Anda di halaman 1dari 8

Tuesday, November 23, 2010

Text Size
Login
Site Search powered by Ajax
Top of Form
Search... any new est search 99999999 com_search
Bottom of Form

• Home
• Profil
○ Visi dan Misi
○ Sejarah
Latest:
• Lokakarya Guru Sastra Indonesia
• Temu Wali Santri
• Tim UKS dapat Medali Emas
• Awali Tahun Ajaran Baru dengan Istighosah
• Pengumuman Seleksi PPDB 2010/2011
• Siswa MAN Bisa Membuat Pesawat Terbang
• CTL, Strategi Pembelajaran Ramah Siswa
• Seleksi The Best Student Yayasan Bahrul Ulum
• Penyakit Guru
• Menulis, Sebuah Kebutuhan Praktis Siswa
• OSIS Menumbuhkan Jiwa Leadership yang Amanah
• Harkitnas Momentum Kebangkitan MAN Tambakberas
• Kelas Bukan Kuburan
• Beasiswa Universitas Al-Ahgaff Hadramaut Yaman
• Siswi MAN Juara I Karya Tulis Ilmiah di ITS
• Peranan BP/BK Dalam Masuk PTN
• Penerimaan Peserta Didik Baru 2010
• Mari Belajar Berbahasa Indonesia Yang Baik dan Benar
• Santri PP. Bahrul Ulum Raih Beasiswa
• Wakil Gubernur Berkunjung ke MAN Tambakberas
CTL, Strategi Pembelajaran Ramah Siswa
CTL, STRATEGI PEMBELAJARAN RAMAH SISWA
Oleh: Faizun

Abstrak
Dunia pendidikan di Indonesia sesungguhnya telah mengalami reformasi besar-besaran sejak
digulirkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disempurnakan menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Filosofi pembelajaran telah bergeser dari
strukturalisme/objektivisme/behaviorisme ke arah konstruktivisme. Orientasi kurikulum berubah, dari
berorientasi materi (Content Based Curriculum) ke arah kompetensi (Competency Based Curriculum).
Perubahan mendasar ini tentu tidak akan memiliki banyak arti manakala tidak didukung oleh komponen-
komponen yang lain untuk juga melakukan perubahan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
perubahan kurikulum tersebut belum mendapat dukungan yang seimbang dari para pelaku kurikulum di
sekolah, khususnya guru. Hal ini mengakibatkan dunia pendidikan kita belum mengalami perkembangan
yang signifikan. Dengan demikian, diharapkan kemauan yang sungguh-sungguh dari para guru sebagai
pelaku kurikulum di sekolah untuk melakukan perubahan sesuai dengan paradigma yang berlaku saat
ini.

Kata Kunci: kurikulum, mengajar, paradigma pembelajaran, CTL

Latar Belakang
Dunia pendidikan kita sesungguhnya telah mengalami reformasi besar-besaran sejak digulirkannya
kurikulum 2004, yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Kurikulum berbasis kompetensi bahkan bukan sekedar reformasi kurikulum, tetapi barangkali
lebih tepat disebut revolusi kurikulum. Hal ini disebabkan dalam KBK telah terjadi perubahan hingga
menyentuh hal yang paling prinsip dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Filosofi pembelajaran telah
bergeser dari strukturalisme/objektivisme/ behaviorisme ke arah konstruktivisme. Jika sebelumnya
kurikulum kita lebih berorientasi materi (Content Based Curriculum), saat ini lebih ditekankan pada
kompetensi (Competency Based Curriculum). Dengan kata lain, jika pada kurikulum sebelumnya guru
mengajar dimulai dari kata tanya, ”siswa tahu apa?” sehingga siswa akan diajari untuk tahu tentang
sesuatu. Pada KBK guru mengajar berangkat dari sebuah pertanyaan, ”siswa bisa apa?” Hal ini didasari
pemikiran bahwa, mereka yang tahu belum tentu bisa, tetapi mereka yang bisa sudah barang tentu
mereka tahu. Dengan demikian, diharapkan kelak setelah lulus siswa mampu hidup dengan skills (baca:
kompetensi) yang didapatnya dari dunia pendidikan.
Sebagai suatu konsep, tentu saja KBK, yang dalam pelaksanaannya disempurnakan menjadi KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) pada tahun 2006 tidak akan memiliki makna jika tidak
didukung oleh kemauan berbagai pihak, terutama guru, dalam mengimplementasikannya. Kemauan ini
di antaranya dapat berupa kemampuan guru dalam memahami konsep dasar mengajar dan memilih
satrategi pembelajaran yang sejalan dan sesuai dengan KBK maupun KTSP.

