Dosen Pengasuh
Prof. Dr. Paulus Tangdilintin
Fentiny Nugroho, Ph.D
Suwantji Sisworahardjo, SH, MDS.
OLEH
NPM : 1006744093
UNIVERSITAS INDONESIA
1. Bagaimana pendapat saudara tentang perubahan paradikma
pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial.
Pada akhir tahun 1950an, istilah “pembangunan” dianggap sebagai solusi
terhadap permasalahan yang melanda negara-negara berkembang paska perang
dunia dua. Anggapan ini kemudian mempengaruhi negara-negara berkembang
untuk mengadopsi teori pembangunan untuk maningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya pembangunan
menjadikan ekonomi sebagai panglimanya dengan trickle-down effect sebagi
rasionalisasinya. Dengan kata lain, hasil dari sebuah pembangunan yang
meningkat dengan sendirinya akan mengalir ke rakyat kecil sehingga kesejahtraan
itu bisa tercapai yang ini dikenal dengan mekanisme pasar. Cara pandang
pembangunan seperti ini dikenal dengan paradikma pembangunan ekonomi.
Paradikam ini yang kemudian mempengaruhi pembangunan Indonesia pada masa
orde baru.
UNIVERSITAS INDONESIA
Bahkan pada tahun 1968 Gunnar Myrdal dalam pengamatannya mangungkapakan
kalau tidak ada satu ekonom pun yang menaru harap pada Indonesia. Akan tetapi,
selama tiga dekade yang mengagumkan, mulai tahu 1968 rata-rata Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh sebesar 7,4 % pertahun. Hasilnya
pendapatan perkapita Indonesia tahun 1997 mencapai 906 dolar AS, lebih dari
empat kali lipat pendapatan tahun 1968. 4.
UNIVERSITAS INDONESIA
lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan, yaitu:
UNIVERSITAS INDONESIA
Semenjak krisis ini lah, kepercayaan sebagian pangamat dan masyarakat
terhadap paradikma pembangunan ekonomi runtuh, meskipun tidak bisa
dipungkiri kalau pambanguna pada masa orde baru telah berhasil munurunkan
angka kemiskinan dari 40.1 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun
1976 menjadi 11.36 persen pada tahun 19967, Swasembada pangan di tahun 1984,
penigkatan produksi beras dari 15.276 ton pada tahun 1974 menjadi 33.216 ton
pada tahun 1996,8 Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968
hanya AS$ 70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000 . Sukses
transmigrasi . Sukses KB , Sukses memerangi buta huruf.
Akan tetapi, sebagaimana pepatah “tak ada gading yang tak retak”,
pembangunan pada orba yang menggunakan paradikma pembagnunan ekonomi
juga banyak terdapak kekurangannya antra lain; Semaraknya korupsi, kolusi,
nepotisme, Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat, Papua contohnya, munculnya rasa
ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di
aceh dan Papua, kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran
yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya, Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin), Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan,
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel.
Hal ini bisa kita lihat dari keseriusan program-program pemerintah kala itu
untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Untuk mingkatkan pendapatan per
7
Bank Dunia “Era Baru Pengantasan Kemiskinan”. 2009
8
Khudori
UNIVERSITAS INDONESIA
kapita pemerintah malakukan dua hal; memanfaatakn sumberdaya alam yang ada
untuk menggenjot PDB dan menekan laju peningkatan jumlah penduduk. Hal ini
karena pendapatan per kapita adalah hasil bagi antara PDB dengan jumlah
penduduk. Semakin tinggi PDB yang dibagi dengan jumlah penduduk yang
sedikit maka semakin tinggi pendatan perkapita.
Untuk menggenjot PDB salah satu program yang digulirkan adalah Revolusi
Hijau. Revolusi hijau hanya bertujuan untuk memenuhi stok pangan negara,
sedangkan kesejahteraan petani terabaikan. Buktinya Data BPS menunjukan, nilai
tukar petani makin merosot; Pada tahun 1976, nilai tukar petani 113, pada 1979
dan 1989 mencapai 117. Namun pada tahun 1993 merosot menjadi 95 dan tahun
2009 NTP bertahan pada angka 101.9 Pada hal Indonesia telah bersuasembada
pangan pada tahun 1984 dan data produksi beras meningkat setiap tahun.10 Untuk
mengurangi laju pertumbuhan penduduk, pemerintah mengsosialisasikan perogrm
KB “cukup dua anak saja”. Pada tahun 1968 dibentuk lembaga Keluarga
Berencana Nasional-dengan status lembaga semi pemerintah – dan awal PELITA
pertama, tepatnya tahun 1970 melalui Keppres No. 8 pemerintah mengumumkan
pembentukan Badan Kordinasi Keluarga Berancana Nasional (BKKBN). Hasilnya
pada tahun 1993 laju pertumbuhan penduduk berhasil ditekan menjadi 1,66
persen11
Jadi kebijakan Revolusi Hijau dan KB hanyalah untuk menigkatkan
pendapatan per kapita, bukan untuk kesejahteraan rakyat.
9
harian KOMPAS 16 September 2010.
10
Lihat Khudori hal. 35
11
http://www.gemari.or.id/file/edisi85/gemari8537.pdf
12
Edi Soharto hal. 141.2008
UNIVERSITAS INDONESIA
Disamping itu, konsentrasi pembangang yang tidak seimbang antra pusat
dan daerah melahirkan dan ketimpangan. Daerah-daerah dikeruk dananya untuk
pemabangunan pusat. Hasil pembangunan tidak terdistribusi secara merata.
