di 587 kota. Sedangkan pada akhir tahun
Repelita IV (1988/89) penanganan drainase baru dilaksanakan di 107 kota,
persampahan di 204 kota dan air limbah di 58 kota atau ketiganya meningkat
antara 4 kali lipat sampai 9 kali lipat bila dibandingkan dengan pelaksanaan
selama 4 tahun terakhir Repelita V.

Dengan terus meningkatnya pembangunan sektor perumahan dan


pemukiman maka secara bertahap makin dapat dipenuhi salah satu kebutuhan
dasar masyarakat yaitu perumahan yang layak, bersih, sehat dan aman.
Selain itu keberhasilan pembangunan perumahan dan pemukiman juga telah
membantu perluasan kesempatan usaha dan lapangan kerja serta mendorong
berkembangnya industri bahan bangunan terutama bahan bangunan yang
murah dan memenuhi persyaratan teknis. Di samping itu juga telah
mendorong makin meningkatnya kesadaran akan pentingnya perencanaan
tata ruang dan keterkaitannya serta keterpaduannya dengan lingkungan
sosial.

B. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMBANGUNAN

1. Program Perumahan Rakyat

a. Pengadaan Perumahan Sederhana

Seperti disebutkan dimuka, salah satu kebutuhan dasar penduduk


yang mendesak untuk dipenuhi adalah perumahan yang layak. Oleh karena
sebagian besar yang memerlukan perumahan adalah masyarakat yang
berpenghasilan rendah, maka sejak Repelita I kebijaksanaan pembangunan
perumahan rakyat ditekankan pada pembangunan rumah sederhana. Dalam
Repelita I dilaksanakan uji coba teknis dan dibentuk rumah sederhana yaitu
rumah-rumah tipe dengan luas 15 m2 (T-15) sampai tipe dengan luas 70 m2

XIII/6
(T-70), yang dibangun dengan bahan sederhana tetapi kuat dan memenuhi
persyaratan teknis bangunan dan kesehatan.

Untuk mendukung pembangunan rumah sederhana tersebut, dalam


Repelita II dibentuk Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional
(Perum Perumnas) dan menetapkan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai
lembaga penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada tahun 1974.

Sebagai kegiatan uji coba, dalam Repelita II oleh Perum Perumnas


dibangun 250 unit perumahan sederhana untuk disewakan di daerah Depok,
Jawa Barat. Selanjutnya mulai tahun terakhir Repelita II (1978/79) Perum
Perumnas dan beberapa perusahaan perumahan swasta membangun Rumah
sederhana yang dijual dengan fasilitas KPR-BTN. Dalam Repelita III dan IV
berhasil dibangun dan dipasarkan kurang lebih 536.000 unit rumah berbagai
tipe, mulai tipe T-15 sampai dengan tipe T-70 yang tersebar di seluruh
propinsi (Tabel XIII-1).

Dalam Repelita V perhatian pada pengadaan rumah sederhana makin


besar, namun dihadapkan pada berbagai kendala ekonomi yang
menyebabkan banyak rumah sederhana yang ada tidak terjangkau oleh daya
beli golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu di
samping tipe-tipe rumah sederhana yang ada, disediakan tipe baru yang lebih
sederhana lagi yaitu rumah sangat sederhana (RSS) tipe T-21. Dengan
berbagai subsidi Pemerintah, maka harga RSS dan bunga cicilan KPR-BTN
dapat ditekan serendah mungkin hingga terjangkau oleh rakyat banyak yang
sangat membutuhkan. Salah satu kebijaksanaan untuk menjangkau daya beli
masyarakat yang tidak mampu adalah diturunkannya suku bunga KPR-BTN
sejak bulan April 1990 dari 18 persen menjadi 12 persen untuk rumah T-21
kebawah; sedangkan untuk tipe T-21 ke atas tetap diberlakukan suku bunga
pasar. Kemudian sejak April 1992, khusus untuk RSS suku bunga
KPR-BTN diturunkan lagi dari 12 persen menjadi 10 persen.

Dengan kebijaksanaan baru tersebut maka dalam lima tahun sejak


1988/89 sampai 1992/93 telah dibangun berbagai tipe rumah sederhana lebih
dari 326.000 di seluruh propinsi (Tabel XIII-1). Dari jumlah tersebut, seki-
tar 2.000 buah berupa RSS yang baru diperkenalkan dalam tahun 1991/92 di
lima propinsi yaitu di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera
Utara, dan Kalimantan Timur. Sementara itu pembangunan rumah sederhana
(RS) dalam waktu lima tahun tersebut cenderung menurun karena harganya

XIII/7
TABEL XIII – 1
1)
PEMBANGUNAN RUMAH SEDERHANA MELALUI KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR)
OLEH BANK TABUNGAN NEGARA MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1978/79 – 1992/93
(unit rumah/debitur)

1) Angka kumulatif lima tahunan untuk setiap kolom yang bertuliskan Akhir Repelita, yang lain adalah angka tahunan.
2) Angka sementara sampai Desember 1992
3) Jumlah seluruhnya sejak 1978/79 sampai 1992/93 adalah 752.103 unit rumah, terdiri dari 28.75% Perumnas dan 71,25% Swasta

XIII/8
cenderung meningkat dan bunga bank yang tinggi sedangkan subsidi bunga
bank dari Pemerintah tidak disediakan. Sebaliknya pembangunan RSS
meningkat dengan pesat antara lain oleh karena adanya bantuan subsidi
Pemerintah seperti disebutkan di atas. Hal tersebut sesuai dengan
kebijaksanaan Repelita V yang lebih memberikan prioritas pada upaya
pemenuhan kebutuhan dasar golongan masyarakat yang masih miskin.

Seperti telah disinggung di muka bahwa mulai Repelita II pihak


swasta juga menaruh minat dalam pembangunan perumahan sederhana.
Sejak tahun 1975/76 hingga tahun 1992/93 rumah sederhana yang dibangun
perusahaan perumahan swasta tercatat lebih dari 535.000 unit rumah (Tabel
XIII-1). Mulai tahun 1991/92 pihak swasta juga didorong untuk ikut
membangun RSS di setiap lingkungan perumahan yang dibangun. Demikian
juga berbagai industri juga dihimbau untuk membangun RSS di kawasan
industrinya bagi karyawannya.

Selain itu, dalam Repelita V juga dikembangkan rumah susun


sederhana baik untuk disewakan maupun dibeli melalui KPR-BTN. Rumah
susun sederhana ini terutama diperuntukkan bagi penduduk perkampungan
kumuh yang harus dipindahkan oleh karena adanya peremajaan kampung
secara menyeluruh. Sejak tahun 1988/89 hingga tahun keempat Repelita V,
telah dibangun lebih dari 10.000 unit rumah susun di kota-kota Jakarta,
Bandung, Surabaya, Medan, dan Palembang.

Dengan terus meningkatnya pembangunan perumahan rakyat yang


dimulai awal Repelita II (1973/74), maka sejak akhir Repelita II (1978/79)
sampai tahun keempat Repelita V (1992/93) telah dibangun berbagai jenis
rumah sederhana (RS) dengan jumlah yang terus meningkat. Dari (Tabel
XIII-1) apabila dijumlahkan, maka rumah sederhana yang dibangun dalam
kurun waktu tersebut seluruhnya mencapai lebih dari 752.000 unit terdiri
dari berbagai tipe, mulai tipe T-21 sampai tipe T-70; atau meningkat 300
kali lipat dibanding rumah sederhana yang dibangun pada akhir Repelita II
sebanyak 2.992 unit. Dari jumlah tersebut termasuk rumah sangat sederhana
(RSS), yang mulai dibangun pada tahun ketiga Repelita V (1990/91),
sejumlah 2.000 unit.

Persentase jumlah rumah yang dibangun oleh Perumnas dan swasta


adalah sekitar 28,7 persen dibangun oleh Perum Perumnas, sedangkan
sisanya lebih dari 71,2 persen oleh swasta, sehingga peran swasta di dalam
pembangunan perumahan sederhana telah berlangsung dengan baik.

XIII/9
Dengan terus bertambahnya pembangunan perumahan sederhana dan
rumah sangat sederhana, maka terbuka kesempatan bagi masyarakat yang
tidak mampu untuk dapat menikmati rumah sesuai dengan kemampuannya.
Di pihak lain peningkatan pembangunan perumahan sederhana dan sangat
sederhana membuka kesempatan usaha dan lapangan kerja serta tumbuhnya
industri bahan bangunan sederhana. Makin banyak dibangun perumahan
sederhana dan sangat sederhana yang memenuhi ketentuan tata ruang
memungkinkan ditingkatkannya kualitas lingkungan sosial yang lebih baik.

b. Pemugaran Perumahan Desa

Di sektor Perumahan dan Pemukiman kegiatan perumahan desa baru


dimulai dalam Repelita II dengan tujuan untuk membuka kesadaran
masyarakat desa akan pentingnya rumah di lingkungan yang bersih dan
sehat. Dengan demikian masyarakat desa secara bergotong royong dan
berantai mau memperbaiki dan memugar rumah mereka yang tidak
memenuhi syarat kesehatan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan pembinaan.
swadaya masyarakat melalui kegiatan penyuluhan, pembuatan rumah-rumah
contoh, perbaikan fisik rumah, perbaikan jalan lingkungan, pengadaan
sarana mandi cuci kakus (MCK), dan pengadaan sarana air bersih.

Oleh karena program ini bersifat lintas sektor, maka sejak permulaan
Repelita IV kegiatan ini ditingkatkan menjadi Program Pemugaran
Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) dan dikoordinasikan
oleh Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat. Instansi-instansi yang
terlibat dalam P2LDT adalah Departemen Pekerjaan Umum, Departemen
Sosial, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Kesehatan, serta
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

Sejak dimulainya pemugaran desa pada Repelita II (1973/74) maka


jumlah rumah yang dipugar dalam kurun waktu antara Repelita II dan
Repelita IV setiap lima tahunnya meningkat dari sekitar 32.700 rumah pada
tahun 1978/79 menjadi lebih dari 129.000 rumah pada tahun 1988/89 atau
meningkat menjadi hampir empat kali lipat. Sedang jumlah desa yang
melaksanakan pemugaran rumah dalam waktu tersebut meningkat menjadi
10 kali lipat yaitu dari 900 desa menjadi lebih dari 9.000 desa setiap lima
tahunnya (Tabel XIII-2).

Dalam lima tahun terakhir (1988/89-1992/93) jumlah desa yang

XIII/10
TABEL XIII – 2
1)
PELAKSANAAN PEMUGARAN PERUMAHAN DESA
MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1978/79 – 1992/93

1) Angka kumulatif lima tahunan untuk setiap kolom yang bertuliskan Akhir Repelita, yang lain adalah angka tahunan.
2) Termasuk penanggulangan khusus sebanyak 98 desa
3) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/11
melaksanakan pemugaran setiap tahunnya berkisar antara sekitar 2.500 desa
pada tahun 1988/89 menjadi 4.000 desa pada tahun 1992/93. Sedangkan
jumlah rumah yang dipugar berkisar antara kurang lebih 30.000 rumah
sampai sekitar 49.000 rumah (Tabel XIII-2).

Dengan demikian sejak dimulainya program ini dalam Repelita II


sampai dengan tahun keempat Repelita V secara keseluruhan telah dapat
direalisasikan pemugaran perumahan desa di hampir 30.000 desa, dengan
jumlah rumah yang terpugar sebanyak lebih dari 448.000 rumah. Hasil
pelaksanaan tersebut sudah termasuk usaha masyarakat sendiri melalui
kegiatan perantaian dan/atau peniruan.

Dengan makin banyaknya rumah pedesaan yang dipugar, maka


kebiasaan masyarakat desa yang hidup dalam rumah yang gelap, lembab,
dan tidak sehat lambat laun makin berubah kearah rumah dan lingkungan
yang bersih dan sehat. Perubahan ini penting artinya bagi peningkatan
kualitas lingkungan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu keberhasilan
pemugaran perumahan pedesaan juga membuktikan masih hidupnya budaya
gotong royong. Oleh karena dalam pemugaran ini banyak dipergunakan
bahan bangunan sederhana setempat maka secara tidak langsung dipupuk
prinsip kemandirian dalam membangun desa.

c. Perbaikan Kampung

Perbaikan kampung dimulai pelaksanaannya pada Repelita I (1969)


di kota Jakarta dengan nama proyek "Mohamad Husni Thamrin" (MHT) dan
dalam Repelita II ditambah dengan kota Surabaya dengan nama proyek
"W.R. Supratman", dengan jumlah penduduk yang dilayani sekitar 3,5 juta
orang. Kegiatan pokok dari perbaikan kampung pada awalnya hanya terdiri
dari perbaikan yang bersifat fisik seperti perbaikan dan pembangunan jalan
lingkungan, perbaikan saluran-saluran air hujan dan air limbah, pengadaan
sarana MCK, pengadaan air bersih, dan penanganan persampahan.

Sejak tahun pertama Repelita V kegiatannya ditambah dengan


kegiatan-kegiatan non fisik seperti penyuluhan kesehatan dan kebersihan
lingkungan, pelatihan keterampilan, pelayanan kredit kecil, dan usaha-usaha
lain untuk menggerakkan partisipasi masyarakat setempat. Dalam hubungan
ini partisipasi aktif dari Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
banyak berperan.

XIII/12
Atas dasar hasil rintisan perbaikan kampung di Jakarta dan Surabaya
dalam Repelita I, maka dalam Repelita II dan selanjutnya kegiatan ini
dikembangkan di kota-kota lain. Dalam Repelita III dan IV jumlah kota
yang melaksanakan perbaikan kampung berjumlah berturut-turut 228 kota
dan 451 kota dalam lima tahunnya atau setiap tahunnya bertambah sekitar 45
kota dalam Repelita III dan 90 kota dalam Repelita IV (Tabel XIII-3).
Sedang jumlah penduduk dilayani dalam kedua Repelita tersebut setiap lima
tahunnya masing-masing adalah sejumlah 8,6 juta orang dan 15,8 juta
orang, atau setiap tahunnya sejumlah 1,7 juta orang dan 3,1 juta orang.
Areal yang tercakup masing-masing sekitar 25 ribu ha dan 49 ribu ha.

Dalam waktu lima tahun sejak 1988/89 sampai 1992/93 jumlah kota
yang melaksanakan perbaikan kampung bertambah dengan rata-rata setiap
tahunnya sekitar 300 kota dengan penduduk yang terlayani rata-rata
bertambah 2 juta orang dengan luas rata-rata hampir 8.000 ha setiap
tahunnya. Apabila dibandingkan dengan keadaan dalam Repelita IV, maka
pelaksanaan perbaikan kampung dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini
terdapat penurunan yang diakibatkan oleh karena jumlah kampung yang
memenuhi syarat untuk diperbaiki makin berkurang jumlahnya.

Namun demikian apabila dibandingkan dengan keadaan pada akhir


Repelita I, jumlah kota yang telah melaksanakan perbaikan kampung pada
akhir tahun 1992/93 meningkat dengan sangat mencolok, yaitu dari satu
kota menjadi 386 kota. Dengan semakin banyaknya kampung kumuh di
perkotaan yang telah diperbaiki melalui program ini secara bertahap
beberapa lokasi kawasan kumuh di perkotaan dapat diperbaiki.

Sejalan dengan kegiatan ini sejak tahun 1990/91 peran serta


masyarakat dan kalangan dunia usaha di dalam ikut menanggulangi kawasan
kumuh juga makin meningkat. Peran serta masyarakat ini makin meluas
setelah sejak tahun 1992 ditetapkan oleh Pemerintah tanggal 20 Desember
sebagai Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN). Kegiatan yang
dilakukan melalui HKSN ini antara lain berupa kampanye gerakan
kebersihan, kerja bakti di kawasan-kawasan kumuh, pemberian sumbangan
dan bantuan sarana pembuangan sampah dan lain sebagainya. Dengan
aktifnya peran serta masyarakat dalam ikut menanggulangi daerah kumuh
merupakan suatu perkembangan penting dalam upaya menghilangkan
kawasan kumuh.

XIII/13
TABEL XIII – 3
1)
PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN KOTA (P2LPK)/PERBAIKAN KAMPUNG
MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 – 1992/93

1) Angka kumulatif lima tahunan untuk setiap kolom yang bertuliskan Akhir Repelita, yang lain adalah angka tahunan.
2) Termasuk penanggulangan darurat: Tahun 1987/88: 205 Ha dan 5.000 orang
Tahun 1988/89: 470 Ha dan 1.200 orang
3) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/14
d. Penataan Bangunan

Kegiatan penataan bangunan dimaksudkan untuk menciptakan tertib


pembangunan dan keselamatan bangunan umum, serta menjaga manfaat
bangunan, baik terhadap kerusakan sebelum waktunya maupun terhadap
bahaya gempa dan kebakaran. Kegiatan tersebut dilakukan antara lain
dengan penyusunan perangkat lunak berupa pedoman pengendalian yang
terdiri atas peraturan bangunan, pedoman pembangunan dan standardisasi
pembangunan.

Kegiatan ini dimulai sejak Repelita III dengan penyusunan


pedoman-pedoman, standar-standar, dan model peraturan baik bersifat
nasional maupun regional. Dalam Repelita IV usaha ini terus disempurnakan
dan ditingkatkan menjadi bentuk penyusunan dan penyempurnaan
peraturan-peraturan penataan bangunan untuk kawasan khusus seperti
Puncak, Cilegon, Batam, Asahan dan Karangkates.

Sejak tahun pertama Repelita V kegiatan penataan bangunan meliputi


kegiatan identifikasi, penyusunan perencanaan penataan bangunan, penyu-
sunan detail rencana, dan pengelolaan proyek-proyek perintisan berupa
penyuluhan dan pembuatan bangunan percontohan tahan gempa. Dalam
usaha menunjang sektor pariwisata dan perindustrian kecil, proyek
perintisan tersebut dilaksanakan di Prapat, Tomok, dan Ambarita (Sumatera
Utara), Danau Maninjau (Sumatera Barat), Pulau Batam dan Pekanbaru
(Riau); Palembang/Tepi Sungai Musi (Sumatera Selatan), Anyer (Jawa
Barat), Kawasan Kraton Surakarta (Jawa Tengah), Kota Gede (DI Yog-
yakarta), Ketapang (Jawa Timur), Gilimanuk, Kuta, Ubud dan Bedugul
(Bali), Tana Toraja (Sulawesi Selatan), dan Pantai Bunaken (Sulawesi
Utara).

e. Peremajaan Pemukiman Kota

Di samping kegiatan perbaikan kampung seperti diuraikan di atas,


dalam Repelita V telah diterapkan kebijaksanaan baru yaitu peremajaan
pemukiman kota. Kegiatan ini dilakukan di kawasan-kawasan kota yang
keadaannya tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota dan di kawasan
perkampungan tertentu yang keadaannya tidak memungkinkan lagi
diperbaiki melalui kegiatan perbaikan kampung.

XIII/15
Untuk mendukung upaya peremajaan pemukiman kota tersebut
pemerintah telah menetapkan Inpres No. 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan
Pemukiman Kumuh di atas Tanah Negara dengan salah satu komponennya
berupa pembangunan rumah susun untuk masyarakat miskin. Dalam Inpres
tersebut antara lain pihak swasta didorong untuk ikut berperan aktif di dalam
kegiatan meremajakan pemukiman kota dengan memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan masyarakat setempat.

Kegiatan peremajaan kota yang mulai dilaksanakan dalam tahun


1988/89 di kawasan Segitiga Senen dan Kemayoran di Jakarta dan di
kawasan Dupak dan kawasan Sombo di Surabaya yang mencakup sekitar
7.000 kepala keluarga. Pada tahun 1989/90 kegiatan ini terus berkembang di
berbagai kawasan di kota besar lainnya seperti di Pekunden, Semarang, di
Kelurahan Arjuna, Bandung, dan di Kecamatan Ilir Barat, Palembang.
Dengan demikian sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat
Repelita V telah berhasil diremajakan 21 kawasan di 8 kota besar.

e. Penunjang Program Perumahan Rakyat

Kegiatan penunjang program perumahan rakyat bertujuan untuk


mempercepat dan mempermudah pencapaian sasaran program perumahan
rakyat. Kegiatan ini mencakup usaha peningkatan pembinaan umum pem-
bangunan perumahan rakyat, peningkatan keterampilan, penelitian mengenai
perumahan rakyat, dan pengadaan produksi bahan bangunan setempat.

Kegiatan dimulai sejak Repelita II berupa penyuluhan dan


pembinaan masyarakat di berbagai daerah dengan didirikannya Pusat
Informasi Teknik Bangunan (PITB) di 23 ibu kota Daerah Tingkat I. Dalam
kurun waktu Repelita III dan Repelita IV kegiatan PITB semakin
ditingkatkan di 25 ibu kota Daerah Tingkat I. Kegiatannya berupa penelitian
pada aspek-aspek perbaikan perumahan rakyat dan pemukiman di daerah
atau kawasan khusus, seperti di daerah-daerah rawan gempa, transmigrasi,
pasang surut, nelayan, kritis air, padat penduduk dan daerah yang tertimpa
bencana alam.

Melalui kegiatan pusat-pusat informasi dan teknik bangunan serta


penyuluhan perumahan di seluruh Daerah Tingkat I dilatih tenaga penyuluh
masyarakat di bidang perumahan. Di samping itu telah pula disusun ber-
bagai peraturan, standar dan buku pedoman pelaksanaan pembangunan

XIII/16
perumahan dan pemukiman. Dalam hubungan ini telah pula diadakan
beberapa studi tentang pembangunan perumahan rakyat, termasuk studi
mengenai sistem perumahan sewa sederhana dan sistem pembangunan
perumahan di daerah perkotaan dengan cara swakarya. Dari berbagai
penelitian ini sampai tahun 1992 telah dikeluarkan lebih kurang 69 buah SII
(Standar Industri Indonesia) Bahan Bangunan yang menunjang pembangunan
perumahan dan pemukiman.

Selain itu juga dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan aparat


daerah di bidang pembangunan dan pengelolaan kota, maka peningkatan
kemampuan tenaga penyusun perencanaan dan program pembangunan
prasarana kota terpadu telah dilakukan di beberapa Dati II.

Dengan adanya kegiatan ini maka penyiapan sumber daya manusia


sebagai pelaksana dan pengelola pembangunan perumahan dapat
dipersiapkan dengan baik, sehingga hasil-hasil pembangunan di program
perumahan rakyat dapat lebih memberikan dampak dan nilai tambah bagi
kondisi perumahan dan pemukiman.

2. Program Penyediaan Air Bersih

Program lain yang cukup besar peranannya dalam meningkatkan


kesejahteraan masyarakat dan menunjang pembangunan sektor perumahan
dan pemukiman serta sektor lainnya adalah penyediaan air bersih. Tujuan
utama dari program ini adalah menyediakan air bersih yang cukup dan
memenuhi persyaratan kesehatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah
perkotaan maupun pedesaan, termasuk daerah pantai. Program penyediaan
air bersih selain ditujukan untuk melayani keperluan rumah tangga juga
melayani keperluan industri, pelabuhan, dan konsumen lainnya seperti
rumah sakit, sekolah, gedung perkantoran, pasar dan lain sebagainya.

Untuk daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi kapasitas


produksi airnya terbatas, dilakukan kegiatan penambahan kapasitas
produksi. Di samping itu dilakukan pula kegiatan-kegiatan untuk memanfa-
atkan kapasitas produksi yang sudah terpasang tetapi belum dimanfaatkan
sepenuhnya oleh karena adanya kebocoran. Kegiatan-kegiatan tersebut antara
lain berupa perluasan jaringan distribusi, dan rehabilitasi perpipaan yang
sudah tua atau rusak, dan perbaikan administrasi pelanggan.

XIII/17
Untuk daerah pedesaan, kegiatannya berupa pencarian sumber mata
air terdekat, pengolahan sederhana air permukaan menjadi air bersih,
pembuatan sumur dalam dan dangkal, pembuatan sumur gali, pembuatan
bak-bak penampungan air hujan. Untuk beberapa desa termasuk desa pantai
dilakukan pula pembangunan sistem perpipaan sederhana dengan hidran
umum (HU), terminal air (TA) dan dengan perpipaan sambungan rumah
bagi masyarakat yang mampu. Pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat
sendiri dengan bimbingan dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan,
PDAM/BPAM dan aparat Pemerintah setempat. Pada beberapa daerah
tertentu dilakukan pengadaan-pengadaan kapal motor pengolah air, kapal
pengangkut air, dan mobil pengolah air.

Pelayanan air bersih di perkotaan diprioritaskan pada kota-kota yang


jangkauan pelayanannya masih sangat terbatas. Sedangkan pelayanan untuk
daerah pedesaan dan pantai diprioritaskan pada pemukiman penduduk yang
sulit air bersih, dan banyak terdapat penyakit menular, khususnya diare dan
penyakit-penyakit lain yang ditularkan melalui air.

Dalam Repelita I sampai Repelita IV kapasitas produksi air bersih


meningkat dari sekitar 9.000 liter/detik pada tahun 1968 meningkat menjadi
kurang lebih 52.000 liter/detik pada tahun 1988/89. Sementara itu
pembangunan sarana perpipaan dengan kran umum meningkat dari 13.000
buah pada tahun 1968 menjadi lebih dari 52.000 buah pada tahun 1988/89
atau meningkat dengan 73%. Sedangkan sarana perpipaan untuk sambungan
rumah meningkat dari sekitar 141.000 menjadi 1,2 juta sambungan atau
meningkat dengan 7,5 kali lipat. Dengan demikian terlihat bahwa
penyediaan air bersih telah meningkat dengan mencolok dari tahun ke tahun
selama Repelita I sampai dengan akhir Repelita IV.

Selama kurun waktu lima tahun sejak 1988/89 sampai tahun 1992/93
kapasitas produksi air bersih telah bertambah sekitar 14.000 liter/detik atau
rata-rata bertambah dengan sekitar 2.800 liter/detik setiap tahun (Tabel
XIII-4). Sedangkan jumlah SR dalam lima tahun bertambah dengan lebih
dari 1,1 juta buah atau bertambah rata-rata sekitar 220 ribu buah SR per
tahun. Penambahan HU dan TA selama kurun waktu tersebut sekitar 34.150
buah, atau rata-rata dibangun sekitar 6.830 buah setiap tahun. Dengan
penambahan-penambahan ini maka persentase masyarakat yang mendapatkan
air bersih di perkotaan diperkirakan dari 65% pada akhir Repelita IV
menjadi 69% pada akhir tahun keempat Repelita V.

XIII/18
TABEL XIII – 4
1)
PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PERKOTAAN
MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1968 – 1992/93

1) Angka kumulatif sejak Repelita I untuk setiap kolom yang bertuliskan Akhir Repelita, yang lain adalah angka tahunan
2) Terdiri dari hidran/kran umum dan terminal air
3) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/19
Lanjutan Tabel XIII – 4

1) Angka kumulatif sejak Repelita I untuk setiap kolom yang bertuliskan Akhir Repelita, yang lain adalah angka tahunan
2) Terdiri dari hidran/kran umum dan terminal air
3) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/19A
Program penyediaan air bersih juga dilaksanakan di daerah pedesaan.
Selain dilaksanakan melalui program-program sektoral juga dilaksanakan
melalui Inpres Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang dimulai sejak
Repelita II. Kegiatannya ditekankan terutama pada penyuluhan dan motivasi
untuk lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengadaan air
bersih sesuai dengan keadaan lingkungan dan tingkat sosial ekonomi
penduduk setempat. Penyuluhan yang dilakukan menekankan pentingnya air
bersih dan sanitasi lingkungan bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan penyuluhan tersebut didukung dengan penyediaan bantuan
sarana air bersih dan sanitasi sederhana. Sarana-sarana tersebut berupa
kran-kran umum, sumur pompa tangan, sumur gali, penampungan air hujan,
dan perlindungan mata air. Di beberapa desa yang berbatasan dengan kota
kecamatan selain sarana-sarana tersebut, juga dilaksanakan peningkatan
kapasitas produksi dan sambungan rumah.

Untuk pedesaan melalui Inpres Bantuan Sarana Air Bersih sejak


Repelita I sampai Repelita IV telah dibangun ratusan ribu buah sarana air
bersih dalam bentuk penampungan mata air dengan Perpipaan (PP),
Penampungan Air Hujan (PAH), Perlindungan Mata Air (PMA), Sumur
Artesis (SA), Sumur Pompa Tangan (SPT), dan Sumur Gali (SG), yang
tersebar hampir disemua desa.

Pada akhir Repelita IV diadakan evaluasi terhadap efektifitas


program air bersih pedesaan. Dari hasil evaluasi tersebut diadakan
perbaikan-perbaikan kegiatan perencanaan dan pengelolaan program pada
tahun terakhir Repelita IV. Perhatian lebih besar diberikan terhadap peran
serta masyarakat dalam kegiatan-kegiatan tersebut.

Dalam Repelita V kebijaksanaan pembangunan sarana air bersih


pedesaan ditekankan pada kegiatan rehabilitasi dari sarana yang sudah
dipasang sampai akhir Repelita IV dan masih dapat difungsikan. Di samping
itu ditetapkan kebijaksanaan baru dengan menekankan pada pembangunan
sarana air bersih perpipaan untuk umum berupa hidran umum (HU) dan
terminal air (TA), khusus untuk penduduk daerah kumuh perkotaan dan
desa-desa terpencil yang sulit air. Selain itu dibangun pula sarana
sambungan rumah (SR) dipedesaan bagi masyarakat yang lebih mampu.

Dengan kebijaksanaan baru tersebut, dalam waktu lima tahun sejak


1988/89 telah terjadi penambahan kapasitas produksi air bersih pedesaan

XIII/20
sekitar 3.500 liter/detik atau rata-rata bertambah 700 liter/detik setiap tahun.
Pada kurun waktu ini juga, sejak 1988/89 sampai tahun 1992/93 setiap
tahunnya dibangun antara 778 sampai sekitar 2.750 buah HU dan TA-nya,
dan dipasang sekitar 18.500 SR sebagai suatu bentuk pelayanan baru pada
program air bersih di pedesaan. Sedangkan PAH bertambah sebanyak 1.924
buah, dan PMA sebanyak 253 buah. Sehingga persentase penduduk
pedesaan yang terlayani oleh air bersih diperkirakan meningkat dari 30,5%
pada akhir Repelita IV menjadi sekitar 43% pada akhir tahun keempat
Repelita V (Tabel XIII-5).

Dengan terus ditingkatkannya penyediaan sarana air bersih dalam


jumlah yang makin memadai, maka salah satu kebutuhan dasar masyarakat
makin dapat dipenuhi. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat juga makin dapat ditingkatkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas masyarakat. Selain itu, oleh
karena air bersih merupakan salah satu prasarana ekonomi maka dengan
terus meningkatnya kapasitas air bersih beserta jaringan distribusinya juga
mendorong pertumbuhan industri, baik industri besar maupun kecil, yang
selanjutnya ikut memacu pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor
pembangunan sosial lainnya.

3. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Peningkatan program penyehatan lingkungan pemukiman dilaksa-


nakan terutama melalui kegiatan penyuluhan kesehatan, pengawasan kualitas
lingkungan, pembangunan dan perbaikan saluran-saluran air hujan
(drainase), serta penanganan persampahan dan air limbah.

Kegiatan-kegiatan tersebut dimulai sejak Repelita I berupa pemberian


bantuan teknis dan rehabilitasi drainase kepada beberapa kota. Dalam
Repelita II dan III selain rehabilitasi drainase, dilakukan pula penelitian
penanganan persampahan kota, yang dalam Repelita IV dikaitkan dengan
perbaikan kampung khususnya untuk pengadaan sistem pembuangan sam-
pah, pembuangan air kotor dan drainase. Sampai dengan akhir Repelita IV
(1988/89) penanganan drainase telah dilaksanakan di 107 kota yang
melayani kurang lebih 10,5 juta orang (Tabel XIII-6). Sedangkan selama
lima tahun sejak 1988/89 telah dilaksanakan perbaikan drainase di 633 kota
yang dapat melayani kurang lebih 42,7 juta orang.

XIII/21
TABEL XIII – 5

PELAKSANAAN PENYEDIAAN AIR BERSIH PEDESAAN


MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1973/74 – 1992/93

4) Terdiri dari hidran/kran umum dan terminal air


5) Terdiri dari Sumur Artesis, Sumur Pompa Tangan Dalam, Sumur Pompa Tangan Dangkal dan Sumur Gali
6) Angka diperbaiki
7) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/22
Lanjutan Tabel XIII – 5

1) Terdiri dari hidran/kran umum dan terminal air


2) Terdiri dari Sumur Artesis, Sumur Pompa Tangan Dalam, Sumur Pompa Tangan Dangkal dan Sumur Gali
3) Angka diperbaiki
4) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/22A
TABEL XIII – 6

PELAKSANAAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN PERKOTAAN


MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1988/89 – 1992/93

1) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/23
Lanjutan Tabel XIII – 6

1) Angka sementara sampai Desember 1992

XIII/23A
Di bidang persampahan, sampai tahun 1988/89 (akhir Repelita IV)
telah berhasil dibangun fasilitas persampahan di 204 kota yang melayani
kurang lebih 15 juta orang penduduk (Tabel XIII-6). Sementara itu, untuk
lebih mendayagunakan pengelolaan sampah telah diperkenalkan suatu pola
baru dengan menggunakan sistem modul. Dalam sistem tersebut pengumpul-
an sampah dari rumah tangga sampai dengan tempat pembuangan sementara
dilakukan oleh pihak RT/RW atau LKMD setempat. Sedangkan pengangkut-
an sampah selanjutnya ke tempat pembuangan akhir dilakukan oleh Peme -
rintah Daerah. Selma kurun waktu lima tahun sejak 1988/89 sampai dengan
tahun keempat Repelita V (1992/93) telah berhasil dibangun fasilitas
penanganan persampahan di 1.033 kota, untuk melayani sekitar 23 juta
penduduk.

Bersamaan dengan perbaikan drainase dan persampahan, dalam


Repelita IV telah dilaksanakan juga penanganan air limbah di 58 kota yang
dapat melayani kurang lebih 4,7 juta orang. Sedangkan dalam lima tahun
sejak 1988/89, telah dilaksanakan penanganan sarana air limbah di 587 kota
yang dapat melayani kurang lebih 6,3 juta orang. Bentuk penanganannya
sebagian besar berupa sarana pembuangan limbah setempat.

Penanganan air limbah mulai ditingkatkan sejak tahun ketiga Repe-


lita IV dengan menyediakan sarana dan prasarana pembuangan air limbah
rumah tangga dengan teknologi sederhana. Sedangkan untuk beberapa kota
besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Cirebon dan Tangerang
penanganannya dilakukan dengan sistem pengolahan air limbah terpusat.

Dalam Repelita V program penyehatan lingkungan pemukiman


secara keseluruhan ditingkatkan dengan peran serta Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Kegiatannya ditekankan pada upaya intensifikasi
penyuluhan kesehatan masyarakat dalam rangka menciptakan lingkungan
yang bersih dan sehat antara lain melalui gerakan kebersihan pada Hari
Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) di kampung-kampung kumuh, dan
gerakan kebersihan sungai dengan Program Kali Bersih (Prokasih) yang
dimulai pada tahun 1989/90 di Jakarta. Sampai dengan tahun keempat
Repelita V Prokasih telah berkembang di 11 propinsi, terutama pada
beberapa kota yang dilalui sungai. Gerakan HKSN dilakukan setiap tanggal
20 Desember di semua kota di Indonesia. Dengan gerakan kebersihan
HKSN, proyek Prokasih dan penyuluhan-penyuluhan lainnya di bidang
kesehatan yang disertai dengan perbaikan sarana dan pemberlakuan

XIII/24
peraturan tentang kebersihan lingkungan pemukiman, maka makin
ditingkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat, dan para
industriawan untuk mencegah timbulnya pencemaran lingkungan baik yang
berasal dari limbah rumah tangga maupun limbah industri. Dengan demikian
upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikannya makin
dapat diwujudkan.

XIII/25

Anda mungkin juga menyukai