Anda di halaman 1dari 13

Nama : Muktadi Amri Assiddiqi

NIM :08630002

UJI KUALITATIF KARBOHIDRAT

Karbohidrat merupakan salah satu makromolekul penting yang


diperlukan sebagai dasar kehidupan di bumi selain protein dan lemak, dimana
karbohidrat merupakan sumber energi utama, senyawa penyimpan energi kimia,
dan materi pembangun. Selain itu, karbohidrat juga memiliki fungsi lain, yaitu
untuk aktivitas otak, pembentukan sel darah merah dan sistem saraf, dan
membantu dalam proses metabolisme protein dan lemak. Pada manusia dan
hewan, karbohidrat umumnya disimpan dalam bentuk glikogen/gula otot.
Sedangkan pada tumbuhan, karbohidrat umumnya ditemukan dalam bentuk pati
dan selulosa, dimana keduanya merupakan pembentuk struktur dan komponen
utama dinding sel. Karbohidrat juga dapat ditemukan pada bakteri, yaitu sebagai
peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri.
Kata karbohidrat berasal dari karbon (C) dan hidrat (H2O), yang secara
umum menyatakan unsur penyusunnya, yaitu unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O). Secara biokimiawi, karbohidrat merupakan molekul polihidroksil-
aldehid atau polihidroksil-keton, atau senyawa yang menghasilkan salah satu
maupun kedua jenis senyawa tadi bila dihidrolisis. Karbohidrat mengandung
gugus karbonil (dalam bentuk aldehid atau keton) dan gugus hidroksil. Mulanya,
istilah karbohidrat digunakan untuk golongan senyawa yang memiliki rumus
molekul (CH2O)n, namun kemudian pengertian ini dinyatakan tidak tepat karena
munculnya beberapa senyawa yang memiliki rumus (CH2O)n tetapi bukan
merupakan karbohidrat, seperti asam asetat (CH3COOH → C2H4O2 → (CH2O)2
(Lehninger, 1997).
Berdasarkan panjang ikatan antarmolekul yang menyusun, karbohidrat
digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Monosakarida
Golongan monosakarida merupakan golongan gula yang paling sederhana
dan tidak dapat dihidrolisis lagi. Rumus molekul (CH2O)n masih sesuai untuk
karbohidrat golongan ini. Beberapa sifat monosakarida:
▪ Berbentuk kristal
▪ Dapat larut dalam air
▪ Tidak larut dalam pelarut nonpolar
▪ Memiliki rasa yang manis
▪ Dapat berikatan untuk membentuk senyawa yang lebih
kompleks
▪ Penamaan sesuai jumlah n, contohnya n=3 disebut triosa,
n=4 disebut tetrosa, n=5 disebut pentosa, n=6 disebut hexosa, dsb.
▪ Setiap atom karbon memiliki gugus –OH kecuali atom
karbon pertama dari gugus aldehid dan atom karbon kedua dari gugus
keton.
Gula monosakarida sendiri memiliki 2 jenis konformasi yang berbeda,
yang dipengaruhi oleh gugus fungsi yang aktif pada konformasi tersebut.
Konformasi tersebut adalah aldosa (mengandung gugus aldehid) dan ketosa
(mengandung gugus keton).
O |
/ - C=O
-C–H |
|
Aldosa Ketosa
Secara umum, jenis monosakarida yang paling banyak ditemui adalah
pentosa yang terdiri dari 5 atom karbon dan heksosa yang terdiri dari 6 atom
karbon. Contoh gula pentosa adalah aldopentosa (komponen penting asam
nukleat), arabinosa, ribosa, dan xylosa. Sedangkan contoh dari gula heksosa
adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa.
(1) Glukosa
Glukosa merupakan aldoheksosa, yang sering disebut juga sebagai
