Rate This
2.1.1. Pendahuluan
Penggunaan konstruksi perkuatan pada lahan basah pertama kali dilaporkan dengan
menggunakan steel mseh di bawah konstruksi timbunan pada daerah pasang surut di Perancis.
Perbandingan antara timbunan di atas tanah gambut di Afrika dengan dan tanpa perkuatan
dilaporkan. Dinyatakan bahwa selain woven polypropylene fabric, tegangan tarik semua jenis
geotextile yang diambil contohnya dari pemasangan setahun sebelumnya berkurang antara 25%
sampai 36% dari tegangan tarik awalnya, meskipun tidak berpengaruh banyak pada fungsinya.
Pelaksanaan konstruksi jalan di atas lahan basah dengan perkuatan geotextile dapat
menghindarkan terjadinya keruntuhan lokal pada tanah lunak karena rendahnya daya dukung
tanah. Keuntungan pemasangan geotextile pada pelaksanaan jalan di atas tanah lunak adalah
kecepatan dalam pelaksanaan dan biaya yang relatif lebih murah di bandingkan dengan metoda
penimbunan konvensional
Timbunan badan jalan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar dan
kemungkinan runtuh akibat kurangnya daya dukung tanah terhadap beban timbunan. Suatu cara
untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan cara penggunaan geotextile yang digelar di
atas tanah lunak sebelum pelaksanaan timbunan yang berfungsi sebagai perkuatan
(reinforcement). Perkuatan dalam kasus ini hanya bersifat sementara sampai dengan kuat dukung
(bearing capacity) tanah lunak meningkat hingga cukup untuk mendukung beban di atasnya.
Analisa dengan metoda limit equilibrium akan meninjau tiga modus stabilitas konstruksi
timbunan di atas tanah lunak yaitu, stabilitas internal, stabilitas pondasi tanah lunak dan stabilitas
keseluruhan konstruksi (overall stability). Untuk keperluan perencanaan, profil kuat geser tanah
lunak perlu dimodelkan. Dua model dipergunakan untuk mengidealisasikan kuat geser tanah
lunak di bawah timbunan yaitu pada lapisan tanah lunak tebal dan tipis.
Pada lapisan tanah lunak tebal, kuat geser tanah lunak diidealisasikan meningkat sebagai fungsi
ke dalaman, sedangkan pada lapisan tanah lunak tipis, kuatv geser tanah lunak dianggap tetap.
Keseimbangan batas pada stabilitas internal menunjukkan bahwa untuk menghindarkan
kerusakan pada konstruksi timbunan, kuat tarik geotextile harus lebih besar dari gaya lateral
yang ditimbulkan oleh timbunan di atas tanah lunak. Pendekatan keseimbangan batas pada
stabilitas pondasi seperti yang disampaikan pada modus keruntuhan pondasi pada lapisan tanah
lunak yang tebal adalah akibat rotasi ( rotational sliding ).
Pada keruntuhan bentuk rotasi dan translasi pada lapisan tanah lunak yang tebal, keseimbangan
momen untuk memperoleh kuat tarik geotextile perlu disampaikan. Pemilihan geotextile untuk
perkuatan di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan external.
Faktor external geotextile terdiri dari jenis bahan timbunan yang berinteraksi dengan geotextile.
Struktur geotextile, yaitu jenis anyam (woven) atau niranyam (non-woven) juga mempengaruhi
pada pemilihan geotextile untuk perkuatan. Kondisi lingkungan juga memberikan reduksi
terhadap kuat tarik geotextile karena reaksi kimia antara geotextile dan lingkungan disekitarnya.
Sinar ultraviolet, air laut, kondisi asam atau basa serta mikroorganisme seperti bakteri dapat
mengurangi kekuatan geotextile. Waktu pembebanan juga mempengaruhi karena akan terjadi
degradasi oleh faktor fatigue dan aging. Untuk menutupi kekurangan tersebut tidak seluruh kuat
tarik geotextile yang tersedia dapat dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi perkuatan jalan.
2.2.1. Pendahuluan
Pondasi cakar ayam terdiri dan plat beton bertulang dengan ketebalan 10-15 cm, tergantung dari
jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya. Di bawah plat beton dibuat sumuran pipa-pipa
dengan jarak sumbu antara 2-3 m. Diameter pipa 1,20 m, tebal 8 cm, dan panjangnya tergantung
dari beban di atas plat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa dipakai tulangan tunggal, sedangkan
untuk plat dipakai tulangan ganda. “Sistem pondasi ini bisa diterapkan pada tanah lunak maupun
tanah keras. Tapi menurut pengalaman, lebih ekonomis bila diterapkan atas tanah yang berdaya
dukung 1,5 sampai 4 ton per meter persegi.
2.2.2. Sejarah Terbentuknya Pondasi Cakar Ayam
Dasar pemikiran lahirnya pondasi cakar ayam ialah memanfaatkan tekanan tanah pasif, yang
pada sistem pondasi lain tak pernah dihiraukan. Plat beton yang tipis itu akan mengambang di
permukaan tanah, sedangkan kekakuan plat ini dipertahankan oleh pipa-pipa yang tetap berdiri
akibat tekanan tanah pasif. Dengan demikian maka plat dan konstruksi di atasnya tidak mudah
bengkok.
Pada sistem pondasi lain, yang menggunakan plat beton dengan balok pengaku, maka kekakuan
itu berasal dan konstruksinya sendiri. Sedangkan pada sistem pondasi cakar ayam, kekakuan
didapat dari tekanan tanah pasif. ini berarti dengan daya dukung yang sama, volume beton pada
cakar ayam akan berkurang, dan konstruksinya bisa lebih ekonomis.
Cakar Ayam adalah sistim pondasi yang digunakan/dipilih. “Sosro Bahu” (seribu pundak)
adalah tehnik pengerjaan tiang penyangga jembatan tol. Ide ini muncul karena ada kesulitan
pelaksanaan bila aktifitas jalan yang ada di bawahnya tidak boleh dihentikan (ditutup).
mengingat bentuk tiang penyangga itu spt huruf (T) dan sayapnya berada di atas ruas jalan aktif,
bisa dibayangkan alangkah kroditnya bila ruas jalan-jalan penting Jakarta (yang akan di fly over)
harus ditutup.
Ir. Made Tjokorda menyumbangkan gagasannya yang terinspirasi dari peralatan hidrolic intinya!
pembuatan tiang penyangga “T” (sayapnya) dibuat sejajar dengan jalan terlebih dulu, dengan
demikian tidak perlu mengganggu/menutup aktifitas jalan, setelah selesai sayapnya diputar
menjadi berada ditengah jalan lah! kok bisa diputar, pada pembuatannya lehernya dipasang
tabung hidrolik.
Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang merata. Sistem pondasi
ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini, di bagian bawah kolom
dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser pada plat beton. Jika beban itu
terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban ditentukan oleh besarnya daya geser, bukan
oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan penambahan pertebalan plat beton dibawah kolom
bersangkutan.Sistem pondàsi cakar ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di
daerah dimana peralatan modern dan tenaga ahli sukar didapat. Sampai batas-batas tertentu,
sistern ini dapat menggantikan pondasi tiang pancang. Untuk gedung berlantai 3-4 misalnya,
sistem cakar ayam biayanya akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.
Makin panjang tiang pancang yang dipakai, makin besar biayanya. Apalagi jika alat
pemancangan dan tenaga ahli harus didatangkan dari tempat lain. Dengan kemampuan yang
sama, sistem cakar ayam dapat menghemat biaya sampai 30%. Pelaksanaan sistem ini dapat
dilakukan secara simultan, tanpa harus bergiliran. Misalnya sebagai pondasi menara, dapat
dikerjakan dalam jumlah banyak secara bersamaan. Seluruh sumuran beton dicetak dengan
cetakan biasa di lokasi proyek, sesuai dengan standar. Karena itu sistem ini sangat menghemat
waktu. Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk
mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan lagi, sistem
ini tidak memerlukan sistem drainasi dan sambungan kembang susut.
2.3.1. Pendahuluan
Mekanisme hilangnya keseimbangan dapat terjadi pada tanah dengan daya dukung rendah,
diakibatkan dari beban berat tanah itu sendiri. Permasalahan lain biasanya berupa tolakan ke atas
(uplift) yang banyak terjadi pada lapisan lempung dan lanau (silt) akibat perbedaan tekanan air.
Sering terjadinya penurunan permukaan (settlement) juga permasalahan laten yang sering terjadi.
Hal ini pada umumnya disebabkan oleh beratnya beban yang harus ditanggung oleh tanah lunak.
Salah satu contoh dari masalah settlement ini dapat dilihat pada konstruksi jalan tol Sudiatmo
yang dibangun tahun 1982. Setelah kurang lebih 18 tahun, pada 2000, seiring semakin beratnya
beban yang ditanggungnya, pada kilometer 26 hingga 28 mengalami penurunan sebesar 1,2
meter akibatnya permukaannya lebih rendah dari sisi kiri kananya.
Khusus untuk konstruksi jalan raya, beragam metode untuk memperkuat mutu tanah lunak telah
diterapkan dalam pembangunannya. Sebut saja, pile slab, cakar ayam, deep mixing, vertical drill
dan lain-lain. Menurut Ir J.H. Simanjuntak upaya-upaya tersebut belum mampu secara maksimal
mengatasi permasalahan yang ada.
Berdasar renungan mendalam atas kondisi yang ada, khususnya dalam bidang konstruksi jalan
raya yang dibangun di atas tanah lunak, Ir J.H. Simanjuntak, salah satu pelaku bisnis konstruksi,
berpikir bahwa beban seluruh konstruski yang ada di atas tanah harus disalurkan ke dalam tanah
secara merata dengan menggunakan beberapa tiang pancang. Sehingga beban dapat
didistribusikan secara merata, bukan mengandalkan pada sebuah tiang pancang saja. Pemikiran
ini kemudian diikuti dengan eksperimen-eksperimen yang cermat dan berujung pada lahirnya
sistem pondasi cerucuk.
System ini intinya menyatukan beberapa tiang pancang dalam sebuah kesatuan yang kokoh guna
menyangga kostruksi di atasnya. “Itu (sistem pondasi cerucuk, red) merupakan hasil sebuah
kreasi, perenungan dan eksperimen di lapangan,” aku Simanjuntak. Seiring dengan
perkembangan teknologi di bidang konstruksi, pondasi cerucuk pun disesuaikan dengan
kebutuhan aktualnya. Berbagai inovasi berdasarkan sistem ini banyak bermunculan, dari
memadukannya dengan bambu, kayu maupun matras beton.
Sudah selayaknya dalam melaksanakan sebuah proyek, faktor ekonomi menjadi dasar dalam
pengerjaannya. Keinginan memenuhi faktor murah dan praktis menurut Simanjuntak, telah
membuatnya menemukan sebuah konsep yang memadukan pondasi cerucuk dengan kayu. “Saya
mengkombinasikan pondasi cerucuk dengan kayu, karena itu lebih murah dan praktis,” katanya,
ketika ditemui dalam sebuah seminar tentang pondasi dalam, di Tangerang. “Ingat, yang
terpenting adalah murah dan praktis,” tegasnya. Menurutnya, kayu, apabila tetap terendam,
mampu bertahan hingga ratusan tahun sehingga sangat memungkinkan dipergunakan pada
daerah rawa-rawa. “Kayu itu kuat kalau dia terendam terus. Asal jangan sampai basah-kering,
akan lapuk dia,” jelas Simanjuntak.
Sebagai studi kasus , pelaksanaan konstruksi jalan di atas tanah lunak dengan perkuatan
geotextile di Pulau Setoko dan Nipah di Kepulauan Riau. Jalan yang dibangun di daerah ini
melewati beberapa dataran rendah yang tertutup tanaman bakau dan terpengaruh pasang surut.
Penyelidikan tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa lapisan tanah lunak sampai kedalaman
15m di bawah permukaan tanah. Nilai dari hasil pemampatan uji konsolidasi dipergunakan untuk
mengontrol penurunan selama pelaksanaan timbunan dengan menggunakan settlement plate
yang dipasang dengan interval 50 meter. Pada akhir penimbunan tambahan timbunan sebagai
kompensasi terhadap penurunan jangka panjang diberikan untuk menjamin agar permukaan jalan
sesuai dengan elevasi rencana.
Daerah Pulau Setoko dan Nipah di Kepulauan Riau merupakan dataran rendah yang jika dilihat
dari topografinya berada di bawah garis permukaan laut sehingga keadaan tanah pada daerah ini
sangat tergantung pada air pasang laut. Pengaruh air pasang ini menyebabkan kondisi tanah nya
yaitu basah atau lunak. Dari hasil pengujian menggunakan pengeboran di dapatkan bahwa pada
kedalaman 15 m keadaan tanah masih lunak, sehingga dari hasil analisis yang dilakukan jika
diberi pembebanan yang lebih maka tanah akan mengalami kelongsoran.
Untuk perencanaan konstruksi jalan pada lahan ini pertama-tama yang harus dilakukan adalah
melakukan pengujian terhadap tanah itu sendiri ( kadar air tanah ). Biasanya setelah pengambilan
sampel lalu diuji kembali ke laboratorium untuk mengetahui persentase kadar air yang
dikandung oleh tanah tersebut. Setelah itu pengkajian ulang apakah perlu di lakukan penimbunan
ulang untuk mendapatkan daya dukung tanah yang baik. Setelah itu dilakukan penentuan pondasi
yang cocok dengan penambahan kayu atau beton pada pondasi konstruksi tanah.
Sistem pondasi yang konvensional, cenderung hanya di sesuaikan dengan besarnya beban yang
harus didukung, tapi kurang mempertimbangkan kondisi tanah lembek. Akibatnya, bangunan itu
mengalami penyusutan usia atau ketidakstabilan, seperti penurunan, condong, bahkan roboh. Hal
itu tentu merugikan pemilik dan kontraktor bersangkutan.
Perlakuan yang seimbang antara beban dan kondisi tanah lembek perlu dipecahkan. Problema ini
pernah dihadapi oleh Prof Dr Ir Sedijatmo tahun 1961, ketika sebagai pejabat PLN harus
mendirikan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta.
Dengan susah payah, 2 menara berhasil didirikan dengan sistem pondasi konvensional,
sedangkan sisa yang 5 lagi masih terbengkelai. Menara ini untuk menyalurkan listrik dan pusat
tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan dimana akan diselenggarakan
pesta olah raga Asian Games 1962.
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional sangat sukar
diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem baru untuk mengatasi masalah itu.
Lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat beton
yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara monolit
(bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara meyakinkan.
Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Perhitungan yang
dipakai saat itu (1961), masih kasar dengan dimensi 2,5 kali lebih besar dibanding dengan sistem
pondasi cakar ayam yang diterapkan sekarang. Meski begitu, ternyata biayanya lebih murah dan
waktunya lebih cepat daripada menggunakan tiang pancang biasa. Menara tersebut dapat
diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kokoh berdiri di daerah Ancol yang sekarang sudah
menjadi ka wasan industri.
Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini,
antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64
m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta
Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di
Samarinda, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat
pengakuan paten internasional di 11 negara, yaitu: Indonesia, Jerman Timur, Inggris, Prancis,
Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark. [Teknologi, No.6,
Th.I, Jan-Feb.1987].
Penambahan Telapak beton, pada pondasi cakar ayam sangat baik untuk beban yang merata.
Sistem pondasi ini mampu mendukung beban 500-600 ton per kolom. Dalam hal ini, di bagian
bawah kolom dibuatkan suatu telapak beton, untuk mengurangi tegangan geser pada plat beton.
Jika beban itu terpusat, maka tebal plat beton di bawah pusat beban ditentukan oleh besarnya
daya geser, bukan oleh besarnya momen, untuk ini dilakukan penambahan pertebalan plat beton
dibawah kolom bersangkutan.
Dari kasus di atas dapat diketahui bahwa penggunaan sistem pondasi cerucuk harus
dikombinasikan dengan penambahan matras beton pracetak seperti pada jalan Ancol atau
Cirebon. Dari kasus ini dapat di analisi bahwa penambahan matras beton sangat mendukung
sekali karena menambah atau melapisi tanah lunak sehingga daya dukung tanah terhadap beban
bertambah. Dan pembangunan jalan pada daerah lereng yang kondisi tanahnya basah, sistem ini
dapat menghindarkan dari adanya longsor akibat gaya gravitasi.
ALTERNATIF PEMILIHAN PONDASI
I. Perencanaan Pondasi
Dalam menentukan perencanaan pondasi suatu bangunan ada 2 hal yang harus diperhatikan pada
tanah bagian bawah pondasi :
2 Faktor diatas menentukan stabilitas bangunan yang berdiri. Tegangan akibat adanya bangunan diatas
harus mampu dipikul oleh lapisan tanah dibawah pondasi dan harus aman dari keruntuhan. Dalam
hitungan daya dukung umumnya digunakan faktor aman 3 (sf 3). Besarnya penurunan pondasi
bangunan tidak boleh melebihi batas toleransi. khususnya penurunan yang tidak seragam (defferential
settlement) harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur. Pondasi harus diletakkan pada
kedalaman yang cukup untuk menanggulangi resiko erosi permukaan, kembang susut tanah dan
gangguan permukaan lainnya.
Banyak rumus yang dapat dipakai untuk mendisain Pondasi. Pilihan yang dipakai sangat tergantung
dari kebiasaan seseorang dalam perencanaan pondasi dan data-data tanah yang tersedia.Kami hanya
akan membatasi pada rumus pondasi dangkal dan pondasi dalam tunggal. Kedua jenis pondasi ini
sering ditemui di lapangan.
Peck dkk membedakan pondasi dalam dan pondasi dangkal dari nilai
kedalaman (Df/B):
Dimana
Daya dukung ultimit (ultimit bearing capacity/qult) didefinisikan sebagai beban maksimum per
satuan luas dimana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan.
- Rumus Terzaghi
dimana :
C = Cohesi Tanah
Nc, Nq, Nγ = Faktor daya dukung Terzaghi ditentukan oleh besar sudut
geser dalam
Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung Ultimit Tanah (qult) , Langkah selanjutnya
menghitung daya dukung ijin Tanah yaitu :
q = qult / Sf
dimana :
q = Daya Dukung ijin Tanah
- Rumus Meyerhof
Dimana :
Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung Ultimit Tanah (qult) , Langkah selanjutnya
menghitung daya dukung ijin tanah yaitu :
q = qult / Sf
dimana :
Daya dukung ijin tanah dapat juga dihitung langsung dengan cara :
dimana :
qc = Nilai Konus
Daya dukung pondasi dalam merupakan penggabungan dua kekuatan daya dukung, yaitu daya
dukung ujung (qe) dan daya dukung lekatan (qs)
P = qc. A. + JHF. O
3 5
dimana :
P = Daya Dukung Tiang
qc = Nilai Konus
O = Keliling Tiang
qe = qc. Kc. Ap
dimana :
qc = Nilai Konus
qs = .JHp. As
dimana :
As = Selimut tiang
qult = qe +.qs
Dimana :
Setelah kita mendapatkan nilai daya dukung Ultimit Tanah (qult) , Langkah selanjutnya
menghitung daya dukung ijin tanah yaitu :
q = qult / Sf
dimana :