Anda di halaman 1dari 10

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari

12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu
dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%
pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena
kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya
dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis,
pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat
dengan adanya kehamilan.
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut
Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIL


Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi
hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
hamil muda.

KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN.


Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya
yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang
dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
a. Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak
1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
b. Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral,
dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya
tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak
1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb
lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa.
Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai
berikut:
1. Hb 11 gr% : Tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4. Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini
terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi
digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih
akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori
akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan
perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga
kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena
kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan
transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel darah
merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah
darah tepi lengkap, pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang
lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan
gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada
organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila
disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah
darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga
transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.

EFEK ANEMIA PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS


Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil, karena itulah kejadian ini harus selalu
diwaspadai. Anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan:
Abortus, Missed Abortus dan kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II
dapat menyebabkan: Persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis
dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat
inpartu, anemia dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin
akan lahir dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu
cepat lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan: tonia uteri, rtensio placenta,
pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan involusio uteri.

SIMPULAN
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat
meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi.
Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala
anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise,
lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia
parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.

Bahaya Anemia pada Kehamilan

Written by marketing Saturday, 01 August 2009 00:00

nemia dalam kehamilan ialah suatu kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr
% terutama pada trimester I dan trimester ke III atau kadar Hb ( style="color: rgb(255, 0,
0);")

PENYEBAB

Anemia pada Kehamilan disebabkan meningkatnya kebutuhan zat besi untuk


pertumbuhan janin.

· Kurangnya asupan zat besi pada makanan yang dikonsumsi ibu hamil

· Pola makan ibu terganggu akibat mual selama kehamilan


· Adanya kecenderungan rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada wanita akibat persalinan
sebelumnya dan menstruasi.

GEJALA

Pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh dan
gangguan penyembuhan luka.

DAMPAK ANEMIA

Abortus, lahir prematur, lamanya waktu partus karena kurang daya dorong rahim,
pendarahan post – partum, rentan infeksi, rawan dekompensasi cordis pada penderita
dengan Hb kurang dari 4 g – persen.

Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan shock bahkan kematian ibu saat persalinan,
meskipun tak disertai pendarahan

Kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi pada usia sangat muda serta cacat
bawaan.

DIAGNOSA

Diagnosis Anemia pada ibu hamil biasanya ditegaskan dan dapat diketahui melalui
pemeriksaan darah atau kadar hemoglobin (Hb)

ANEMIA PADA WANITA HAMIL

Selama kehamilan seorang wanita mengalami peningkatan plasma darah sampai 30%, sel
darah 18% tetapi Hb hanya bertambah 19%. Akibatnya frekuensi anemia pada kehamilan
cukup tinggi 10% – 20%

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada 3 bulan terakhir, karena pada masa itu
janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama
sesudah lahir.

BESI (Fe)
Merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia, yaitu
sebanyak 3 – 5 gram

FUNGSI BESI (Fe)

Besi merupakan bagian dari Haemoglobin yg berfungsi sebagai alat angkut oksigen dari
paru – paru ke jaringan tubuh. Dengan berkurangnya Fe, sitesis Haemoglobin berkurang
dan akhirnya kadar haemoglobin akan menurun.

KEKURANGAN ZAT BESI

Hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, Kematian janin,
abortus, cacat bawaan, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Anemia pada bayi yang
dilahirkan, lahir prematur, Pendarahan, rentan infeksi.

ANGKA KECUKUPAN BESI (Fe)

Bayi : 3–5mg

Balita : 8–9mg

Anaksekolah : 10mg

Remaja laki–laki : 14–17mg

Remaja perempuan : 14–25mg

Dewasa laki–laki : 13mg

Dewasa perempuan : 14–26mg

Ibu hamil : +20mg

Ibu menyusui : +2mg

PENANGANAN
Selain terapi obat penanganannya dapat dilakukan dengan terapi diet. Untuk memenuhi
asupan zat besi, tingkatkan konsumsi bahan makanan tinggi zat besi (Fe) misalnya
makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau tua.

Defisiensi besi bukan satu-satunya penyebab anemia, tetapi apabila prevalensi anemia
tinggi, defisiensi besi biasanya dianggap sebagai penyebab yang paling dominan.
Pertimbangan itu membuat suplementasi tablet besi folat selama ini dianggap sebagai
salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia. Anemia dapat
diatasi dengan meminum tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD). Kepada ibu hamil
umumnya diberikan sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama
masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 miligram besi
elemental dan 0.25 mg asam folat. Pada beberapa orang, pemberian preparat besi ini
mempunyai efek samping seperti mual, nyeri lambung, muntah, kadang diare, dan sulit
buang air besar. Agar tidak terjadi efek samping dianjurkan minum tablet setelah makan
pada malam hari.

A. DEFINISI ANEMIA
Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin
yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa
nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada
awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian
besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas
alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai
kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan
kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi
dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup,
yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi
serum (Serum Iron = SI) dan jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total
(Total Iron Binding Capacity/TIBC) meninggi dan cadangan besi dalam sumsum
tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi
diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi
seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari
penyakit.

B. PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN


Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II
kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000
ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah
partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta,
yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.
C. ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c. Kurangnya zat besi dalam makanan.
d. Kebutuhan zat besi meningkat.
e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

D. GEJALA KLINIS
Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi
sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit
dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama
dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing,
palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada
umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-
gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.

E. DERAJAT ANEMIA
Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil,
didasarkan pada criteria WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu
normal (≥11 gr/dl), anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8
g/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin
ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan
tertinggi 14.00 mg/dl.
Klasifikasi anemia yang lain adalah :
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.

F. DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA KEHAMILAN


Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh
tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan
frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal,
angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal
meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita
yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus
imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama,
perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan
terhadap infek¬si dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada
janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri¬natal, dan lain-
lain)

G. PENGOBATAN ANEMIA
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian
besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida.
Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum
makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet.
Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian
zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan
menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu
menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang
normal dan tidak berbahaya

H. PENCEGAHAN ANEMIA
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan
asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat
diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi.
Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam
dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan
bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat
besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan
zat besi.
Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi.
Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin
banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan
Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan
akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu
diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2
tahun.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sumber daya manusia tidak terlepas dari upaya kesehatan
khususnya upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Ibu pada
prinsipnya memiliki peran ganda yaitu sebagai pengasuh anak yang secara makro
akan ikut menentukan generasi bangsa yang akan datang, maupun secara mikro
ibu ikut menentukan ekonomi keluarga. Karena itu pembangunan sumber daya
manusia harus dimulai sejak dini yakni pada saat janin masih dalam kandungan
ibu dan masa awal pertumbuhannya. Dengan demikian maka kesehatan bayi baru
lahir kurang dari satu bulan (neonatal) menjadi sangat penting karena akan
menentukan apakah generasi kita yang akan datang dalam keadaan sehat dan
berkualitas serta mampu menghadapi tantangan globalisasi (Sujudi, 2004).
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada
masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang
sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi
yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama
hamil. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu
hamil, antara lain mengukur kadar hemoglobin (Hb). Pengukuran kadar Hb
dilakukan untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi (Lubis,
2003). Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun nifas dan masa selanjutnya, juga bagi hasil
konsepsi. Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas
serta mortalitas ibu dan anak (Hudono, 2006). Dinas Kesehatan Kota Solo, sejak
2001-2004 menunjukkan prosentase ibu hamil yang menderita anemia mencapai
53,4% (Departemen Kesehatan [Depkes], 2005). Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi anemia pada ibu hamil di DKI
Jakarta adalah sebesar 43,5% (Depkes, 2007). Berdasarkan penelitian Herlina dan
Djamillus (2008), proporsi ibu hamil yang menderita anemia di wilayah kerja
Puskesmas Kota Bogor tahun 2005 adalah sebesar 42%.
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Perubahan
pertukaran gas dan transpor oksigen selama kehamilan dan persalinan akan
mempengaruhi oksigenasi sel–sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan
gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat
kondisi ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita
ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu
yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan
lain-lain. Pada gangguan yang terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan
oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan
berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Gangguan persalinan pada ibu
hamil dengan anemia lebih bersifat mendadak dan hampir selalu mengakibatkan
anoksia atau hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatorum. Bayi yang
mengalami asfiksia, tingkatnya perlu diketahui untuk dapat melakukan resusitasi
yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut Apgar.
(Aminullah, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto (1993), memperlihatkan
adanya perbedaan frekuensi asfiksia neonatorum pada ibu yang anemia dan tanpa
anemia, dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan
terjadinya asfiksia neonatorum dengan anemia ibu hamil, dimana resiko terjadinya
asfiksia neonatorum pada ibu anemia sebesar 1,29 kali dibanding ibu tanpa
anemia. Studi oleh Bakhtiar, Khan dan Nasar (2007), mengenai hubungan antara
hemoglobin ibu dengan perinatal outcome menunjukkan ibu dengan anemia akan
meningkatkan kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), kematian intra uterin
dan skor Apgar rendah. Studi mengenai efek ibu dengan anemia terhadap fetal
outcome seperti skor Apgar dan berat lahir, oleh Rehman, Ghazanfar dan Soomro
(2005), menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia (Hb<11g/dl) melahirkan
bayi dengan BBLR, angka mortalitas tinggi dan mempunyai skor Apgar yang
berbeda secara signifikan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu tidak anemia
(Hb>11g/dl).
In partu adalah seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan.
Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan
presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa
serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang
dari 24 jam. Partus luar biasa atau abnormal ialah bila bayi dilahirkan per vaginam
dengan cunam atau ekstrator vakum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi
dan sebagainya (Wikjosastro, 2006). Persalinan secara vakum mempunyai resiko
meningkatkan kejadian asfiksia neonatorum menit pertama secara statistik
bermakna bila dibanding persalinan spontan (Purwatiningsih, 2003).
Kadar Hb bisa menunjukkan keadaan anemia gizi atau tidak. Prevalensi
anemia ibu hamil di Indonesia cukup tinggi. Anemia dalam kehamilan memberi
pengaruh kurang baik terhadap ibu dan hasil konsepsi, di samping itu cara
persalinan juga berpengaruh terhadap keadaan hasil konsepsi yang dilahirkan.

Anda mungkin juga menyukai