Anda di halaman 1dari 5

 

    MERAH PUTIH DI MANADO PATAHKAN


                                       
                       PROVOKASI BELANDA DI LUAR NEGERI
                                       
   
   
   LIMA puluh tahun lalu, tepatnya tanggal 14 Februari 1946, jam 01.00.
   Sejumlah tentara KNIL yang setia kepada Republik Indonesia di tangsi
   militer Teling Manado bangun dari tidur, bergerak menuju lokasi
   sasaran di dalam tangsi dengan formasi huruf "L". Mereka melucuti
   senjata semua pimpinan militer Belanda di tangsi itu dan memasukkannya
   ke sel sebagai tahanan.
   
   Peristiwa itu berlanjut dengan pengibaran sang saka Merah Putih di
   tangsi yang terkenal angker karena pasukan yang menempati kompleks
   milter itu dikenal sebagai pasukan pemberani andalan Belanda. Para
   pejuang itu merobek warna biru bendera Kerajaan Belanda, menyisakan
   dwi warna Merah Putih dan mengibarkannya di tangsi itu.
   
   Kapten Blom, pemimpin Garnisun Manado ditangkap sekitar pukul 03.00,
   setelah lebih dulu menahan Letnan Verwaayen, pimpinan tangsi militer
   Teling. Siangnya, pasukan pejuang republik menangkap Komandan KNIL
   Sulawesi Utara Letkol de Vries dan Residen Coomans de Ruyter beserta
   seluruh anggota NICA. Sehari kemudian, para pejuang menaklukkan kamp
   tahanan Jepang yang berkekuatan 8.000 serdadu.
   
   Peristiwa ini diberitakan berulang-ulang melalui siaran radio dan
   telegrafi oleh Dinas Penghubung Militer di Manado, ditangkap dan
   diteruskaan oleh kapal perang Australia SS "Luna" ke Allied Head
   Quarters di Brisbane. Selanjutnya Radio Australia menjadikannya
   sebagai berita utama dan ikut disebar-luaskan oleh BBC-London dan
   Radio San Fransisco Amerika Serikat.
   
   Bagi Belanda, perebutan tangsi militer Teling dan penurunan bendera
   merah putih biru digantikan Sang Saka Merah Putih oleh kalangan
   pejuang Indonesia merupakan pukulan telak. Bahkan kekalahan militernya
   di Manado secara otomatis melumpuhkan provokasinya di luar negeri
   bahwa perjuangan kemerdekaan di Indonesia cuma terbatas di pulau Jawa.
   
   
   Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, menurut Belanda yang
   berkampanye di berbagai forum internasional, bukan perjuangan seluruh
   rakyat Indonesia. Perjuangan kemerdekaan Indonesia versi Belanda cuma
   sebatas di Jawa, sebab menurut Belanda, kekuasaan di daerah-daerah,
   juga di tanah Minahasa masih dalam genggamannya.
   
   Bangkitnya warga Manado, Minahasa dan seluruh rakyat Sulut merebut
   kekuasaan dari tangan penjajahan Belanda yang bersumber pada jiwa dan
   semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 bermakna sangat positif bagi upaya
   diplomasi Indonesia di luar negeri. Proses ini kemudian diakui
   mempercepat pengakuan internasional terhadap kemerdekaan RI. Provokasi
   Belanda gagal total, sebab lewat peristiwa 14 Februari 1946, dunia
   menjadi yakin, perjuangan kemerdekaaan Indonesia milik seluruh rakyat
   dari Sabang sampai Marauke.
   
   Belanda gagal memanfaatkan mitos persahabatan Belanda-Minahasa yang
   dikenal dengan Verbond Minahasa - Nederland (10 Januari 1679) sebagai
   senjata untuk meninabobokkan warga Minahasa. Sebab, bagi putra-putri
   Indonesia di tanah Minahasa, persatuan dan kesatuan dalam kemerdekaan
   Indonesia tidak bisa ditawar-tawar.
   
   Semangat perjuangan nasional di tanah Minahasa seperti ditulis Ben
   Wowor dalam buku Sulawesi Utara Bergolak juga termotivasi surat
   rahasia yang dikirimkan Pahlawan Nasional DR GSSJ Ratulangi yang
   menegaskan, agar pemimpin rakyat menjauhkan diri dari pikiran dan
   tindakan provinsialistis dan hendaknya menggabungkan diri ke dalam
   satu perjuangan kemerdekaan Indonesia.
   
   Surat itu dibawa sekelompok pemuda yang tiba dari Makassar 11 Januari
   1946. Kurir pembawa surat Nona Politon yang dititipi surat itu lolos
   melalui empat pos pemeriksaan.
   
   ***
   
   TEKAD menaklukkan tangsi militer Teling yang juga markas Garnisun
   Manado dicetuskan tanggal 13 Februari 1946, tepatnya jam 18.00 di
   kantin tangsi itu seusai apel sore oleh sekelompok prajurit pemberani
   dipimpin Wakil Komandan Regu I Kompi VII Mambi Runtukahu.
   
   Padahal ketika itu, di depan kantin sedang berkumpul sejumlah anggota
   peleton CPM, namun tidak ada yang berani mendekat karena mengetahui
   anggota-anggota yang berkumpul di kantin adalaah anggota-anggota Kompi
   VII yang dikenal sebagai kompi macan, kompi pemberani.
   
   Pada jam 21.30, saat apel malam, kelompok pencinta RI itu mulai
   mempersiapkan diri. Kelompok itu terdiri dari Wakil Komandan Regu I
   Mambi Runtukahu, Wadanru II Gerson Andris, Wadanru III Mas Sitam,
   Komandan Verkenner Jus Kotambunan, Anggota Regu IV Lengkong Item dan
   Verkenner Wehantouw.
   
   Sekitar pukul 24.00, Sersan Piket Sutarkun menginformasikan agar
   seluruh anggota yang masih di berbincang di luar asrama masuk tidur
   karena Komandan Kompi VII Letnan Carlier dan Komandan Peleton Serma
   Wijszer akan mengadakan pemeriksaan malam. Di dalam asrama, kedua
   tentara Belanda itu menemukan, seluruh anggota Kompi VII sudah lelap
   tidur.
   
   Tepat pukul 00.30 (14 Februari), seluruh anggota kelompok yang
   mempersiapkan aksi militer itu memeriksa persiapan akhir. Pukul 00.45,
   kembali seluruh anggota aksi berkumpul dan menyatukan tekad,
   masing-masing menyatakan siap mempertaruhkan nyawa bagi RI.
   
   Tepat pukul 01.00, di saat sepi dan tenang, pergerakan dimulai.
   Pasukan menuju tangsi putih dalam formasi huruf "L". Sebagian pasukan
   dipimpin Runtukahu dan Kotambunan keluar dari pintu kiri, sedangkan
   Andris daan Sitam memimpin pasukan keluar dari pintu kanan.
   
   Mereka muncul satu demi satu di depan pos jaga dengan senjata
   terkokang tanpa peluru sebab siangnya seluruh peluru milik anggota
   yang dicurigai telah disita petugas atas perintah atasannya.
   
   Pasukan Runtukahu menaklukkan pos jaga dan sekaligus membebaskan CH
   Taulu dan Wuisan, dua pemimpin aksi yang ditangkap beberapa hari
   sebelumnya.
   
   Di tangsi putih, para pejuang yang terdiri dari Kotambunan, Sitam dan
   Lantu menangkap Komandan Peleton I Wijszer dan Komandan Kompi Carlier
   serta Komandan CPM Belanda. Dalam perjalanan menuju tangsi hitam,
   pasukan pejuang dihadang peleton KNIL yang setia kepada Belanda,
   tetapi dengan kemahiran menyerbu, pasukan pro Belanda itu berhasil
   ditaklukkan.
   
   Pasukan pejuang lalu menguasai seluruh tangsi militer Teling dan
   berhasil menangkap seluruh pimpinan militer yang tinggal di luar
   tangsi. Mereka juga berhasil membebaskan teman-temannya yang sempat
   ditahan di penjara Manado, seperti Freddy Lumanauw dan Pakasi.
   
   Kaum nasionalis yang bergerak dalam perjuangan politik seperti GE
   Dauhaan, A Manoppo, OH Pantouw, Max Tumbel, Dr Sabu, FH Kumontoy, CP
   Hermanses, HC Mantiri, NP Somba dan juga pemimpin politik lainnya
   seperti John Rahasia dan Mat Canon yang meringkuk di tahanan
   dibebaskan.
   
   Pukul 03.00, sementara aksi berlangsung, Wangko Sumanti memerintahkan
   perobekan helai biru dari bendera Belanda dan menyerahkan kepada Mambi
   Runtukahu yang selanjutnya bertindak sebagai inspektur upacara
   penaikan Sang Saka Merah Putih.
   
   Kantor Telepon sejak aksi dimulai dikuasai pegawai yang pro Indonesia
   seperti oleh No Tooy, G Sumendap serta beberapa staf lain. Selain itu
   kelompok pejuang menguasai kantor Dinas Telegrafi Manado.
   
   Setelah menguasai Manado, pasukan pejuang dipimpin Freddy Lumanauw dan
   Bisman menuju Tomohon, mengendarai dua mobil jeep dan dua truk. Di
   Tomohon, mereka dihadang seorang serdadu Belanda dengan sejumlah
   tembakan. Alo Porawouw tertembak dan tewas, sedangkan Freddy Lumanauw
   yang duduk di sampingnya berhasil lolos, lalu bersama pasukan Bisman
   menaklukkan serdadu Belanda itu.
   
   Komandan Polisi Samsuri yang menjadi penghubung antara Pasukan Bisman
   dan Komandan KNIL De Vries menyampaikan ultimatum dari Bisman agar De
   Vries menyerah. Dengan dua tangan terangkat ke atas, Samsuri berjalan
   sepanjang 200 meter menuju markas De Vries.
   
   Kepada Komandan KNIL Sulut De Vries, Samsuri menjelaskan, pasukan
   pejuang siap menerkamnya bila tidak segera menyerahkan diri. Untuk
   meyakinan De Vries, Sigar Rombot, anggota pasukan pejuang juga
   menjelaskan kepada De Vries, bahwa melawan kehendak para pejuang sama
   saja dengan mati konyol. De Vries akhirnya berhasil diyakinkan dan
   menyerah.
   
   Sejak itu, seluruh kantor instansi pemerintah menurunkan di tanah
   Minahasa bendera Belanda menggantikannya dengan Merah Putih.
   
   ***
   
   MENYUSUL kemenangan itu, pemimpin perjuangan Ch Taulu kemudian pada
   tanggal 15 Februari 1946 mengeluarkan Maklumat Nomor 1 yang berisi,
   (1) Kemarin malam jam 01.00 tanggal 14 Februari 1946, oleh
   pejuang-pejuang KNIL dibantu para pemuda telah merebut kekuasaan dari
   pemerintahan Belanda (NICA) Sulawesi Utara dalam rangka mempertahankan
   Kemerdekaan RI yang diproklamirkan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta; (2)
   Rakyat Diminta membantu sepenuhnya perjuangan itu; (3) Kepada pejuang
   untuk mengambil alih pemerintahan Belanda; (4) Keamanan di seluruh
   Sulut dijamin Tentara RI Sulawesi Utara; (5) Kantor-kantor pemerintaha
   harus bekerja seperti biasa; (6) Kegiatan ekonomi harus tetap jalan
   seperti biasa (pasar-pasar, toko-toko, sekolah-sekolah). Bila ada
   pasar atau toko tidak buka akan disita; (7) Barangsiapa yang berani
   melakukan pengacauan berupa penganiayaaan, penculikan, perampokan,
   pembunuhan dan sebagai akan segera dihukum mati di muka umum.
   
   Pemimpin perjuangan selanjutnya mengeluarkan Maklumat Nomor 2 berisi,
   "Dimaklumkan bahwa pada tanggal 16 Februari sudah diadakan rapat umum
   di gedung Minahasa Raad (DPR) yang dipimpin pucuk pimpinan Ketentaraan
   Indonesia di Sulawesi Utara dihadiri oleh Kepala-Kepala Distrik dan
   onderdistrik di Minahasa, Raja dari Bolaang Mongondow, Kepala daerah
   Gorontalo, Pemimpin-pemimpin dan Pemuka-Pemuka Indonesia". Rapat ini
   telah menetapkan BW Lapian menjadi Kepala Pemerintahan Sipil Sulawesi
   Utara. Maklumat itu ditandatangani Letkol Ch Taulu, SD Wuisan, J
   Kaseger, AF Nelwan dan F Bisman.
   
   Untuk melaksanakan pemerintahan sipil, BW Lapan dibantu oleh DA Th
   Gerungan (keprintahan), AIA Ratulangi (keuangan), Drh Ratulangi
   (perekonomian), Dr Ch Singal (kesehatan), E Katoppo (PPK), Hidayat
   (kehakiman), SD Wuisan (kepolisian), Wolter Saerang (penerangan), Max
   Tumbel (pelabuhan/pelayaran).
   

Anda mungkin juga menyukai