Anda di halaman 1dari 3

c  

Puisi merupakan sebuah karya sastra yang mengungkapkan gagasan/perasaan penulisnya melalui kata-
kata atau tulisan yang memiliki bunyi atau irama tertentu. Puisi juga dapat diartikan sebagai perasaan
hati oleh sebagian besar orang. Penulis puisi disebut juga penyair. Puisi lama merupakan puisi yang
dimana struktur penulisan, rima, bunyi mengikuti tata aturan tertentu (seperti berima a a a a/a b a b).
Puisi modern cenderung tidak terikat pada suatu aturan tertentu. Puisi modern sangat berkembang
sekarang ini. Puisi dapat dibuat oleh siapapun, anak kecil, remaja, orang dewasa, atau bahkan lansia.

Musik adalah sebuah karya sastra yang diekspresikan melalui lantunan melodi, suara, instrumen, atau
alat-alat yang bisa menghasilkan bunyi untuk menyampaikan suatu gagasan. Musik dapat dilakukan
orang dengan memanfaatkan olah vokal, permainan alat musik yang telah banyak dikenal seperti gitar,
piano, harmonica dan lain sebagainya. Bagi pecinta musik, kadangkala memainkan suatu alat yang dapat
memunculkan suara unik yang akan memberikan warna pada musik mereka seperti pada alat musik
tradisional.

Musikalisasi puisi merupakan suatu kegiatan penyampaian puisi melalui permainan musik sehingga
menciptakan warna tersendiri baik itu pada puisinya maupun musiknya. Perpaduan dua aliran seni
tersebut dapat memunculkan suatu pemaknaan yang mendalam. Musikalisasi puisi dapat dilakukan tidak
hanya satu orang dengan satu alat musik tetapi juga dalam bentuk kelompok musik atau band.
Musikalisasi puisi dapat kita jumpai pada lagu-lagu yang yang dipopulerkan oleh group band Peterpan
seperti "Aku dan Bintang, Bagai Bintang di Surga, Semua Tentang Kita", selain itu group band Gigi juga
mempopulerkan sebuah karya musikalisasi puisi pada lagu yang berjudul "11 Januari". Musikali puisi
yang beraliran balada dapat kita jumpai pada lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Ebiet G. Ade salah satu
contohnya adalah "Lagu Untuk Sebuah Nama".

Dalam kegiatan musikalisasi puisi, seseorang harus terlebih dahulu memahami dan dapat bermain musik
secara benar. Jika dalam puisi menceritakan tentang balada cinta tidak mungkin menggabungkannya
dengan musik beraliran underground atau metal, jadi musik yang akan dipadukan dengan puisi haruslah
sesuai tema/alirannya dengan puisi yang disampaikan. Tahap selanjutnya, adalah menentukan tata cara
penggabungan musik dan puisi, apakah musik tersebut hanya untuk mengiringi puisi atau yang disebut
dengan puisi berbackground musik, ataukah puisi tersebut menjadi lirik lagu yang memiliki nada tertentu
di musik tersebut. Bagi pemula, musik yang dijadikan background dari suatu puisi merupakan cara yang
terbaik dalam mempelajari musikalisasi puisi. Setelah berlatih dan terus mengimprovisasi musikalisasi
puisi barulah orang tersebut lebih mudah untuk menjadikan puisi tersebut sebagai lirik sebuah lagu.
Kunci kesuksesan dalam mempelajari musikalisasi puisi adalah kemauan keras untuk terus berlatih dan
berimprovisasi secara mandiri. Selamat meramaikan dunia musik Indonesia dengan musikalisasi puisi.
Setelah perjuangan yang cukup panjang, sejak 2003, akhirnya terbentuklah Komunitas
Musikalisasi Puisi Indonesia (Kompi) pada 9 Januari yang lalu. Upaya gigih tak kenal surut dari Haji Fredi
Arsi, ayah 6 bersaudara yang tergabung dalam Deavis Sanggar Matahari, membuahkan hasil yang
indah. Keberadaan komunitas ini terkait erat dengan Pusat Bahasa, yang turut merintis dari waktu ke
waktu, bahkan melalui festival.
Di antara cabang seni yang lain, mungkin musikalisasi puisi termasuk paling akhir membangun
komunitas. Para sastrawan, dramawan, sosiawan, bahkan pecinta alam dan kelompok studi tertentu,
sudah lebih dulu membentuk komunitas. Kebutuhan untuk saling mengasah wawasan, meningkatkan
frekuensi diskusi, menggali potensi, dan tentu saja berkarya, diwadahi oleh sebuah komunitas. Walaupun
dengan kualitas yang mungkin tidak sama, umumnya suatu komunitas akan lebih moderat dan lentur
untuk masuk ke wilayah-wilayah yang semula sulit ditembus oleh formalitas. Bahkan beberapa komunitas
kemudian mendirikan yayasan untuk kiprah sosial dan aktualisasi diri mereka di tengah masyarakat.
Posisi yang unik, antara grup musik dengan penyair atau pembacaan puisi, selama ini tidak
terperhatikan. Lagu, jika bukan instrumentalia tentu akan berisi lirik. Syair atau lirik itu bisa ditulis oleh
anggota band, penggubah lagunya sendiri, atau seorang penyair. Sebagi contoh, lagu ³Dunia Ini
Panggung Sandiwara´ yang dinyanyikan oleh Duo Kribo (Ahmad Albar dan Ucok Harahap), liriknya ditulis
oleh Taufiq Ismail, seorang penyair tersohor. Sedangkan Ebiet G. Ade menulis puisi lebih dulu, baru
kemudian digubah menjadi nyanyian. Leo Kristi secara bersama-sama menggubah lagu dan menulis
puisi liriknya.

