Anda di halaman 1dari 5

Hukum Bunuh Diri dan

Menyembahyangkan Jenazahnya
DIkirim oleh mohd masri di Julai 31, 2008

Ust. Abdul Kadir

Kesalahan membunuh diri merupakah satu kesalahan yang terlalu besar. Orang yang
membunuh dirinya akan diazab di akhirat kelak sebagaimana dia membunuh dirinya di
dunia sepertimana dijelaskan oleh Nabi S.A.W.

Abu Hurairah R.A. meriwayakan dari Nabi S.A.W.

‫َار َجهَنَّ َم يَتَ َر َّدى فِي ِه َخالِدًا ُمخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا َو َم ْن تَ َحسَّى‬
ِ ‫َم ْن تَ َر َّدى ِم ْن َجبَ ٍل فَقَتَ َل نَ ْف َسهُ فَهُ َو فِي ن‬
ُ‫َار َجهَنَّ َم خَالِدًا ُم َخلَّدًا فِيهَا أَبَدًا َو َم ْن قَتَ َل نَ ْف َسه‬
ِ ‫ُس ًّما فَقَتَ َل نَ ْف َسهُ فَ ُس ُّمهُ فِي يَ ِد ِه يَتَ َحسَّاهُ فِي ن‬
‫َار َجهَنَّ َم َخالِدًا ُمخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا‬
ِ ‫طنِ ِه فِي ن‬ ْ َ‫بِ َح ِدي َد ٍة فَ َح ِدي َدتُهُ فِي يَ ِد ِه يَ َجأ ُ بِهَا فِي ب‬
Maksudnya: “Sesiapa yang terjun dari bukit membunuh dirinya, dia akan terjun ke
dalam neraka jahannam kakal di dalamnya selama-lamanya. Sesiapa yang meminum
racun membunuh diiri, racun itu akan berada di dalam gengamannya, dia akan
menghirup racun itu di dalam neraka jahannam kekal di dalamnya selama-lamanya.
Siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan berada dalam
gengamannya, dia akan menikamkannya di perutnya di dalam neraka jahannam, kekal di
dalamnya selama-lamanya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Daripada Thabit bin Dhohak R.A. (‫)ثابت بن الضحاك‬, sabda Nabi S.A.W.:

‫ب بِ ِه يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬


َ ‫َم ْن قَتَ َل نَ ْف َسهُ بِ َش ْي ٍء فِ ْي ال ُّد ْنيَا ُع ِّذ‬
Maksudnya: “Sesiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu benda di dunia, dia akan
diazabkan dengan benda tersebut di hari kiamat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Daripada Jundub bin Abdillah R.A. (‫)جندب بن عبد هللا‬, katanya Nabi S.A.W. bersabda:

َ َ‫َكانَ فِي َم ْن َكانَ قَ ْبلَ ُك ْم َر ُج ٌل بِ ِه جُرْ ٌح فَ َج ِز َع فَأ َ َخ َذ ِس ِّكينًا فَ َح َّز بِهَا يَ َدهُ فَ َما َرقَأ َ ال َّد ُم َحتَّى َماتَ ق‬
‫ال هَّللا ُ تَ َعالَى بَاد ََرنِي‬
َ‫ت َعلَ ْي ِه ْال َجنَّة‬
ُ ‫َع ْب ِدي بِنَ ْف ِس ِه َح َّر ْم‬
Maksudnya: “Dahulu dikalangan umat sebelum kamu ada seorang lelaki yang ada
kecederaan (kemudian menjadi ulser), lalu dia tidak bersabar menanggung
kesakitannya, lalu dia mengambil pisau dan memotong tangannya sehingga darah tidak
berhenti sehinggalah dia mati. Firman Allah S.W.T.: “Tergesa-gesa hambaku kepadaKu
(dengan membunuh diri), aku haramkan untuknya syurga.” (al-Bukhari dan Muslim)

Hukum Orang Bunuh Diri

Perbuatan membunuh diri adalah termasuk di dalam kesalahan dosa-dosa besar,


perbuatan membunuh diri ini TIDAK termasuk di dalam perkara yang menyebabkan
seseorang terkeluar daripada Islam (Murtad) sebagaimana yang difahami oleh sebagai
daripada kita, melainkan bagi orang yang menghalalkan perbuatan tersebut, jika dia
menghalalkannya maka ketika itu dia dihukumkan sebagai kafir/murtad.
Kita tidak menghukumkan orang yang bunuh diri sebagai murtad, kerana Nabi S.A.W.
tidak melarang para sahabat dari menyembahyangkan jenazah orang yang membunuh
diri. Namun baginda sendiri tidak menyembahyangkan jenazah orang tersebut sebagai
pengajaran bagi orang lain. Maka menjadi sunnah kepada para ulama dan orang yang
dipandang mulia, tidak menyembahyangkan jenazah orang yang mati membunuh diri
sebagai mengikut perbuatan Nabi S.A.W. dan sebagai pengajaran kepada orang lain.

