Anda di halaman 1dari 9

Salah satu sifat khas manusia sebagai makhluk dan karenanya ia berbeda dengan binatang

adalah bahwa ia merupakan makhluk yang diciptakan selain sebagai makluk berjiwa
individual, bermasyarakat merupakan kecenderungan alamiah dari jiwanya yang paling
sublim. Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan pada porsinya masing-masing
secara terkait. Sebab yang pertama melahirkan perbedaan dan yang kedua melahirkan
kesatuan. Karena itu mencabut salah satunya dari manusia itu berarti membunuh
kemanusiaananya. Dengan kata lain bahwa perbedaan-perbedaan (bukan pembedaan-
pembedaan) yang terjadi di antara setiap individu-individu (sebagai identitas dari jiwa
individual) merupakan prinsip kemestian bagi terbentuknya masyarakat dan
dinamikanya. Sebab bila sebuah masyarakat, individu-individu haruslah memiliki
kesamaan, maka ini berarti dinamisasi, dalam arti, saling membutuhkan pastilah tak
terjadi dan karenanya makna masyarakat menjadi kehilangan konsep. Di sisi lain dengan
adanya perbedaan-perbedaan di antara para individu meniscayakan adanya saling
membutuhkan, memberi dan kenal-mengenal dan karena itu konsep kemanusiaan
memiliki makna.

Di sisi lain kecenderungan manusia untuk hidup bermasyarakat merupakan


kecenderungan yang bersifat fitri. Ia tidak bedanya hubungan antara seorang laki-laki dan
perempuan yang berkeinginan secara fitri untuk membentuk sebuah keluarga. Jadi Ia
membentuk masyarakat karena adanya hubungan individu-individu yang terkait secara
fitrah dan alamiah untuk membentuk sebuah komunitas besar. Bukan terbentuk
berdasarkan sebuah keterpaksaan, sebagimana beberapa individu berkumpul dikarenakan
adanya serangan dari luar. Bukan juga bedasarkan proses kesadaran sebagai langka
terbaik dalam memperlancarkan keinginan bersama, sebagaimana sejumlah individu
berkumpul dan sepakat bekerja sama sebagai langka terbaik dalam mencapai tujuannya
masing-masing. Karena itu masyarakat didefenisikan sebagai adanya kumpulan-
kumpulan dari beberapa individu-individu secara fitri maupun suka dan duka dalam
mencapai tujuan dan cita-cita bersama adalah membetuk apa yang kita sebut sebagai
masyarakat. Kumpulan
dari sejumlah individu adalah “badan” masyarakat ada pun kesepakatan atau tidak dalam
mencapai cita-cita dan tujuan idealnya adalah merupakan “jiwa” masyarakatnya. Karena
itu selain bumi (daerah/tempat tinggal) dan sistem sosial (ikatan psikologis antara
individu-individu), individu merupakan salah satu unsur terbentuknya sebuah
masyarakat. Tanpa manusia (individu) maka masyarakat pun tidak ada.

Masyarakat itu sendiri merupakan senyawa sejati, sebagaiman senyawa alamiah. Yang
disentesiskan di sini adalah jiwa, pikiran, cita-cita serta hasrat. Jadi yang bersintesis
adalah bersifat kebudayaan. Jadi, individu dan masyarakat memiliki eksistensi
(kemerdekaan) masing-masing dan memiliki kemampuan mempengaruhi yang lain.
Bukan kefisikan. Walaupun begitu eksistensi individu dalam kaitannya terhadap
masyarakat mendahului eksistensi masyarakat. Memandang bahwa eksistensi masyarakat
mendahului individu berati kebebasan dan kemanusiaannya telah dicabut dari
manusia (individu) itu sendiri.

Walaupun manusia memiliki kualitas-kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja tidak
teraktual secara sempurna dikarenakan adanya kekuatan lain dalam diri manusia berupa
hawa nafsu yang dapat saja merugikan orang lain dan diri sendiri. Sebab hawa nafsu ini
mulai teraktual di
kala interaksi antara individu dengan individu lain dalam kaitannya dengan bumi (sumber
harta benda). Bahkan keserakahan ini dapat saja berkembang dalam bentuk yang lebih
besar, sebagaimana sebuah bangsa menjajah bangsa lain. Fenomena ini dapat mengancam
kehidupan manusia dan kelestarian alam. Dengan demikian, pertanggung-jawaban ini
bagi setiap individu, selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Ini karena,
pertanggung-jawaban individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua dimensi,
yaitu: si pelaku (sebab aktif) dan sasaran yang disiapkan oleh pelaku (sebab akhir).
Apabila dalam perbuatan tersebut terdapat dimensi ketiga, yaitu sarana atau peluang yang
berikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup pengaruhnya (sebab material),
maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif. Jadi Masyarakat adalah pihak yang
memberikan landasan bagi tindakan kolektif dan membentuk sebab material. Ini berarti,
individu memiliki andil besar dalam mengubah wajah bumi atau mengarahkan perjalanan
sebuah masyarakat kearah yang sempurna atau kehancuran.

Tidak ada jalan lain bahwa untuk menghadapi ancaman-ancaman ini, manusia
memerlukan adanya sebuah sistem sosial yang adil yang memiliki nilai sakralitas dan
kesucian dan berdasarkan tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa). Mengajarkan sebuah
pandangan dunia bahwa segala sesuatu milik Tuhan. Dihadapan Tuhan tidak ada
kepemilikan manusia, kecuali apa yang dititipkan dan diamanahkan kepadanya untuk
mengatur dan mendistribusikan secara adil. Kesadaran akan sakralitas dan kesucian
sistem tersebut memberikan implikasi kehambaan terhadap Tuhan. Berdasarkan
kesadaran dan pertimbangan seperti itu maka interaksi antara individu dengan individu
lainnya dalam hubungannya terhadap alam akan berubah dari watak hubungan antara
tuan/raja dan budak menjadi hubungan antara hamba Tuhan dengan hamba Tuhan yang
lain dengan mengambil tugas dan peran masing-masing berdasarkan kapasitas-kapasitas
yang diberikan dalam menjaga, mengurus, mengembangkan, mengelolah,
mendistribusikan dan lain-lain. Karena itu berdasarkan fitrah/ruh Allah seorang manusia
(individu) diciptakan dan ditugaskan sebagai khalifah/nabi/rosul (wakil/ utusan Tuhan)
oleh Allah di muka bumi (QS.2:30) untuk memakmurkan bumi dan membangun dan
masyarakatnya untuk mewujudkan sistem sosial.

RUJUKAN AL - QUR’AN
Al Qur’an Surah Al Baqarah (2) : 30
Al Qur’an Surah Al Israa’ (17) : 71
Al Qur’an Surah Maryam (19) : 20
Al Qur’an Surah Al Hijr (15) : 28
Al Qur’an Surah Maryam (19) : 20
Al Qur’an Surah Al Furqan (25) : 7
Al Qur’an Surah Al Furqan (25) : 20
Al Qur’an Surah Al Kahfi (18) : 110
Al Qur’an Surah Ibrahim (14) : 11
Al Qur’an Surah Al Ahzab (33) : 72
Al Qur’an Surah Az Zariyat (51) : 56
Al Qur’an Surah Al Insan (76) : 1-2
Al Qur’an Surah Al Ankabut (29) : 49
Al Qur’an Surah Al Mujadalat (58) : 11
Al Qur’an Surah Al Hujarat (49) : 13
Al Qur’an Surah Al Furqan (25) : 54
Al Qur’an Surah As Zahruf (43) : 32
Al Qur’an Surah Al A’raf (7) : 172
Al Qur’an Surah Shoaf (38) : 72
Al Qur’an Surah As Shoaffat (37) : 72
Al Qur’an Surah At Taubah (9) : 112
Al Qur’an Surah Al A’raf (7) : 29
Al Qur’an Surah Al Israa’ (17) : 13-14
Al Qur’an Surah Al Imran (3) : 104
Al Qur’an Surah Al Jashiat (45) : 28-29
Al Qur’an Surah Al Imran (3) : 110
Al Qur’an Surah Al Baqarah (2) : 46
Al Qur’an Surah Ghafar (40) : 17
Al Qur’an Surah Al Imran (3) : 86-88
Al Qur’an Surah Al Furqan (25) : 43
Al Qur’an Surah Al Jashiat (45) : 23
Al Qur’an Surah Al Alaq (96) : 6-7
Al Qur’an Surah Al Qashas (28) : 38
Al Qur’an Surah Al Qashas (28) : 4
Al Qur’an Surah saba’ (34) : 31
Al Qur’an Surah Al A’raf (7) : 127
Al Qur’an Surah At Taubah (9) : 34
Al Qur’an Surah Al Qashas (28) : 5
Al Qur’an Surah Al Ahzab (33) : 6-7
Al Qur’an Surah An Nisa’ (4) : 97

Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang
tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai
kelompok sosial yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu
yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab
dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.Hubungan individu dan
masyarakat secara umum :
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono
Soekanto (1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah
ditelaah tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih
lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat telah
dibahas sejak Socrates guru Plato.

Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para
filsuf maupun para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat
dikelompokkan kedalam tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1)
masyarakat yang menentukan individu, (2) individu yang menentuk masyarakat, dan (3)
idividu dan masyarakat saling menentukan.

Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan
bahwa masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat yang penting dan
Individu itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu
aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum seperti manusia binatang,
pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili realita luar diri yang
memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada suatu realitas tertentu
yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum dan tidak terikat oleh yang
satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita
membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun.
Konsekuensi dari pendapat itu maka masyarakat itu merupakan suatu realitas.
Masyarakat memiliki realitas tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang
berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang
yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang
dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak terikat pada individu yang
memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang memandang
masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan kolektivitis.

Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme berasal
dan bahasa Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang secara
berlebihan terhadap totalitas (keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia dengan
mengingkari adanya perbedaan di antara manusia. Keseluruhan dipandang sebagai
sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan yang bersifat holistis ini
tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 – 1853). Menurut Aguste Comte
masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung
pada inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis perkembangan
akal budi manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya.
Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan proses alam yang tak terelakkan dan
tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal Oleh hukum universal yang berlaku bagi
semua orang di manapun dan kapanpun Dan pandangan Comte in dapat diketahui bahwa
umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan, individu merupakan bagian-
bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.

Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme


suatu aliran yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang
berdasarkan suatu pninsip intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-tiap
organisme atau makhluk hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas bebas
dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme
muncul dari Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma (1979) sebagai
berikut:

1. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.


2. Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial
(social body) maupun tubuh organisme hidup (living body) itu mengalami
pertambahan pula, dimana semakin besar suatu struktur sosial maka semakin
banyak pula bagian-bagiannya, seperti halnya dengan sistem biologis yang
menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin besar Binatang
yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagian
yang dapat dibedakan bila dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna,
misalnya manusia.
3. Tiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organissme biologis maupun organisme
sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang
berbeda dengan tugas yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur
dan fungsi yang berbeda dengan paru-paru; demikian juga dengan keluarga
sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda dengan sistem politik
atau alconomi.
4. Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu
bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di
dalam sistem secara keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu
pemerintahan demokratis ke suatu pemerintahan totaliter akan mempengaruhi
keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian itu saling berkaitan
satu sama lain.
5. Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro
yang dapat dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau
sistem pembuangan merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media,
seperti halnya sistem politik atau sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian
para ahli politik dan ekonomi.

Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat
dipandang sebagai organisme hidup yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua
gejala sosial diterangkan berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan
fisik tubuh manusla juga mcngatur pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak
bebas dalam menentukan arah pertumbuhan masyarakat. Manusia sebagai individu justru
ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya. Masyarakat berdiri sendiri dan
berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di bawah kuasa hukum
alam.
Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan
kolektif masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan individu
ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan
kolektif.
Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark,
Bowles, Wailer dan Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak
mempunyai kebebasan, kebebasan pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas
yang berkuasa) dengan mengatas namakan rakyat banyak.

Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara


komunis seperti RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk
mengatur kepentingan diari sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara
diperintah oleh satu partai politik komunis. Dalam negara komunis ini makan, pakaian,
perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak punya pilihan lain kecuali yang
telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu seperti yang dimiliki orang-orang
atau keluarga di negara kita ini tidak ada.
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu
paham yang menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan
kebutuhan individu yang lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Individu yang menentukan corak masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani
kepentmgan individu. Individu mempunyai hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas
oleh masyarakat demi kepentingan umum.
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan
antara individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-molekul.
Oleh karena itu hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi
keaneka ragaman yang penting dalam masyarakat.
Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran
filsafat yang menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari
sesuatu hal. Yang menjadi realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena
individu itu ada. Jika individu tidak ada maka masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya
individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.
J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya “kotrak sosial” menjelaskan paham
liberalisme dan individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan
merdeka, tetapi di mana-mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu
bebas (merdeka) dan hidup pada lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam
lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya itu manusia merasa bahagia.
Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang secara kebetulan
saja berkumpul pada suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas. Tidak ada
hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan
tidak berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu
kebutuhan, sehingga masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup
bersama. Bentuk kerja sama dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing-
masing individu. Hanya sampai pada batas tertentu saja individu itu hidup dalam
masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat dtharapkan dari masyarakat
maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya makin sedikit kebutuhannya
dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan masyarakat.
Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi.
Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme
yang masih berpijak pada satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat,
sebaliknya paham individualisme. Totalisme mengabaikan peranan individu dalam
masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan peranan masyarakat dalam
kehidupan individu. Oleh karena itu kedua-duanya diliputi oleh kesalahan detotalisme.
Pabam individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-galanya
di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada
hanya individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar
masyarakat itu tidak ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada. Adanya
individu itu terikat pada adanya masyarakat.
Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri
mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas
hasilnya. Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia
bermasyarakat. Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action.
Masyarakat terdiri dari sejumlab pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak
terbilang banyaknya. Orang berkontak dan berhubungan satu dengan yang lain menurut
pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah dengan suka, entah terpaksa telah
diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa kebanyakan orang akan
menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak, hidup sebagai
manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai proses” dapat dipandang dari dua segi
yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu
kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk,
mendukung, menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut
masyarakat. Kedua masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas
anggotanya. Pengaruh ini sangat penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh
ini manusia satu persatu tidak akan hidup. Marilah kita perhatikan bagaimana jika
pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa, hukum, agama, keluarga,
ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua manusia satu
persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di mana-mana manusia
tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya
sendin.
Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan
usaha manusia sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu
dan berbuat. Keluarga, kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan kesatuan-
kesatuan yang berdiri di luar. Mereka ada usaha manusia, yang terus dipertahankan,
dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan atau diganti oleh manusia. Mereka
adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang tergantung dari dia. Hidup
bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan sendiri, bertujuan untuk memungkinkan
perkembangannya sebagai manusia. Sebab tanpa masyarakat tidak ada hidup individual
yang manusiawi. Jadi manusia sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya
sendiri, yaitu masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara
hidup sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak
hancur. Tetapi cara dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada
satu pola kebudayaan yang mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik antara
individu. Di satu pihak individu ikut membentuk dan menegakkan masyarakat, dan ia
bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat menghidupi individu dan oleh karenanya
bersifat mengikat bagi dia.

Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu


kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan
perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah
yang melahrikan individu dengan berbgai macam bentuk kepribadiannya dalam
masyarakat.
Keluarga merupakan gejala universal yang terdapat dimana-mana di dunia ini. Sebagai
gejala yang universal, keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan
tentang konsep keluarga .

1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau
adopsi. Yang mengiakt suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang
tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi.

2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan
mereka membentuk sautu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga
itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja

3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan
anak perempuan

4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal
dari kebudayaan umum yang lebih luas.

Dalam bentuknya yang paling dasar sebuah keluarga terdiri atas seorang laki-laki dan
seorang perempuan, dan ditambah dengan anak-anak mereka yang belum menikah,
biasanya tinggal dalam satu rumah, dalam antropologi disebut keluarga inti.. satu
keluarga ini dapat juga terwujud menjadi keluarga luas dengan adanya tambahan dari
sejumlah orang lain, baik yang kerabat maupun yang tidak sekerabat, yang secara
bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga dengan keluarga inti. Emile Durkheim
mengemukakan tentang sosiologi keluarga dalam karyanya : Introduction a la sosiologi
de la famile (mayor Polak, 1979: 331). Bersumber dari karya ini muncul istilah : keluarga
conjugal : yaitu keluarga dalam perkawinan monogamy, terdiri dari ayah, ibi, dan anak-
anaknya. Keluarga conjugal sering juga disebut keluarga batih atau keluarga inti.
Koentjaraningrat membedakan 3 macam keluarga luas berdasarkan bentuknya :

1. keluarga luas utrolokal, berdasarkan adapt utrolokal, terdiri dari keluarga inti senior
dengan keluarga-keluarga batih/inti anak laki-laki maupun anak perempuan

2. keluarga luas viriolokal, berdasakan adapt viriolokal, terdiri dari satu keluarga inti
senior dengan keluarga-keluarga inti dari anak-anak lelaki

3. Keluarga luas uxorilokal, berdasarkan adapt uxorilokal, terdiri dari satu keluarga inti
senior dengan keluarga-keluarga batih/inti anak-anak perempuan

Dalam keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan.
Suatu pekerjaan yagn harus dilakukan itu biasanya disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah
suatu pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakn didalam atau oleh keluarga itu.
Macam-macam fungsi keluarga adalah
1. Fungsi biologis
2. Fungsi Pemeliharaan
3. Fungsi Ekonomi
4. Fungsi Keagamaan
5. Fungsi Sosial

Anda mungkin juga menyukai