dekstrosa karena dapat terpolarisasi ke arah kanan (dekstro). Di alam, glukosa
banyak dijumpai pada buah-buahan dan madu, dan dapat dihasilkan dari reaksi
karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari oleh klorofil daun, yang
disebut dengan reaksi fotosintesis. Berikut adalah struktur dari D-glukosa dan L-
glukosa:
O O
/ /
C–H C–H
| |
H – C – OH HO – C – H
| |
OH – C – H H – C – OH
| |
H – C – OH HO – C – OH
| |
H – C – OH HO – C – OH
| |
H2C – OH H2C – OH
D-glukosa L-glukosa
(2) Fruktosa
Fruktosa adalah bentuk ketoheksosa yang mempunyai sifat dapat
terpolarisasi ke kiri (levo) sehingga dapat juga disebut sebagai levulosa. Di alam,
fruktosa dapat ditemukan pada buah-buahan dan nektar pada bunga (yang akan
diolah menjadi madu). Rasa fruktosa lebih manis daripada gula tebu atau sukrosa.
Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan menggunakan pereaksi Seliwanoff,
yaitu larutan resorsinol (1,3-dihidroksi-benzena) dalam asam klorida, yang dapat
mendeteksi adanya gugus keton. Berikut adalah struktur dari D-fruktosa dan L-
fruktosa:
CH2OH CH2OH
| |
C=O C=O
| |
OH – C – H H – C – OH
| |
H – C – OH HO – C – OH
| |
H – C – OH HO – C – OH
| |
H2C – OH H2C – OH
D-fruktosa L-frukosa
(3) Galaktosa
Galaktosa jarang terdapat dalam bentuk bebas di alam, melainkan
umumnya berikatan dengan glukosa membentuk laktosa, yaitu yang sering disebut
gula susu. Galaktosa memiliki sifat dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke
kanan. Galaktosa memiliki rasa yang kurang manis dibandingkan glukosa dan
kurang larut dalam air, karena pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan
dalam keadaan panas, galaktosa akan menghasilkan asam musat yang kurang larut
dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi
glukosa. Berikut adalah struktur D-galaktosa dan L-galaktosa:
O O
/ /
C–H C–H
| |
H – C – OH HO – C – H
| |
OH – C – H H – C – OH
| |
OH – C – H H – C – OH
| |
H – C – OH HO – C – OH
| |
H2C – OH H2C – OH
D-galaktosa L-galaktosa
Adapun beberapa reaksi monosakarida yang penting untuk penentuan
sifat-sifat maupun jenis karbohidrat:
(1) Reaksi dengan asam dan basa
a. Reaksi dengan asam
Heksosa jika ditambahkan dengan asam encer bersifat sangat
stabil sehingga tidak terjadi reaksi, sedangkan bila ditambah dengan asam kuat
dengan katalis panas akan mengalami dehidrasi membentuk hidroksi metil-
furfural. Gula pentosa jika ditambahkan dengan asam kuat dengan katalis panas
maka akan membentuk furfural.
b. Reaksi dengan basa
Glukosa bila ditambah dengan basa encer akan mengalami reaksi
enolisasi yaitu pembentukan enediol (ikatan rangkap yang memiliki 2 alkohol)
yang dapat membentuk fruktosa, manosa, dan glukosa melalui reaksi perubahan
aldosa menjadi ketosa (transformasi Bruyn-Alberda van Ekenstein). Namun
transformasi ini tidak dapat terjadi dalam basa pekat, karena monosakarida mudah
teroksidasi, terdegradasi, dan berpolimerisasi dalam basa pekat.
(2) Gula pereduksi
Karbohidrat dikatakan memiliki sifat sebagai gula pereduksi jika
memiliki gugus aldehid dan keton bebas sehingga dapat mereduksi ion-ion logam
Cu dan Ag dalam larutan yang bersifat basa. Gula pereduksi akan teroksidasi,
berfragmentasi, dan berpolimerisasi dalam larutan basa tersebut. Struktur glukosa
dan fruktosa dapat digunakan untuk membedakan keberadaan gula pereduksi.
Gugus aldehid maupun keton jika tereduksi akan menjadi gula alkohol. Glukosa
akan tereduksi menjadi sorbitol, sedangkan fruktosa akan tereduksi menjadi
manitol dan sorbitol, dan galaktosa akan menjadi dulsital. Untuk sukrosa, tidak
ada gugus aldehid atau keton bebas karena telah berikatan, sehingga ketika
ditambah Fehling, sukrosa tidak dapat mereduksi Cu, namun ketika dipanaskan,
sukrosa akan terhidrolisis sehingga gugus aldehid dan keton terpisah dan dapat
mereduksi, perubahan warna dari biru menjadi kuning.
(3) Pembentukan glikosida
Monosakarida dapat membentuk glikosida dan asetal yang
merupakan salah satu sifat penting karena dapat menentukan struktur cincin gula
pembentuknya. Glikosida di alam banyak terdapat pada tumbuhan. Prinsipnya
adalah glukosa direaksikan dengan metanol dan asam klorida membentuk metil-
glukosa yang dalam larutan asam bersifat labil namun stabil dalam larutan basa,
yang kemudian ditambahkan dengan metil iodida/dimetil sulfat membentuk penta-
O-metil-glukosa yang jika dihidrolisis akan menjadi 2,3,4,6-tetra-O-metil-
glukosa. Bila gugus hidroksil suatu gula beraksi dengan gugus
hemiasetal/hemiketal gula lain maka dapat berubah menjadi glikosida, dimana
banyak terdapat monosakarida dengan ikatan glikosida pada polisakarida.
(4) Pembentukan ester
Glukosa jika direaksikan dengan asam asetat-anhidrida berlebih akan
menghasilkan gugus asetil (ikatan ester), dimana sifat ini penting untuk penentuan
struktur karbohidrat. Kompleks antara gula dan asam amino memegang peranan
penting dalam aktivitas biologis, contohnya adalah glukosamin (pembentuk asam
hialuronat) dan galaktosamin (pembentuk kondroitin).
(5) Fenilosazon dan osazon
Monosakarida direaksikan dengan fenilhidrazin (C6H5NHNH2) akan
menghasilkan fenilosazon yang tidak larut dalam air dan mudah mengkristal, yang
jika ditambahkan dengan fenilosazon yang sama akan membentuk osazon yang
berbentuk kristal dan memiliki warna khas. Sifat ini penting untuk penentuan jenis
karbohidrat. Kristal fruktosa berbentuk pentagonal dan kristal galaktosa berbentuk
segi empat runcing.
2. Oligosakarida
Oligosakarida adalah jenis karbohidrat yang merupakan gabungan dari
beberapa monosakarida yang terikat oleh ikatan kovalen. Penamaan karbohidrat
dari golongan ini didasarkan dari jumlah monosakarida yang menyusunnya,
contohnya disakarida (2 monosakarida), trisakarida (3 monosakarida),
tetrasakarida (4 monosakarida), dst. Dari sekian jenis oligosakarida, yang paling
banyak dipelajari adalah disakarida. Disakarida memiliki sifat-sifat yang sama
dengan monosakarida. Adapun beberapa jenis disakarida adalah:
(1) Sukrosa
Sukrosa, yang disebut juga gula tebu, adalah oligosakarida yang
tersusun dari glukosa dan fruktosa yang terikat dengan ikatan α -(1,4)-glikosida.
Di alam, sukrosa banyak ditemukan dalam tanaman, contohnya tebu, bit, nanas,
dan wortel. Sukrosa tidak dapat mengalami mutarotasi dan bukan gula pereduksi.
Berikut adalah struktur sukrosa:

