Anda di halaman 1dari 32

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS

TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN


KETERAMPILAN GENERIK SAINS DAN BERPIKIR KRITIS
SISWA SMA PADA TOPIK RELATIVITAS

OLEH

ARIONO
A1 C3 07 049

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan sains dan teknologi sekarang ini khususnya teknologi
informasi sangat pesat. Perkembangan teknologi yang menggabungkan
komputasi dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data,
suara dan video ini berdampak terhadap perubahan dalam masyarakat dan
perkembangan berbagai bidang pendidikan. Bidang pendidikan perlu
merespon perkembangan teknologi informasi ini, terutama dalam kaitannya
dengan penyiapan sumber daya manusia yang mampu berdaya saing dalam
iklim global.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari
perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti
mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran
sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga
memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras
berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta
pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa
pemahaman yang baik tentang fisika (Permendiknas No. 24 Tahun 2006).
Pada tingkat SMA/MA, fisika dipandang penting untuk diajarkan
sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan. Pertama,
selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, mata pelajaran Fisika
dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang
berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kedua,
mata pelajaran Fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan
yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi
serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran fisika dilaksanakan

2
secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting
kecakapan hidup (Permendiknas No. 24 Tahun 2006).
Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia
pendidikan. Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi
pelajaran yang lebih menarik tidak monoton dan memudahkan penyampaian.
Siswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan
komputer yang dilengkapi dengan program berbasis multimedia (Kadir dan
Triwahyuni, 2003).
Teknologi informasi dalam pendidikan diaplikasikan dalam bentuk
multimedia yang bentuk sebagai perangkat lunak (software), yang
memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi.
Penggunaan aplikasi muitimedia dalam pembelajaran akan meningkatkan
efisiensi, motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif belajar eksperimental,
konsisten dengan belajar yang berpusat pada siswa, dan memandu pebelajar
untuk belajar lebih baik (Crowther dan Davies dalam Suyanto, 2003).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa sejalan dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang merupakan kurikulum berbasis
kompetensi dimana dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa dengan
guru bertindak sebagai fasilitator. Proses pembelajaran sendiri merupakan
interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan
pendidikan yang didalamnya teradapat kegiatan belajar siswa dan kegiatan
mengajar guru yang berlangsung bersamaan dalam kurun waktu yang sama
(Arifin et al. 2003).
Proses pembelajaran suatu topik dapat dikemas dalam suatu bentuk
model pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil (1996) model pembelajaran
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu model interaksi sosial, model
pemrosesan informasi, model pengembangan kepribadian, dan model
modifikasi perilaku. Model pemrosesan informasi menekankan pada
peningkatan kemampuan siswa dalam memproses informasi, dalam arti
bagaimana siswa menangkap stimulus yang ada dan menyimpannya sebagai

3
informasi yang bermakna bagi dirinya dalam memori jangka pendek dan
jangka panjang, serta kemampuan menggunakan kembali informasi tersebut
untuk kepentingan penyelesaian masalah. (Arifin et al. 2003)
Pada proses pembelajaran perlu dikembangkan keterampilan berpikir
yang merupakan suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar
dan berpikir kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut proses berpikir
tingkat tinggi ada empat macam, yaitu pemecahan masalah. pengambilan
keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif (Costa, 1985).
Menurut Ennis dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan
berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan
untuk dilakukan. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5
kelompok yaitu:
1. memberikan penjelasan sederhana:
2. membangun keterampilan dasar
3. membuat inferensi
4. membuat penjelasan lebih lanjut
5. mengatur strategi dan taktik.
Dalam belajar sains keterampi1an berpikir dapat dikembangkan
melalui penguasaan 9 macam indikator keterampilan generik sains
(Brotosiswoyo, 2001 yaitu:
1. pengamatan langsung
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran lentang skala hesaran:
4. hahasa simbolik:
5. kerangka logika taat asas;
6. inferensia logika;
7. hukum sebab akibat;
8. pemodelan matematik dan
9. membangun konsep.

4
Topik Relativitas mempelajari konsep abstrak yang sulit dijelaskan
kepada siswa, dalam penjelasannya memerlukan bantuan media lain. Salah
satu media yang dapat digunakan adalah multimedia komputer.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk
mengembangkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa pada topik relativitas.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa setelah penerapan
model Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Sejauh mana model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik relativitas dapat
meningkatkan pemahaman konsep, mengembangkan keterampilan generik
sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa?”
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian terfokus
pada:
1. Bagaimana pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
relativitas?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan generik sains siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada
topik relativitas?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kiritis siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada
topik Relativitas?
4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terahadap pembelajaran fisika
berbasis teknologi informasi yang dikembangkan untuk melatih
keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis siswa pada
topik relativitas ?

5
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengembangkan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi
untuk meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan keterampilan
generik sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas.
2. Mendapatkan gambaran tentang model pembelajaran fisika berbasis
teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep,
meningkatkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa pada topik relativitas.

D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris tentang model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan
pemahaman konsep, meningkatkan keterampilan generik sains, dan
keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas yang berguna bagi
siapa saja yang berkepentingan.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi didefinisika
sebagai model pembelajaran dimana penyampaian materi, diskusi dan
kegiatan pembelajaran lainnya dilakukan melalui media komputer yang
dikembangkan dalam bentuk multimedia interaktif. Materi pembelajaran
yang disampaikan dalam bentuk teks, grafik, audio, animasi dan simulasi
yang interaktif (Darmadi, 2007).
2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam
memahami konsep-konsep relativitas secara ilmiah, baik secara teori
maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat dari
tes awal dan tes akhir (Dahar, 1996).

6
3. Keterampilan generik sains adalah kemampuan dasar (generik) yang dapat
ditumbuhkan ketika peserta didik menjalani proses belajar ilmu fisika
yang bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas.
Dalam penelitian ini ada 5 indikator yang digunakan yaitu: (1) pengamatan
tak langsung; (2) bahasa simbolik; (3) inferensi logika taat azas; (4)
pemodelan matematika, 5) membangun konsep Brotosiswoyo (2001)
4. Berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang
diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan
(Ennis dalam Costa, 1985). Indikator keterampilan berpikir kritis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) menemukan persamaan dan
perbedaan; (2) kemampuan memberikan alasan (3) membuat kesimpulan
(4) menerapkan prinsip yang dapat diterima.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan.


Teknologi informasi (information technology) biasa disebut TI, IT, atau
infotech. Menurut Roger (1986) dalam Darmawan (2007), teknolog informasi adalah
perangkat keras bersifat organisatoris, dan meneruskan nilai-nilai sosial dengan siapa
individu atau khalayak mengumpulkan, memproses, dan saling mempertukarkan
informasi dengan individu atau khalayak lain.
Menurut Wahyudi (1992) teknologi informasi dapat diartikan sebagai
teknologi elektronika yang mampu mendukung percepatan dan meningkan kaulitas
informasi serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang
dan waktu. Sedangkan Menurut William dan Sawyer (2003) teknologi informasi
adalah teknologi yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur
komunikasi berkecepatan tinggi yang membawa data, suara, dan video (Kadir dan
Triwahyuni, 2003)
Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia pendidikan.
Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi pelajaran yang lebih
menarik. tidak monoton dan memudahkan penyampaian. Siswa dapat mempelajari
materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang dilengkapi
dengan program berbasis multimedia. (Kadir dan Triwahyuni, 2003).

1. Media pembelajaran
Kata media berasal dan bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’,
‘perantara’ atau ‘pengantar. Heinich dkk (1982) dalam Arsyad (2006)
mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang
diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional
atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran. Secara umum media mempunyai kegunaan:
a. memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.
c. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
d. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetiknya.
e. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985) dalam
Arsyad (2006) adalah:
a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
b. Pembelajaran dapat lebih menarik
c. pembelajaran dapat ditingkatkan
d. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun
diperlukan
e. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan
f. Peran guru berubahan kearah yang positif
Dua sisi penting dan fungsi media dalam proses pembelajaran di kelas yaitu: 1)
membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat
keberlangsungan PBM. Penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan
lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis sesuai
dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; 2) membantu siswa dalam
mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan perhatian
dan mempertahankan perhatian, memelihara keseimbangan mental, serta mendorong
belajar mandiri (Arifin et al. 2003).
2. Multimedia Interaktif
Menurut Arsyad, 2006 dalam Darmadi, 2007 multimedia diartikan sebagai lebih dari
satu media. Ini bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan video,
yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada
kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu.
Sedangkan Haffos (Fieldmen, 2001) mengartikan multimedia sebagai suatu sistem
komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan
untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi,
suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer (Munir, 2001).

Gambar Konsep Multimedia (Munir, 2001)

Berikut ini merupakan uraian mengenai elernen-elemen multimedia (Karyadinata,


2006):
a. Teks
Teks merupakan simbol kata atau kalimat yang berfungsi menjelaskan tentang isi
dan materi multimedia. Kebutuhan teks bergantung pada kegunaan aplikasi
multimedia.
b. Gambar
Gambar dalam multimedia dapat berupa foto, gambar ilustrasi, dan gambar hasil
sketsa tangan. Gambar-gambar tersebut mempunyai peran dalam menyampaikan
informasi.
c. Grafik
Grafik dalam multimedia juga berfungsi sebagai penyampai informasi yang
berhubungan dengan fakta, data statistik, dan gagasan-gagasan dalam matematika
d. Suara
Dengan menggunakan suara aplikasi lebih terintegrasi, pemakai dapat merasakan
kenyamanan terhadap suara yang mewakili aplikasi tersebut sehingga suatu
informasi dapat disampaikan lebih cepat.
e. Video
Video dapat diambil dan kejadian sebenarnya yang direkam, yang berguna untuk
menambah daya tarik dan memperjelas informasi yang akan disampaikan.
f. Animasi
Animasi dapat diartikan sebagai subyek yang bergerak, animasi berguna untuk
mensimulasikan konsep tentang hal-hal yang melihatkan gerakan. Misalnya
pergerakan kerangka acuan dalam gerak.
g. Interaktif
lnteraktif adalah adanya komunikasi antara pengguna dengan komponen yang
terdapat di dalam komputer. Komunikasi dapat melalui keyboard, mouse, atau
alat input lainnya. Dalam hal ini pengguna dapat memilih apa yang akan
dikerjakan selanjutnya, bertanya dan mendapatkan jawaban yang mempengaruhi
komputer untuk mengerjakan fungsi selanjutnya.
3. Penggunaan Multimedia dalam Pembelajaran
Fungsi multimedia pembelajaran dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Suplemen (tambahan)
Fungsi multimedia sebagai suplemen artinya peserta didik mempunyai kebebasan
memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak.
b. Komplemen (pelengkap)
Fungsi multimedia sebagai komplemen materi pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di
dalam kelas.
c. Substitusi (pengganti)
Fungsi multimedia sebagai substitusi, artinya multimedia menggantikan sebagian
besar peranan guru ini dapat menjadi alternatif model kegiatan pembelajaran.

Dalam dunia pendidikan, aplikasi multimedia berfungsi sebagai perangkat lunak


(sofware) pembelajaran, yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari
suatu materi. Multimedia memiliki keistimewaan diantaranya adalah:
a. interaktif dengan memberikan kemudahan umpan balik;
b. kebebasan menentukan topik pembelajaran;
c. kontrol yang sistematis dalam proses belajar (Munir. 2001)
Pembelajaran dengan komputer akan memberikan motivasi yang lebih tinggi karena
komputer selalu dikaitkan dengan kesenangan, permainan, dan kreativitas. Hal ini
dikarenakan komputer memiliki sejumlah kemampuan, kelebihan.Berikut
dikemukakan beberapa kelebihan komputer sehagai sarana/media pembelajaran
menurut Heinieh (1996) dalam Kariadinata (2006) yaitu dengan komputer:
1. siswa dapat belajar sesuai kemampuan dan kecepatannya masing-masing
dalam memahami pengetahuan dan informasi yang ditampilkan;
2. aktivitas belajar siswa dapat terkontrol;
3. siswa mendapat fasilitas untuk mengulang jika diperlukan, dalam
pengulangan tersebut siswa bebas mengembangkan kreativitasnya;
4. siswa dibantu untuk memperoleh umpan balik (feed back) dengan segera;
5. tercipta iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat (slow learner),
tetapi juga dapat memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih cepat (Fast
learner);
6. pemberian umpan balik (feed back) dan pengukuhan (reinforcement) terhadap
hasil belajar dapat diprogram;
7. pemeriksaan dan pemberian skor hasil belajar secara otomatis dapat
diprogram;
8. memberikan sarana bagi siswa untuk melakukan kegiatan tertentu dapat
dirancang:
9. informasi dan pengetahuan dengan tingkat realisme yang tinggi dapat
disampaikan karena kemampuannya mengintegrasikan komponen warna, musik,
animasi, dan grafik.

Di samping memiliki kelebihan. komputer sebagai sarana/media dalam pembelajaran


juga memiliki kendala yang diantaranya:
1. tingginya biaya pengadaan dan pengembangan program komputer, terutama
yang dirancang khusus untuk maksud pembelajaran.
2. pengadaaan, pemeliharaan dan perawatan komponen komputer yang meliputi
hardware dan software memerlukan biaya yang relatif tinggi.
3. merancang dan memproduksi program pembelajaran berbasis komputer
merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Memproduksi program komputer
merupakan kegitan intensif yang memerlukan waktu banyak dan juga keahlian
khusus.
penggunaan sebuah program komputer memerlukan perangkat keras dengan
spesifikasi yang sesuai. Perangkat lunak sebuah komputer seringkali tidak dapat
digunakan pada komputer yang spesifikasinya tidak sama.

B. Keterampilan Generik Sains


Keterampilan generik sains menurut Brotosiswoyo (2001) kemampuan generik sains
dalam pembelajaran IPA dapat dikatagorikan menjadi 9 indikator yaitu:
1. pengamatan langsung
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran tentang skala
4. bahasa simbolik
5. kerangka logika taat asas
6. inferensi logika
7. hukum sebab akibat
8. pemodelan matematika
9. membangun konsep
Makna dan seta; keterampilan generik sains tersebut adalah (Liliasari,2005)
1. Pengamatan Langsung
Sains merupakan ilmu tentang fenomena dan perilaku dalam sepanjang masih
dapat diamati oleh manusia. Hal ini menuntut adanya kemampuan manusia untuk
melakukan pengamatan langsung dan mencari keterkaitan-keterkaitan sebab
akibat dan pengamatan tersebut.
2. Pengamatan Tak Langsung
Dalam melakukan pengamatan langsung, alat indera yang digunakan manusia
memiliki keterbatasan. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut manusia
melengkapi diri dengan berbagai peralatan. Beberapa gejala alam lain juga terlalu
berbahaya jika kontak langsung dengan tubuh manusia, seperti arus listrik, zat-zat
kimia beracun, untuk mengenalnya diperlukan alat bantu seperti ampermeter,
indikator, dan lain-lain. Cara mi dikenal sehagai pengamatan tak langsung
3. Kesadaran Akan Skala Besaran
Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka seseorang yang belajar sains akan
memiliki kesadaran akan skala besaran dan berbagai obyek yang dipelajarinya.
Dengan demikian ia dapat membayangkan bahwa yang dipelajarinya itu tentang
dan ukuran yang sangat besar seperti jagad raya sampai yang sangat kecil seperti
keberadaan pasangan elektron. Ukuran jumlah juga sangat mencengangkan,
misalnya peduduk dunia lebih dan 5 milyar maka jumlah molekul dalam 1 mol zat
mencapai 6,02 x 1023 buah.
4. Bahasa Simbolik
Untuk memperjelas gejala alam yang dipelajari oleh setiap rumpun ilmu
diperlukan bahasa simbolik. agar terjadi komunikasi dalam bidang ilmu tersebut.
Dalam sains misalnya bidang kimia mengenal adanya lambang unsur, persamaan
reaksi, simbol-simbol untuk reaksi, reaksi kesetimbangan, resonansi dan banyak
lagi bahasa simbolik yang telah disepakati dalam bidang ilmu tersebut.
5. Kerangka Logika Taat Asas
Pada pengamatan panjang tentang gejala alam yang dijelaskan melalui banyak
hukum-hukum, orang akan menyadari keganjilan dan sifat taat asasnya secara
logika. Untuk membuat hubungan hukum-hukum itu agar taat asas, maka perlu
ditemukan teori baru yang menunjukkan kerangka logika taat asas. Misalnya
keganjilan antara hukum mekanika Newton dan Elektrodinamika Maxwell. yang
akhirnya dibuat taat asas dengan lahirnya teori relativitas Enstein.
6. Inferensia Logika
Logika sangat berperan dalam melahirkan hukum-hukum sains. Banyak fakta
yang tak dapat diamati langsung dapat ditemukan melalui inferensia logika dan
konsekuensi-konsekuensi logis basil pemikiran dalam belajar sains. Misalnya titik
nol derajat Kelvin sampai saat ini belum dapat direalisasikan keberadaannya,
tetapi orang yakin bahwa itu benar.
7. Hukum Sebab Akibat
Rangkaian hubungan antara berhagai faktor dan gejala yang diamati diyikini sains
selalu membantu hubungan yang dikenal sebagai hukum sebab akibat.
8. Pemodelan Matematik
Untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang diamati di perlukan bantuan
pemodelan matematika agar dapat diprediksikan dengan tepat bagaimana
kecenderungan hubungan atau perubahan suatu fenomena alam.
9. Membangun Konsep
Tidak semua fenomena alam dapat dipahami dengan bahasa sehari-hari, karena
itu diperlukan bahasa khusus ini yang dapat disebut konsep. Jadi belajar sains
memerlukan kemampuan untuk membangun konsep, agar bisa ditelaah lebih
lanjut untuk memerlukan pemahaman yang lebih lanjut, konsep-konsep inilah
diuji keterterapannya.

C. Keterampilan Berpikir Kritis


Berpikir tidak dapat dilepaskan dan aktivitas manusia, karena berpikir
merupakan ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Berpikir pada
umumnya dedefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan
pengetahuan. Keterampilan berpikir dikelompokkan menjadi keterampilan berpikir
dasar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Menurut Costa (1985) yang termasuk
keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan variabel,
tranformasi, dan hubungan sebab akibat Sedangkan keterampilan berpikir kompleks
meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Keterampilan berpikir kritis secara esensial merupakan keterampilan
menyelesaikan masalah (Problem Solving) (Costa. 1985). Sedangkan menurut Ennis
dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif
yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan.
Menurut Ennis dalam Costa (1985) indikator keterampilan berpikir kritis dibagi
menjadi 5 kelompok. Indikator keterampilan berpikir kritis yang digunakan dalam
penelitian ini diuraikan lebih lanjut dalam tabel :
Keterampilan Berfikir Sub Keterampilan Penjelasan
Kritis Berfikir Kritis
Memberikan penjelasan Menganalisis argument Menemukan persamaan
sederhana (Elementery dan perbedaan
clarification)
Membangun Mempertimbangkan Kemampuan memberikan
keterampilan dasar kredibilitas (kriteria) alasan
(Basic support) suatu sumber
Menyimpulkan Membuat induksi dan Membuat kesimpulan
(Interference) mempertimbangkan
induksi
Membuat dan Menerapkan prinsip-
mempertimbangkan nilai prinsip yang dapat
keputusan diterima

Nickerson et al (1985) dalam Liliasari (2002) menyatakan bahwa


keterampilan berpikir selalu berkembang dan dapat dipelajari. Dalam proses
pembelajaran pengembangan berpikir kritis lebih melihatkan peserta didik sebagai
pemikir daripada seorang belajar (Splitter, 1991).
Max Black (1952) dan Robert Ennis (1962) dalam Arifin 2003 menyatakan
berpikir kritis adalah kernampuan menggunakan logika. Logika merupakan cara
berpikir untuk rnendapatkan pengetahuan yang disertai pengkajian kebenarannya
yang efektif berdasarkan pola penalaran tertentu.
Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir untuk menganalisis argumen dan
memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpresitasi, untuk
mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis memahami asumsi dan bias
yang mendasari tiap-tiap posisi. Akhinya dapat memberikan model presentasi yang
dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan (Liliàsari, 2005).

C. Konsep sebagai Komponen Pengetahuan Fisika


Belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan pengetahuan
umumnya diawali dengan observasi terhadap kejadian atau obyek berdasarkan konsep
yang telah kita miliki. Konsep sebagai gambaran mental dari gejala alam mempunyai
lingkup yang luas mengenai keteraturan kejadian atau obyek yang dinyatakan dengan
suatu label (Novak dalam Liliasari, 2002).
Konsep adalah dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk meruuskan
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Namun secara umum konsep adalah
suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa
atau fenomena lainnya. Woodruff (Amin, 1987) mendifinisikan konsep sebagi berikut
:
1. suatu gagasan yang relatif sempurna dan bermakna
2. suatu pengertian tentang suatu obyek
3. produk subyektif yang berasal dari cara seseorang membuat
pengertian terhadap obyek-obyek atau benda-benda melalui pengalamannya.
Ehrenberg (Liliasari, 2002) mengemukakan konsep adalah sekeumpulan atribut atau
karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari
kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian
tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non contoh. Konsep
terdiri atas label konsep yang merupakansatu atau lebih istilah yang digunakan untuk
menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan karakteristik konsep yang
merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan.
Menurut Flavel (Liliasari, 2002) konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuh
dimensi yang meliputi :
1. atribut, yang berupa fisik ataupun fungsional
2. struktur, yang menunjukkan keterkaitan antara atribut-atribut
konsep, keterkaitan ini dapat konjungtif, disjungtif dan relasional
3. keabstrakan, yang membedakan atas konkrit dan abstrak
4. keinklusifan, yanng menggambarkan luas atau sempitnya ruang
lingkup suatu konsep
5. keumuman, yang menggambarkan banyak (superordinat) atau
sedikitnya (subordinat) hubungan suatu konsep dengan konsep lain
6. ketepatan, yang menggambarkan kejelasan definisi suatu konsep
sehingga mudah membedakan dari non-contoh
7. kekuatan, menggambarkan pentingnya konsep berdasarkan
pendapat umum

Ausubel (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa konsep diperoleh dengan dua cara
yaitu melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept
assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui proses
induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan (discovery
learning). Dengan melalui belajar penemuan, peserta didik akan merasakan suatu
yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik
(hafalan). Sementara perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan
proses deduktif. Dalam proses ini peserta didik memperoleh konsep dengan cara
menghubungkan atribut konsep yang sudah dikenalnya dengan gagasan yang relevan
yang sudah dalam struktur kognitifnya.
Berdasarkan atribut-atribut, konsep dapat dibagi menjadi delapan kelompok
(Heron dalam Liliasari, 2002) yaitu :
1. konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat
2. konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihat
3. konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat
4. konsep yang berdasarkan suatu prinsip
5. konsep yang melibatkan penggambaran simbol
6. konsep yang menyatakan proses
7. konsep yang menyatakan sifat
8. konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran
Pada umumnya konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu fisika sering dinyatakan
dalam bahasa simbolik. Simbol-simbol ini merupakan maipulasi dari suatu atau
beberapa penalaran proses IPA yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa
komunikasi sehari-hari.
Dalam belajar fisika, peserta didik dituntut memahami konsep-konsep yang ada,
karena dengan menguasai dan memahami konsep akan memudahkan peserta didik
dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah dan mengenal gejala alam yang ada
disekitarnya. Untuk memecahkan masalah, peserta didik harus mengetahui atauran-
aturan yang relevan dan aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang
diperolehnya. Dahar (1989) mengemukakan bahwa manusia perlu mengetahui dan
memahami sejumlah konsep, sebab konsep merupakan ide yang paling tinggi atau
batu-batu pembengunan (building block) berpikir manusia.
Keberhasilan proses pembelajara fisika dipengaruhi motivasi, keterkaitan konsep
baru dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya, hadirnya konsep baru dalam
konteks yang relevan serta lingkungan belajar yang menyenangkan serta penuh
antusiasme. Adanya multimedia interaktif membantu keberhasilan proses tersebut
dalam hal membantu siswa menyimpan informasi baru dengan lebih mudah.
Pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan, menghasilkan ingatan
lebih baik terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari sehingga proses recall lebih
efisien.
Multimedia interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio, grafik,
animasi dan simulasi interaktif mampu mengadaptasi perbedaan cara belajar siswa
sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan. Visualisasi disajikan
memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi
dengan menghubungkan panca indera mereka dengan antusias sehingga informasi
yang masuk ke bank memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk di recall pada
saat informasi tersebut digunakan. Pemrosesan informasi dalam pembentukan konsep
akan mudah di recall apabila tersmpan dalam memori jangka panjang terutama
dalam bentuk gambar (Matlin, 1994).

D. Pertimbangan Materi Subyek Relativitas


Materi subyek relativitas merupakan salah satu materi fisika SMA kelas XII yang
banyak memiliki konsep-konsep abstrak, sulit untuk divisualisasikan dan memiliki
kompleksitas yang cukup tinggi. Biasaya pembelajaran materi ini dilakukan dengan
cara konvensional yaitu mengembangkan model matematika abstrak dan prinsip
fisika dengan grafik 2D dan teks saja. Model pembelajaran ini dapat mengakibatkan
suatu situasi dimana siswa tidak dapat menerapkan teori yang telah dipelajarinya
kedalam situasi nyata, atau tidak dapat menjelaskan dengan pengetahuan yang telah
dipelajarinya. Pertimbangan pemilihan materi subyek yang bersifat abstrak
memungkinkan untuk penggunaan multimedia interaktif sebagai media pembelajaran
yang mampu memvisualisasikan meteri-materi relativitas yang bersifat abstrak.
Topik relativitas dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diberikan di kelas XII
semester 2.
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3. Menganalisis berbagai besaran fisis 3.3.Memformulasikan teori
pada gejala kuantum dan batas- relativitas khusus untuk waktu,
batas berlakunya relativitas Einstein panjang, dan massa, serta
dalam paradigma fisika modern kesetaraan massa dengan
energi yang diterapkan dalam
teknologi.

Adapun materi yang termuat dalam topik relativitas adalah sebagai berikut :
Kejadian, Pengamatan dan Kerangka Acuan.
Kejadian adalah suatu peristiwa fisika yang terjadi dalam suatu ruang pada
suatu waktu sesaat yang tertentu. Sebagai contoh kejadian adalah: kilat di langit,
tumbukan antara dua mobil, jatuhnya buah dan pohonnya, dan sebagainya. Seseorang
yang mengamati suatu kejadian dan melakukan pengukuran, misalnya pengukuran
koordinat dan waktu, disebut pengamat. Alat ukur apa saja yang melakukan
pengukuran terhadap suatu kejadian juga disebut pengamat.
Untuk menentukan letak sebuah titik dalam ruang kita memerlukan suatu
sistem koordinat atau kerangka acuan. Misalnya, untuk menyatakan buah
sebelum jatuh dari pohonnya, seorang pengamat memerlukan suatu kerangka
acuan dengan sistem koordinat (x, y, z). Jadi, kerangka acuan adalah suatu
sistem koordinat, misalnya sistem koordinat (x, y, z) di mana seorang pengamat
melakukan pengamatan terhadap suatu kejadian.
Kerangka acuan yang kita maksud dalam keseluruhan bab ini adalah
kerangka acuan inersial, yaitu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam
atau jika bergerak akan bergerak dengan kecepatan konstan (kelajuan konstan pada
suatu garis lurus, misalnya pada arah x). Prinsip relativitas Newton menyatakan
bahwa semua hukum mekanika Newton berlaku sama untuk semua kerangka acuan
inersial.
Transformasi Galileo.
Terdapat kerangka acuan S dengan sistem koordinat (x, y, z) dan kerangka
acuan S’ dengan sistem koordinat (x’, y’, z’). Pada t =0 kedua kerangka acuan ini
berimpit. Kemudian kerangka acuan S’ bergerak dengan kelajuan tetap v dalam arah
x terhadap kerangka acuan S. Setelah t sekon kedudukan kedua kerangka acuan
terpisah sejauh vt, seperti tampak pada Gambar dibawah. Ambil suatu kejadian di
titik P dalam kerangka acuan S’, maka transformasi Galileo untuk koordinat dan
waktu adalah sebagai berikut :

x ' =x−vt x=x ' +vt


y'= y y= y '
z ' =z z=z '
t ' =t atau dapat ditulis t=t '
Gambar : Posisi kerangka acuan S’ setelah t sekon bergerak dengan kelajuan tetp v
dalam arah x terhadap kerangka acuan S

Ambil komponen-komponen kelajuan partikel sejajar sumbu x, y, dan z adalah ux’,


uy’ dan uz’ untuk kerangka acuan S’, dan ux, uy dan uz untuk kerangka acuan S, maka
transformasi Galileo untuk kecepatan adalah sebagai beriküt.
u'x=u x −v u x=u 'x + v
u'y =u y u y =u'y
u'z =uz
'
atau dapat ditulis u z =uz

Hipotesa Eter.
Setelah Maxwell menyatakan bahwa cahaya tidak lain adalah gelombang
elektromagnetik, para pakar fisika abad ke- 19 segera melakukan berbagai usaha
untuk mempelajari sifat zat perantara (medium) yang berperan bagi perambatan
gelombang elektromagnetik. Zat perantara ini disebut eter, dan para pakar
menyatakan hipotesa eter sebagai berikut :
Alam semesta mi dipenuhi eter yang tidak bermassa dan tidak tampak, dan fungsi
satu-satunya adalah untuk menghantarkan gelombang elektromagnetik.

Percobaan Michelson-Morley.
Michelson dan Morley ingin membuktikan keberadaan eter. Percobaan
mereka pada dasarnya menggunakan interferometer yang skema diagramnya
ditunjukkan pada Gambar. Cahaya dan sumber S ketika sampai di A dibagi menjadi
dua berkas. Berkas pertama (diberi tanda (1)) diteruskan oleh A menuju ke cermin C
kemudian dipantulkan kembali ke A dan akhirnya menuju pengamat. Perhatikan,
gerak herkas cahaya (1) bolak-balik AC adalah sejajar dengan arah angin eter. Berkas
cahaya kedua (diberi tanda (2)) dipantulkan oleh cermin A menuju ke cermin B
kemudian dipantulkan balik oleh cermin B menuju ke A, dan akhirnya menuju
pengamat. Perhatikan, gerak berkas cahaya 2 bolak-balik AB adalah tegak lurus
terhadap arah angin eter. Dalam analisis, angin eter kita analogikan dengan arus air.

Gambar : Skema diagram interferometer Michelson yang digunakan oleh Michelson


dan Morley untuk membuktikan keberadaan eter.
Berkas cahaya dianalogikan dengan perenang. Dengan demikian beda waktu kedua
berkas cahaya untuk sampai ke pengamat, Δt, maka akan diperoleh persamaan :

2L 1 1
Δt=
c
√ 1−
v2

c2 [√ ]
1−
v2

c2
−1

Kelajuan angin eter dianggap sama dengan kelajuan bumi pada orbitnya mengitari
matahari, yaitu v = 3 x 104 m/s. Karena v jauh lebih, kecil daripada c (c = 3 x 10 8
m/s), maka kita dapat melakukan pendekatan sebagai berikut :
1 v2
=1+
v2 2 c2

Dengan demikian beda waktu Δt adalah :
1−
c2

v2 v2
Δt=
2L
c (
1+ 2
2c ) [( 1+
2 c2 )
−1
]
2
2 L v2 v2
Δt=
[ ( )]
+
c 2 c2 2 c2
2 L v2
Δt=
c 2 c2
L v 2
Δt=
c c ()
v
Dalam percobaan Michelson-Morley, L = 11 m, c = 1,0 x 104 dan c = 3,0 x 108
m/s, sehingga Δt = t1 – t2 = 3,7 x 10-16 s
Hasil percobaan Michelson-Morley gagal mengukur beda waktu ini, dan mereka
mendapatkan Δt = 0. Hasil Δt = 0 menjelaskan ketidakteramatan eter. Dengan kata
lain, kegagalan untuk menyingkap kerangka acuan mutlak yang berlaku untuk seluruh
alam semesta.

Prinsip Relativitas Einstein.


Permasalahan yang dimunculkan oleh percobaan Michelson-Morley baru
berhasil dipecahkan dengan teori relativitas khusus yang membentuk landasan bagi
konsep-konsep baru tentang ruang dan waktu. Dalam teori relativitas khusus, Einstein
menyatakan dua postulatnya, yang dikenal sebagai prinsip relativitas Einstein.
1. Postulat pertama menyatakan bahwa semua hukum fisika memiliki bentuk
yang sama pada semua kerangka acuan inersial.Postulat pertama ini menyatakan
bahwa tidak ada satupun percobaan yang dapat kita gunakan untuk mengukur
kecepatan terhadap suatu kerangka acuan mutlak. Yang dapat kita lakukan
hanyalah mengukur kecepatan relatif suatu kerangka acuan terhadap kerangka
acuan lainnya. Jadi, pertanyaan tentang keberadaan suatu kerangka acuan mutlak
tidak lagi bermanfaat. Mungkin saja terdapat suatu kerangka acuan mutlak tetapi
tak satupun percobaan yang dapat kita lakukan untuk menyingkap keberadaanya.
Oleh karena ini kita dapat meniadakan kerangka acuan mutlak sebab kerangka
acuan mutlak hanya menambah kerumitan yang tidak ada manfaatnya.
2. Postulat kedua menyatakan bahwa cepat rambat cahaya dalam vakum
memiliki nilai yang sama dalam semua kerangka acuan, yaitu c = 2,99792458 x
108 m/s (dibulatkan 3,0 x 108 m/s). Jadi, tidak akan pernah dijumpai suatu lajupun
yang melebihi cepat rambät cahaya c. Dengan demikian c, disebut kelajuan
mutlak. Postulat kedua ini sesuai dengan hasil percobaan Michelson-Morley yaitu
bahwa kelajuan cahaya dalam arah sejajar maupun tegak lurus adalah sama. Oleh
karena itu selang waktu cahaya yang bergerak dalam arah sejajar maupun tegak
lurus untuk sampai ke pengamat adalah sama (t 1 = t2). Dengan demikian beda
waktu Δt = t1 — t2 = 0, dan ini sesuai dengan hasil percobaan.

Transformasi Lorentz.
Untuk kecepatan-kecepatan partikel yang mendekati c, transformasi Galileo
yang berdasarkan penjumlahan kecepatan kiasik memungkinkan hasil penjumlahan
kecepatan yang melebihi c. Jelaslah transformasi Galileo tidak taat terhadap postulat
kedua Einstein. Dengan demikian, untuk kecepatan-kecepatan yang mendekati c,
transformasi Galileo harus digantikan dengan transformasi baru. Transformasi baru
ini harus selalu memberikan kelajuan paling besar c untuk setiap kerangka acuan dan
juga harus memberikan basil yang sama dengan transformasi Galileo untuk kelajuan-
kelajuan partikel yang jauh lebih kecil daripada c.
Satu-satunya kesalahan dalam transformasi Galileo adalah anggapannya bahwa untuk
kejadian sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka acuan S,
dan pengamat O’ yang ada dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak terhadap
S, selang waktu keduanya sama, waktu dianggap sebagai besaran mutlak. Dalam
konsep relativitas Einstein waktu bukanlah besaran mutlak, sehingga kedua selang
waktu ini tidak sama (t ¿ t’). Transformasi yang memenuhi kedua postulat
Einstein diturunkan pertama kali oleh H.A. Lorentz (1853-1928) pada tahun 1890,
disebut Transformasi Lorentz.
Misalkan suatu kejadian seperti kilatan cahaya terjadi di sekitar P, dilaporkan
oleh dua pengamat, pengamat yang satu diam pada kerangka acuan S dan pengamat
lainnya dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan dengan kelajuan v,
seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah. Pengamat di S melaporkan kejadian
tersebut dengan koordinat ruang-waktu (x, y, z, t), sedang pengamat dalam S’
melaporkan kejadian yang sama dengan menggunakan koordinat (x’, y’, z’, t’).

Gambar : Penampilan suatu kejadian yang terjadi di sekitar P dilaporkan (diamati)


oleh pengamat yang diam dalam kerangka actian S dan lainnya dalam kerangka
acuan 5’ yang sedang bergerak ke kanan dengan kelajuan v.

Transformasi Lorentz yang berlaku untuk semua kelajuan v mulai dan v = 0 sampai
dengan v c, untuk transformasi koordinat-waktu adalah sebagai berikut.
Dan S ke S’ :

x ' =γ ( x−vt ) x=γ ( x ' −vt' )


y '= y y= y '
' '
z =z z=z
v v
(
t ' =γ t− 2 x
c ) atau dapat ditulis
(
t=γ t ' + 2 x '
c )
dengan lambang γ (gamma), disebut tetapan transformasi, didefinisikan sebagai :
1
γ=
2
v
√ ()
1−
c
Perhatikan, nilai γ selalu lebih besar atau sama dengan satu.

Transformasi Lorentz untuk kecepatan.


Andaikan kejadian yang diamati oleh pengamat O bergerak dengan kecepatan
u(ux, uy, uz) dan kejadian yang sama ini diamati oleh pengamat O bergerak dengan
kecepatan u’ = (ux’, uy’, uz’). Transformasi Lorentz menyatakan hubungan u’ dan u
atau kebalikannya :

'
u x −v ux+ v
u'x= u x= '
ux v ux v
1− 2 1+ 2
c atau dapat ditulis c

uy u'y
u'y = uy=
ux v u 'x v
(
γ 1−
c2 ) atau dapat ditulis
(
γ 1+
c2 )
'
uz uz
u'z = uz=
ux v u'x v
(
γ 1−
c2 ) atau dapat ditulis
(
γ 1+
c2 )

Penjumlahan kecepatan relativistik.


Di sini kita hanya membatasi penjumlahan kecepatan daam satu arah saja,
misalnya arah x. Jika ux,’ adalah kecepatan suatu kejadian (partikel) dalam arah x
menurut pengamat O’ dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan
dengan kelajuan v terhadap kerangka acuan S, dan adalah kecepatan kejadian yang
sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka acuan S, maka
penjumlahan kecepatan relativistik ditunjukkan oleh Persamaan dibawah ini :
'
ux + v u x −v
u x= ' u'x=
ux v ux v
1+ 2
1−
c atau dapat ditulis c2

Kecepatan relatif berdasarkan relativitas Einstein.


Jika dua buah partikel bergerak sejajar, masing-masing dengan kecepatan v A
dan vB, maka kecepatan relatif A terhadap B sebagai acuan, ditulis v AB, dinyatakan
sebagai

Penjumlahan klasik v AB =v A −v B
v A −v B
v AB =
v .v
1− A 2 B
Penjumlahan relativistik c

Relativitas panjang.
Hasil pengukuran panjang (atau jarak antara dua titik) bergantung pada kerangka
acuan karena panjang merupakan besaran relatif. Panjang benda bila diukur dalam
kerangka acuan di mana benda diam terhadap kerangka acuan tersebut disebut
panjang sejati (proper length), diberi lambang L0. Panjang benda yang sama jika
diukur dalam kerangka acuan yang sedang bergerak sejajar terhadap benda dengan
kelajuan v disebut panjang relativistik, diberi lambang L. Akan selalu kita dapatkan
bahwa panjang relativistik lebih kecil daripada panjang sejati, ditulis L < L 0, dan
kedua besaran mi dihubungkan dengan tetapan transformasi γ > 1. Karena L<L0,

maka haruslah :
2
1 v
L= L0 =L0 1−
γ c√ ()
Efek berkurangnya panjang benda jika diukur oleh pengamat yang bergerak terhadap
benda disebut penyusutan panjang atau kontraksi panjang (length constraction).
Perhatikan, penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah gerak, sedangkan semua
komponen panjang lainnya (tegak lurus arah gerak) tidak mengalami penyusutan
panjang, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :

Gambar : Benda yang mengalami penyusutan panjang. Perhatikan bahwa hanya


komponen yang sejajar dengan arab gerak (arah kecepatan v) yang mengalami
penyusutan panjang.

Relativitas waktu.
Misalkan dua kejadian A dan B terjadi pada kedudukan yang sama dalam
suatu kerangka acuan. Selang waktu antara dna kejadian tersebut, Δt = t B — tA, diukur
oleh sebuah jam O yang diam terhadap kejadian. Selang waktu, Δt 0 yang diukur oleh
jam yang diam terhadap kejadian (jam dan kejadian berada dalam kerangka acuan
yang sama) di sebut selang waktu sejati (proper time). Jika selang waktu kejadian A
dan B mi diukur oleh jam O’ yang bergerak dengan kecepatan v terhadap kejadian
(kerangka acuan jam tidak sama dengan kerangka acuan kejadian), maka selang
waktu mi disebut selang waktu relativistik (diberi lambang Δt).
Akan selalu diperoleh bahwa selang waktu relativistik lebih lama daripada
selang waktu sejati, ditulis Δt> Δt0, dan karen γ > 1, maka persamaannya adalah
Δt 0
Δt=γΔt 0 =
2
v
√ 1−()
c
Peristiwa mulurnya waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap
kejadian disebut pemuluran waktu atau dilatasi waktu (time dilation). Suatu bukti
yang tegas tentang pemuluran waktu diterima pada tahun 1971 melalui suatu
eksperimen yang dilakukan oleh J.C. Hafele dan R.E. Keating. Mereka membawa
jam atom sangat teliti mengelilingi dunia dalam pesawat jet. Karena kelajuan pesawat
jet jauh lebih kecil daripada c, efek pemuluran waktu sangatlah kecil. Tetapi jam
atom memiliki ketelitian kira-kira ± 10-9 s, sehingga efek ini dapat diukur. Jam atom
berada di angkasa selama 45 jam, dan selang waktu yang diukurnya dibandingkan
dengan jam atom standar yang disimpan di bumi. Hasil eksperimen menunjukkan
adanya perbedaan selang waktu antara jam atom dalam pesawat dan jam atom di
bumi. Besar perbedaan selang waktu sesuai dengan prakiraan relativitas.

Massa relativistik.
Seperti halnya panjang dan waktu, massa juga termasuk besaran relatif. Massa
suatu benda yang diamati oleh pengamat (kerangka acuan) diam terhadap benda
disebut massa diam atau massa sejati (diberi lambang m 0). Massa benda sama yang
diamati oleh pengamat (kerangka acuan) yang sedang bergerak terhadap benda
dengan kelajuan v disebut massa relativistik (diberi lambang m). Selalu diperoleh
bahwa massa relativistik lebih besar daripada massa diamnya (m> m 0). Karena kedua
besaran dihubungkan oleh γ > 1, maka haruslah :
m0
m=γ m 0 =
2
v

Momentum relativistik.
√ 1− ()
c

Definisi momentum relativistik p harus memenuhi dua syarat berikut.


1. Momentum relativistik sistem harus kekal untuk semua jenis tumbukan
2. Momentum relativistik harus mendekati momentum kiasik m0.v untuk
kelajuan v mendekati nol
Persamaan momentum ralativistik yang memenuhi kedua syarat tersebut dinyatakan
oleh :
m0 v
p=m v =γ m0 v =
2
v
√ 1−
c()
dengan m0 = massa diam, m = massa relativistik dan v = kecepatan partikel.

Energi relativistik.
Dan teorema usaha-energi yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh
sebuah gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan energi kinetik
partikel, Einstein berhasil menurunkan persamaan energi kinetik relativistik, yaitu :
2 2
Ek=mc −m0 c
Dan sinilah muncul hukum kesetaraan massa-energi Einstein yang berbentuk.
2
Partikel yang diam memiliki energi diam, E0 =m0 c sedang partikel yang bergerak
dengan kelajuan relativistik memiliki energi total, E = mc2. Selisih antara energi total
dan energi diam muncul sebagai energi kinetik partikel, Ek = E - E0. Dengan demikian
rangkuman energi relativistik adalah sebagai berikut :
Energi diam : E0 = m0.c2
Energi total Energi kinetik : Ek = E – E0
: Ek = ( γ - 1 )E0 = ( γ - l)m0c2

Anda mungkin juga menyukai