Anda di halaman 1dari 7

1

KELAYAKAN FINANSIAL PENGGUNAAN SeMNPV PADA USAHATANI


BAWANG MERAH
Witono Adiyoga, Anna Laksanawati dan Mieke Ameriana
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang, Bandung-40391

ABSTRAK
Penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi kelayakan finansial serta mempelajari manfaat dan risiko teknis penggunaan
SeMNPV. Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, pada bulan September
sampai dengan November 2000. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5
perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji di lapangan adalah berbagai taraf penggunaan biopestisida SeMNPV dalam
pengendalian S.exigua. Lima taraf penggunaan SeMNPV terdiri dari: 20, 40, 80, 20 + SDS ml SeMNPV per tangki semprot
(17 l air) dan tanpa SeMNPV (kontrol). Varietas bawang merah yang digunakan adalah varietas Kuning. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen bawang merah hanya terlihat signifikan pada
parameter berat basah. Secara statistik, tidak terdapat korelasi positif atau hubungan linier antara konsentrasi SeMNPV
dengan efektivitasnya. Penggunaan SeMNPV (secara teknis) terhadap hasil bawang merah (terutama untuk berat kering
askip) belum dapat terungkap secara signifikan. Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata
masih cukup tinggi, terutama jika kendala produksi non-S.exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan (diisolasi)
pengaruhnya. Berdasarkan indikator B/C ratio dan tingkat pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa perlakuan
20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) merupakan perlakuan yang secara finansial paling menguntungkan.