(2) Laktosa
Laktosa sering juga disebut sebagai gula susu, yang jika dihidrolisis
akan menghasilkan galaktosa dan glukosa sebagai monosakarida penyusunnya.
Galaktosa dan glukosa tersebut terikat dengan ikatan β-(1,4)-glikosida. Laktosa
dapat mengalami mutarotasi, dan merupakan salah satu gula pereduksi. Struktur
laktosa:

(3) Maltosa
Maltosa yang tersusun atas 2 glukosa dengan ikatan α -(1,4)-
glikosida merupakan hasil hidrolisis pati oleh enzim β-amilase. Maltosa mudah
larut dalam air dan memiliki rasa yang lebih manis daripada laktosa namun
kurang manis dibandingkan sukrosa. Berikut adalah struktur maltosa:

Contoh lain oligosakarida adalah selobiosa (terdiri dari 2 unit glukosa


dengan ikatan β-(1,4)-glikosida, merupakan pembentuk selulosa dan gula
pereduksi), gentibiosa (terdiri dari 2 unit glukosa dengan ikatan β-(1,6)-
glikosida), isomaltosa (merupakan hasil hidrolisis polisakarida tertentu yang
strukturnya hampir sama dengan maltosa (iso=sama) namun ikatan antara 2
glukosa adalah α -(1,6)-glikosida), dan trehalosa (tersusun dari 2 unit glukosa
dengan ikatan α -(1,1)-glikosida, bukan merupakan gula pereduksi, dan terdapat
dalam hemolimfa beberapa insekta).
3. Polisakarida
Golongan karbohidrat ini adalah jenis yang tersusun atas lebih dari 10
monosakarida yang membentuk rantai panjang yang dapat memiliki cabang,
sehingga merupakan jenis karbohidrat yang paling kompleks bila dibandingkan
dengan monosakarida dan oligosakarida. Berdasarkan jenis monosakarida yang
menyusun, polisakarida dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
(1) Homopolisakarida
Merupakan polisakarida yang tersusun atas 1 jenis monosakarida saja.
(2) Heteropolisakarida
Merupakan polisakarida yang tersusun lebih dari 1 jenis monosakarida.
Adapun sifat-sifat polisakarida:
▪ Tidak memiliki rasa
▪ Tidak larut dalam air, jika dapat larut akan membentuk
larutan koloid
▪ Amorf
▪ Berat molekul tinggi
▪ Bukan gula pereduksi
Berbagai jenis karbohidrat dapat diidentifikasi keberadaannya melalui
reaksi spesifik antara karbohidrat tersebut dengan senyawa reagen yang
ditambahkan. Uji kualitatif karbohidrat dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu
reaksi pembentukan warna dan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer
Chromatography, HPLC/High Performance Liquid Chromatography, GC/Gas
Chromatography). Adapun beberapa analisa kualitatif berdasarkan reaksi
pembentukan warna yang dapat dilakukan adalah:
1. Tes Fehling

Tujuan : mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji


Reagen : Fehling A (mengandung ion kupri CuSO4)
Fehling B (campuran alkali NaOH dan KNaC4H4O6)
Hasil : (+) warna kuning dengan endapan merah bata
(-) larutan tidak berubah warna
Gula pereduksi dapat mereduksi larutan Fehling menjadi tembaga oksida
yang mengendap dan mereduksi ion kupri menjadi ion kupro. Gula pereduksi
dengan larutan Fehling B akan membentuk enediol yang kemudian akan
membentuk ion kupro dan campuran asam-asam dari Fehling B. Ion kupro dalam
suasana basa akan membentuk kupro hidroksida yang dalam keadaan panas akan
mengendap menjadi kupro oksida (Cu2O) yang berwarna merah bata.
2. Tes Benedict
Reaksi : karbohidrat + Benedict → CuOH → Cu2O (s)
Tujuan : mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji
Reagen : Benedict (CuSO4 + NaOH + Na-sitrat)
Hasil : (+) warna orange menjadi merah pekat
(-) tidak berubah warna dan tetap biru
Uji ini juga dapat digunakan untuk analisa kuantitatif, karena banyak gula
dalam larutan berbanding lurus dengan gelapnya warna endapan yang terbentuk.
3. Tes Barfoed
Reaksi : karbohidrat + Barfoed → karboksilat + H+ + Cu2O (s)
Tujuan : mengetahui keberadaan gula pereduksi pada karbohidrat uji
Reagen : Barfoed (campuran CuSO4 dan CH3COOH)
Hasil : (+) warna orange dan terbentuk endapan warna merah
(-) tidak berubah warna
Uji ini berbeda dengan tes Fehling dan Benedict dikarenakan uji ini dapat
membedakan karbohidrat monosakarida atau disakarida berdasarkan prinsip
monosakarida akan tereduksi lebih cepat daripada disakarida.
4. Tes Moore
Reaksi : transformasi Bruyn-Alberda van Ekenstein
Tujuan : mengetahui jenis gula, apakah aldosa atau ketosa
Reagen : Moore (NaOH)
Hasil : (+) warna kuning kemudian menjadi merah kecoklatan
(-) tidak berubah warna
Gula jenis aldosa akan mengalami transformasi Bruyn-Alberda van
Ekenstein sementara fruktosa juga akan terdeteksi sebagai hasil positif, yang
memberi warna kuning menjadi merah bata.
5. Tes Seliwanoff
Reaksi : ketosa + HCl → hidroksimetilfurfural + resorsinol → warna
orange tua
aldosa + HCl → hidroksimetilfurfural + resorsinol → negatif
Tujuan : mengetahui keberadaan gugus keton
Reagen : Seliwanoff (HCl)
Hasil : (+) saat dididihkan berwarna orange dan menjadi orange tua
setelah 7 menit
(-) tidak terjadi perubahan
Adanya warna orange tua/merah menunjukkan hasil kondensasi dari
resorsinol yang didahului dengan pembentukan hidroksimetilfurfural yang proses
pembentukannya sendiri berasal dari konversi fruktosa oleh HCl panas yang
kemudian menghasilkan asam livulenik dan hidroksimetilfurfural. HCl juga dapat
memecah disakarida yang ada pada karbohidrat uji, sehingga sampel sukrosa
dapat terpecah menjadi fruktosa dan glukosa yang memiliki komponen ketosa.
6. Tes Rapid Furfural
Reaksi : karbohidrat uji + HCl → hidroksimetilfurfural + α-naphtol →
kompleks warna ungu
Tujuan : mendeteksi keberadaan karbohidrat
Reagen : α-naphtol
Hasil : (+) warna ungu saat mulai didihkan selama beberapa menit
(-) tidak terjadi perubahan
HCl pada reagen berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan memberikan
suasana asam, sedangkan α-naphtol berfungsi sebagai indikator warna
yang akan memberi warna ungu ketika berikatan dengan kompleks
aldosa/ketosa.
7. Tes Bial

