Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

PENYESUAIAN DIRI DALAM PERKAWINAN PADA PASANGAN


YANG BARU MENIKAH SELAMA TIGA TAHUN
Dian Hapsariyanti

Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina Depok

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan kecerdasan emosional dengan


penyesuaian diri dalam perkawinan pada pasangan yang baru menikah selama tiga
tahun. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Kuesioner disebarkan kepada
pasangan yang sudah menikah sekitar 3 tahun. Sebelum disebarkan untuk
mendapatkan data penelitian, terlebih dahulu instrumen penelitian diuji validitas dan
reliabilitasnya. Analisis hubungan kecerdasan emosional dan penyesuaian dilakukan
menggunakan korelasi product moment Pearson. Hasil penelitian menunjukkan
adanya hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri pada
pasangan menikah sekitar tiga (3) tahun.

Kata Kunci : kecerdasan emosional, penyesuaian diri, suami, istri

PENDAHULUAN

Pasangan suami-istri pada tahun-tahun pertama perkawinan memang mengalami banyak


perubahan dalam hidupnya. Berkaitan dengan tugas perkembangannya sebagai suami-
istri, seorang suami diharapkan untuk dapat mengembangkan sikap dan tingkah laku
yang dituntut sebagai seorang pria yang sudah menikah, baik terhadap istrinya maupun
terhadap teman-teman pria dan wanitanya. Sedangkan sebagai istri diharapkan untuk
dapat berperan sebagai ibu rumah tangga serta mampu mewakili suami dalam
kehidupan sosial.
Permasalahan yang timbul disebabkan karena manusia adalah individu yang
unik, di mana keinginan satu dengan lainnya tidak sama. Dalam upaya mencapai
keberhasilan dalam interaksi dengan orang lain dan lingkungannya, manusia diharapkan
dapat mengerti dan memahami orang lain. Oleh karena itu, seringkali seorang individu
dihadapkan pada keharusan untuk mengubah dan menyesuaikan diri terhadap orang
lain, agar dirinya dapat diterima baik oleh lingkungan sosialnya (Landis dan Landis
1970). Adapun penyesuaian itu sendiri merupakan interaksi individu yang secara terus-
menerus dengan dirinya, orang lain, dan dengan dunianya.
Penyesuaian diri menurut Atwater (1983) adalah suatu perubahan yang dialami
seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan
lingkungan di sekitarnya. Karakteristik penyesuaian diri yang baik yang harus dimiliki
oleh seseorang menurut Haber dan Runyon (1984) adalah memiliki persepsi yang akurat
terhadap realitas atau kenyataan, mampu mengatasi atau menangani tekanan atau
kecemasan, memiliki citra diri yang positif, mampu untuk mengekspresikan perasaan,
dan memiliki hubungan interpersonal yang baik.
Dalam hal penyesuaian diri dalam perkawinan, peran kecerdasan emosional
sangatlah penting. Karena dengan memiliki kecerdasan emosional, maka pasangan akan
dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan pasangannya. Kecerdasan emosional
adalah suatu keajaiban dalam pemikiran yang memperlihatkan bagaimana keberhasilan
tidak hanya ditentukan oleh ukuran besar-kecil otak seseorang tetapi lebih kepada
gagasan atau pemikiran seseorang dalam mengamati, memahami dirinya, dan
berinteraksi dengan orang lain (Schwartz, 1997). Aspek kecerdasan emosional antara
lain mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain atau berempati, dan membina hubungan (Goleman 2003).
Pasangan yang baru menikah yang dapat memotivasi diri sendiri akan dapat
mengatasi atau menangani tekanan atau kecemasan sehingga bila pasangan yang baru
menikah tersebut sedang mengalami masalah keuangan, misalnya pendapatan yang
diperoleh tidak sesuai dengan pengeluaran, maka pasangan tersebut tidak akan
mengalami masalah tetapi mampu bangkit kembali dan dapat mencari jalan keluar
sehingga tidak mudah putus asa atau mengeluh karena pasangan tersebut dapat mencari
solusi tepat agar masalahnya terselesaikan sehingga masalah yang seharusnya dapat
diselesaikan dengan baik, dibuat rumit oleh pasangan tersebut. Dalam hal ini, dapat
menangani atau mengatasi stres atau kecemasan menurut Haber & Runyon (1984)
merupakan salah satu karakteristik dari penyesuaian diri.

LANDASAN TEORI

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam memahami, merasakan dan


mengenali perasaan dirinya dan orang lain sehingga seseorang tersebut dapat
mengendalikan perasaan yang ada dalam dirinya dan dapat memahami serta menjaga
perasaan orang lain, dan dapat memotivasi diri sendiri untuk menjadi individu atau
pribadi yang lebih baik dalam kehidupan yang dijalani. Menurut Goleman (2003), aspek
kecerdasan emosional terdiri dari mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi
diri sendiri, berempati, dan membina hubungan.
Kesadaran diri dengan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi
merupakan dasar kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari
waktu ke waktu merupakan hal yang penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman
diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri sendiri yang sesungguhnya
membuat seseorang berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang memiliki keyakinan
yang lebih tentang perasaannya adalah orang yang andal bagi kehidupan diri seseorang
itu sendiri, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan diri yang
sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan mengenai suatu masalah maka
seseorang tersebut akan dapat memahami keterbatasan-keterbatasan yang ada pada
dirinya.
Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan baik adalah
kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri merupakan kemampuan untuk
menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan dan
akibat yang timbul karena gagalnya keterampilan emosional ini. Orang yang buruk
kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan
perasaan buruk yang menguasai dirinya, sementara orang yang pandai dapat bangkit
kembali dengan jauh lebih baik seperti yang diharapkan.
Memotivasi Diri Sendiri : Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan
adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk
memotivasi dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional
adalah menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati sehingga
terciptalah suatu keberhasilan dalam berbagai bidang serta mampu menyesuaikan diri
dalam mewujudkan kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang yang memiliki
keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apa pun yang
dilakukan dan dikerjakan.
Berempati disebut juga dengan mengenali emosi orang lain. Kemampuan yang
juga bergantung pada kesadaran diri emosional merupakan sesuatu kepekaan terhadap
orang lain di sekitar dalam memahami dan mengenali perasaan dan emosi orang lain.
Orang yang mempunyai sifat empati bagus lebih mampu menangkap sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan hal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain,
sehingga orang lain merasa nyaman dan tenang berada di dekatnya.
Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang hebat dalam keterampilan
ini akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan hubungan yang baik dengan
orang lain.

Penyesuaian Diri dalam Perkawinan

Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu


penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai
suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami
seseorang dalam hidupnya sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai
suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang
memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Penyesuaian diri dalam perkawinan adalah perubahan dalam kehidupan
pasangan selama masa perkawinan yang ditandai dengan adanya kecocokan,
persetujuan dan kepercayaan serta kasih sayang antara suami-istri sehingga pada
hubungan di antara keduanya dapat berjalan dan berfungsi dengan baik. John, Sutton &
Webster (1970) menyatakan bahwa ada beberapa area penyesuaian pada suatu
perkawinan, yaitu :
a. Kepribadian dan kemampuan untuk saling menyesuaikan diri dengan pasangan, Hal
ini menyangkut kemampuan untuk saling menyesuaikan terhadap pribadi serta
kebiasaan pasangannya. Di sini termasuk bagaimana pasangan menyelesaikan
konflik dan perbedaan pendapat yang umumnya normal dan alami dalam suatu
hubungan yang baru terbentuk.
b. Pembagian peran. Suami-istri harus membicarakan peran yang berkaitan dengan
tugasnya sebagai suami istri. Suami-istri harus membentuk persetujuan timbal-balik
yang berkaitan dengan masalah peran suami dan istri di dalam rumah tangga,
misalnya siapa yang lebih banyak berperan dalam pencarian nafkah bagi keluarga
dan siapa yang lebih banyak berperan dalam pengurusan kehidupan keluarga sehari-
hari.
c. Pendapatan keluarga. Pada area ini, pasangan suami-istri harus melakukan
penyesuaian terhadap pengelolaan pendapatan atau sumber keuangan keluarga
termasuk pemakaiannya.
d. Rekreasi atau kegiatan waktu luang berhubungan dengan kesesuaian antara suami
dan istri mengenai pemakaian waktu bagi keluarga untuk berekreasi atau bersenang-
senang bersama keluarga. Alokasi waktu itu mempunyai arti yang penting bagi
kebahagiaan perkawinan setiap pasangan suami-istri.
Burgess dan Locke (1960) membatasi kriteria penyesuaian dalam perkawinan yang
ditandai oleh hal-hal berikut :
a. Adanya kesesuaian pendapat antara suami dan istri dalam hal yang dapat menjadi
permasalahan berat/besar.
b. Adanya minat dan kegiatan bersama.
c. Adanya pengungkapan kasih sayang dan rasa saling percaya.
d. Memiliki sedikit keluhan.
e. Tidak banyak memiliki perasaan kesepian, sedih, marah dan semacamnya.
Keberhasilan dalam proses penyesuaian perkawinan terletak pada kemampuan
mereka untuk saling menyesuaikan sudut pandang mereka satu sama lain. Karena itu
Hurlock (1980), tokoh yang juga berpendapat bahwa hubungan interpersonal memegang
peran penting dalam sebuah perkawinan, menambahkan bahwa hal utama yang paling
menimbulkan permasalahan adalah penyesuaian terhadap pasangan. Menurutnya, dua
(2) hal yang perlu dimiliki oleh pasangan suami-istri untuk mencapai penyesuaian yang
baik adalah kemampuan untuk saling memberi dan menerima afeksi secara terbuka serta
kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi dengan baik.
Menurut Haber dan Runyon (1984), ada beberapa karakteristik penyesuaian diri
yang baik yang harus dimiliki oleh seseorang, yaitu memiliki persepsi yang akurat
terhadap realitas atau kenyataan, mampu mengatasi atau menangani stres dan
kecemasan, memiliki citra diri yang positif, mampu mengekspresikan perasaan, dan
memiliki hubungan interpersonal yang baik. Persepsi yang dimiliki individu biasanya
diwarnai dengan keinginan dan motivasinya. Hanya pada saat-saat tertentu individu
dapat melihat dan mendengar apa yang benar-benar dilihat dan didengar. Kadang-
kadang karena lingkungan dan kesempatan yang ada di lingkungan, individu harus
mengubah dan memodifikasikan cara mencapai tujuannya atau bahkan mengubah
tujuannya itu sendiri.
Di dalam kehidupan, individu sering menghadapi berbagai macam masalah.
Masalah tersebut ada yang dapat diatasi, namun ada juga yang tidak berhasil ditangani
dengan baik. Masalah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan rasa kecewa,
tertekan, kecemasan bahkan rasa tidak bahagia dalam diri individu. Untuk mengatasi
perasaan tersebut, individu sering melakukan perbandingan antara kenyataan atau
tuntutan lingkungan dengan kemampuan yang dimilikinya. Adanya perbandingan tadi
mendorong individu untuk menetapkan suatu target atau tujuan yang dicapai dalam
mengatasi permasalahan yang timbul ataupun keinginan yang dimilikinya.
Dalam hal kepemilikan citra diri yang positif, banyak psikolog sepakat bahwa
persepsi diri seseorang itu merupakan indikator dari kualitas penyesuaian dirinya.
Ketika indikator itu tidak disetujui, individu akan mempunyai penyesuaian diri yang
buruk. Namun ketika perbedaan persepsi tersebut diharmonisasikan, maka orang
tersebut kemungkinan besar akan mempunyai penyesuaian yang baik. Orang yang sehat
secara emosional adalah orang yang mampu merasakan dan mengekspresikan seluruh
spektrum dari emosi dan perasaannya. Mereka dapat menunjukkan emosinya secara
realistis, namun pelampiasannya masih tetap berada di bawah kontrol orang yang
bersangkutan. Penyesuaian diri yang sehat dilandasi dengan kontrol diri yang baik, yaitu
tidak mengontrol diri secara berlebihan namun juga bukan berarti lepas kontrol sama
sekali.
Orang yang penyesuaian dirinya efektif, mampu untuk mencapai tingkat
keakraban yang cocok dalam hubungan sosialnya. Mereka biasanya kompeten dan
selalu merasa nyaman ketika berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, mereka pun
akan membuat orang lain merasa nyaman ketika ia berada bersamanya.
Penyesuaian diri di dalam perkawinan tidak terlepas dari kesediaan masing-
masing individu untuk bisa memahami pasangannya dalam berbagai cara. Tetapi
kepribadian, kesediaan berempati, latar belakang individu dan komunikasi yang baik
juga merupakan syarat yang penting dalam penyesuaian perkawinan. Untuk itu,
penyesuaian perkawinan bukan merupakan suatu hal yang mudah tetapi justru harus
diupayakan terus-menerus oleh pasangan suami-istri.
Menurut Kurdek dan Smith (dalam Hoffman, Paris & Hall 1994), pasangan
(muda) adalah suami-istri yang belajar hidup bersama dan memahami bahwa mereka
saling tergantung satu sama lain. Ada tiga tahap yang dilalui pasangan suami-istri dalam
usaha membangun pernikahan mereka, yaitu fase percampuran (blending), fase
penjalinan hubungan (nesting), dan fase pemeliharaan (maintaining). Fase
pencampuran terjadi pada tahun pertama dimana suami dan istri belajar hidup bersama
dan memahami bahwa mereka saling tergantung sehingga perbuatan seseorang akan
mempunyai konsekuensi terhadap yang lain. Fase penjalinan hubungan terjadi antara
tahun kedua dan ketiga. Suami dan istri pada fase kedua ini mengeksplorasi batas-batas
kecocokan mereka sehingga mulai timbul konflik dalam pernikahan. Fase pemeliharaan
biasanya dimulai setelah tahun keempat. Pada fase ini tradisi sudah mulai terbentuk dan
konflik yang muncul pada fase sebelumnya biasanya sudah mulai dapat teratasi.
Kualitas dari pernikahan itu pun sudah mulai terlihat.
Dalam hubungannya dengan kecerdasan emosional, pasangan yang baru
menikah yang dapat memotivasi diri sendiri akan dapat mengatasi atau menangani
tekanan atau kecemasan; sehingga bila pasangan yang baru menikah tersebut sedang
mengalami masalah keuangan, misalnya pendapatan yang diperoleh tidak sesuai dengan
pengeluaran maka pasangan tersebut tidak akan mengalami kehancuran, tetapi mampu
bangkit kembali dan dapat mencari jalan keluar sehingga tidak mudah putus asa atau
mengeluh karena pasangan tersebut dapat mencari solusi tepat agar masalahnya
terselesaikan. Dalam hal ini, dapat menangani atau mengatasi tekanan atau kecemasan
menurut Haber & Runyon (1984) merupakan karateristik dari penyesuaian diri.

METODE PENELITIAN

Variabel dan Subjek Penelitian

Variabel penelitian adalah kecerdasan emosional dan penyesuaian diri. Kecerdasan


emosional merupakan variabel bebas, sedangkan penyesuaian diri merupakan variabel
terikat. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam memahami,
merasakan dan mengenali perasaan dirinya dan orang lain sehingga seseorang tersebut
dapat mengendalikan perasaan yang ada dalam dirinya dan dapat memahami serta
menjaga perasaan orang lain, dan dapat memotivasi diri sendiri untuk menjadi lebih
baik. Penyesuaian diri adalah suatu perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya
sebagai suatu proses yang sedang berlangsung, atau sebagai suatu keadaan yang tengah
atau terus berlangsung untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang
lain dan lingkungan sekitarnya.
Subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang baru menikah selama kurang
lebih 3 tahun karena. Pada fase tersebut suami dan istri akan mengeksplorasi batas-
batas kecocokan sehingga mulai timbul konflik dalam pernikahan. Teknik sampling
yang digunakan adalah sampling kebetulan.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Variabel kecerdasan emosional


diukur menggunakan skala kecerdasan emosional yang didasarkan pada aspek
kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman (2003), dan diadaptasi pertama
kali oleh Lanawati (dalam Lekatompessy 2004). Variabel penyesuaian diri dalam
penelitian ini diukur menggunakan skala penyesuaian diri yang didasarkan pada
karakteristik penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Haber dan Runyon (1984).
Pertanyaan dalam kuesioner menggunakan bentuk tertutup, dimana setiap item
pernyataan disediakan pilihan jawaban mulai dari setuju sampai tidak setuju.
Kuesioner dibentuk dengan merangkai pernyataan yang menanyakan kedua variabel
penelitian. Jumlah pernyataan yang dimasukkan dalam kuesioner adalah 60 item.
Kuesioner disebarkan ke responden wanita yang baru menikah sekitar 3 tahun.
Penyebaran kuesioner dilakukan menggunakan sistem uji coba terpakai, yaitu data yang
diperoleh dengan sekali uji coba sekaligus digunakan sebagai data dalam penelitian.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kecerdasan
emosional dengan penyesuaian diri pasangan yang baru menikah.

Teknik Analisis Data

Analisis data didahului dengan uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.
Validitas (kesahihan) menurut Chaplin (1992), adalah sifat suatu pengukuran, yaitu
bahwa alat-alat tersebut dapat mengukur kenyataan seperti yang dikehendaki untuk
mengukur. Reliabilitas (keandalan) menurut Chaplin (1992), adalah suatu tes yang
dapat diandalkan dan dicerminkan dalam kemantapan skornya diadakan pengukuran
ulang dari kelompok yang sama. Uji validitas dilakukan menggunakan korelasi, dan uji
reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cornbach.
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi product
moment dari Karl Pearson yaitu menguji hubungan antara kecerdasan emosional
(x1)sebagai prediktor terhadap penyesuaian diri pasangan yang baru menikah (x2)
sebagai kriterium. Pengolahan data menggunakan bantuan program komputer SPSS
Versi 12.0 untuk Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Validitas dan reliabilitas Instrumen Penelitian


Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 50 subjek
penelitian. Semua kuesioner yang disebarkan kembali setelah diisi oleh responden.
Setelah mengkodekan data penelitian (jawaban kuesioner), uji validitas dilaksanakan
menggunakan analisis korelasi. Korelasi antara item pernyataan dengan total
menunjukkan 48 item pernytaan yang mempunyai nilai korelasi ≥ 0,30 yaitu berada
pada rentang korelasi antara 0,314 sampai dengan 0,713. Terdapat 12 item yang
dinyatakan gugur. Dengan demikian, hanya 48 item pernyataan yang akan dilanjutnkan
dengan uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach pada 60
item kecerdasan emosional dan diperoleh dengan nilai alpha sebesar 0,932.

Analisis Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Penyesuaian Diri

Sebelum analisis hubungan dilakukan, terlebih dahulu diuji kenormalan data dan sifat
linearitas hubungan antar variabel. Uji normalitas menggunakan alat bantu program
komputer SPSS Versi 12.0 untuk Windows, dengan uji Kolmogorov Smirnov. Pada
variabel kecerdasan emosional diperoleh nilai z = 0,622 dengan signifikansi yaitu
sebesar 0,834 (p > 0,05). Dapat dikatakan bahwa distribusi skor kecerdasan emosional
pada sampel yang telah diambil adalah normal. Pada variabel penyesuaian diri diperoleh
nilai z = 0,554 dengan signifikansi sebesar 0,919 (p > 0,05). Dapat dikatakan bahwa
distribusi skor penyesuian diri pada sampel yang telah diambil adalah normal.
Uji linearitas menghasilkan nilai F sebesar 36,675 dengan sig = 0,000 (p <
0,05). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan linear antara variabel kecerdasan
emosional terhadap penyesuaian diri.
Hipotesis penelitian yang diuji adalah ada tidaknya hubungan antara kecerdasan
emosional dengan penyesuaian diri. Hipotesis nol dan laternatif penelitian adalah
sebagai berikut:

Ho : Tidak ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri


H1 : Ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan penyesuaian diri

Uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan penolakan terhadap Ho. dengan


demikian dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan
emosional terhadap penyesuaian diri. Artinya ada hubungan antara kecerdasan
emosional dengan penyesuaian diri dalam perkawinan pada pasangan yang baru
menikah selama tiga tahun. Hubungan yang ditemukan adalah hubungan positif.
Hubungan positif menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional maka
penyesuaian dirinya semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan
emosional maka penyesuaian dirinya semakin buruk.
Skor variabel kecerdasan emosional memiliki rata-rata empirik sebesar 148,52
dan rata-rata hipotetik sebesar 120. Angka rata-rata empirik dan hipotetik ini
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki rata-rata empirik yang lebih tinggi
dibandingkan rata-rata hipotetik yang berarti subjek memiliki kecerdasan emosional.
Skor variabel penyesuaian diri memiliki rata-rata empirik sebesar 126,50 dan rata-rata
hipotetik sebesar97,5, artinya penyesuaian diri memiliki rata-rata empirik yang lebih
tinggi dibandingkan rata-rata hipotetik yang berarti subjek memiliki penyesuaian diri
yang baik. Sumbangan relatif kecerdasan emosional pada penyesuaian diri dilihat dari
nilai koefisien determinasi (r²). Koefisien determinasi sebesar 0,433. Angka ini
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memberikan sumbangan relatif sebesar 43,3
% terhadap penyesuaian diri.
Dengan adanya kecerdasan emosional yang dimiliki pasangan yang baru menikah
diharapkan apabila terjadi konflik atau masalah yang berkaitan dengan rumahtangga,
pasangan tersebut dapat menyelesaikannya dengan baik sehingga dapat mengontrol
emosinya agar tidak mengambil keputusan yang salah dalam menjalani kehidupan
berumahtangga.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dengan arah positif antara kecerdasan emosional terhadap penyesuaian diri dalam
perkawinan pada pasangan yang baru menikah, di mana semakin tinggi kecerdasan
emosional seseorang maka penyesuaian dirinya semakin baik, dan sebaliknya semakin
rendah kecerdasan emosional seseorang maka penyesuaian dirinya semakin buruk.
Hasil penelitian menunjukkan sumbangan relatif dari kecerdasan emosional
sebesar 43,3 % sehingga diharapkan dalam praktek bimbingan pranikah dapat
memberikan materi mengenai pentingnya kecerdasan emosional karena sangat
berpengaruh dalam proses penyesuaian diri seseorang dalam perkawinan.

Saran

Bagi peneliti selanjutnya, penulis menyarankan untuk mencoba menggunakan teknik


sampling lain karena pada penelitian ini terdapat kelemahan karena subjek yang diambil
secara acak di berbagai tempat tanpa melihat buku nikah sesuai usia pernikahan dengan
alasan sulitnya mencari subjek.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A.G. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
(ESQ) Emotional Spiritual Quotient. Jakarta : Arga Wijaya Persada.

Atwater, E. 1983. Psychology of Adjustment. Personal Growth in A ChangingWorld


(2nd ed). New Jersey : Prentice Hall, Inc.

Atwater & Duffy. 1999. Psychology for Living. New Jersey, NY : Englewood Cliffs.

Azwar, S. 2001. Dasar-Dasar Psikometri. Cetakan Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar


Offset.

Bird, G. & Mellville, K. 1994. Families and Intimates Relationship. New York : The
McGraw Hill, Inc.

Brehm, S.S. 1952. Intimates Relationships. New York : McGraw, Inc.

Chaplin, J.P. 1992. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Utama.
Cooper, R.K. & Sawaf, A. 1998. Executive EQ : Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Cox, F.D. 1978. Human Intimacy : Marriage, The Family and Its Meaning. New York :
West Publishing Company.

Duvall, E.M. 1964. Before You Marry. Question to Ask and Answer. London : W.
Foulsham & Co. Ltd.

Duvall, E.M. & Miller, B.C. 1985. Marriage and Family Development (6th ed). New
York : Harper & Row Publisher.

Feldman, R. 1989. Adjustment, Applying Psychology in A Complex World. New York,


NY : McGraw Hill.

Goleman, D. 1999. Working With Emotional Intelligence. New York : Bantam Books.

Goleman, D. 2003. Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence). Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama.

Haber, A. & Runyon, R. 1984. Psychology of Adjustment. Homewood, IL : The Dorsey


Press.

Harley, W.F. 1996. His Needs Her Needs : Building An Affair-Proof Marriage. Fleming
H. Revell.
Hasan, M.I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta
: Ghalia Indonesia.

Hills, N. 1995. 17 Prinsip Mencapai Prestasi Gemilang. Bandung : Multi Media.

Hoffman, L., Paris, S., & Hall, E. 1994. Development Psychology Today (6th ed). New
York : McGraw Hill Company, Inc.

Hurlock, E.B. 1980. Developmental Psychology : A Life Span Approach (5th ed). New
Delhi : Tata McGraw Hill Publishing Co.

Landis, P. 1970. Your Marriage and Family and Family Living. New York, NY :
McGraw Hill.

Landis, J.T. & Landis, M.G. 1970. Personal Adjustment : Marriage and Family Living
(5th ed). New Jersey, Prentice Hall, Inc.

Lasswell, M. & Lasswell, T. 1987. Marriage and The Family. Los Angeles, CA :
Woodsworth Publishing Co.

Lazarus, R. 1976. Pattern of Adjusment (3rd ed). Tokyo : McGraw Hill.


Markman, H., Stanley, S., & Blumberg, S.L. 1994. Fighting for Your Marriage. San
Francisco : Jossy-Bass Publisher.

Miller, D.C. 1985. Handbook of Research Design and Social Measurement (4th ed).
New York : Longman Inc.

Papalia, et.al. 2001. Human Development (8th ed). Boston : The McGraw Hill Co.

Pennebaker, J.W. 1995. Emotion, Disclosure and Health. Washington D.C : American
Psychological Association.

Plutchick, R. 1994. The Psychology and Biology of Emotions. New York : Harper
Collins College Publishers.

Salovey, Stroud, Woolery & Epel. 2002. Perceived Emotional Intelligence, Stress
Reactivity and Symptom Report : Further Explanations Using The Trait Meta-Mood
Scale, dalam Journal of Psychology of Health, 2002, vol.17, no.5, pp.611-627. USA
: Brunner & Routledge, Taylor & Francis, Ltd.

Schwartz, D.J. 1997. Keajaiban Berpikir Besar. Jakarta : Pustaka Delapratasa.

Stein, S.J. & Book, H.E. 2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional
Meraih Sukses. Penerjemah : Trinanda Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto.
Bandung : Kaifa.

Scanzoni, J. & Scanzoni, L. 1976. Men, Woman and Change : A Sociology of Marriage
and Family. New York, NY : McGraw Hill.

Anda mungkin juga menyukai