Konsep Dasar Mengajar


Bagi guru, memahami konsep dasar mengajar merupakan hal yang sangat esensial. Kemampuan
memahami dan menempatkan konsep dasar mengajar inilah yang menjadi penentu perilaku guru dalam
kegiatan pembelajaran. Jika seorang guru beranggapan bahwa mengajar adalah sekedar transformasi
pengetahuan, maka dia akan berusaha sedapat mungkin agar pengetahuan yang dimilikinya dapat
ditransfer kepada siswa-siswanya melalui cara yang diyakininya efektif. Dalam keadaan demikian,
posisi siswa menjadi sangat lemah, baik dalam proses maupun hasil. Dalam proses, siswa menjadi lemah
karena harus patuh terhadap apapun yang diinstruksikan sang guru meskipun tidak sesuai dengan
keinginan hatinya. Sedang dalam hasil, siswa menjadi lemah karena dia hanya menjadi potret mini
gurunya, yang itu belum tentu sesuai dengan tuntutan dunia yang dihadapinya kelak. Kondisi yang
demikian jelas tidak menguntungkan. Karenanya, guru harus mampu menempatkan diri pada konsep
dasar mengajar yang benar, yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.

Sedikitnya ada empat hal yang membedakan prilaku masing-masing guru dalam kegiatan pembelajaran
sebagai akibat perbedaannya dalam memahami konsep dasar mengajar sebagaimana dapat dilihat pada
tabel berikut.

Mengajar untuk Menyampaikan Materi Mengajar untuk Mencapai Kompetensi

 Proses pengajaran berorientasi pada guru  Proses pengajaran bertorientasi pada


(teacher centered) siswa (student centered)

 Siswa sebagai objek belajar  Siswa sebagai subjek belajar

 Kegiatan pembelajaran terjadi pada  Kegiatan pembelajaran berlangsung di


tempat dan waktu tertentu mana saja

 Tujuan pembelajaran adalah penguasaan  Tujuan pembelajaran adalah tercapainya


materi pelajaran kompetensi

Dari tabel di atas dapat diambil pengertian bahwa, jika kita sepakat melakukan reformasi dengan
berpedoman pada KBK dan KTSP, maka yang harus dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran
adalah (1) menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran, (2) menjadikan siswa sebagai subjek
belajar, (3) tidak membatasi ruang dan tempat pembelajaran, serta (4) menempatkan ketercapaian
kompetensi sebagai tujuan pembelajaran.

Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran adalah bahwa, kegiatan pembelajaran tidak
semata-mata ditentukan oleh selera guru, akan tetapi lebih ditentukan oleh siswa itu sendiri. Hendak
belajar apa siswa dari topik yang dipelajari, bagaimana cara memelajarinya, bukan hanya guru yang
menentukan. Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Dengan
demikian, peran guru berubah dari peran sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi peran sebagai
fasilitator, dinamisator, dan katalisator. Guru hanyalah salah satu sumber belajar yang lebih berperan
sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.
Menjadikan siswa sebagai subjek belajar memiliki arti siswa tidak dianggap sebagai organisme yang
pasif, yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organisme yang aktif, yang
memiliki potensi untuk berkembang. Siswa adalah individu yang memiliki kemampuan dan potensi.

Tidak membatasi ruang dan tempat pembelajaran dapat dipahami bahwa, proses pembelajaran dapat
terjadi di mana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan
berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan kesesuain dengan kompetensi dasar yang sedang
dipelajari. Ketika siswa memelajari KD menyusun paragraf deskriptif bertemakan alam misalnya, maka
yang paling tepat tentunya siswa diajak ke alam terbuka agar apa yang mereka tulis betul-betul memiliki
makna deskripsi yang utuh dan luas.

Sedangkan yang dimaksud menempatkan ketercapaian kompetensi sebagai tujuan pembelajaran adalah
memahami bahwa tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi, akan tetapi proses untuk mencapai
suatu kompetensi. Oleh karena itu penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses
pembelajaran, akan tetapi hanya tujuan antara untuk mengantarkan pada kompetensi tertentu.

CTL sebagai Pendekatan Pembelajaran Ramah Siswa


CTL merupakan suatu konsep belajar yang dimotori John Dewey pada tahun 1916. Filosofi
pembelajaran kontekstual berakar dari pemahaman progresivisme John Dewey. Dalam pembelajaran
kontekstual guru dituntut menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan
mengalami, bukan sekedar transfer pengertahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan dari pada hasil belajar.
Beberapa hal yang menjadi fokus pendekatan pembelajaran kontekstual adalah:
1. Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang
berpikir kritis dan memecahkan masalah.
2. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pembelajaran yang
memperkenankan siswa untuk memelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan
berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
3. Belajar Berbasis Inquiri (Inquiry Based Learnig), yang membutuhkan strategi pembelajaran yang
mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4. Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project Based Learning), suatu pendekatan pembelajaran
komprehensif di mana lingkungan belajar didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan
terhadap masalah autentik, termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja
secara mandiri dalam mengonstruk pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam produk
nyata.
5. Belajar Berbasis Kerja (Work Based Learning), pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
siswa menggunakan konteks tempat kerja (baca: dunia nyata) untuk memelajari materi pelajaran
berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi
dalam hal ini, tempat atau kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi
pelajaran untuk kepentingan siswa.
6. Belajar Berbasis Jasa-layanan (Service Learning), yaitu penggunaan metodologi pembelajaran
yang mengombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk
merefleksikan jasa layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan
dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan
praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi
kebutuhan di dalam masyarakat melalui tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
7. Belajar kooperatif (Cooperative Learning), pendekatan pembelajaran melalui penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam
mencapai tujuan belajar.
Untuk mendukung terlaksananya ketujuh fokus pendekatan CTL di atas, guru seharusnya menjadikan
hal-hal berikut sebagai asas pembelajaran, yakni:
1. Kemitraan, siswa tidak dianggap sebagai bawahan melainkan diperlakukan sebagai mitra kerja.
2. Lokalitas, materi pembelajaran dikemas dalam bentuk yang paling sesuai dengan potensi dan
permasalahan di wilayah (lingkungan) tertentu (locally specific), yang mungkin akan berbeda
satu tempat dengan tempat lainnya.
3. Pengalaman nyata, materi pembelajaran disesuaikan dengan pengalaman dan situasi nyata
dalam kehidupan sehari-hari siswa.
4. Manfaat, materi pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan manfaat untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi siswa pada masa sekarang maupun yang akan datang.
5. Partisipasi, setiap siswa dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka
merasa bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan tersebut, sekaligus juga bertanggung
jawab atas setiap kegiatan belajar yang dilakukan.
6. Keswadayaan, mendorong tumbuhnya swadaya (self supporting) secara optimal atas setiap
aktivitas belajar yang dilaksanakan.
7. Kebersamaan, pembelajaran dilaksanakan melalui kelompok dan kolaboratif.
Jika beberapa asas pembelajaran di atas mendasari guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran, maka
dapat dipastikan sikap guru yang muncul sebagai akibatnya adalah:
1. Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku utama dalam
pembelajaran, maka guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat lebih aktif.
2. Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu
sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses itu,
maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
3. Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat
yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka.
4. Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin
memahami atau belajar tentang mereka.
5. Bersikap sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai
teman atau mitra kerja oleh siswa.
6. Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana
akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal realtionship), sehingga siswa tidak merasa
kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.
7. Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan
tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu,
tetapi berusaha untuk saling berbagi pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh
pemahaman yang kaya di antara keduanya.
8. Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai,
seorang guru sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan siswanya,
sehingga siswa akan tetap menghargainya.
9. Tidak memihak dan mengkritik. Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan
pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi komunikasi
di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluar.
10. Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan kepada
guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus terang bila
merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang selalu masih
perlu belajar.
11. Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan menonjolkan
potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-keburukannya. Perlu
diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah
keadaan.
Dapat kita bayangkan seandainya semua guru memahami dan melaksanakan hal-hal di atas pada saat
kegiatan pembelajaran, suasana kelas akan tercipta penuh keakraban dan keramahan antara guru dengan
siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, dan juga siswa dengan siswa. Suasana seperti itulah yang
diidam-idamkan oleh pada konseptor kurikulum agar melalui proses pembelajaran siswa dapat secara
cepat dan tepat sampai pada kompetensi yang dipelajari. Pada akhirnya, setiap kompetensi dapat
menjadikan siswa memiliki life skills yang sangat berguna bagi hidupnya kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, T. 1994. Multiple Intelligence in the Classroom. Alexandria, VA: Association for
Supervision and Curriculum Development.
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media
Group.
Budiningsih, C. Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.
Depdiknas. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005.
__________. 2006. Standar Isi. Jakarta: Permendiknas 22 Tahun 2006.
__________. 2006. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 23 Tahun 2006.
__________. 2006. Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 24
Tahun 2006.
__________. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda.
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda.
__________. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda.
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: UM Press.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Rosdakarya.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003. Jakarta:
Cemerlang.
Main Menu
• Identitas
• Visi Misi
• Sejarah
Islamic Center
• Takwa dan Hadirnya Keberkahan Langit Bumi Takwa, dan Hadirnya Keberkahan Langit Bumi
Oleh K.H. Muhammad Salman al-Farisi (Pengasuh Pondok Pesantren Putra An-Najiyah Bahrul
Ulum Tambakberas Jombang) ‫ ونعوذ بال من شرور أنفسنا ومن‬,‫ نحمده ونستعينه ونستغفره‬,‫الحمد ل رب العالمين‬
‫لال وحده ل شريك له وأشهد أن‬ّ ‫ وأشهد أن ل إله إ‬,‫ من يهد ال فهو المهتد ومن يضلل فلن تجد له ولّيا مرشدا‬,‫سيئات أعمالنا‬
‫ اللهم فصل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد‬,‫محمدا عبده ورسوله‬...
• 1
Kabar Madrasah
• Lokakarya Guru Sastra Indonesia Laporan dari Surabaya-Kementerian Agama Kantor Wilayah
Provinsi Jawa...
• Temu Wali Santri Masih dalam suasana tahun pelajaran baru, 2010-2011. Rabu (21/7) lalu,...
• Tim UKS dapat Medali Emas Prestasi di awal tahun. Setidaknya begitu yang mengemuka ketika
berita...
• 1
• 2
• 3
• 4
• 5
Kolom Siswa
• Awali Tahun Ajaran Baru dengan Istighosah Tahun pelajaran baru, 2010-2011, MAN
Tambakberas mengawalinya dengan...
• Siswa MAN Bisa Membuat Pesawat Terbang Membuat pesawat terbang ternyata mudah dan
mengasyikkan. Selain pekerjaannya...
• Seleksi The Best Student Yayasan Bahrul Ulum Dalam rangka mengikuti pemilihan The Best
Student Yayasan Pondok Pesantren...
• 1
• 2
• Identitas
• Visi Misi
• Sejarah
Back to Top
© Copyright 2009, All Rights Reserved
Login Form
Top of Form
Username

Remember Me
Log in

Forgot your password?


Forgot your username?
No Account Yet? Create an account
com_user login L2NvbXBvbmVud 1
Bottom of Form
[x] close

Anda mungkin juga menyukai