Tujuan : mengetahui keberadaan gula pentosa


Reagen : Bial (campuran orcinol, HCl, dan FeCl3)
Hasil : (+) warna biru kehijauan, orange, atau ungu
(-) tidak terjadi perubahan
Keberadaan pentosa akan didehidrasi oleh komponen asam dari HCl dan
membentuk furfural.
8. Tes Molisch
Reaksi : pentosa + H2SO4 pekat → furfural + α -naphtol → warna ungu
heksosa + H2SO4 pekat → hidroksimetilfurfural + α -naphtol →
warna ungu
Tujuan : mengetahui keberadaan karbohidrat dalam sampel uji
Reagen : Molisch (campuran H2SO4 pekat dan α-naphtol)
Hasil : (+) cincin ungu
(-) tidak terjadi perubahan
Asam sulfat pekat berfungsi sebagai agen dehidrasi untuk membentuk
furfural (untuk pentosa) dan hidroksimetilfurfural (untuk heksosa) yang kemudian
bereaksi dengan α-naphtol membentuk kompleks yang berwarna.
9. Tes Iod
Reaksi : karbohidrat + iodine (I2) → warna biru kehitaman
Tujuan : mengetahui keberadaan amilum dalam sampel uji
Reagen : I2
Hasil : (+) warna biru ketika ditambah iod, namun hilang ketika
ditambah NaOH 2 N dan HCl 2 N
(-) tidak terjadi perubahan
Kondensasi iodine dengan karbohidrat selain monosakarida dapat
menghasilkan warna yang khas. Amilum dengan iodine dapat membentuk
kompleks biru, sedangkan dengan glikogen akan membentuk warna merah.
Adanya NaOH yang bersifat basa mengikat iod sehingga warna biru hilang, dan
ketika ditambah dengan HCl tidak terjadi reaksi apapun. Uji ini didasarkan pada
pembentukan rantai poliiodida pada kompleks iodine-amilum. Kompleks ini tidak
dapat terbentuk pada senyawa gula yang lebih pendek seperti monosakarida atau
disakarida, sehingga test ini sering digunakan untuk mengetahui apakah hidrolisis
dari suatu senyawa kompleks sudah selesai atau belum.
10. Hidrolisis Selulosa
Reaksi : selulosa + H2SO4 pekat → glukosa + selobiosa + Benedict
Tujuan : mengetahui apakah selulosa dapat dihidrolisis menggunakan
H2SO4 pekat atau tidak
Reagen : H2SO4 pekat, H2O, dan Benedict
Hasil hidrolisis menggunakan H2SO4 pekat dan H2O diuji menggunakan
larutan Benedict untuk mendeteksi gula pereduksi yang telah terhidrolisis.
11. Hidrolisis Amilum
Tujuan : mengetahui apakah amilum dapat dihidrolisis
Reagen : HCl pekat, iodine (I2), dan Benedict
Hasil hidrolisis dan non-hidrolisis akan memberi hasil yang berbeda
karena penguraian amilum menjadi monosakarida-monosakarida penyusunnya
membutuhkan panas.

I. Daftar Pustaka
Lehninger, A.L. 1997. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
-. (2010). Chemistry for Biologists: Carbohydrates. [Online]. Diunduh 27
Agustus 2010. Tersedia: http://www.rsc.org/education/teachers/
learnnet/cfb/carbohydrates.htm.
-. (Sept 18, 2009). Carbohydrate Nomenclature. [Online]. Diunduh 27 Agustus
2010. Tersedia: http://www.db.uth.tmc.edu/faculty/alevine/1521_2000/
carborev.htm.
-. (2010). Material Safety Data Sheet. [Online]. Diunduh 27 Agustus 2010.
Tersedia: http://www.jtbaker.com/msds/english.

Anda mungkin juga menyukai