Pembakuan atau penstandaran bahasa adalah pemilihan acuan yang dianggap paling
wajar dan paling baik dalam pemakaian bahasa. Masalah kewajaran terkait dengan berbagai
aspek. Dalam berbahasa, misalnya, aspek ini meliputi situasi, tempat, mitra bicara, alat, status
penuturnya, waktu, dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut disebut juga dengan istilah konteks.
Konteks itulah yang menuntut adanya variasi bahasa. Dalam pemakaiannya, variasi
bahasa berhubungan dengan masalah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sosial. Berdasarkan
fungsinya itu,maka bahasa tidak menunjukkan adanya satu acuan yang dipergunakan untuk
berkomunikasi dalam segala fungsinya. Setiap acuan cenderung dipergunakan sesuai konteks
yang mempengaruhinya.
Karena adanya berbagai acuan itu, maka masalah utama standardisasi bahasa adalah
acuan manakah yang harus dipilih di antara berbagai acuan yang ada dalam berbagai variasi
pemakaian sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang akan ditetapkan sebagai
acuan standard dan Masalah pembakuan bahasa terkait dengan dua hal, yakni kebijaksanaan
bahasa dan perencanaan bahasa.
A. Bahasa Baku
Bahasa baku atau bahasa standar adalah bahasa yang memiliki nilai komunikatif yang
tinggi, yang digunakan dalam kepentingan nasional, dalam situasi resmi atau dalam lingkungan
resmi dan pergaulan sopan yang terikat oleh tulisan baku, ejaan baku, serta lafal baku (Junus dan
Arifin Banasuru, 1996:62). Bahasa baku tersebut merupakan ragam bahasa yang terdapat pada
bahasa bersangkutan. Ragam baku itu merupakan ragam yang dilembagakan dan diakui oleh
sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan diakui oleh sebagian
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Untuk menentukan apakah sebuah ragam bahasa itu baku atau tidak, maka ada tiga hal
yang dijadikan patokan. Ketiga hal tersebut adalah kemantapan dan kedinamisan, kecendikian
dan kerasionalan, serta keseragaman.
Proses pembakuan bahasa diadakan karena keperluan komunikasi. Dalam proses ini satu
variasi diangkat untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu dan variasi itu disebut bahasa baku atau
bahasa standar.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam usaha pembakuan ini adalah :
1. Kodifikasi
Himpunan dari hasil pemilihan mana yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya,
itulah kodifikasi. Jadi, yang mula-mula dilakukan ialah inventarisasi bahan dari sejumlah bidang
yang diperlukan. Kemudian diadakan pemilihan pada kelompok tiap bidang. Selanjutnya, hasil
pemilihan itu dihimpun menjadi satu kesatuan.
Dalam pengkodifikasian bahasa Indonesia akan menyangkut dua aspek yang penting,
yaitu:
Kodifikasi yang pertama akan menghasilkan sejumlah ragam bahasa dan gaya bahasa.
Perbedaan ragam gaya tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulisan, masing-masing
akan mengembangkan variasi menurut pemakaiannya di dalam pergaulan keluarga dan sahabat.
Kodifikasi yang kedua menghasilkan tata bahasa dan kosa kata yang baku. Pada
umumnya yang layak dianggap baku adalah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan
masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan lebih besar kewibawaannya.
2. Elaborasi
3. Implementasi
Setelah usaha kodifikasi dan elaborasi, maka harus diikuti oleh usaha implementasi yang
merupakan proses akhir dari usaha pembakuan bahasa. Terwujudnya implementasi dengan baik
berarti usaha pembakuan bahasa telah tercapai. Hal ini bergantung pada masyarakat, apakah
masyarakat menerima hasil kodifikasi dan usaha elaborasi tadi dengan sikap positif atau tidak.
Kalau usaha kodifikasi dan elaborasi dikerjakan oleh pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa atau lembaga-lembaga bahasa maka implementasi dilakukan oleh seluruh anggota
masyarakat.
Selain berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi, bahasa baku
mempunyai fungsi lain. Gravin dan Mathint (Chaer : 252) menjelaskan bahwa bahasa baku
bersifat sosial politik, yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemisah, fungsi harga diri, dan fungsi
kerangka acuan.
Alwi, dkk. (1998:14-20) menjelaskan bahwa bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga
di antaranya bersifat pelambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif.
1. fungsi pemersatu
Kridalaksana (1975) mencatat empat fungsi bahasa yang menuntut penggunaan ragam
baku, yaitu
1. komunikasi resmi
2. wacana teknis
1. fungsi pemersatu
1. pemersatu
2. penanda kepribadian
3. penanda wibawa