Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa yang turut menentukan sikap, mental,

perilaku, kepribadian dan kecerdasan anak adalah pendidikan, pengalaman

dan latihan-latihan yang diberikan dan dialami serta dilalui mereka sejak

kecil.

Usia 6-8 tahun otak anak masih dalam tahap perkembangan atau

mengalami masa kematangan. Pada usia ini merupakan masa-masa

keemasan bagi anak, karena proses menerima dan menyerap berbagai

bentuk pengalaman baik dari guru ataupun lingkungan sekitar akan dengan

mudah mereka terima.

Hasil penelitian Ernawati dkk ( 2010 ) tentang pembelajaran IPA

berbasis calistung ( model pembelajaran tematik ) berbantuan TIK dengan

Pokok Bahasan Tubuh, menyatakan bahwa telah terjadi peningkatan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran gabungan ( IPA, Matematika dan bahasa

Indonesia ).

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil belajar siswa pada mata

pelajaran gabungan ( IPA, Matematika dan Bahasa Indonesia ) bahwa nilai

rata-rata dari 32 siswa Kelas II SDN 019 Lumbis adalah sebagai berikut

( Data Terlampir ) : 6,25 untuk mata pelajaran IPA ( KKM = 6,56 ) atau

21,87%. 6,50 untuk mata pelajaran Matematika ( KKM = 6,50 ) atau 59 %


2

dan 6,50 untuk mata pelajaran Bahasa Indoesia ( KKM = 6,50 ) atau

53,12 %.

Untuk mengatasi masalah tersebut diadakanlah penelitian tentang

penerapan model pembelajaran tematik pada pembelajaran IPA untuk

meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN 019 Lumbis tahun

pelajaran 2010 / 2011.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada upaya peningkatan hasil belajar

IPA siswa kelas II Sekolah Dasar Negeri 019 Lumbis melalui

pembelajaran tematik.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas II SDN 019 Lumbis

jarkan dengan pendekatan pembelajaran tematik ?

A. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui evektifitas strategi

pembelajaran tematik terhadap hasil belajar IPA siswa kelas II SDN 019

Lumbis.

Tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :


3

1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa kelas II SDN 019 Lumbis

pada mata pelajaran IPA yang diajarkan dengan pendekatan

tematik.

2. Untuk mengetahui kemampuan guru kelas II SDN 019 Lumbis

dalam menggunakan pendekatan tematik kususnya pada mata

pelajaran IPA.

A. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi berbagai macam manfaat,

diantaranya :

1. Meningkatkan kemampuan guru dan siswa dalam melaksanakan

pembelajaran IPA.

2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas hasil belajar IPA.

3. Menciptakan suasana pembelajaran yang aktif kreatif efektif dan

menyenangkan ( PAKEM ).

4. Mengembangkan kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran

tematik pada mata pelajaran IPA, Matemtika dan Bahasa Indonesia.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian belajar

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau

potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.

Belajar adalah interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut Bell-Gredler (dalam Udi S Winataputra, 2007:1.5) belajar

adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam

kemampuan, ketrampilan dan sikap. Menurut Gagne (dalam Zaenal Ma’arif

2009) belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah

perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway (dalam Sofa, 2009)

mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,

retensi, pengolahan informasi, emosi dan persoalan siswa berdasarkan

pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan

bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri sebagai

berikut: 1). belajar adalah perubahan tingkah laku. 2). perubahan terjadi

karena latihan dan pengalaman bukan karena pertumbuhan. 3). perubahan

tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Belajar pada dasarnya berbicara tentang bagaimana usaha memperoleh

kepandaian atau ilmu dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang

disebabkan oleh pengalaman Snelbeker (dalam Sofa, 2009). Dari pengertian

di atas agar terjadi proses belajar atau terjadinya perubahan tingkah laku
5

sebelum kegiatan belajar mengajar di kelas seorang guru perlu menyiapkan

atau merencanakan berbagai pengalaman belajar yang akan diberikan pada

siswa dan pengalaman belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

B. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan strategi pembelajaran yang diterapkan

bagi anak kelas awal sekolah dasar. Sesuai dengan tahapan perkembangan

anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran

bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD sebaiknya

dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah

pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa

mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada

siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok

pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).

Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di

antaranya:

1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,

2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;

3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;

4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan

matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;


6

5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi

disajikan dalam konteks tema yang jelas;

6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi

nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata

pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;

7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara

tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga

pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,

pemantapan, atau pengayaan.

A. Prinsip – prinsip belajar

Prinsip belajar adalah konsep – konsep yang harus diterapkan di dalam

proses belajar mengajar. Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya

dengan baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan

prinsip – prinsip belajar.

Pentingnya pemahaman guru terhadap prinsip dan teori belajar menurut

Lindgren dalam Toeti Sukamto ( Sofa,2009 ) mempunyai alasan sebagai

berikut :

Teori belajar membantu guru untuk memahami proses belajar yang

terjadi di dalam diri siswa. Dengan kondisi ini guru dapat mengerti kondisi –

kondisi dan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau

menghambat proses belajar.

Ada banyak teori – teori belajar, di mana setiap teori memiliki konsep

atau prinsip sendiri tentang belajar. Teori belajar yang terkemuka di abad 20
7

ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaituteori behaviorisme dan

teori kognitivisme.

Menurut teori behaviorisme, manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian –

kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan pengalaman –

pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi

karena adanya stimuli dan respon yang diamati. Menurut teori ini manipulasi

lingkungan sangat penting agar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang

diharapkan.

Teori behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dapat dilihat

yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam fikiran

manusia. Dalam menerapkan teori ini yang paling penting adalah guru harus

memahami aspek karakteristik siswa dan karakteristik lingkungan belajar agar

tingkat keberhasilan siswa selama kegiatan pembelajaran dapat diketahui.

Menurut teori kognitivisme, belajar adalah perubahan persepsi dan

pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini

menekankan pada gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling

berhubungan dengan kontek situasi secara keseluruhan. Yang termasuk dalam

kelompok teori ini adalah teori perkembangan Piaget, teori kognitif Bruner,

teori belajar bermakna Ausebel dll.

Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik

yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan

sistem syaraf. Dengan bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang

akan semakin komplek dan ini memungkinkan kemampuannya meningkat


8

(Traves dalam Toeti 1992:28). Oleh karena itu proses belajar seseorang akan

mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya.

Menurut Bruner, proses belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara kita

mengatur materi pelajaran, dan bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses

belajar melalui tahap :

– Enaktif ; aktivitas siswa untuk memahami lingkungan

– Ikonik ; siswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi

verbal.

– Simbolik ; siswa memahami gagasan-gagasan abstrak.

Menurut David Ausubel, Proses belajar terjadi bila siswa mampu

mengasimilasikan pengetahuan yang dia miliki dengan pengetahuan yang

baru. Proses belajar melalui tahap – tahap :

– Memperhatikan stimulus yang diberikan

– Memahami makna stimulus

– Menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.

A. Hakikat proses pembelajaran di kelas rendah

Belajar adalah suatu proses membangun pengetahuan melalui tranformasi

pengalaman.

Belajar merupakan perilaku individu dalam upaya mengadaptasikan

dirinya terhadap lingkungannya melalui rangkaian proses psikologis

asimilasi, akomodasi, dan ekulibrasi.

Anak usia Sekolah Dasar kelas I, II, III, secara konseptual termasuk ke

dalam kategori tahap perkembangan operasi konkret.


9

Secara umum anak usia Sekolah Dasar mempunyai kecenderungan

belajar mulai dari hal-hal konkret, memandang sesuatu secara keseluruhan

dan utuh melalui kegiatan manipulatif secara bertahap dan pemahaman

sederhana menuju ke pemahaman yang lebih kompleks. Kecenderungan

belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan dasar dan orientasi pedagogis

pembelajaran di Sekolah Dasar.

B. Cara anak belajar

Setiap individu memiliki keragaman karakteristik yang berbeda,

sekalipun pada dua individu yang lahir kembar. Keragaman karakteristik ini

juga berlaku dalam cara belajar siswa SD.

Cara belajar anak terbagi dalam

Pertama, tipe auditori di mana anak lebih mudah menyerap apa yang

diajarkan dengan cara mendengar penyampaian materi pelajaran. Anak dengan

tipe auditori ini harus didukung dengan suara guru yang lantang dan keras,

begitu suara yang didengar anak tidak lagi mendengar atau bahkan mengobrol

dengan temannya.

Kedua, tipe visual di mana anak lebih senang belajar dengan cara

melihat. Anak dengan tipe visual harus didukung dengan media visual berupa

tayangan gambar atau video.

Ketiga, tipe kinestetik, di mana anak memiliki kecenderungan untuk

selalu bergerak. Anak dengan tipe kinestetik lebih senang belajar sambil

mempraktekkan dari pada membaca teori atau mendengarkan ceramah.

C. Pembelajaran bermakna
10

Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam

kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.

Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu

hasil dari latihan atau pengalaman.

Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak

dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan

pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam

lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar

bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri

individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.

Pembelajaran (meaningfull learning) merupakan suatu proses

dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam

struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna sebagai hasil dari

peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek,

konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang

relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar

menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan

menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh,

sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah

dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus

selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki

peserta didik dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep

tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.


11

Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami

langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera

daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.

D. Arti Penting Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam

proses belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat

memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan

sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman

langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan

menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori

pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang

menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada

kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar

sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu

mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi

kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan

unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan

konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema,

sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.

Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan

sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa

yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).


12

E. Pembelajaran IPA kelas II SD

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) 2006, materi

pelajaran IPA untuk SD Kelas II pada semester I memiliki standar

komepetensi dan kompetensi dasar sebagai acuan untuk pencapaian tujuan

pembelajaran. Standar kompetensi untuk mata pelajaran IPA kelas II pada

semester I adalah :

1. Mengenal baigian – bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan,

pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat hidup mahluk

hidup.

2. Mengenal berbagai bentuk benda dan kegunaannya serta perubahan wujud

yang dapat dialaminya.

Sedangkan kompetensi dasar yang harus dicapai pada pembelajaran IPA SD

kelas II pada semester I adalah :

1. Mengenal bagian – bagian utama tubuh hewan dan tubuhan di sekitar

rumah dan sekolah melalui pengamatan.

2. Mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada pertumbuhan hewan

( ukuran ) dan tumbuhan ( biji menjadi tanaman ).

3. Mengidentifikasi berbagai tempat hidup makhluk hidup ( air, tanah dan

tempat lainnya ).

4. Mengidentifikasi makhluk hidup yang menguntungkan dan merugikan.

5. Mengidentifikasi ciri – ciri benda padat dan cair yang ada di lingkungan

sekitar.
13

6. Menunjukkan perubahan bentuk dan wujud benda ( plastisin / tanah liat /

adonan / tepung ) akibat dari kondisi tertentu.

7. Mengidentifikasi benda – benda yang dikenal dan kegunaannya melalui

pengamatan.
14

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan penelitian

tindakan kelas (class action research ). Yang merupakan suatu pencermatan

terhadap kegiatan belajar berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan

terjadi dalam sebuah kelas secara bersama, Arikunto,2006.

Penelitian ini dilaksanakan minimal dalam dua siklus, siklus I terdiri

dalam dua kali pertemuan dan siklus II yang terdiri dari satu kali pertemuan.

Pembelajaran pada siklus pertama membahas tentang benda padat dan

benda cair.

Pembelajaran pada siklus kedua membahas tentang Perubahan benda dan

Kegunaan Benda.

Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus pembelajaran, sekaligus

merupakan diagnosis seberapa besar kemampuan siswa menguasai materi

pelajaran IPA tentang Benda.

B. Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas II SDN 019 Lumbis pada semester

pertama tahun ajaran 2010 / 2011. Subyek penelitian adalah siswa kelas II

SDN 019 Lumbis dengan jumlah 37 orang yang terdiri atas 21 siswa laki-laki

dan 16 siswa perempuan.

C. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data


15

1. Sumber data dan waktu penelitian

Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas II SDN 019 Lumbis tahun

pelajaran 2010 / 2011 yang melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Penelitian dilaksanakan pada semester I dalam waktu 3 bulan dari bulan

November 2010 sampai dengan bulan Januari 2011.

2. Teknik pengumpulan data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik tes dan non tes. Teknik pelaksanaan non tes dilakukan pada saat

pembelajaran sedang berlangsung dengan melaksanakan observasi melalui

lembar pengamatan terhadap siswa dan guru pada saat proses

pembelajaran.

Teknik tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran dengan memberikan 10

soal IPA kepada siswa dalam bentuk isian.

Pengumpulan data dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Melaksanakan tes awal per individu.

b. Melaksanakan pembelajaran IPA pada pokok bahasan Benda dan

Sifatnya dengan pendekatan tematik.

c. Melaksanakan tes hasil belajar per individu yang harus dijawab oleh

siswa.

d. Menganalisis tes hasil belajar pada masing-masing siklus.

e. Melaksanakan observasi untuk mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran IPA dengan pendekatan tematik.


16

f. Melaksanakan observasi terhadap kemampuan guru dalam

melaksanakan pembelajaran IPA dengan pendekatan tematik pada

masing-masing siklus.

g. Menganalisis hasil observasi pada masing-masing siklus.

1. Pengembangan instrumen penelitian

Keberhasilan belajar kognitif siswa pada pembelajaran IPA dengan

pendekatan tematik diukur dengan menggunakan instrumen tes hasil

belajar. Instrumen ini berbentuk soal isian yang dirancang oleh peneliti

dengan mengacu pada buku pelajaran IPA SD kelas II. Instrumen soal

isian yang berjumlah 10 soal.

Teknik penskoran ditentukan dengan cara memberi skor 1 – 10. Penentuan

skor yang diperoleh siswa dari tes hasil belajar menggunakan skala 100

dengan perhitungan sebagai berikut :

Skor akhir = Σ nilai soal benarΣ soal x 10

Sebelum instrumen ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan

validasi untuk mendapatkan tes yang valid. Validitas tes yang dilakukan

adalah validitas isi ( content validity ). Sebuah tes dikatakan memiliki

validitas ini apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan

materi atau ini pelajaran yang diberikan.

Validitas isi untuk instrumen soal tes isian ditetapkan berdasarkan

penilaian dan pertimbangan dari penilai yang terdiri atas 3 orang penilai,

yaitu 2 orang dosen program studi PGSD FKIP Universitas Borneo

Tarakan dan 1 orang guru ( rekan sejawat ). Tim penilai diminta

memberikan catatan perbaikan jika dipandang perlu dan dari hasil


17

penilaian tersebut kemudian dihitung validitasnya. Soal yang sudah

relevan bernilai 2 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

P = Σ soal yang skornya 2Σ Skor x 100

Adapun kriteria penilaian instrumen tersebut adalah :

0= Jika indikator tidak sesuai dengan butir soal atau pernyataan dan

instrumen tidak komunikatif.


1= Jika indikator tidak sesuai dengan butir soal atau pernyataan tetapi

instrumen bersifat komunikatif.


2= Jika indikator sesuai dengan butir soal atau pernyataan dan bersifat

komunikatif.
Data yang diterima dan kemudian dihitung rata-rata persentase pemberian

skor 2 dengan rumus sebagai berikut :

P rata-rata = Pa+Pb+Pc3 x 100 %

Keterangan :

P = Persentase validitas isi yang dicari

Pa = Persentase validitas isi oleh penilai A

Pb = Persentase validitas isi oleh penilai B

Pc = Persentase validitas isi oleh penilai C

Data yang didapatkan dihubungkan dengan pendapat yang menyatakan

bahwa tes secara keseluruhan dinyatakan valid jika rata – rata persentase

skor 2 di atas 75 % ( Samuel & Gabriel ).

A. Prosedur Pelaksanaan Tindakan

Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dan sesuai dengan tahapan – tahapan

sebagai berikut :

1. Perencanaan
18

a. Menelaah standar kompetensi dan kompetensi dasar dari mata

pelajaran IPA.

b. Menetapkan indikator pembelajaran materi IPA.

c. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP ) pada mata

pelajaran IPA.

d. Membuat skenario pembelajaran.

e. Menyiapkan lembar observasi untuk mengetahui bagaimana kondisi

pembelajaran di kelas.

f. Mendesain alat evaluasi

g. Menyiapkan teknik analisis.

1. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan skenario

pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Pada kegiatan siklus I

dilakukan pembelajaran materi IPA dengan Sub Pokok Bahasan

perubahan pada benda, setelah pembelajaran pada siklus I berakhir,

dilakukan evaluasi untuk penilaian individu. Pada kegiatan siklus II

dilakukan pembelajaran IPA dengan Sub Pokok Bahasan Kegunaan

Benda. Sebagaimana pada siklus I, pada akhir siklus II juga dilaksanakan

evaluasi untuk penilaian individu.

2. Observasi dan evaluasi

Proses observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi

aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran yang dibuat.

Observasi dilakukan terhadap aktivitas belajar siswa dan gejala – gejala

yang mungkin muncul dari tingkah laku siswa pada saat berlangsungnya
19

proses pembelajaran dan kemampuan guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan pada akhir siklus I dan II yang

bertujuan untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapai.

3. Analisis dan Refleksi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi selanjutnya

dianalisis. Peneliti dapat merefleksikan dengan melihat data observasi

sejauh mana kegiatan yang dilakukan. Hasil analisis data yang diperoleh

digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya.

A. Teknik Analisis Data

Teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

statistik deskriptif / statistik sederhana yaitu persentase, kemudian

menentukan besar persentase penguasaan siswa pada tiap aspek yang diukur

dengan menggunakan rumus :

P = JBN x 100

Keterangan :

P = Angka persentase

JB = Jumlah jawaban benar

N = Jumlah soal

( Sudijono, 2005 )

Menurut acuan dari Departemen Pendidikan Nasional tentang hasil belajar

pada setiap mata pelajaran, maka klasifikasi hasil belajar siswa dalam materi

pelajaran IPA pokok bahasan Benda dan sifat-sifatnya dapat dikategorikan

sebagai berikut :

Penugasan Keterangan
> 95,00 Istimewa
20

80,00 – 94,90 Amat baik


65,00 – 79,00 Baik
55,00 – 64,90 Cukup
40,10 – 59,90 Kurang
< 40,00 Amat Kurang
( Depdiknas, 2004 )

Sedangkan penilaian afektif dan respon siswa menggunakan rumus :

P= fN x 100 %

Keterangan :

P = Angka Persentse

f = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N = Jumlah Individu

( Sudijono, 2005 )

Pemberian skor siswa pada penilaian afektif dan respon siswa, menggunakan

skala Likert dengan rentang 1 – 5 untuk pernyataan positif yaitu sangat setuju = 5,

setuju = 4, ragu – ragu = 3, tidak setuju = 2, dan sangat tidak tidak setuju = 1.

Berdasarkan acuan dari Ratumanan & Laurens ( 2003 ) digunakan kriteria sebagai

berikut :

Skor untuk rentang ( 1 – 5 ) Kriteria


65 – 77 Sangat baik
52 – 64 Baik
39 – 51 Cukup
26 – 38 Kurang
13 – 25 Sangat Kurang
Sedangkan kategori respon siswa diinterpretsikan sebagai berikut :

Skor untuk rentang ( 1 – 5 ) Kriteria


44 – 52 Sangat baik
35 – 43 Baik
26 – 34 Cukup
17 – 25 Kurang
8 – 16 Sangat Kurang
Hasil pengamatan terhadap kegiatan guru dengan perhitungan persentase yang

telah dimodifikasi adalah sebagai berikut :


21

Skor untuk rentang ( 1 – 5 ) Kriteria


84 % - 100 % Sangat baik
67 % - 83 % Baik
50 % - 66 % Cukup
33 % - 49 % Kurang
16 % - 32 % Sangat Kurang

B. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah melalui pembelajaran IPA

dengan Pokok Bahasan Benda dan Sifatnya dengan pendekatan tematik dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SDN 019 Lumbis.

C. Indikator Keberhasilan

Sebagai indikator keberhasilan dlam penelitian ini dapat dilihat dari hasil

belajar siswa pada Mata Pelajaran IPA di mana ketuntasan belajar secara

klasikal yaitu apabila mencapai 75 % atau lebih dari jumlah seluruh siswa

maka dinyatakan telah memenuhi kriteria kelulusan minimum ( KKM ). Di

mana standar KKM untuk mata Pelajaran IPA di SDN 019 Lumbis = 65.

Anda mungkin juga menyukai