Daripada Jabir bin Samurah (‫ )جابر بن سمرة‬R.A. katanya:

‫ُصلِّ َعلَ ْي ِه‬


َ ‫ص فَلَ ْم ي‬ َ ‫أُتِ َي النَّبِ ُّي‬
َ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ َر ُج ٍل قَتَ َل نَ ْف َسهُ بِ َم َشاق‬

Maksudnya: “Didatangkan kepada Nabi S.A.W. jenazah seorang lelaki yang membunuh
diri dengan anak panah, lalu baginda tidak menyembahyangkan untuknya.” (Muslim)

Al-Imam al-Nawawi di dalam Syarah Sahih Muslim ketika mensyarahkan hadith ini
menyebut:

“Hadith ini menjadi dalil bagi ulama yang berpendapat tidak disembahyangkan jenazah
orang yang membunuh diri disebabkan maksiat yang dia lakukan, inilah mazhab ‘Umar
ibn ‘Abdul ‘Aziz dan al-Auza’ie. Manakal al-Hasan, al-Nakha’ie, Qatadah, Malik, Abu
Hanifah, al-Syafi’ie dan kebanyakan ulama berpendapat: Disembahyangkan ke atas
jenazah orang yang membunuh diri. (Jumhur) kebanyakan ulama ini menjawab tentang
hadith ini yang baginda tidak menyembahyangkannya sebagai melarang manusia dari
melakukan perbuatan yang sama (membunuh diri), namun jenazah itu disembahyangkan
oleh para sahabat…”
Adapun mengenai teks hadith yang menyatakan orang yang membunuh diri itu kekal
selama-lamanya di dalam neraka, para ulama menyatakan, ia ditujukan kepada orang
yang menghalalkan perbuatan membunuh diri tersebut, atau maksudnya boleh difahami
dengan memanjangkan tempoh azab ke atasnya di dalam neraka.

Wallahu a’lam
Ustadz Musyaffa, Lc menjawab:

Pertama: Panjang umur dengan amal yang shalih lebih baik bagi seorang mukmin,
sebagaimana sabda Nabi –shallallahu alaihi wasallam-:

“Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” (HR.
Ahmad dan Tirmidzy, di shahihkan oleh Albani)

beliau juga bersabda:

“Beruntunglah orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.“ (HR. Thabrani dan Abu
Nu’aim, dishahihkan oleh Albani).

Kedua: Ada banyak hadits yang melarang kita mengharapkan kematian, diantaranya:

“Janganlah mengharapkan kematian, dan jangan pula berdoa memohon kematian


sebelum datang waktunya! Karena amalnya akan terputus jika ajal menjemputnya, dan
karena umur seorang mukmin tidak akan menambah keculi kebaikan baginya.” (HR.
Muslim, no. 2682)

“Janganlah mengharapkan kematian, karena bisa jadi, ia adalah seorang yang baik, dan
diharapkan kebaikannya akan bertambah. Dan bisa jadi, ia adalah seorang yang jelek,
dan diharapkan ia berubah mengharapkan ridho Alloh (dengan taubat dan istighfar).”
(HR. Bukhari, no. 7235)

“Janganlah mengharapkan kematian karena tertimpa musibah duniawi, jika terpaksa,


maka hendaklah ia mengucapkan: ‘Ya Alloh panjangkan hidupku, jika kehidupan itu
lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku’!” (HR.
Bukhari, no. 5671, An-Nasa’i, no. 1820, dishahihkan oleh Albani)

Anas bin Malik radhiallahu’anhu mengatakan: “Seandainya aku tidak mendengar Nabi –
shollallohu alaihi wasallam pernah bersabda ‘Janganlah mengharapkan kematian’,
tentunya aku sudah mengharapkannya.” (HR. Bukhari, no. 7233)
Ketiga: Para ulama membedakan antara mengharapkan kematian karena fitnah (cobaan)
duniawi, dengan mengharapkan kematian karena fitnah ukhrowi (agama). Yang pertama
hukumnya makruh, yang kedua hukumnya boleh (Lihat Syarh Muslim, hadits no 2680,
karya Imam An Nawawi). Rosulullah –Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam sebuah
doanya, mengatakan: “Jika Engkau berkehendak memberikan fitnah (cobaan dalam
agama) kepada hambamu, maka cabutlah (nyawa)ku dalam keadaan tidak tertimpa
fitnah (cobaan) itu!“

Lajnah Da’imah (25/399) yang diketuai Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan:
“Mengharapkan kematian karena cobaan duniawi seperti sakit, miskin dsb, hukumnya
makruh.“

Lajnah Da’imah (2/323) juga mengatakan: “Mengharapkan kematian tidak


diperbolehkan, kecuali jika takut dengan fitnah (cobaan) dalam agamanya.“

Keempat: Boleh juga mengharapkan mati syahid, sebagaimana sabdanya: “Barangsiapa


memohon kepada Alloh mati syahid, maka Ia akan menyampaikannya ke derajat para
syuhada’ walaupun ia mati di atas ranjangnya.“ (HR. Muslim, no. 1909)

Kelima: Bunuh diri adalah dosa besar, karena adanya ancaman khusus baginya,
sebagaimana sabdanya:

“Barangsiapa bunuh diri dengan besi, maka di neraka jahanam nanti besi itu selalu di
tangannya, ia menusuk-nusukkannya ke perutnya selama-lamanya. Dan barangsiapa
bunuh diri dengan minum racun, maka di neraka jahanam nanti ia akan terus
meminumnya selama-lamanya. Dan barangsiapa bunuh diri dengan menjatuhkan diri
dari gunung, maka di neraka jahanam nanti, ia akan menjatuhkan (dirinya) selama-
lamanya.” (HR. Muslim, 109)

Jika Allah berkehendak, dosa bunuh diri bisa diampuni, sebagaimana firman-Nya:

َ ِ‫ك بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ ٰ َذل‬


‫ك لِ َم ْن يَ َشا ُء‬ َ ‫إِ َّن هَّللا َ اَل يَ ْغفِ ُر أَ ْن يُ ْش َر‬

“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni dosa selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki.” (Qs. An-Nisa: 48)

Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai