Anda di halaman 1dari 13

UNIVERSITAS INDONESIA

Perbaikan Ujian Tengah Semester (UTS)


PEMBANGUNAN SOSIAL

Dosen Pengasuh
Prof. Dr. Paulus Tangdilintin
Fentiny Nugroho, Ph.D
Suwantji Sisworahardjo, SH, MDS.

OLEH

Nama : IMRAN GURICCI

NPM : 1006744093

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PASCASARJANA ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
DEPOK
OKTOBER 2010

UNIVERSITAS INDONESIA
1. Bagaimana pendapat saudara tentang perubahan paradikma
pembangunan ekonomi ke arah pembangunan sosial.
Pada akhir tahun 1950an, istilah “pembangunan” dianggap sebagai solusi
terhadap permasalahan yang melanda negara-negara berkembang paska perang
dunia dua. Anggapan ini kemudian mempengaruhi negara-negara berkembang
untuk mengadopsi teori pembangunan untuk maningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya pembangunan
menjadikan ekonomi sebagai panglimanya dengan trickle-down effect sebagi
rasionalisasinya. Dengan kata lain, hasil dari sebuah pembangunan yang
meningkat dengan sendirinya akan mengalir ke rakyat kecil sehingga kesejahtraan
itu bisa tercapai yang ini dikenal dengan mekanisme pasar. Cara pandang
pembangunan seperti ini dikenal dengan paradikma pembangunan ekonomi.
Paradikam ini yang kemudian mempengaruhi pembangunan Indonesia pada masa
orde baru.

Selama beberapa tahun sebelum Orde Baru, keadaan ekonomi telah


mengalami kemerosotan terus menerus. Apabila antara tahun 1955-1960 laju
inflasi rata-rata adalah 25% per tahun maka dalam periode 1960-1965 harga-harga
meningkat dengan laju rata-rata adalah 226% setiap tahunnya. Pada tahun 1966
laju inflasi mencapai puncaknya yaitu 650% setahun.1 Inflasi yang menghebat ini
diikuti pula dengan kemerosotan di segala bidang. Ini lah yang melatar belakangi
pemerintahan Soeharto yang baru, menerapkan program stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi yang pragmatis yang ditandi dengan sidang MPRS 1966. Pastinya tujuan
dari program ini adalah untuk menurunkan inflasi, penyadiaan bahan pangan dan
pakaian bagi seluruh penduduk, pembenahan infrastruktur dan penigkatan
eksport.2 Menyusul tercapainya sasran-sasaran tersebut, pemerintah mulai
merancang program pembangunan lima tahun (PELITA) dalam kerangka
pembangunan jangka panjang selama 25 tahun.

Pada tahun 1966 diperikirakan 70 % penduduk Indonesia berada dalam


kemiskinan yang absolut dan kelaparan terjadi dimana-mana (Timmer:2003). 3
1
http://skripsi.unila.ac.id/2009/08/07/tinjauan-historis-pembangunan-ekonomi-indonesia-pelita-
pertama-1969-1974/
2
Widjojo Nitisastro “Pengalaman Pembangunan Indonesia”
3
Dikutip dari laporan BANK DUNIA “Era Baru Pengantasan Kemiskinan”. 2009.

UNIVERSITAS INDONESIA
Bahkan pada tahun 1968 Gunnar Myrdal dalam pengamatannya mangungkapakan
kalau tidak ada satu ekonom pun yang menaru harap pada Indonesia. Akan tetapi,
selama tiga dekade yang mengagumkan, mulai tahu 1968 rata-rata Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh sebesar 7,4 % pertahun. Hasilnya
pendapatan perkapita Indonesia tahun 1997 mencapai 906 dolar AS, lebih dari
empat kali lipat pendapatan tahun 1968. 4.

