Sylvia Yulianti
Sylvia Yulianti
0806346546
Penegakan Hukum
Masyarakat juga mengharapkan manfaat dari pelaksanaan hukum. Jangan sampai, justru
karena hukumnya dilaksanakan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Hukum bersifat umum, mengikat semua orang, bersifat menyamaratakan. Setiap orang yang
mencuri harus dihukum tanpa membeda-bedakan. Namun, keadilan bersifat subyektif,
individualistis dan tidak menyamaratakan. Adil bagi satu orang belum tentu adil bagi yang
lainnya.
Penemuan Hukum
Penemuan hukum diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-
petugas hukum lainnya yang diberi tugasa melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa
hukum yang konkrit. Ada dua jenis penemuan hukum, yaitu heteronom dan otonom. Dalam
penemuan hukum heteronom, hakim mendasarkan pada peraturan-peraturan di luar dirinya:
hakim tidak mandiri, karena harus tunduk dengan undang-undang. Sedangkan pada
penemuan hukum otonom, hakim menyesuaikannya dengan kebutuhan-kebutuhan hukum
menurut apresiasi atau pandangan pribadi. Tidak ada batas yang tajam antara penemuan
hukum yang heteronom dan otonaom. Pada prakteknya, penemuan hukum mengandung dua
unsur tersebut.
Dalam penemuan hukum, terdapat beberapa aliran. Pertama, aliran legisme, yaitu aliran
dalam ilmu pengetahuan dan peradilan yang tidak mengakui hukum di luar undang-undang.
Dalam hal ini, hakim tidaklah menciptakan hukum, tapi hanya menjalankannya terhadap
peristiwa yang konkrit.
Pada abad ke-19, lahirlah di Jerman dua aliran yang lebih lunak dari legisme, yaitu Mazhab
Historis dan Freirechtschule. Menurut pandangan Mazhab Historis, undang-undang tidak
lengkap. Maka, di samping undang-undang, masih ada sumber hukum lain, yaitu kebiasaan.
Selanjutnya, putusan-putusan yang dikeluarkan hakim tidak begitu saja berasal dari undang-
undang maupun asas hukum, tetapi ada unsur penilaian yang memiliki peranan dalam hal
tersebut (Freirechtbewegung).
Ketentuan undang-undang tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung padsa
peristiwanya. Untuk sapat menerapkan ketentuan undang-undang yang berlaku umum dan
abstrak, ketentuan undang-undang itu harus diberi arti, dijeloaskan atau ditafsirkan dan
disesuaikan dengan peristiwanya.
Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi
penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat
ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Dari alasan atau pertimbangan yang sering
digunakan oleh hakim dalam menenukan hukumnya dapat disimpulkam adanya metode
interpretasi menurut bagasa (gramatikal), historis, sistematis, teologis, perbandingan hukum
dan futuristis.
Bahasa merupakan sarana yang penting bagi hukum. Oleh karena itu, hukum terikat pada
bahasa. Metode interpretasi bahasa merupakan cara penafsiran atau penjelasan yang
paling sederhana untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang dengan
menguraikannya menurut bahasa, susuanan kata atau bunyinya. Misalnya, kata
menggelapkan dari pasal 41/ KUHP ada kalanya ditafsirkan sebagai menghilangkan.
• Interpretasi teologis atau sosiologis
• Interretasi sistematis
• Interpretasi historis
Makna undang-undang sapat ditafsirkan juga dengan jalan meneliti sejarah terjadinya.
Ada dua macam interpretasi historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah undang-undang
dan penafsiran berdasarkan sejarah hukum.
• Interpretasi komparatif
Di atas telah disebutkan beberapa metode interpretasi. Yang mana yang harus dipilih?
Pemilihan mengenai metode interpretasi merupakan otonomi hakim dalam penemuan
hukum. Metode itu sering digunakan bersama-sama atau campur aduk. Dengan kata lain,
dalam tiap interpretasi penjelasan undang-undang terdapat unsur, gramatikal, historis,
sistematis dan teologis.
Metode Argumentasi
Hakim harus memeriksa dan mengadili setiap perkara termasuk perkara yang tidak ada
peraturannya yang khusus. Di sini hakim menghadapi kekosongan atau ketidaklengkapan
undang-undang. Untuk mengisi kekosongan itu, digunakanlah metode berpikir analogi,
penyempitan hukum dan a contrario.
Dengan metode ini, maka peristiwa yang serupa, mirip, atau sejenis dengan yang diatur
dalam undang-undang diperlakukan sama. Jadi, analogi boleh diadakan bla menghadapi
peristiwa-peristiwa yang analog atau mirip. Gambar di bawah ini akan membantu
pemahaman kita.
PERATURAN KHUSUS
Pasal 1576 BW PERATURAN UMUM
• Penyempitan hukum
• Argumentum a contrario
Metode ini merupakan metode penemuan hukum dengan melihat peristiwa kebalikannya.
Misalnya, pasal 39 PP no.9 tahun 1975 menentukan bahwa waktu tunggu bagi seorang
janda untuk menikah lagi apabila pernikahannya putus karena perceraian adalah 130 hari.
Bagaimanakah bagi seorang duda yang hendak menikah lagi setelah bercerai? Maka,
berlaku kebalikannya, sehingga seorang duda tidak perlu menunggu waktu tertentu
apabila hendak menikah lagi.