Ardilasunu Wicaksono
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Pendahuluan
Latar belakang
Penyakit ini, pertama kali ditemukan pada sapi perah oleh Dr. Heinrich A.
Johne pada tahun 1895, di Jerman. Sehingga dikenal dengan nama ”Johne’s
Disease”/ JD yang hingga saat ini penyebarannya sudah meluas di berbagai
belahan dunia.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji Johne’s disease dan
Crohne’s disease ditinjau dari agen penyebab, dan dibahas mengenai
epidemiologi penyakit, patogenesa, gejala klinis dan pengobatan serta
pencegahannya.
Pembahasan
Agen penyebab
Bakteri MAP mampu bertahan dalam tanah kering yang teduh hingga 55
minggu sedangkan pada rerumputan yang tercemar feses penderita
paratuberculosis, MAP mampu bertahan hingga 24 minggu. Hendrick (2009)
menyatakan bahwa MAP merupakan bakteri yang stabil di lingkungan dimana
dapat bertahan di lingkungan kurang lebih selama satu tahun.
Kasus infeksi MAP pada hewan (1895) sudah lebih dahulu diketahui
dibandingkan pada manusia (1913). Kasus paratuberculosis (JD) diketahui
semakin meluas kejadiannya di wilayah Eropa, namun demikian kajian yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah baru dimulai tahun 1934 di Inggris,
pada saat itu diketahui prevalensi JD pada sapi sebesar 0,8%.
tahun 1972 didapatkan angka prevalensi sebesar 9,8%. Di Belgia analisis ELISA
terhadap 300 sampel serum sapi mengindikasikan 12%-nya terinfeksi MAP,
sedangkan di Spanyol teridentifikasi 67% sapi pada peternakan terinfeksi. Pada
tahun 1980an survei nasional di AS dengan metode isolasi bakteri diketahui
1,6% dari 7000 ekor sapi yang diperiksa positif terinfeksi MAP
Kejadian infeksi MAP pada manusia pertama kali diketahui tahun 1913
oleh Dlazil di daerah Western Infirmary, Glasgow Inggris. Semula penyakit ini
dikenal hanya terjadi pada ileum namun tahun 1960 Lockart-Mumnery dan
Marson mengidentifikasi adanya radang pada kolon dan membentuk granuloma,
karena daerah radang yang lebih banyak pada usus besar maka sering juga
disebut sebagai chronic inflamatory bowels disease (IBD).
Adanya perubahan patologis pada usus kecil yang mirip antara kasus JD
dengan kasus CD diduga keduanya ditimbulkan oleh agen penyebab yang sama.
Pada awal kasus ini dikenali, kejadian penyakit banyak dialami oleh masyarakat
Eropa Utara dan etnis Anglo-saxon dibandingkan masyarakat Eropa Selatan,
Asia dan Afrika. Perkembangan selanjutnya keberadaan imigran Asia menjadi
pembawa penyakit ini ke daerah Asia.
Penularan pada manusia diduga kuat berkaitan dengan produk susu sapi
dan hasil olahannya. Penelitian dengan metode PCR mendeteksi keberadaan
MAP pada susu sapi pasteurisasi yang dijual di supermarket Inggris dan Wales.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Hasil pengujian tersebut memperlihatkan 7% (22 sampel) dari 312 sampel susu
pasteurisasi tersebut mengandung MAP dan 9 isolat bakteri dari 22 sampel
positif itu mampu bertahan selama 13-40 bulan dalam media cair dan bersaing
dengan organisme lain. Di Amerika pengujian susu segar di tingkat peternakan,
diketahui tingkat cemaran sebesar 68% dari 61 peternakan yang diuji.
Gejala klinis
Gejala klinik pada stadium akhir berupa diare kronik (persistent diarrhea)
dan kehilangan berat badan. Gejala tersebut baru muncul setelah sapi berumur
dua sampai 10 tahun, meskipun infeksinya terjadi sejak anak sapi dilahirkan
(nepnatal).
Pada kejadian infeksi yang menahun (kronis), bagian distal usus kecil
(ileum) merupakan tempat bersarangnya bakteri MAP, dengan demikian pada
bagian usus ini terdapat bakteri yang kepadatannya paling tinggi. Lokasi
Ardilasunu Wicaksono 2010
Ileum merupakan target utama MAP, karena pada dinding usus ileum
terkandung Peyer’s patches yang cocok untuk perkembangbiakannya. Meskipun
infeksi MAP terjadi pada periode neonatal (0-4 bulan), namun gejala klinik JD
pada sapi biasanya muncul setelah hewan berumur lebih dua tahun. Pada awal
infeksi tidak menunjukkan gajala klinik sakit (subklinis).
Lebih dari 90% hewan yang terinfeksi oleh MAP menampakkan diri
sepertinya sehat, namun berpotensi menyebarkan MAP melalui fesesnya dan
dapat menularkan MAP ke ruminansia lain dalam kelompoknya. Gejala klinik
biasanya terjadi segera setelah hewan melahirkan anak pertama atau kedua.
Anak sapi atau sapi muda lebih peka terhadap infeksi MAP dibanding dengan
sapi dewasa.
Penyakit Crohn lebih merupakan bentuk radang kronis non spesifik yang
menyerang bagian ileum dan kolon (bowel) namun demikian radang dapat juga
terjadi pada seluruh bagian sistem pencernaan. Penderitaan pasien CD dapat
berlangsung lama bahkan penyakit ini menyertai pasien selama hidupnya meski
sangat sedikit menimbulkan kematian. Karakter penyakit yang bersifat intermiten
dalam menimbulkan gejala klinis maupun keparahan, terkadang kemunculan
gejala memerlukan tindakan operasi untuk penanggulangannya. Hal ini
menggambarkan bahwa penyakit ini sangat sulit disembuhkan mirip dengan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri segenus lainnya seperti M. tuberculosis
yang menyebabkan radang paru.
kronis, perut sakit terutama pada kuadran kanan bawah (seperti radang usus
buntu), demam, anoreksia, berat badan turun, konstipasi. Ada beberapa patokan
untuk mengenali penyakit ini yaitu: (1) inflamasi yang ditandai dengan rasa sakit
pada perut kuadran kanan bawah, (2) obstruksi (buntu) akibat penyempitan usus
mengakibatkan rasa sakit yang sangat pada perut (kolik), perut tegang,
konstipasi, dan muntah, (3) radang ileum yang menyeluruh (difus)
mengakibatkan malnutrisi , dan (4) fistula dan abses abdomen, kondisi yang
melanjut dapat menyebabkan usus bocor, demam, sakit perut, diare berdarah
dan memicu timbulnya kanker.
Kesimpulan
Tinjauan pustaka
Anonim .2008. Stasiun Karantina Cilacap Musnahkan Sapi Impor Selandia Baru.
http://www.vet-klinik.com/Berita-Peternakan/Stasiun-Karantina-Cilacap-
Musnahkan-Sapi-Impor-Selandia-Baru.html [22 Oktober 2010].
Carter M .2003. Johne’s Desease. River Road USA : APHIS-VS Center for
Animal Health Programs.
Cousins DV, Condron RJ, Eamens GJ, Whittington RJ, Lisle GW .2002.
Paratuberculosis. South Perth dan Upper Hutt : Australia and New
Zealand Standard Diagnostic Procedures.
Stabel JR, Wells SJ, Wagners BA. 2002. Relationships Between Fecal Culture,
ELISA, and Bulk Tank Milk Test Results for Johne’s Disease in US Dairy
Herds. J.Dairy Sci. 85:525-531
Tarmudji .2008. Johne’s Desease pada Sapi. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 8
Oktober 2008. Bogor : Balai Besar Penelitian Veteriner.
Welsh RD, Thedford TR, Karges S, Dirato D .2010. Johne’s Disease (An
Emerging Disease of Oklahoma Cattle). Oklahoma USA : Division of
Agricultural Sciences and Natural Resources, Oklahoma State University .