Pada tahun 1969 hingga 31 Maret 1974 PELITA I dilaksanakan yang


menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran yang ingin dicapai pada tahap ini
adalah pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Fokus yang diinginkan adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Program yang
digalakan pada waktu itu adalah Revolusi Hijau. Ini untuk mengantisipasi inport
beras Indonesia yang berkisar 1.000 ton pertahun pada tahun 1964. 5 1 April 1974 
hingga 31 Maret 1979 PELITA dua bergulir. Sasaran utamanya adalah tersedianya
pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan PELITA II cukup berhasil.
Pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir PELITA I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat PELITA II, inflasi turun menjadi
9,5 %. Pertumbuhan ini tidak terlepas dari melonjaknya harga minyak secara pesat
pada tahun 1973-1983. Indonesia meraut keuntunga dari kenaikan ini yang pada
tahun 1973 pendapatan dari minyak hanya 0,4 miliar dolar AS menjadi 2.8 miliar
dolar pada tahun 1975 dan ini merdampak pada kanikan pendaptan perkapita dari
5,48 % pada tahun 1967-1976 menjadi 6,37 % pada tahun 1976-1980.6 Pada
tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984 PELITA III dilajutkan dangan
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan
4
BANK DUNIA “Era Baru Pengantasan Kemiskinan”. 2009
5
Khudori; Ironi Negeri Beras. 2008
6
Bank Dunia “Era Baru Pengantasan Kemiskinan”. 2009

UNIVERSITAS INDONESIA
lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan, yaitu:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,


pangan, dan perumahan.
2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
3. Pemerataan pembagian pendapatan
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya
bagi generasi muda dan kaum perempuan
7. Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Di ujung PELITA III Indonesia berhasil beruasembada pangan pada tahun
1984. Palita IV Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989.
Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi
resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan. Pada tahun 1989
hingga 31 Maret 1994 PELITA ke V di teruskan yang titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik
dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar
negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor
lebih baik dibanding sebelumnya. Pada tahun 1994 hingga 31 Maret 1999 adalah
masa PELITA VI yang titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor
ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor
ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini
terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

UNIVERSITAS INDONESIA
Semenjak krisis ini lah, kepercayaan sebagian pangamat dan masyarakat
terhadap paradikma pembangunan ekonomi runtuh, meskipun tidak bisa
dipungkiri kalau pambanguna pada masa orde baru telah berhasil munurunkan
angka kemiskinan dari 40.1 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun
1976 menjadi 11.36 persen pada tahun 19967, Swasembada pangan di tahun 1984,
penigkatan produksi beras dari 15.276 ton pada tahun 1974 menjadi 33.216 ton
pada tahun 1996,8 Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968
hanya AS$ 70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000 . Sukses
transmigrasi . Sukses KB , Sukses memerangi buta huruf.

Akan tetapi, sebagaimana pepatah “tak ada gading yang tak retak”,
pembangunan pada orba yang menggunakan paradikma pembagnunan ekonomi
juga banyak terdapak kekurangannya antra lain; Semaraknya korupsi, kolusi,
nepotisme, Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat, Papua contohnya, munculnya rasa
ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di
aceh dan Papua, kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran
yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun
pertamanya, Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak
merata bagi si kaya dan si miskin), Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan,
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel.

Kekurangan-kekurangan yang dihasilkan dari paradikan pembagnunan


ekomoni desebabkan oleh banyak hal, antara lain;

1. Menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan


pembagnunan dengan pendapatan per kapita sebagai ukurannya.