Daerah yang ikut memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kas negara
hanya mendapat sidikit dari hasil pembangunan. Hal ini melahirkan ketidak
percayaan pemerintah daerah pada pemerintah pusta, sehingga mereka menuntut
untuk memisahkan diri dari Indonesia; Aceh dan Papua contohnya.
13
Bank Dunia
UNIVERSITAS INDONESIA
kerusakan dari pembangunan. Intinya, pembangunan ekonomi hanya dikerakan
dan dinikmati oleh sebagian orang saja, haslinya adalah kesenjangan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh para ahli bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia belum tersebar secara merata. Penguasaan ekonomi (omzet) 10
konglomerat yang menguasai sekitar 30% PDB atau 200 konglomerat yang
menguasai 58% PDB, dapat dijadikan bukti kalau kesenjangan ekonomi masih
majadi isu yang mewarnai masyarakat Indonesia.14
Dengan kebijak yang dirumuskan dari atas lalu dibreak down ke bawah
menutup peluang bagi masyarakat kecil untuk ikut aktif dalam menentukan
kebijakan pembangunan. Masyarakat hanya bertugas melaksanakan kebijakan
pembangunan dengan ketentuan-ketentuan yang sudah baku. Pemerintah
menentukan sebuah kebijakan, merumuskan Juklak dan Juknisnya lalu
duturunkan ke bawah untuk dilaknasakan oleh masyarakat di bawah pengawasan
Pemerintah. Model pendekatan seperti ini tidak memberikan peluang yang besar
bagi masyarak untuk mengembangkan diri mereka. Masyarakat tidak diajar untuk
memecahkan sendiri masalah mereka, malainkan solusi permasalahan masyarakat
dirumuskan pada tingkat atas. Konsekuensinya, masyarakat hanya mengetahui
satu solusi, untuk memecahkan satu masalah pada satu situasi. Ketika masalah itu
terus berkembang dan rumit serta kondisi berubah, solusi yagn ditawarkan oleh
pemerintah sebelumnya sudah tidak representatif untuk memecahkan masalah
tersebut. Ini mengindikasikan bahwa beban dan tanggung jawab pembangunan
hanya dipikul oleh pemerintah, kalu pun ada dari masayakat itu hanya sebagian
kecil saja.
14
Edi Soharto
UNIVERSITAS INDONESIA
yang dirancang untuk meninglatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu
keutuhan dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengaki dengan
dinamika proses pembangunan ekonomi”. Hasil Pembangunan ekonomi
digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan (kesejahteraan rakyat).
UNIVERSITAS INDONESIA
needs) yang dikenal dengan Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun
(Penasbeda). Sayangnya kebijakan ini tidak bisa berjalan dengan baik karena
kondisi perpolitikan bangsa pada tahun 1965. Setelah orde lama berganti dengan
orde baru, hal serupa juga diwujudkan kembali melalui renacana pembanguna
lima tahun (PELITA) pada tahun 1969 PELITA I sampai 1999 PELITA VI. Pada
PELITA I kita kenal kebijakan Revolusi Hijau atau pada PELITA III digulirkan
progam pemerataan melalui delapan jalur pemerataan hingga tahun1984 Indonesia
berswasembada pangan. Jalur pembangunan ditempuh secara regular melalui
progaram sektoral dan regional. Pada tahun 1993 presiden mengeluarkan Inpres
No. 3 tentang Peningkatan Penaggulangan Kemiskinan yang bertujuan untuk
mengsinergikan program reguler sektoral dan regional. Sebelum krisi melanda
pada tahun 1997, kebijak-kebijakan penanggulangan kemiskinan berhasil
menurunkan angka kemiskinan dari 40.1 persen dari jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 1976 menjadi 11.36 persen pada tahun 1996. Ketika krisi, angka
kemiskinan menjadi 17,9 di tahun 1998. Melihat fonomena ini, pemerintah
akhirnya meluncurkan kebijakan sosial dengan program Jaringan Pengaman
Sosial (JPS) yang dikordinasikan melalui Kepres No. 190 tahun 1998 tentang
Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaringan Pengaman Sosial.
UNIVERSITAS INDONESIA
Menggunakan kecamatan sebagai lokus program untuk
mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
program.
Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan
pelaku utama pembangunan pada tingkat lokal.
Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses
pembangunan partisipatif.
Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan
karakteristik sosial, budaya dan geografis.
Melalui proses pemberdayaan yang terdiri dari atas pembelajaran,
kemandirian dan keberlanjutan.
UNIVERSITAS INDONESIA
dan keadilan sosial. Jadi salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah
meningkatkan kesejateraan masyarakat, dalam hal ini kesejahteraan sosial.
Menurut UU No 11 tahun 2009 “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan
fungsi sosial”. Untuk mencapai kondisi ini, maka semua variabel yang
mempengaruhi pembangunan indonesia harus terintegrasi dengan baik,
diantaranya;
1. Pembangunan sosial
2. Pembangunan ekonomi
3. Pembangunan Pendidikan
4. Pembangunan politik
5. Pembangunan hukum
6. Pembangunan spiritual
UNIVERSITAS INDONESIA
3. Melindungi agar individu dan masyarakat tidak rentan terhadap kondisi
yang sewaktu-waktu mengancam.
UNIVERSITAS INDONESIA