Musikalisasi puisi sebetulnya tumbuh subur di awal tahun 80-an. Saat itu, salah satunya Ags.
Arya Dipayana, menggubah puisi-puisi Sapardi Djoko Damono menjadi lagu. Tembang sederhana yang
diiringi dengan petikan gitar itu memperluas keanggunan sang puisi. Umumnya, nyanyian berirama j 
atau   itu sangat cocok dibawakan untuk pertemuan-pertemuan informal para mahasiswa,
misalnya di gunung atau pantai. Itulah yang terjadi di kalangan mahasiswa sastra dan antropologi UI.
Selanjutnya tak hanya satu dua puisi atau segelintir penyair, melainkan banyak sajak yang tergubah
menjadi gita, oleh Umar Muslim, Ari Malibu, dan para kelompok musikalisasi puisi yang menjamur.

Banyak peristiwa sastra yang tak meriah jika tidak dihiasi dengan musikalisasi puisi. Setidaknya,
selain Sapardi, puisi Toto Sudarto Bahtiar, Subagyo Sastrowardoyo, Sutardji Calzoum Bachri, dan lain-
lain mulai menjadi lagu yang asyik. Sebagian besar memang melankolis. Dan sampai kini, puisi
terbanyak yang menjadi lagu adalah karya Sapardi, yang umumnya berbicara tentang alam dan cinta.
Melankolia.

Dari sejumlah kelompok musikalisasi puisi, Sanggar Matahari menjadi semacam ikon, karena
konsisten mengamalkan cabang seni itu. Koleksi lagu yang tercipta dari puisi sangat banyak, sehingga
setiap tampil menawarkan lagu yang berbeda. Enam bersaudara itu gigih melatih kelompok-kelompok
dari berbagai provinsi dalam format O 
. Dalam dua tahun terakhir, dengan semangat luar biasa,
akhirnya mereka sanggup menghimpun grup musikalisasi puisi dari 22 provinsi dan 14 kabupaten/kota.

Kebetulan, pada 22 provinsi itu, terdapat Balai Bahasa yang turut membina pertumbuhan
kelompok-kelompok itu. Mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kepulauan Riau,
Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tanggara, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, dan Papua. Selain itu masih ada kota-kota dan kabupaten yang menjadi pusat
keterwakilan. Seperti misalnya Binjai, Bukittinggi, Pagar Alam, Lampung Tengah, Bogor, Ambon, dll.

Sang penggagas, Sanggar Matahari, sebenarnya sudah mulai mengisi acara berkala di TVRI
sejak tahun 1990. Pada tahun 2003, mereka memprakarsai penyelenggaraan festival musikalisasi puisi
dan diskusi. Dari perbincangan dan pemikiran yang terus bergulir, akhirnya pada 24 Desember 2006,
komunitas itu ditegakkan. Para pendirinya adalah H. Fredi Arsi, Fikar W. Eda, Maman S. Mahayana,
Agus R. Sarjono, Jamal D. Rachman, dan dua pemusik Dedi dan Andi.

Pada Jumat malam 9 Januari 2009, Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia (Kompi)
dideklarasikan. Sekjen Kompi, Fikar W. Eda membacakan riwayat singkat pembentukan Kompi yang
ditentukan eksistensinya di Diparda Tugu, Puncak. Kemudian H. Fredi Arsi membacakan Deklarasi
Kompi. Peresmian dilakukan oleh Dendy Sugono, Ketua Pusat Bahasa yang dalam pidatonya
menyebutkan bahwa musikalisasi puisi akan dikembangkan sebagai genre dan musik Indonesia.

Acara yang didukung oleh Kader Muda Demokrat dari Partai Demokrat, Pusat Bahasa Jakarta,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Koran Tempo, dan tentu Pusat Kesenian Jakarta itu, tak hanya
menyampaikan deklarasi. Dalam kesempatan itu, ditampilkan beberapa kelompok musikalisasi puisi,
antara lain dari Jambi, Jawa Barat, Yogyakarta, Gorontalo, dan lain-lain. Pada akhir acara, Sanggar
Matahari didaulat untuk menampilkan gubahan lagunya.

³Malam ini, sesungguhnya bukan buat penampilan kami,´ kata Irma, si bungsu dari enam
bersaudara. ³Kami tidak mengenakan kostum panggung.´

Acara yang dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya itu berjalan khidmat pada
awalnya. Seusai deklarasi, panggung menjadi lebih cair untuk pertunjukan kelompok musikalisasi dari
beberapa daerah. Dipandu oleh Deavi (dari Sanggar Matahari) dan Irmansyah (penyair) yang kocak,
suasana gedung Teater Studio Taman Ismail Marzuki terasa hangat.

Anda mungkin juga menyukai