Menurut Van Hiele, dalam mempelajari bangun ruang, tahap kognitif siswa
kelompok kontrol telah mencapai level kognitif 1 pada tingkat Analisis, dimana
pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun ruang berdasarkan ciri-ciri
dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tingkat ini siswa sudah terbiasa
menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bangun dan mengamati sifat-sifat
yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Sedangkan tahap kognitif siswa kelompok
eksperimen baru mencapai level 0, yaitu tahap visualisasi dimana mereka
memandang sesuatu bangun ruang sebagai suatu keseluruhan (holistic). Pada
tingkat ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing
bangun. Dengan demikian, meskipun pada tingkat ini siswa sudah mengenal nama
sesuatu bangun, siswa belum mengamati ciri-ciri dari bangun itu. Van Hiele
menjawab mengapa hal ini terjadi dengan menjelaskan bahwa ketika siswa
mempelajari konsep bangun ruang haruslah melalui tahap-tahap kognitif diatas,
namun kemampuan mencapai tahap-tahap tersebut bergantung pada pengajaran
dari guru dan proses belajar yang dilalui siswa. Dari hal diatas dan dari penelitian
ini, siswa agak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan metode pembelajaran
yang baru, yang menggunakan alat peraga tiga dimensi, sehingga siswa
membutuhkan waktu yang lama ketika harus mencerna materi pelajaran yang
dalam hal ini juga merupakan sesuatu yang baru bagi siswa-siswa, sehingga fokus
perhatian siswa terbagi untuk menyesuaikan diri dengan materi baru serta metode
baru. Sebaliknya, ketika diberikan materi pelajaran baru dengan metode lama,
metode yang biasa didapat dari guru, siswa cenderung lebih mudah dalam
menyerap materinya karena fokus perhatian siswa hanya pada materi pelajaran
yang baru. Pemberian perlakuan yang diberikan berulang-ulang kepada siswa dapat
mengoptimalkan kemampuan penyerapan materi siswa.