Hal ini bisa kita lihat dari keseriusan program-program pemerintah kala itu
untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Untuk mingkatkan pendapatan per

7
Bank Dunia “Era Baru Pengantasan Kemiskinan”. 2009
8
Khudori

UNIVERSITAS INDONESIA
kapita pemerintah malakukan dua hal; memanfaatakn sumberdaya alam yang ada
untuk menggenjot PDB dan menekan laju peningkatan jumlah penduduk. Hal ini
karena pendapatan per kapita adalah hasil bagi antara PDB dengan jumlah
penduduk. Semakin tinggi PDB yang dibagi dengan jumlah penduduk yang
sedikit maka semakin tinggi pendatan perkapita.
Untuk menggenjot PDB salah satu program yang digulirkan adalah Revolusi
Hijau. Revolusi hijau hanya bertujuan untuk memenuhi stok pangan negara,
sedangkan kesejahteraan petani terabaikan. Buktinya Data BPS menunjukan, nilai
tukar petani makin merosot; Pada tahun 1976, nilai tukar petani 113, pada 1979
dan 1989 mencapai 117. Namun pada tahun 1993 merosot menjadi 95 dan tahun
2009 NTP bertahan pada angka 101.9 Pada hal Indonesia telah bersuasembada
pangan pada tahun 1984 dan data produksi beras meningkat setiap tahun.10 Untuk
mengurangi laju pertumbuhan penduduk, pemerintah mengsosialisasikan perogrm
KB “cukup dua anak saja”. Pada tahun 1968 dibentuk lembaga Keluarga
Berencana Nasional-dengan status lembaga semi pemerintah – dan awal PELITA
pertama, tepatnya tahun 1970 melalui Keppres No. 8 pemerintah mengumumkan
pembentukan Badan Kordinasi Keluarga Berancana Nasional (BKKBN). Hasilnya
pada tahun 1993 laju pertumbuhan penduduk berhasil ditekan menjadi 1,66
persen11
Jadi kebijakan Revolusi Hijau dan KB hanyalah untuk menigkatkan
pendapatan per kapita, bukan untuk kesejahteraan rakyat.

2. Pembangunan yang terkonsentrasi pada pusat saja.


Konsentrasi pembangunan yang tidak seimbang antra pusat dan daerah
melahirkan ubanisasi. Pada tahun 1980 tingkat urbanisasi Indonesia baru
mencapai 22,3%, pada tahun 1990 meningkat menjadi 30,9% dan tahun 1994
menjadi 34,3%, dan ini diprediksikan akan terus bertambah.12 Dari sinilah muncul
masalah-masalah perkotaan yang komplek; kemiskinan perkotaan, kawasan
kumuh, anak jalanan, penganggura.

9
harian KOMPAS 16 September 2010.
10
Lihat Khudori hal. 35
11
http://www.gemari.or.id/file/edisi85/gemari8537.pdf
12
Edi Soharto hal. 141.2008

UNIVERSITAS INDONESIA
Disamping itu, konsentrasi pembangang yang tidak seimbang antra pusat
dan daerah melahirkan dan ketimpangan. Daerah-daerah dikeruk dananya untuk
pemabangunan pusat. Hasil pembangunan tidak terdistribusi secara merata.
Daerah yang ikut memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kas negara
hanya mendapat sidikit dari hasil pembangunan. Hal ini melahirkan ketidak
percayaan pemerintah daerah pada pemerintah pusta, sehingga mereka menuntut
untuk memisahkan diri dari Indonesia; Aceh dan Papua contohnya.

Jika dibandingakan pembangunan infrastruktur antara jawa dan Papua


sangat terlihat fenomena ini; di Jawa rata-rata jarak rumah tangga terdekat ke
puskesmas adalah empat kilometer sedangkan di Papua 32 kilometer. 66 persen
pemduduk miskin di Jawa/Bali memperoleh akses air bersih, sedangkan di Papua
hayan 9 persen.13

3. Lebih mengutamakam ekonomi makro


Tidak hanya antara wilayah, kesenjangan juga terjadi antara kaya dan
miskin, antara yang memiliki modal dan yang tidak. Hal ini karena pemerintah
orde baru lebih percaya pada pembangunan ekonomi makro ketimbang mikro
untuk mecapai tujuan pembangunannya. Karenanya pemerintah membutuhkan
invistesi modal yang besar untuk menggerkan pembangunan dan tentunya
cadangan modal pemerintah tidak cukup untuk hal ita, maka investasi modal
swasta dan asing sebagai solusinya. Jadi, memerintah membutuhkan pemilik-
pemilik modal untuk mengelolah sebagian sumberdaya negara yang ada. Meraka
mendapat perhatian yang besar dari pemerintah. Mereka menjadi ujung tombak
pembangunan. Pemerintah mengasumsikan bahwa, jika semua potensi
pembangunan dikerakan dengan baik maka akan terjadi pertumbuhan ekomoni,
dan jika pertumbuhan ekonomi telah sampai pada batasnya maka hukum trickle
down effek bermain, akhirnya dengan sendiri hasil pembangunan itu akan tumpah
atau mengalir ke mereka yang tidak memiliki modal atau miskin. Akan tetapi hal
tesebut tidak terjadi. Para pemilik modal terus memperluas daya tampung
keuntungannya sedangkan masyarakat kecil yang tidak memiliki modal sehingga
tidak bisa berpartisipasi dalam pembangunan hanya bisa menikmati dampak

13
Bank Dunia

UNIVERSITAS INDONESIA
kerusakan dari pembangunan. Intinya, pembangunan ekonomi hanya dikerakan
dan dinikmati oleh sebagian orang saja, haslinya adalah kesenjangan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh para ahli bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia belum tersebar secara merata. Penguasaan ekonomi (omzet) 10
konglomerat yang menguasai sekitar 30% PDB atau 200 konglomerat yang
menguasai 58% PDB, dapat dijadikan bukti kalau kesenjangan ekonomi masih
majadi isu yang mewarnai masyarakat Indonesia.14

4. Model kebijakan yang top-down

Dengan kebijak yang dirumuskan dari atas lalu dibreak down ke bawah
menutup peluang bagi masyarakat kecil untuk ikut aktif dalam menentukan
kebijakan pembangunan. Masyarakat hanya bertugas melaksanakan kebijakan
pembangunan dengan ketentuan-ketentuan yang sudah baku. Pemerintah
menentukan sebuah kebijakan, merumuskan Juklak dan Juknisnya lalu
duturunkan ke bawah untuk dilaknasakan oleh masyarakat di bawah pengawasan
Pemerintah. Model pendekatan seperti ini tidak memberikan peluang yang besar
bagi masyarak untuk mengembangkan diri mereka. Masyarakat tidak diajar untuk
memecahkan sendiri masalah mereka, malainkan solusi permasalahan masyarakat
dirumuskan pada tingkat atas. Konsekuensinya, masyarakat hanya mengetahui
satu solusi, untuk memecahkan satu masalah pada satu situasi. Ketika masalah itu
terus berkembang dan rumit serta kondisi berubah, solusi yagn ditawarkan oleh
pemerintah sebelumnya sudah tidak representatif untuk memecahkan masalah
tersebut. Ini mengindikasikan bahwa beban dan tanggung jawab pembangunan
hanya dipikul oleh pemerintah, kalu pun ada dari masayakat itu hanya sebagian
kecil saja.

Melihat kondisi ini, maka lahirlah pembangunan sosial


Pembangunan sosial menawarkan harus adanya hubungan yang langsung
antara tujuan pembangunan (kesejahteraan rakyat) dengan pembangunan ekonomi
sebagaimana yang dikemukakan oleh Midgle bahwa yang dimaksud dengan
pembangunan sosial adalah “sebuah peroses perubahan sosial yang terencana

14
Edi Soharto

UNIVERSITAS INDONESIA
yang dirancang untuk meninglatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu
keutuhan dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengaki dengan
dinamika proses pembangunan ekonomi”. Hasil Pembangunan ekonomi
digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan (kesejahteraan rakyat).

Pembangunan sosial tidak hanya menjadikan pertumbuhan ekonomi


sebagai indikator keberhasilan sebuah pembangunan, melainkan
mempertimbangan juga hal-hal seperti; Kesehatan, pindidikan, akses air bersih,
sanitasi, keamanan, perumahan, pekrjaan dll. Pembangunan sosial juga menuntut
pemerataan pembangunan antara pusat dan daerah, menggabungkan antara
pendekatan institusional dan residual, menggabungkan dua model kebijakan top
down dan botton up, melaksanakan strategi pembangunan sosial oleh individu,
masyarakat dan pemerintah.

2. Jelaskan arah kebijakan sosial yang menggambarkan pemikiran


pelaksanaan pembangunan sosial di Indonesia.
Meskipun pembangunan ekonomi di Indonesia dianggap kurang berpihak
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat banyak ini bukan berarti
pembagnunan ekonomi di Indonesia tidak memperhatikan pada penyelesaian
masalah-masalah sosial untuk meingkatkan kesekahteraan. Jika dirunut, kebijaka-
kebijakan pembangunan di Indonesia semenjak masa orba semapai reformasi telah
banyak mengindikasikan tentang kebijakan sosial yang terbingaki dalam
pemikiran pelaksanaan pembangunan sosial.
Jika merujuk pada hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dunia untuk
Pembangunan Sosial yang dilaksanakan pada tanggal 6-12 Maret tahun 1995 di
Kopenhagen, Denmark, Pembangunan Sosial dikemas dalam tiga dimensi yang
bertujuan untuk memecahkan tiga masala sosial; kemiskinan, ketenagakerjaan dan
integrasi sosial. Meskipun tiga dimensi pembangunan sosial ini baru dirumuskan
pada tahun 1995, akan tetapi pelaksanaannya di Indonesia telah ditempuh jauh
sebelum Konfrensi itu diselenggarakan, dimensi kemiskinan contohnya
Kebijakan-kebijakan sosial untuk menanggulagi kemsikinan telah ada
semenjak tahun 1960-an melalui straregi pemenuhan kebutuhan dasar (basic

UNIVERSITAS INDONESIA
needs) yang dikenal dengan Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun
(Penasbeda). Sayangnya kebijakan ini tidak bisa berjalan dengan baik karena
kondisi perpolitikan bangsa pada tahun 1965. Setelah orde lama berganti dengan
orde baru, hal serupa juga diwujudkan kembali melalui renacana pembanguna
lima tahun (PELITA) pada tahun 1969 PELITA I sampai 1999 PELITA VI. Pada
PELITA I kita kenal kebijakan Revolusi Hijau atau pada PELITA III digulirkan
progam pemerataan melalui delapan jalur pemerataan hingga tahun1984 Indonesia
berswasembada pangan. Jalur pembangunan ditempuh secara regular melalui
progaram sektoral dan regional. Pada tahun 1993 presiden mengeluarkan Inpres
No. 3 tentang Peningkatan Penaggulangan Kemiskinan yang bertujuan untuk
mengsinergikan program reguler sektoral dan regional. Sebelum krisi melanda
pada tahun 1997, kebijak-kebijakan penanggulangan kemiskinan berhasil
menurunkan angka kemiskinan dari 40.1 persen dari jumlah penduduk Indonesia
pada tahun 1976 menjadi 11.36 persen pada tahun 1996. Ketika krisi, angka
kemiskinan menjadi 17,9 di tahun 1998. Melihat fonomena ini, pemerintah
akhirnya meluncurkan kebijakan sosial dengan program Jaringan Pengaman
Sosial (JPS) yang dikordinasikan melalui Kepres No. 190 tahun 1998 tentang
Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaringan Pengaman Sosial.

Program-program penanggulangan kemiskinan baik sektoral, regional atau


khusus antara lain; P4K, KUBE, TPSP, KUD, UEDSP, Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT),
Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), P2MPD.
Pemerintah juga berkordinasi dengan Bank Indonesia, Bank Pembangun Daerah
(BPD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan
(LDKP) dan Kelompok Swadaya Masyarakat untuk menunjang pendanaan
program dan usah ekonomi mikro. Kini program penggulangan kemiskinan
dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
Pendekatan dalam PNPM Mandiri adalah Pendekatan atau upaya-upaya rasional
dalam mencapai tujuan program dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan program adalah pembangunan yang berbasis masyarakat dengan :

UNIVERSITAS INDONESIA
 Menggunakan kecamatan sebagai lokus program untuk
mengharmonisasikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
program.
 Memposisikan masyarakat sebagai penentu/pengambil kebijakan dan
pelaku utama pembangunan pada tingkat lokal.
 Mengutamakan nilai-nilai universal dan budaya lokal dalam proses
pembangunan partisipatif.
 Menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang sesuai dengan
karakteristik sosial, budaya dan geografis.
 Melalui proses pemberdayaan yang terdiri dari atas pembelajaran,
kemandirian dan keberlanjutan.

Jika pembangunan sosial didefanisikan sebagai “sebuah peroses


perubahan sosial yang terencana yang dirancang untuk meninglatkan taraf hidup
masyarakat sebagai suatu keutuhan dimana pembangunan ini dilakukan untuk
saling melengaki dengan dinamika proses pembangunan ekonomi”, maka
Kebijaka-kebijak sosial untuk mengatasi kemiskinan dan program-programnya, di
luar kekurangannya, merupakan salah satu gambaran pemikiran pelaksanaan
Pembangunan Sosial di Indonesia.

3. Bagaimana pendapat saudara tentang tujuan pembangunan untuk


meningkatkan kesejahteraan.
Pembangunan, apa pun model atau paradigma yang digunakan harus
memilik tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas akan memandu pembangunan
sebuah negara mengarah pada satu titik jelas. Artinya semua sumberdaya baik
manusia maupun alam akan digunakan sesara maksimal dan efisiens oleh
pembangunan untuk mecapai tujuannya.
Indonesia semenjak kemerdekaannya telah merumuskan tujuan
pembangunannya. Tujuan ini termuat dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945;
1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, 2.
memajukan kesejahteraan umum, 3. mencerdaskan kehidupan bangsa, 4. ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

UNIVERSITAS INDONESIA
dan keadilan sosial. Jadi salah satu tujuan pembangunan Indonesia adalah
meningkatkan kesejateraan masyarakat, dalam hal ini kesejahteraan sosial.
Menurut UU No 11 tahun 2009 “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan
fungsi sosial”. Untuk mencapai kondisi ini, maka semua variabel yang
mempengaruhi pembangunan indonesia harus terintegrasi dengan baik,
diantaranya;
1. Pembangunan sosial
2. Pembangunan ekonomi
3. Pembangunan Pendidikan
4. Pembangunan politik
5. Pembangunan hukum
6. Pembangunan spiritual

Pembagunan sosial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan


sosial masyarakat, antara lain bertemen, berkeluarga, cinta. Pembangunan
ekonomi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat
seperti; sandang, pangan, pekerjaan, serta kebutuhan biologis. Pembangunan
pendidikan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan seperti ilmu dan
pengetahuan. Pembangunan politik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan politik masyarakat, antara lain; kebutuhan mengeluarakan pendapat.
Pembangunan hukum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keamanan (bebas
dari ancaman, penjajahan, teror, dan sejenisnya). Pembangunan spiritul bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan jiwa, seperti kepuasan batin.

Agar semua semua kebutuhan di atas bisa diperoleh oleh masyarakat,


maka strategi yang harus dilakukan adalah;
1. Menciptakan kondisi yang memberikan peluang bagi individu dan
masyarakat bisa berkembang; menghilangkan struktur-struktur
penghambat, membuka lapangan kerja.
2. Menigkatkan kapasitas individu dan masyarakat; memberikan
pendidikan, pelatihan, sosialisasi.

UNIVERSITAS INDONESIA
3. Melindungi agar individu dan masyarakat tidak rentan terhadap kondisi
yang sewaktu-waktu mengancam.

UNIVERSITAS INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai