OLEH
ARIONO
A1 C3 07 049
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting
kecakapan hidup (Permendiknas No. 24 Tahun 2006).
Teknologi informasi dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia
pendidikan. Sistem pengajaran berbasis multimedia dapat menyajikan materi
pelajaran yang lebih menarik tidak monoton dan memudahkan penyampaian.
Siswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan
komputer yang dilengkapi dengan program berbasis multimedia (Kadir dan
Triwahyuni, 2003).
Teknologi informasi dalam pendidikan diaplikasikan dalam bentuk
multimedia yang bentuk sebagai perangkat lunak (software), yang
memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi.
Penggunaan aplikasi muitimedia dalam pembelajaran akan meningkatkan
efisiensi, motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif belajar eksperimental,
konsisten dengan belajar yang berpusat pada siswa, dan memandu pebelajar
untuk belajar lebih baik (Crowther dan Davies dalam Suyanto, 2003).
Pembelajaran yang berpusat pada siswa sejalan dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang merupakan kurikulum berbasis
kompetensi dimana dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa dengan
guru bertindak sebagai fasilitator. Proses pembelajaran sendiri merupakan
interaksi komunikasi aktif antara siswa dengan guru dalam kegiatan
pendidikan yang didalamnya teradapat kegiatan belajar siswa dan kegiatan
mengajar guru yang berlangsung bersamaan dalam kurun waktu yang sama
(Arifin et al. 2003).
Proses pembelajaran suatu topik dapat dikemas dalam suatu bentuk
model pembelajaran. Menurut Joyce dan Weil (1996) model pembelajaran
dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu model interaksi sosial, model
pemrosesan informasi, model pengembangan kepribadian, dan model
modifikasi perilaku. Model pemrosesan informasi menekankan pada
peningkatan kemampuan siswa dalam memproses informasi, dalam arti
bagaimana siswa menangkap stimulus yang ada dan menyimpannya sebagai
3
informasi yang bermakna bagi dirinya dalam memori jangka pendek dan
jangka panjang, serta kemampuan menggunakan kembali informasi tersebut
untuk kepentingan penyelesaian masalah. (Arifin et al. 2003)
Pada proses pembelajaran perlu dikembangkan keterampilan berpikir
yang merupakan suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan prosesnya berpikir dapat dikelompokkan dalam berpikir dasar
dan berpikir kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut proses berpikir
tingkat tinggi ada empat macam, yaitu pemecahan masalah. pengambilan
keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif (Costa, 1985).
Menurut Ennis dalam Costa (1985) berpikir kritis adalah kemampuan
berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan
untuk dilakukan. Indikator keterampilan berpikir kritis dibagi menjadi 5
kelompok yaitu:
1. memberikan penjelasan sederhana:
2. membangun keterampilan dasar
3. membuat inferensi
4. membuat penjelasan lebih lanjut
5. mengatur strategi dan taktik.
Dalam belajar sains keterampi1an berpikir dapat dikembangkan
melalui penguasaan 9 macam indikator keterampilan generik sains
(Brotosiswoyo, 2001 yaitu:
1. pengamatan langsung
2. pengamatan tak langsung
3. kesadaran lentang skala hesaran:
4. hahasa simbolik:
5. kerangka logika taat asas;
6. inferensia logika;
7. hukum sebab akibat;
8. pemodelan matematik dan
9. membangun konsep.
4
Topik Relativitas mempelajari konsep abstrak yang sulit dijelaskan
kepada siswa, dalam penjelasannya memerlukan bantuan media lain. Salah
satu media yang dapat digunakan adalah multimedia komputer.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk
mengembangkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa pada topik relativitas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana peningkatan pemahaman konsep siswa setelah penerapan
model Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Sejauh mana model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik relativitas dapat
meningkatkan pemahaman konsep, mengembangkan keterampilan generik
sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa?”
Berdasarkan permasalahan di atas, pertanyaan penelitian terfokus
pada:
1. Bagaimana pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada topik
relativitas?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan generik sains siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada
topik relativitas?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kiritis siswa setelah
penerapan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi pada
topik Relativitas?
4. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terahadap pembelajaran fisika
berbasis teknologi informasi yang dikembangkan untuk melatih
keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis siswa pada
topik relativitas ?
5
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengembangkan model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi
untuk meningkatkan pemahaman konsep, meningkatkan keterampilan
generik sains, dan keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas.
2. Mendapatkan gambaran tentang model pembelajaran fisika berbasis
teknologi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep,
meningkatkan keterampilan generik sains, dan keterampilan berpikir kritis
siswa pada topik relativitas.
D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris tentang model
pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi untuk meningkatkan
pemahaman konsep, meningkatkan keterampilan generik sains, dan
keterampilan berpikir kritis siswa pada topik relativitas yang berguna bagi
siapa saja yang berkepentingan.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaran fisika berbasis teknologi informasi didefinisika
sebagai model pembelajaran dimana penyampaian materi, diskusi dan
kegiatan pembelajaran lainnya dilakukan melalui media komputer yang
dikembangkan dalam bentuk multimedia interaktif. Materi pembelajaran
yang disampaikan dalam bentuk teks, grafik, audio, animasi dan simulasi
yang interaktif (Darmadi, 2007).
2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam
memahami konsep-konsep relativitas secara ilmiah, baik secara teori
maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat dari
tes awal dan tes akhir (Dahar, 1996).
6
3. Keterampilan generik sains adalah kemampuan dasar (generik) yang dapat
ditumbuhkan ketika peserta didik menjalani proses belajar ilmu fisika
yang bermanfaat sebagai bekal meniti karir dalam bidang yang lebih luas.
Dalam penelitian ini ada 5 indikator yang digunakan yaitu: (1) pengamatan
tak langsung; (2) bahasa simbolik; (3) inferensi logika taat azas; (4)
pemodelan matematika, 5) membangun konsep Brotosiswoyo (2001)
4. Berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang
diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan
(Ennis dalam Costa, 1985). Indikator keterampilan berpikir kritis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) menemukan persamaan dan
perbedaan; (2) kemampuan memberikan alasan (3) membuat kesimpulan
(4) menerapkan prinsip yang dapat diterima.
7
BAB II
PEMBAHASAN
1. Media pembelajaran
Kata media berasal dan bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’,
‘perantara’ atau ‘pengantar. Heinich dkk (1982) dalam Arsyad (2006)
mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara
sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang
diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional
atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran. Secara umum media mempunyai kegunaan:
a. memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.
c. menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
d. memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori dan kinestetiknya.
e. memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985) dalam
Arsyad (2006) adalah:
a. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar
b. Pembelajaran dapat lebih menarik
c. pembelajaran dapat ditingkatkan
d. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun
diperlukan
e. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan
f. Peran guru berubahan kearah yang positif
Dua sisi penting dan fungsi media dalam proses pembelajaran di kelas yaitu: 1)
membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat
keberlangsungan PBM. Penyajian informasi atau keterampilan secara utuh dan
lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis sesuai
dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; 2) membantu siswa dalam
mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan perhatian
dan mempertahankan perhatian, memelihara keseimbangan mental, serta mendorong
belajar mandiri (Arifin et al. 2003).
2. Multimedia Interaktif
Menurut Arsyad, 2006 dalam Darmadi, 2007 multimedia diartikan sebagai lebih dari
satu media. Ini bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan video,
yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada
kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu.
Sedangkan Haffos (Fieldmen, 2001) mengartikan multimedia sebagai suatu sistem
komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan
untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi,
suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer (Munir, 2001).
Ausubel (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa konsep diperoleh dengan dua cara
yaitu melalui formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept
assimilation). Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan ilmu melalui proses
induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan (discovery
learning). Dengan melalui belajar penemuan, peserta didik akan merasakan suatu
yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik
(hafalan). Sementara perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan
proses deduktif. Dalam proses ini peserta didik memperoleh konsep dengan cara
menghubungkan atribut konsep yang sudah dikenalnya dengan gagasan yang relevan
yang sudah dalam struktur kognitifnya.
Berdasarkan atribut-atribut, konsep dapat dibagi menjadi delapan kelompok
(Heron dalam Liliasari, 2002) yaitu :
1. konsep konkrit, yaitu konsep yang contohnya dapat dilihat
2. konsep abstrak, yaitu konsep yang contohnya tak dapat dilihat
3. konsep dengan atribut kritis yang abstrak tetapi contohnya dapat dilihat
4. konsep yang berdasarkan suatu prinsip
5. konsep yang melibatkan penggambaran simbol
6. konsep yang menyatakan proses
7. konsep yang menyatakan sifat
8. konsep-konsep yang menunjukkan atribut ukuran
Pada umumnya konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu fisika sering dinyatakan
dalam bahasa simbolik. Simbol-simbol ini merupakan maipulasi dari suatu atau
beberapa penalaran proses IPA yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa
komunikasi sehari-hari.
Dalam belajar fisika, peserta didik dituntut memahami konsep-konsep yang ada,
karena dengan menguasai dan memahami konsep akan memudahkan peserta didik
dalam menyelesaikan soal, memecahkan masalah dan mengenal gejala alam yang ada
disekitarnya. Untuk memecahkan masalah, peserta didik harus mengetahui atauran-
aturan yang relevan dan aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang
diperolehnya. Dahar (1989) mengemukakan bahwa manusia perlu mengetahui dan
memahami sejumlah konsep, sebab konsep merupakan ide yang paling tinggi atau
batu-batu pembengunan (building block) berpikir manusia.
Keberhasilan proses pembelajara fisika dipengaruhi motivasi, keterkaitan konsep
baru dengan konsep yang telah dimiliki sebelumnya, hadirnya konsep baru dalam
konteks yang relevan serta lingkungan belajar yang menyenangkan serta penuh
antusiasme. Adanya multimedia interaktif membantu keberhasilan proses tersebut
dalam hal membantu siswa menyimpan informasi baru dengan lebih mudah.
Pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan, menghasilkan ingatan
lebih baik terhadap konsep-konsep fisika yang dipelajari sehingga proses recall lebih
efisien.
Multimedia interaktif yang terdiri dari presentasi dalam bentuk teks, audio, grafik,
animasi dan simulasi interaktif mampu mengadaptasi perbedaan cara belajar siswa
sehingga mereka belajar dalam lingkungan yang menyenangkan. Visualisasi disajikan
memungkinkan siswa melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi
dengan menghubungkan panca indera mereka dengan antusias sehingga informasi
yang masuk ke bank memorinya lebih tahan lama dan mudah untuk di recall pada
saat informasi tersebut digunakan. Pemrosesan informasi dalam pembentukan konsep
akan mudah di recall apabila tersmpan dalam memori jangka panjang terutama
dalam bentuk gambar (Matlin, 1994).
Adapun materi yang termuat dalam topik relativitas adalah sebagai berikut :
Kejadian, Pengamatan dan Kerangka Acuan.
Kejadian adalah suatu peristiwa fisika yang terjadi dalam suatu ruang pada
suatu waktu sesaat yang tertentu. Sebagai contoh kejadian adalah: kilat di langit,
tumbukan antara dua mobil, jatuhnya buah dan pohonnya, dan sebagainya. Seseorang
yang mengamati suatu kejadian dan melakukan pengukuran, misalnya pengukuran
koordinat dan waktu, disebut pengamat. Alat ukur apa saja yang melakukan
pengukuran terhadap suatu kejadian juga disebut pengamat.
Untuk menentukan letak sebuah titik dalam ruang kita memerlukan suatu
sistem koordinat atau kerangka acuan. Misalnya, untuk menyatakan buah
sebelum jatuh dari pohonnya, seorang pengamat memerlukan suatu kerangka
acuan dengan sistem koordinat (x, y, z). Jadi, kerangka acuan adalah suatu
sistem koordinat, misalnya sistem koordinat (x, y, z) di mana seorang pengamat
melakukan pengamatan terhadap suatu kejadian.
Kerangka acuan yang kita maksud dalam keseluruhan bab ini adalah
kerangka acuan inersial, yaitu kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam
atau jika bergerak akan bergerak dengan kecepatan konstan (kelajuan konstan pada
suatu garis lurus, misalnya pada arah x). Prinsip relativitas Newton menyatakan
bahwa semua hukum mekanika Newton berlaku sama untuk semua kerangka acuan
inersial.
Transformasi Galileo.
Terdapat kerangka acuan S dengan sistem koordinat (x, y, z) dan kerangka
acuan S’ dengan sistem koordinat (x’, y’, z’). Pada t =0 kedua kerangka acuan ini
berimpit. Kemudian kerangka acuan S’ bergerak dengan kelajuan tetap v dalam arah
x terhadap kerangka acuan S. Setelah t sekon kedudukan kedua kerangka acuan
terpisah sejauh vt, seperti tampak pada Gambar dibawah. Ambil suatu kejadian di
titik P dalam kerangka acuan S’, maka transformasi Galileo untuk koordinat dan
waktu adalah sebagai berikut :
Hipotesa Eter.
Setelah Maxwell menyatakan bahwa cahaya tidak lain adalah gelombang
elektromagnetik, para pakar fisika abad ke- 19 segera melakukan berbagai usaha
untuk mempelajari sifat zat perantara (medium) yang berperan bagi perambatan
gelombang elektromagnetik. Zat perantara ini disebut eter, dan para pakar
menyatakan hipotesa eter sebagai berikut :
Alam semesta mi dipenuhi eter yang tidak bermassa dan tidak tampak, dan fungsi
satu-satunya adalah untuk menghantarkan gelombang elektromagnetik.
Percobaan Michelson-Morley.
Michelson dan Morley ingin membuktikan keberadaan eter. Percobaan
mereka pada dasarnya menggunakan interferometer yang skema diagramnya
ditunjukkan pada Gambar. Cahaya dan sumber S ketika sampai di A dibagi menjadi
dua berkas. Berkas pertama (diberi tanda (1)) diteruskan oleh A menuju ke cermin C
kemudian dipantulkan kembali ke A dan akhirnya menuju pengamat. Perhatikan,
gerak herkas cahaya (1) bolak-balik AC adalah sejajar dengan arah angin eter. Berkas
cahaya kedua (diberi tanda (2)) dipantulkan oleh cermin A menuju ke cermin B
kemudian dipantulkan balik oleh cermin B menuju ke A, dan akhirnya menuju
pengamat. Perhatikan, gerak berkas cahaya 2 bolak-balik AB adalah tegak lurus
terhadap arah angin eter. Dalam analisis, angin eter kita analogikan dengan arus air.
2L 1 1
Δt=
c
√ 1−
v2
c2 [√ ]
1−
v2
c2
−1
Kelajuan angin eter dianggap sama dengan kelajuan bumi pada orbitnya mengitari
matahari, yaitu v = 3 x 104 m/s. Karena v jauh lebih, kecil daripada c (c = 3 x 10 8
m/s), maka kita dapat melakukan pendekatan sebagai berikut :
1 v2
=1+
v2 2 c2
√
Dengan demikian beda waktu Δt adalah :
1−
c2
v2 v2
Δt=
2L
c (
1+ 2
2c ) [( 1+
2 c2 )
−1
]
2
2 L v2 v2
Δt=
[ ( )]
+
c 2 c2 2 c2
2 L v2
Δt=
c 2 c2
L v 2
Δt=
c c ()
v
Dalam percobaan Michelson-Morley, L = 11 m, c = 1,0 x 104 dan c = 3,0 x 108
m/s, sehingga Δt = t1 – t2 = 3,7 x 10-16 s
Hasil percobaan Michelson-Morley gagal mengukur beda waktu ini, dan mereka
mendapatkan Δt = 0. Hasil Δt = 0 menjelaskan ketidakteramatan eter. Dengan kata
lain, kegagalan untuk menyingkap kerangka acuan mutlak yang berlaku untuk seluruh
alam semesta.
Transformasi Lorentz.
Untuk kecepatan-kecepatan partikel yang mendekati c, transformasi Galileo
yang berdasarkan penjumlahan kecepatan kiasik memungkinkan hasil penjumlahan
kecepatan yang melebihi c. Jelaslah transformasi Galileo tidak taat terhadap postulat
kedua Einstein. Dengan demikian, untuk kecepatan-kecepatan yang mendekati c,
transformasi Galileo harus digantikan dengan transformasi baru. Transformasi baru
ini harus selalu memberikan kelajuan paling besar c untuk setiap kerangka acuan dan
juga harus memberikan basil yang sama dengan transformasi Galileo untuk kelajuan-
kelajuan partikel yang jauh lebih kecil daripada c.
Satu-satunya kesalahan dalam transformasi Galileo adalah anggapannya bahwa untuk
kejadian sama yang diamati oleh pengamat O yang diam dalam kerangka acuan S,
dan pengamat O’ yang ada dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak terhadap
S, selang waktu keduanya sama, waktu dianggap sebagai besaran mutlak. Dalam
konsep relativitas Einstein waktu bukanlah besaran mutlak, sehingga kedua selang
waktu ini tidak sama (t ¿ t’). Transformasi yang memenuhi kedua postulat
Einstein diturunkan pertama kali oleh H.A. Lorentz (1853-1928) pada tahun 1890,
disebut Transformasi Lorentz.
Misalkan suatu kejadian seperti kilatan cahaya terjadi di sekitar P, dilaporkan
oleh dua pengamat, pengamat yang satu diam pada kerangka acuan S dan pengamat
lainnya dalam kerangka acuan S’ yang sedang bergerak ke kanan dengan kelajuan v,
seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah. Pengamat di S melaporkan kejadian
tersebut dengan koordinat ruang-waktu (x, y, z, t), sedang pengamat dalam S’
melaporkan kejadian yang sama dengan menggunakan koordinat (x’, y’, z’, t’).
Transformasi Lorentz yang berlaku untuk semua kelajuan v mulai dan v = 0 sampai
dengan v c, untuk transformasi koordinat-waktu adalah sebagai berikut.
Dan S ke S’ :
'
u x −v ux+ v
u'x= u x= '
ux v ux v
1− 2 1+ 2
c atau dapat ditulis c
uy u'y
u'y = uy=
ux v u 'x v
(
γ 1−
c2 ) atau dapat ditulis
(
γ 1+
c2 )
'
uz uz
u'z = uz=
ux v u'x v
(
γ 1−
c2 ) atau dapat ditulis
(
γ 1+
c2 )
Penjumlahan klasik v AB =v A −v B
v A −v B
v AB =
v .v
1− A 2 B
Penjumlahan relativistik c
Relativitas panjang.
Hasil pengukuran panjang (atau jarak antara dua titik) bergantung pada kerangka
acuan karena panjang merupakan besaran relatif. Panjang benda bila diukur dalam
kerangka acuan di mana benda diam terhadap kerangka acuan tersebut disebut
panjang sejati (proper length), diberi lambang L0. Panjang benda yang sama jika
diukur dalam kerangka acuan yang sedang bergerak sejajar terhadap benda dengan
kelajuan v disebut panjang relativistik, diberi lambang L. Akan selalu kita dapatkan
bahwa panjang relativistik lebih kecil daripada panjang sejati, ditulis L < L 0, dan
kedua besaran mi dihubungkan dengan tetapan transformasi γ > 1. Karena L<L0,
maka haruslah :
2
1 v
L= L0 =L0 1−
γ c√ ()
Efek berkurangnya panjang benda jika diukur oleh pengamat yang bergerak terhadap
benda disebut penyusutan panjang atau kontraksi panjang (length constraction).
Perhatikan, penyusutan panjang hanya terjadi sepanjang arah gerak, sedangkan semua
komponen panjang lainnya (tegak lurus arah gerak) tidak mengalami penyusutan
panjang, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :
Relativitas waktu.
Misalkan dua kejadian A dan B terjadi pada kedudukan yang sama dalam
suatu kerangka acuan. Selang waktu antara dna kejadian tersebut, Δt = t B — tA, diukur
oleh sebuah jam O yang diam terhadap kejadian. Selang waktu, Δt 0 yang diukur oleh
jam yang diam terhadap kejadian (jam dan kejadian berada dalam kerangka acuan
yang sama) di sebut selang waktu sejati (proper time). Jika selang waktu kejadian A
dan B mi diukur oleh jam O’ yang bergerak dengan kecepatan v terhadap kejadian
(kerangka acuan jam tidak sama dengan kerangka acuan kejadian), maka selang
waktu mi disebut selang waktu relativistik (diberi lambang Δt).
Akan selalu diperoleh bahwa selang waktu relativistik lebih lama daripada
selang waktu sejati, ditulis Δt> Δt0, dan karen γ > 1, maka persamaannya adalah
Δt 0
Δt=γΔt 0 =
2
v
√ 1−()
c
Peristiwa mulurnya waktu yang diamati oleh pengamat yang bergerak terhadap
kejadian disebut pemuluran waktu atau dilatasi waktu (time dilation). Suatu bukti
yang tegas tentang pemuluran waktu diterima pada tahun 1971 melalui suatu
eksperimen yang dilakukan oleh J.C. Hafele dan R.E. Keating. Mereka membawa
jam atom sangat teliti mengelilingi dunia dalam pesawat jet. Karena kelajuan pesawat
jet jauh lebih kecil daripada c, efek pemuluran waktu sangatlah kecil. Tetapi jam
atom memiliki ketelitian kira-kira ± 10-9 s, sehingga efek ini dapat diukur. Jam atom
berada di angkasa selama 45 jam, dan selang waktu yang diukurnya dibandingkan
dengan jam atom standar yang disimpan di bumi. Hasil eksperimen menunjukkan
adanya perbedaan selang waktu antara jam atom dalam pesawat dan jam atom di
bumi. Besar perbedaan selang waktu sesuai dengan prakiraan relativitas.
Massa relativistik.
Seperti halnya panjang dan waktu, massa juga termasuk besaran relatif. Massa
suatu benda yang diamati oleh pengamat (kerangka acuan) diam terhadap benda
disebut massa diam atau massa sejati (diberi lambang m 0). Massa benda sama yang
diamati oleh pengamat (kerangka acuan) yang sedang bergerak terhadap benda
dengan kelajuan v disebut massa relativistik (diberi lambang m). Selalu diperoleh
bahwa massa relativistik lebih besar daripada massa diamnya (m> m 0). Karena kedua
besaran dihubungkan oleh γ > 1, maka haruslah :
m0
m=γ m 0 =
2
v
Momentum relativistik.
√ 1− ()
c
Energi relativistik.
Dan teorema usaha-energi yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan oleh
sebuah gaya yang bekerja pada sebuah partikel sama dengan perubahan energi kinetik
partikel, Einstein berhasil menurunkan persamaan energi kinetik relativistik, yaitu :
2 2
Ek=mc −m0 c
Dan sinilah muncul hukum kesetaraan massa-energi Einstein yang berbentuk.
2
Partikel yang diam memiliki energi diam, E0 =m0 c sedang partikel yang bergerak
dengan kelajuan relativistik memiliki energi total, E = mc2. Selisih antara energi total
dan energi diam muncul sebagai energi kinetik partikel, Ek = E - E0. Dengan demikian
rangkuman energi relativistik adalah sebagai berikut :
Energi diam : E0 = m0.c2
Energi total Energi kinetik : Ek = E – E0
: Ek = ( γ - 1 )E0 = ( γ - l)m0c2