Efektivitas upaya pengendalian hama penyakit dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, sebagian
besar berkaitan erat dengan efektivitas pestisida kimiawi. Beberapa studi terdahulu bahkan menunjukkan
bahwa tidak digunakannya pestisida kimiawi seringkali mengakibatkan terjadinya kegagalan panen.
Secara global, tingkat kehilangan hasil diperkirakan akan meningkat dari sekitar 42% (saat ini) sampai
mendekati 70%, jika pestisida tidak dipergunakan (Farah, 1994). Namun demikian, analisis komparatif
yang dilakukan oleh Oerke et.al. (1994) mengenai kehilangan hasil secara global antara 1965 dan 1990
(untuk delapan komoditas utama dunia), memberikan konfirmasi bahwa proporsi kehilangan hasil justru
semakin meningkat bersamaan dengan penggunaan pestisida yang juga meningkat secara cepat.
Secara parsial, paradoks ini merupakan percerminan dari adanya peningkatan komersialisasi pertanian
serta ketergantungan terhadap material agro-kimia yang telah mengarah pada perubahan sistem
usahatani dengan produktivitas lebih tinggi, tetapi sekaligus juga disertai dengan adanya peningkatan
kerentanan tanaman terhadap serangan hama penyakit. Berbagai perubahan pada sistem produksi,
diantaranya ditunjukkan oleh adanya peningkatan monokultur dan penurunan diversitas tanaman,
penurunan rotasi tanaman, serta penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat mempengaruhi fisiologi
tanaman, sehingga tanaman tersebut justru menjadi lebih peka terhadap hama penyakit (Pimentel, 1995).
Faktor lain yang tampaknya juga memiliki kontribusi cukup signifikan terhadap paradoks di atas adalah
semakin meningkatnya resistensi beberapa jenis hama terhadap pestisida kimiawi (Moekasan, 1998).
Kehilangan hasil panen bawang merah (salah satu komoditas sayuran yang diusahakan secara
komersial) akibat serangan ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn. berkisar antara 45-57% (Dibiyantoro,
1990). Sampai saat ini, pengendalian hama penyakit pada bawang merah masih sangat tergantung pada
penggunaan pestisida. Pada musim kemarau, rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani
adalah 17 kali/musim dengan 2,4 jenis bahan aktif per perlakuan. Sedangkan pada musim penghujan,
rata-rata jumlah penyemprotan yang dilakukan petani adalah 15 kali/musim dengan 1,1 jenis bahan aktif
per perlakuan. Sebagian petani masih banyak yang lebih menyukai penggunaan pestisida murah
berspektrum luas, atau mencampur beberapa jenis insektisida dan fungisida sebagai salah satu strategi
pengendalian risiko kegagalan panen (Buurma & Nurmalinda, 1992). Kecenderungan ini sebenarnya
telah meningkatkan timbulnya insiden Spodoptera spp. yang menurunkan hasil panen bawang merah,
tetapi ternyata justru mendorong petani untuk melakukan penyemprotan secara lebih intensif.
2
Penggunaan pestisida kimiawi diakui memang dapat mengurangi kehilangan hasil, namun sering
pula mengakibatkan eksplosi serangan hama penyakit sebagai konsekuensi dari musnahnya musuh
alami serta munculnya resistensi hama dan hama-hama sekunder. Penggunaan pestisida secara berlebih
dan kurang selektif, tidak saja berbahaya terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap kelestarian
lingkungan. Salah satu upaya untuk meminimalkan dampak negatif pestisida adalah melalui perbaikan
teknologi produksi agar pestisida baru yang dihasilkan dapat bersifat lebih aman. Beberapa tahun ke
depan, akan terdapat suatu kecenderungan yang semakin meningkat bahwa pestisida yang ditawarkan
memiliki karakteristik: (a) berspektrum sempit, (b) kurang/tidak persisten di alam, dan (c) tingkat racun
relatif rendah. Lebih jauh lagi, kemungkinan terjadinya hama resisten, saat ini telah dijadikan sebagai
salah satu bagian integral dalam mengevaluasi calon produk pestisida baru (Yudelman et al., 1998).
Namun demikian, terlepas dari berbagai perkembangan tersebut, pengaruh negatif penggunaan pestisida
yang bersifat aktual dan potensial cenderung mengindikasikan lebih banyaknya keuntungan/manfaat
yang akan diperoleh jika ketergantungan terhadap pestisida kimiawi dapat dikurangi.
Salah satu pendekatan alternatif dalam pengendalian hama penyakit adalah penggunaan
biopestisida. Pestisida biologis ini semakin diminati karena (a) tidak meninggalkan residu berbahaya, (b)
target-spesifik dan tidak membahayakan organisme berguna, and (c) memungkinkan pertumbuhan
musuh-musuh alami yang dapat mengurangi kebutuhan terhadap pestisida. Namun demikian, disamping
beberapa keunggulan tersebut, terdapat suatu kekhawatiran bahwa biopestisida ini tidak akan seefektif
atau seefisien dan semurah pestisida kimiawi. Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) merupakan salah satu
jenis virus patogen target-spesifik yang dapat memberikan pemecahan bersifat lebih berkelanjutan (a
more sustainable solution) terhadap masalah pengendalian hama. Di Indonesia, NPV telah dimanfaatkan
untuk mengendalikan Spodoptera litura F. pada kedelai (Arifin, 1988) dan Helicoverpa armigera Hbn.
pada kapas (Indrayani dan Gotama, 1991). Sementara itu, pada tanaman sayuran, khususnya bawang
merah, pengujian di laboratorium (Sutarya, 1996) dan di lapangan (Moekasan, 1998) juga menunjukkan
bahwa NPV cukup efektif dalam mengendalikan S. exigua. Atribut inovasi SeMNPV (keunggulan relatif,
kompatibilitas, kompleksitas, kemungkinan untuk dicoba dan kemungkinan untuk diamati) juga
dipersepsi secara positif oleh petani. Hal ini mengindikasikan adanya potensi yang cukup tinggi
berkenaan dengan kemungkinan petani untuk mengadopsi SeMNPV (Adiyoga, 2001).
Pengalaman menunjukkan bahwa penelitian pengendalian hama/penyakit seringkali diarahkan
untuk memperoleh intervensi langsung yang bersifat tunggal, sederhana serta segera dapat menurunkan
populasi hama di bawah ambang kendali (Hill et al., 1999). Hal ini secara implisit menunjukkan belum
terlalu dipahaminya potensi pendekatan-pendekatan bio-ekologi dan psiko-sosial yang bersifat integratif,
multi-disiplin, tidak langsung dan jangka panjang. Dalam kaitan ini, proses penelitian tampaknya masih
perlu didukung oleh semacam perluasan batasan (an expansion of the boundary) menyangkut isu
pengendalian hama/penyakit serta mempertimbangkan isu-isu lain, misalnya proses pengambilan
keputusan pengguna dalam mengadopsi teknologi, serta dampak teknologi terhadap perbaikan
keseimbangan ekologis (lingkungan). Lebih jauh lagi, perlu pula dipahami bahwa strategi baru yang
dikembangkan sebagai respon terhadap degradasi lingkungan, mungkin saja tidak lebih menguntungkan
dan tidak memberikan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional, namun
seringkali dapat mengurangi emisi hara tanaman dan pestisida (de Buck et al., 1999). Mengacu pada
berbagai pertimbangan tersebut, penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi kelayakan finansial
penggunaan SeMNPV pada usahatani bawang merah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, pada
bulan September sampai dengan November 2000. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji di lapangan adalah
3
berbagai taraf penggunaan biopestisida SeMNPV dalam pengendalian S. exigua. Lima taraf penggunaan
SeMNPV terdiri dari: 20, 40, 80, 20 + SDS ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) dan tanpa SeMNPV
(kontrol). Varietas bawang merah yang digunakan adalah varietas Kuning.
Parameter yang diukur meliputi: (a) populasi S. exigua, (b) paket telur S. exigua, (c) intensitas
serangan, (d) estimasi biaya produksi pembuatan SeMNPV, (e) biaya total per perlakuan yang tidak
berubah, (f) biaya total per perlakuan yang berubah, (g) biaya total per perlakuan, (h) pendapatan
kotor per perlakuan, (i) pendapatan bersih per perlakuan, (j) biaya marjinal, (k) pendapatan bersih
marjinal, (l) nisbah biaya/manfaat, dan (m) tingkat pengembalian marjinal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan (Gambar 1, 2 dan 3) mengindikasikan adanya konsistensi bahwa pada


perlakuan 20 ml SeMNPV per tangki (17 l air), populasi, paket telur dan intensitas serangan S. exigua
menunjukkan rata-rata terendah. Ketiga parameter tersebut juga menunjukkan kecenderungan yang
semakin rendah pada perlakuan 20 ml SeMNPV + SDS per tangki. Lebih jauh lagi, berbagai indikator
tersebut memberikan gambaran tidak adanya korelasi positif antara konsentrasi/kepekatan PIB
SeMNPV dengan efektivitasnya. Dengan kata lain, konsentrasi SeMNPV yang semakin pekat tidak
memberikan jaminan bahwa perlakuan tersebut semakin efektif dalam mengendalikan S. exigua.

Gambar 1 Rataan populasi S. exigua (ekor)

1,5
populasi serangga (ekor)

1,45

1,4

1,35

1,3

1,25
A B C D E
p e r lak u an

Gambar 2 Rataan paket telur S. exigua (ekor)

0,25

0,2

0,15
telur

0,1
Series1
0,05

0
A B C D E
perlakuan
4
Gambar 3 Rataan intensitas serangan pada tanaman bawang

10

8
serangan (%)
Intensitas

4
2

0
A B C D E
Perlakuan

Secara statistik, tidak adanya hubungan linier antara konsentrasi SeMNPV dengan efektivitasnya juga
tergambarkan dari tabel-tabel di bawah ini. Pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen
ternyata hanya terlihat signifikan pada parameter berat basah saja. Sementara itu, untuk parameter
berat kering lokal dan berat kering askip, penggunaan SeMNPV tidak menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Beberapa kendala lapangan yang dihadapi, misalnya: (a)
hujan yang tiba lebih awal menyebabkan terkikisnya sebagian kandungan virus infektif, (b) sifat
transovarial dari senyawa yang dibuat belum sepenuhnya berfungsi, dan (c) serangan Fusarium spp
dan Stemphellium selama pertanaman, mengakibatkan pengaruh penggunaan SeMNPV (secara
teknis) terhadap hasil bawang merah, di dalam penelitian ini belum dapat terungkap secara signifikan.
Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata masih cukup tinggi,
terutama jika kendala produksi non-S. exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan (diisolasi)
pengaruhnya.

Tabel 1 Pengaruh pengggunaan SeMNPV terhadap berat basah hasil panen bawang merah per petak (kg)
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
I II III IV
20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 49 41 49 51 190 47,50 a
40 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 46 57 42 49 194 48,50 a
80 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 53 48 40 53 194 48,50 a
20 ml SeMNPV + SDS per tangki (17 l air) 49 52 40 38 179 44,75 ab
tanpa SeMNPV (kontrol) 42 29 37 41 149 37,25 b

Tabel 2 Pengaruh pengggunaan SeMNPV terhadap berat kering lokal hasil panen bawang merah per petak (kg)
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
I II III IV
20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 32,0 27,5 33,0 34,0 126,5 31,63 a
40 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 30,0 34,0 28,0 32,0 124,0 31,00 a
80 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 36,0 31,5 27,0 35,0 129,5 32,38 a
20 ml SeMNPV + SDS per tangki (17 l air) 32,0 35,0 26.5 25.5 119,0 29,75 a
tanpa SeMNPV (kontrol) 29.5 26,0 28,0 27,0 110,5 27,63 a
5
Tabel 3 Pengaruh pengggunaan SeMNPV terhadap berat kering askip hasil panen bawang merah per petak (kg)
Perlakuan Ulangan Total Rata-rata
I II III IV
20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 31,0 26,0 32,0 33,0 122,0 30,50 a
40 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 29,0 33,0 27,0 31,0 120,0 30,00 a
80 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) 35,0 30,0 26,5 34,0 125,5 31,38 a
20 ml SeMNPV + SDS per tangki (17 l air) 31,0 34,0 26.5 25.5 117,0 29,25 a
tanpa SeMNPV (kontrol) 29.0 26,0 28,0 27,0 110,0 27,50 a

Analisis anggaran parsial pada tabel 4 menunjukkan bahwa tidak satupun perlakuan yang
digunakan (termasuk kontrol) memperoleh pendapatan bersih bernilai negatif. Dengan demikian,
kelima perlakuan tersebut disertakan kembali pada analisis dominan berikutnya.
Dalam analisis dominan, perlakuan yang pendapatan bersihnya bernilai positif disusun berurut
mulai dari perlakuan yang biaya totalnya terkecil sampai perlakuan yang biaya totalnya terbesar. Jika
pada urutan ini terdapat suatu perlakuan yang pendapatan bersihnya lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan lain yang biaya totalnya lebih rendah, maka perlakuan tersebut dikategorikan
terdominasi.

Tabel 4 Analisis anggaran parsial

Perlakuan Biaya total yang Biaya total yang Biaya total Pendapatan kotor Pendapatan bersih
tidak berubah berubah

1 146 075 5 647,06 151 722,06 228 750,00 77 027,94


2 146 075 11 294,12 157 369,12 225 000,00 67 630,88
3 146 075 22 588,24 168 663,24 249 000,00 80 336,76
4 146 075 38 647,06 184 722,06 219 000,00 34 277.94
5 146 075 0 146 075,00 206 250,00 60 175,00
Asumsi:
♦ Pada saat penelitian, harga bawang merah relatif rendah (Rp. 1 100/kg), sehingga perhitungan usa-hatani untuk setiap per petak
percobaan mengalami kerugian. Sehubungan dengan keperluan analisis marjinal, harga bawang merah diasumsikan Rp. 7500/kg,
agar pendapatan bersih masih bernilai positif
♦ Biaya yang tidak berubah dianggap sama untuk semua petak perlakuan

Analisis dominan pada tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan yang terdominasi adalah perlakuan nomor
dua (40 ml SeMNPV per tangki semprot) dan nomor empat (20 ml SeMNPV + SDS per tangki semprot ).
Kedua perlakuan ini memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya, tetapi
menghasilkan pendapatan bersih yang lebih kecil. Berdasarkan alasan tersebut, perlakuan 2 dan 4 tidak
lagi disertakan dalam analisis marjinal berikutnya.

Tabel 5 Analisis dominan antar perlakuan

Perlakuan Biaya total Pendapatan bersih Terdominasi atau Tidak Terdominasi


5 146 075,00 60 175,00 Tidak
1 151 722,06 77 027,94 Tidak
2 157 369,12 67 630,88 Ya
3 168 663,24 80 336,76 Tidak
4 184 722,06 34 277.94 Ya
6
Analisis marjinal pada tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan 5, 1 dan 3, secara berturut-turut
merupakan perlakuan ketiga, kedua dan pertama terbaik, ditinjau dari sisi finansial, dibandingkan
dengan perlakuan-perlakuan lainnya. B/C ratio untuk perlakuan 5, 1 dan 3, masing-masing adalah
41,19%; 50,77% dan 46,63%. Tingkat pengembalian marjinal merupakan rasio antara pendapatan
bersih marjinal dengan biaya marjinal yang dinyatakan dalam satuan persen. Tabel 6 menunjukkan
bahwa tingkat pengembalian marjinal untuk melakukan perubahan dari perlakuan 5 ke perlakuan 1
adalah 298,44%. Sementara itu, tingkat pengembalian marjinal untuk melakukan perubahan dari

Tabel 6 Analisis marjinal perlakuan SeMNPV

Perlakuan Biaya total Biaya Pendapatan Pendapatan B/C ratio Tingkat pengembalian
marjinal bersih bersih marjinal marjinal
(%)
5 146 075,00 60 175,00 41,19
5 647,06 16 852,94 298,44
1 151 722,06 77 027,94 50,77
16 941,18 3 308.82 19,53
3 168 663,24 80 336,76 46,63

perlakuan 1 ke perlakuan 3 adalah 19,53%. Berdasarkan pertimbangan tingkat pengembalian marjinal


yang lebih tinggi, secara finansial disarankan untuk memilih perubahan perlakuan dari 5 ke 1
dibandingkan dengan perubahan perlakuan dari 5 ke 3 atau dari 1 ke 3. Hal ini berarti, untuk setiap
Rp, 1,00 yang diinvestasikan ke perlakuan 1, investor akan mendapatkan kembali Rp. 1,00 yang
diinvestasikannya, serta tambahan sebesar Rp. 298,44. Mengacu pada indikator B/C ratio dan tingkat
pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa perlakuan 1 merupakan perlakuan yang secara
finansial paling menguntungkan.

KESIMPULAN

• Pengaruh penggunaan SeMNPV terhadap hasil panen bawang merah hanya terlihat signifikan
pada parameter berat basah. Secara statistik, tidak terdapat korelasi positif atau hubungan linier
antara konsentrasi SeMNPV dengan efektivitasnya. Penggunaan SeMNPV (secara teknis)
terhadap hasil bawang merah (terutama untuk berat kering askip) belum dapat terungkap secara
signifikan. Secara teknis, risiko kegagalan panen dari penggunaan SeMNPV ternyata masih cukup
tinggi, terutama jika kendala produksi non-S.exigua (hama target) tidak dapat diminimalkan
(diisolasi) pengaruhnya.

• Berdasarkan indikator B/C ratio dan tingkat pengembalian marjinal, maka dapat dinyatakan bahwa
perlakuan 20 ml SeMNPV per tangki semprot (17 l air) merupakan perlakuan yang secara finansial
paling menguntungkan.

PUSTAKA

Adiyoga, W. 2001. Persepsi petani terhadap status dan prospek penggunaan Se-MNPV pada
usahatani bawang merah. J. Hortikultura, vol. 11 no. 1.
Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan pengaruh Nuclear Polyhidrosis Virus terhadaap kematian
ulat graayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian 8(1): 12-14
7
Buurma, J. S. and Nurmalinda. 1992. Evaluation of farmers’ practices on shallots in Brebes. Internal
Communication LEHRI-ATA 395 No. 40. Lembang Horticultural Research Institute.
de Buck, A.J., H.B. Schoorlemmer, G.A.A. Wossink and S.R.M. Janssens. 1999. Risks of post-
emergence weed control strategies in sugar beet: Development and application of a bio-
economic model. Agricultural Systems, 59(1999): 283-299
Dibiyantoro, A.L.H. 1990. Kontrol droplet aplikator Birky: Suatu upaya pengurangan insektisida untuk
mengendalikan Spodoptera exigua Hbn. pada tanaman bawang merah. Buletin Penelitian
Hortikultura, 18(2): 109-118
Hill, S.B., C. Vincent and G. Chouinard. 1999. Evolving ecosystems approaches to fruit insect pest
management. Agricultural, Ecosystems and Environment, 73(1999): 107-110
Farah, J. 1994. Pesticide policies in developing countries: Do they encourage excessive use?
Discussion Paper No. 238, Worl Bank, Washington, D. C.
Indrayani, I.A.A. dan A.A.A. Gothama. 1991. Efisiensi pengendalian Helicoverpa armigera Hbn. dengan
Nuclear Polyhidrosis Virus dan insektisida pada kapas. Pemberitaan Penelitian Tanaman
Industri, 17(2): 37-42
Moekasan, T. K. 1998. Status resistensi ulat bawang, Spodoptera exigua Hbn. Strain Brebes terhadap
beberapa jenis insektisida. Jurnal Hortikultura 7(4): 913-918.
Moekasan, T. K. 1998. Efikasi ekstrak kasar SeNPV terhadap larva Spodoptera exigua Hbn. pada
tanaman bawang merah. Jurnal Hortikultura 7(4): 913-918.
Oerke, E. C., H. W. Dehne, F. Schohnbeck and A. Weber. 1995. Crop production and crop protection:
Estimated losses in major food and cash crops. Elsevier, Amsterdam.
Pimentel, D. 1995. Pest management, food security, and the environment: History and current status.
Paper presented at the IFPRI Workshop on “Pest Management, Food Security, and the
Environment: The Future to 2020”, May 10-11. Washington, D. C.
Sutarya, R. 1996. Pengaruh Spodoptera exigua - Nuclear Polyhidrosis Virus dan instar laarva terhadap
kematian Spodoptera exigua Hbn. Jurnal Hortikultura 6(3): 275-279
Yudelman, M., A. Ratta and D. Nygaard. 1998. Pest management and food production: Looking to the
future. IFPRI Food Agriculture and the Environment Disc. Paper No. 25, Washington, D.C.

Anda mungkin juga menyukai