2
Pasal 7 ayat (1) UU No. 38/1999 menyatakan bahwa LAZ dikukuhkan, dibina,
dan dilindungi oleh pemerintah, dan Pasal 7 ayat (2) UU tersebut menentukan bahwa
LAZ (yang dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah) tersebut harus
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Menteri Agama. Pasal 1 angka 2
Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat menentukan bahwa LAZ
(yang dapat dikukuhkan oleh pemerintah) adalah yang sepenuhnya dibentuk atas
prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang da’wah,
pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam, yaitu LAZ yang dimiliki ormas
Islam.
Hal tersebut lebih ditegaskan lagi dalam tata cara pengukuhan yang ditentukan
dalam Pasal 10 ayat (3) Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No.D/291
Tahun 2000, bahwa untuk mendapatkan pengukuhan, LAZ mengajukan permohonan
kepada Pemerintah sesuai dengan tingkatan ormas Islam yang memilikinya dengan
melampirkan syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam ayat (3) tersebut
sebagaimana ditentukan pula dalam Pasal 22 KMA No. 581/1999.
Berdasarkan ketentuan dalam KMA dan Keputusan Dirjen BIUH tersebut di
atas seharusnya yang dikukuhkan hanyalah LAZ yang dimiliki ormas Islam saja,
yaitu LAZ NU, LAZ Muhammadiyah, LAZ Persis, LAZ Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia (DDII), dan LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhiid (DPUDT).
Sedang LAZ lainnya, setelah berlakunya UU No.38/1999 seharusnya diperlakukan
sesuai dengan ketentuan peralihan yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2). Tiga
Keputusan Menteri Agama tentang pengukuhan LAZ, yaitu untuk DD, Amanah
Takaful, dan PKPU ditanda tangani untuk pertama kali oleh Menteri Agama Prof.
DR. H. Said Agil Husin Al-Munawwar, MA pada tanggal 8 Oktober 2001, dua bulan
setelah beliau diangkat dan kemungkinan beliau belum sempat mempelajari apa isi
UU No. 38/1999 dan peraturan pelaksanaannya. Penulis selaku Irjen Depag saat itu
telah mengingatkan beliau tentang kekeliruan tersebut. Beliau berjanji akan
mempelajari dan meninjau kembali, akan tetapi ternyata pengukuhan terus berlanjut.
3
Menteri Agama) ada 18 buah. Muzakki mana yang akan didatangi oleh BAZNAS
dan 18 LAZNAZ itu untuk memungut zakatnya dan mustahiq mana yang akan
diurusi oleh masing-masing ? Belum lagi di tingkat provinsi dan selanjutnya ke
bawah.
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS dan BAZ daerah
telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 38/1999 dan Pasal 25 KMA No.
581/1999 yang menjadi Pasal 25 KMA 373/2003. Ketentuan tersebut menjadi salah
satu Pasal dari RPP yang telah disiapkan Pemerintah. Ketentuan semacam itu tidak
ada untuk LAZ. Kalau Bapak Presiden SBY sudah membayar zakat dari gajinya
setiap tahun kepada BAZNAS, maka sebagai pribadi muslim yang mempunyai
kekayaan/harta, maka beliau tentu akan membayar zakat hartanya kepada BAZ
Kelurahan yang mewilayahi tempat kediaman beliau. Demikianlah contoh rencana
pengaturan yang sudah dimuat dalam RUU dan RPP yang disiapkan oleh Pemerintah.
Dalam rencana perubahan Pasal 7 Undang-Undang No. 38/1999 yang
disiapkan oleh Pemerintah, LAZ yang sudah dikukuhkan di instansi-instansi diubah
statusnya menjadi UPZ (unit pengumpul zakat) dari BAZ setempat sesuai dengan
niat awal pembentukannya dan LAZ lainnya diintegrasikan atau disalurkan
tenaga/personilnya untuk mengurusi atau bahkan memimpin BAZ-BAZ di semua
tingkatan. BAZ desa/kelurahan tidak kalah perannya dari BAZ yang lebih tinggi,
karena merekalah yang akan memungut zakat dari setiap pribadi muslim yang
mampu yang berkediaman di wilayah masing-masing dan mereka pulalah yang harus
mengurusi kepentingan fakir misikin yang berada/berkediaman di desa/kelurahan
ybs. Hasil pengumpulan zakat oleh BAZ-BAZ di atasnya harus disalurkan
melalui/bersama BAZ desa/kelurahan. Itulah konsep pengelolaan zakat bagi
kepentingan fakir miskin yang sekarang masih sekitar 35 juta orang di Republik ini.
4
Pengurus BAZNAS berdasarkan Keputusan Presiden ada 33 orang, 75 %
unsur masyarakat dan 25 % unsur pemerintah. Berapa orang jumlah pengurus 18
LAZNAS? Tidak bisa kita bayangkan berapa banyak jumlahnya jika dibandingkan
dengan pengurus BAZNAS. Dari 3 LAZNAS saja (PKPU, Dompet Dhuafa, dan
Rumah Zakat Indonesia) mungkin tidak kurang dari 3000 orang petugas/amilin.
Berapa besar dana yang harus disediakan untuk honor atau gaji mereka? Disamping
itu, pantaskah kita mendayagunakan dana zakat untuk membangun rumah sakit,
menyelenggarakan pendidikan, membangun masjid/musholla dll, sementara jumlah
fakir miskin masih sekitar 35 juta orang ? Alokasi dana bagi pendidikan dari APBN
sekarang ini 20 % atau tidak kurang dari Rp. 200 triliyun. Dana zakat yang terkumpul
tahun ini diperkirakan baru mencapai Rp. 1 Trilihun.
Dari uraian di atas dipersilahkan masing-masing kita berfikir cara mana yang
harus ditempuh. Konsep Pemerintah atau kehendak pengurus LAZ? Kepentingan
fakir miskin atau kepentingan siapa yang harus kita bela?