Menurut Ketua Ekspedisi Jelajah 92 pulau terluar dari Wanadri Irwanto Iskandar, ada 31 pulau
terpencil itu yang dihuni penduduk antara 3-300 kepala keluarga. "Mereka membutuhkan air
bersih, listrik, dan sambungan telekomunikasi," ujarnya di sela pameran dan lokakarya "Menjaga
Tepian Tanah Air" di Campus Center Timur Institut Teknologi Bandung, Senin (25/10).
Adapun staf ahli Panglima TNI Bidang Politik Keamanan Nasional Mayor Jenderal Liliek
Kushadiyanto mengatakan, kehadiran teknologi itu setidaknya diperlukan bagi 12 pulau terluar
yang rawan dimasuki atau direbut negara lain. Diantaranya alat untuk pengelolaan air tawar dan
sinyal telepon seluler atau radio komunikasi.
"Juga radar seperti untuk wilayah selatan Papua, Merauke, yang masih bolong sehingga bisa
dimasuki pesawat Australia," ujarnya. Dari catatan TNI, selusin pulau terluar yang rawan
diganggu negara lain misalnya Pulau Rondo, Berhala, Sekatung, Nipah, Marore, dan Rote.
Rektor ITB Akhmaloka mengatakan, kampusnya telah memiliki beberapa teknologi yang bisa
dipakai seperti penjernih air laut portable, juga panel surya. Alat tersebut siap dipakai jika
pemerintah berminat. "Universitas bikin teknologinya, tapi bukan pabrik. Tinggal koordinasinya
dengan pemerintah mau disalurkan ke mana," kata dia.
ANWAR SISWADI
Panglima TNI Prioritaskan Lindungi Daerah Perbatasan
SABTU, 02 OKTOBER 2010 | 11:25 WIB
Besar Kecil Normal
Tiga orang prajurit marinir melakukan patroli rutin di sekitar Pulau Nipah, Batam, Kepulauan Riau
(16/1). Pulau Nipah merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara
Singapura. ANTARA/Feri
TEMPO Interaktif, Jakarta- Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan akan
mengutamakan pengawasan dan perlindungan di daerah-daerah perbatasan. Agus juga
menekankan perhatian terhadap pulau-pulau terluar tanah air dalam kepemimpinannya. "Daerah
perbatasan dan pulau terluar menjadi prioritas dalam program pembangunan 5 tahun ke depan,"
ujarnya usai upacara serah terima jabatan di Markas Besar TNI Cilangkap, Sabtu (2/10).
Agus mengatakan, penjagaan dan perlindungan terhadap daerah perbatasan dan pulau terluar
sejalan dengan visi TNI dalam mempertahankan kedaulatan negara. Untuk mendukung
perwujudan program tersebut, Agus menambahkan, TNI juga akan memperkuat alutsista (alat
utama sistem persenjataan) sebagai sarana pembangunan kekuatan.
Penguatan alutsista yang dimiliki TNI akan dilakukan secara bertahap namun pasti. "Kita paham
bahwa membangun kekuatan besar dalam waktu singkat tidak mungkin. Pasti harus bertahap,"
terang dia.
Laksamana TNI Agus Suhartono hari ini resmi menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso yang
telah 2 tahun 9 bulan memimpin TNI. Dengan banyaknya keterbatasan dan kendala yang
dihadapi TNI, Agus juga mengharapkan dukungan dari para sesepuh TNI, masyarakat,
pemerintah, dan parlemen.
STRATEGI PENGEMBANGAN PERBATASAN WILAYAH KEDAULATAN
NKRI
oleh :
Eddy MT. Sianturi, SSi dan Nafsiah, SP,
Peneliti Puslitbang Strahan Balitbang Dephan
d. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional
maupun nasional.
Aspek Ideologi.
Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat
menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal
kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari
rakyat Indonesia. Pada saat ini penghayatan dan peng-amalan Pancasila sebagai ideologi
negara dan falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti dulu lagi,
karena tidak seiramanya antara kata dan perbuatan dari penyelenggara negara. Oleh
karena itu perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-
menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan
dari para pemimpin bangsa.
Aspek Politik.
ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun selain dapat
menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat
bangsa. Situasi politik yang terjadi di negara tetangga seperti Malaysia (Serawak &
Sabah) dan Philipina Selatan akan turut mempengaruhi situasi keamanan daerah
perbatasan.
Aspek Ekonomi.
1) Lokasinya yang relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.
Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat,
teknologi informasi dan komunikasi terutama internet, dapat mempercepat masuk dan
berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh
budaya asing tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita, dan dapat
merusak ketahanan nasional, karena mempercepat dekulturisasi yang bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Masyarakat daerah perbatasan
cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan
lebih besar dan kehidupan ekonominya sangat tergantung dengan negara tetangga.
Daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran
penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah,
pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien.
Seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak
dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan
keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara langsung dan tidak
langsung. Daerah perbatasan rawan akan persembunyian kelompok GPK,
penyelundupan dan kriminal lainnya termasuk terorisme, sehingga perlu adanya
kerjasama yang terpadu antara instansi terkait dalam penanganannya.
Penanganan perbatasan selama ini memang belum dapat dilakukan secara optimal dan
kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara berbagai pihak
baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Lebih memprihatinkan lagi keadaan
masyarakat sekitar daerah perbatasan negara, seperti lepas dari perhatian dimana
penanganan masalah daerah batas negara menjadi domain pemerintah pusat saja,
pemerintah daerahpun menyampaikan keluhannya, karena merasa tidak pernah diajak
serta masyarakatnya tidak mendapat perhatian. Merekapun bertanya siapa yang
bertanggung jawab dalam membina masyarakat di perbatasan ? Siapa yang harus
menyediakan, memelihara infrastruktur di daerah perbatasan, terutama daerah yang
sulit dijangkau, sementara mereka tidak tahu dimana batas-batas fisik negaranya ?
4) Pengelolaan kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja
sama bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan
Mentarang yang terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara
Kalimantan Timur, sepanjang perbatasan dengan Sabah Malaysia, seluas 1,35 juta
hektare. Taman ini merupakan habitat lebih dari 70 spesies mamalia, 315 spesies
unggas dan ratusan spesies lainnya.
7) Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara pemicu
orientasi perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar (ke Malaysia)
lebih mudah dibandingkan ke ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kalimantan.
8) Tidak tercipta keterkaitan antar kluster social ekonomi baik kluster penduduk
setempat maupun kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan, baik
keterkaitan ke dalam maupun dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga.
9) Adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan
akibat adanya peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek ke-amanan dan politis,
maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara, baik
sumber daya alam darat maupun laut.
Berdasarkan isu strategis dalam pengelolaan daerah perbatasan negara selama ini,
dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang menonjol di daerah perbatasan
sebagai berikut :
a) Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.
e) Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan laut.
g) Mental dan professional aparat (stake holders di pusat dan daerah serta aparat
keamanan di pos perbatasan).
3) Politik luar negeri yang bebas-aktif dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4) Join Commisison Meeting RI – Malaysia (JCM) diketuai oleh Departemen Luar Negeri
yang sifatnya kerjasama bilateral.
Dalam penanganan masalah perbatasan agar dapat berjalan secara optimal perlu
dibentuk lembaga yang dapat berbentuk :
Badan (LPND) yang mandiri terlepas dari institusi lain dan langsung di bawah presiden.
Bentuk ini mempunyai kelebihan bersifat otonom, hasil kebijakannya bersifat operasional
dan personil terdiri dari sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang kerjanya.
Sedangkan kelemahannya dapat terjadi pengambil-alihan sektor, sehingga kebijakan
yang ditetapkan kurang didukung oleh sektor terkait.
Mewujudkan sabuk pengaman (koridor). Dalam menjaga kedaulatan Negara dan
keamanan. Untuk lebih mewujudkan keamanan negara RI Khususnya di wilayah
perbatasan dengan negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang berfungsi
sebagai sarana kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu sepanjang
perbatasan.
Penataan batas negara dalam upaya memperkokoh keutuhan integritas NKRI. Penataan
batas seperti yang telah diuraikan di atas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun
buatan. Dengan kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik
wilayah negara RI.
Jumlah pulau 17.508, panjang pantai 80.791 Km, luas wilayah termasuk ZEE 7,7 juta
Km lautan 5,8 juta Km.
2) Potensi kehutanan
3) Potensi kehutanan/perkebunan
4) Potensi perikanan
Penutup
Namun gagasan itu masih angan-angan. Pada masa lalu juga pernah
ada panitia
koordinasi wilayah nasional dan kini sudah tidak berfungsi lagi.
Pengadilan Internasional
Mengenai tidak jelasnya wilayah perbatasan Indonesia, menurut
Kepala Badan
Pelatihan dan Pendidikan Departemen Pertahanan, Marsekal Muda
Koesnadi
Kardi, menyebabkan lemahnya posisi Indonesia jika masalah
perbatasan dibawa
ke pengadilan internasional seperti kasus Sipadan-Ligitan.
Ia berpendapat, hanya perbatasan dengan negara Papua Niugini dan
Timor Timur
yang berbatasan darat dengan Indonesia, sedangkan perbatasan
dengan negara
lainnya berupa lautan. Pada titik inilah pemerintah harus segera
berbenah.
"Jika
tidak, wilayah negara lain akan bertambah dan wilayah negara kita
akan
berkurang," katanya kepada SH. Ia menegaskan, pemerintah
seharusnya
mengembangkan strategi politik, strategi ekonomi dan strategi militer
secara
bersamaan untuk menjamin keamanan nasional.
Komandan Pangkalan Angkatan Laut Letkol (Laut) Ibnu Parna
mengatakan, TNI AL
terus mengintensifkan patroli di daerah perbatasan Indonesia dengan
Malaysia
di perairan di Pulau Kalimantan, antara Selat Ambalat hingga Pulau
Karang
Unarang.
Keempat KRI yang berpatroli di wilayah perbatasan akan bergantian
melakukan
patroli, yakni KRI Wiratno, KRI Nuku, KRI Rencong, dan KRI Karel
Satsuit
Tubun. KRI Wiratno membawa 60 personel TNI AL, KRI Nuku
membawa 60 personel,
KRI Rencong membawa 65 personel, KRI KS Tubun membawa 120
personel.
“ Indonesia kini memakai peta 2009, sedangkan Malaysia memakai peta 1979 “ ujarnya. Selain
itu, lanjut Aida, Singapura juga memisahkan diri dari Malaysia dan menyisahkan masalah
perbatasan. Sementara itu, perbatasan RI-Malaysia belum terselesaiakan saat Singapura
memisahkan diri. Karena itu Malaysia dan Singapura harus menuntaskan dulu persoalan
perbatasannya
Anggota DPD RI Provinsi Kepulauan Riau itu mengungkapkan, sebagian perbatasan wilayak
Negara Indonesia dan Negara tetangga di dasarkan pada hasil perjanjian-perjanjian perbatasan,
antara penjajahan Belanda dan Inggris, sedangkan perkembangan hukum internasional sesudah
itu, tidak sepenuhnya disetujui oleh pihak yang terkait langsung, dalam hal ini Indonesia dengan
Malaysia.
Melalui Deklarasi juanda dan UNCLOS/ United Nation Convention on The Law of The Sea 1982
( Konvensi PBB tentang hukum laut internasional) Indonesia mengukuhkan diri sebagai Negara
kepulauan, sedangkan Malaysia hanya di akui sebagai Negara pantai.
Salah satu konsekuensi Deklarasi Juanda dan UNCLOS 1982 adalah melebarnya wilayah laut
Negara Indonesia dan wilayah yuridikasi Indonesia. Yang di maksud dengan wilayah yuridikasi
berdasarkan Undang-undang No. 43 tahun 2008 tentang zona Ekonomi eksklusif, Landas
kontinen dan Zona Tambahan di mana Negara memiliki hak berdaulat dan kewenangan tertentu
laianya.
“ Panorama Deklarasi Juanda, UNCLOS 1982 dan UU wilayah Negara membuat batas wilayah
Indonesia masuk dalam wilayah yang di per-sengketakan “ ujar Aida. ApalagI, lanjutnya, pada
kawasan Selat Malaka dan Selat Singapura, jarak pulau terdepan Indonesia dengan Singapura dan
Malaysia kurang dari 200 mil lau
Secara fakta, warga Timor Leste yang memasuki wilayah (Unresolved Segment)
tidak dilarang oleh Pos UPF, sedangkan warga Indonesia dilarang oleh petugasPos
TNI. Sementara pendapat masyarakat Nakuta (Timor Leste) menganggap
bahwa lahan tersebut sudah masuk wilayah Timor
Leste. Sehingga pernah pasukan patroli pas-pam TNI yang melaksanakan patroli
di wilayah Dusun Naktuka dianggap telah melanggar batas wilayah, dan pernah
dihadang oleh masyarakat setempat dengan menggunakan parang, dan memutus
jembatan serta memblokir jalan yang dilalui petugas TNI. Bahkan, pemangku adat
Kerajaan Amfoang Robby G.J. Manoh pada tanggal 12 Juni 2009 pernah
menyatakan, apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk
menyelesaikan persoalan perbatasan, pihaknya menyatakan perang.
Analysis
Pasca reformasi, isu tentang perbatasan tidak pernah surut dari diskursus publik,
bahkan semakin hari semakin gencar sehingga menjadi komoditas publik dan politik
yang tiada habisnya. Kasus-kasus yang muncul pun silih berganti dan semakin
beragam, baik itu berupa isu maupun suatu fakta realitas di lapangan, baik tingkat lokal,
regional maupun internasional, dan isu yang terakhir adalah Askar Wataniah.
Pemerintah daerah yang berbatasan langsung tidak memiliki kewenangan yang eksplisit
untuk menangani kawasan perbatasan, selain dari aspek perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, karena terkait dengan kewenangan yang tidak diserahkan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten.
Mengapa pasca reformasi isu perbatasan semakin mencuat ? Menurut hemat penulis
adalah terjadinya pergeseran paradigma dalam pelaksanaan pembangunan dari
sentralistis menjadi desentralistis. Paradigma yang mengandalkan sistem sentralistik
sangat menekankan pendekatan tradisional, sehingga lokasi yang jauh dari pusat
pemerintahan menjadi kurang diperhatikan bahkan terlupakan atau lebih ekstrim lagi
dilupakan. Dalam konsepsi pemikiran tradisional pada konsteks politik kewilayahan
bukan saja menyebabkan pemerintah lebih sibuk mengurus wilayah di lingkungan dan
disekitar pusat pemerintahan, tetapi memiliki kecenderungan kurang memperhatikan
wilayah yang lebih jauh dari pusat dan praktis melupakan daerah perbatasan. Sikap
tradisional sistem pemerintahan yang menjadikan wilayah perbatasan sebagai daerah
pinggiran dalam pertimbangan politik dan ekonomi merupakan suatu kesalahan masa
lalu yang tak bisa ditolerir lagi.
Paradigma ini erat kaitannya dengan trilogi pembangunan yang menjadi dasar bagi
Pemerintahan Orde Baru saat itu. Pendekatan trickle down effect pun tidak cocok untuk
menjawab dan menganalisa proses pembangunan kawasan perbatasan, karena tetesan
bahkan percikannya pun tidak sampai pada daerah-daerah perbatasan, sebagai daerah
terdepan dengan negara tetangga atau dunia internasional. Bahkan yang terjadi
merupakan hal kontradiktif, yakni terjadinya eksploitasi sumber daya alam, khususnya
kehutanan atau kayu (illegal logging) besar-besaran dengan satu alasan “sebagai
daerah sabuk pengaman atau daerah lini satu.”
Masyarakat di kawasan perbatasan dapat dikategorikan “mendiami tanah perjanjian”.
Karena masyarakat perbatasan dijanjikan dibangun unit sekolah baru mulai dari SD
sampai dengan SMA, akan direkrut menjadi anggota baru TNI, POLRI, APDN, siapapun
tahu bahwa mereka (masyarakat di kawasan perbatasan) memiliki kontribusi yang tak
ternilai dalam hal perjuangan di kawasan perbatasan, terutama pada saat curahan
politik konfrontasi terhadap Malaysia dan usaha penghancuran dan penumpasan unsur-
unsur yang dianggap sebagai pendukung PGRS/PARAKU pada tahun 1960-1970-an.
Tetapi sampai saat ini, perbatasan masih identik dengan daerah terbelakang, terisolir,
tertinggal, dan marginal, sehingga orientasi pemikiran, lebih dominan ke Serawak,
karena lebih maju dan secara geografis lebih dekat, harga barang-barang terjangkau
walaupun berkualitas. kondisi sosial budaya, tingkat pendidikan, dan kesehatan masih
dalam kategori yang rendah bahkan sangat memprihatinkan.
Siapapun yang pernah mengunjungi wilayah perbatasan akan tahu bahwa lebih mudah
untuk mendengar radio dan melihat TV negeri jiran. Maka apa yang dikatakan, kalau
penduduk di daerah perbatasan merasa lebih akrab dengan suasana sosial–politik,
bahkan kebudayaan dari negara tetangga merupakan sesuatu yang sangat lumrah. Jika
mau jujur dengan fakta sejarah, maka pada proses hukum yang lagi ditegakkan di tanah
air, kayu-kayu daerah lini satu perbatasan telah lama dieksploitasi, sehingga terjadi efek
negatif yang membahayakan, dan merugikan pihak RI, bila kawasan perbatasan
dirambah secara tak terkendali, oleh negara tetangga (polarization effect). Artinya,
sumber kekayaan alam dan SDM suatu negara, ditarik ke negara tetangga tanpa
memberikan manfaat bagi negara yang memiliki SDA dan SDM secara proporsional.
Terkait dengan efek polarisasi tersebut, sudah bukan rahasia umum lagi selama rezim
Orde Baru perbatasan lebih didominasi oleh HPH tertentu, tetapi belum begitu gencar
dikritisi oleh para pemerhati lingkungan hidup, supaya dikategorikan dan ditetapkan
sebagai pelaku illegal logging, daripada masyarakat yang menebang satu pohon
dihalamanya sekarang ini dituduh dan ditetapkan sebagai pelaku illegal logging.
Data dan fakta menunjukkan bahwa kawasan perbatasan Provinsi Kalimantan Barat,
merupakan provinsi yang berbatasan dengan negara bagian Serawak Malaysia.
Panjang garis perbatasan Kalimantan Barat dengan Sarawak adalah 966 kilometer,
yang melintasi 113 desa dalam 15 kecamatan dan di 5 kabupaten. Aktivitas perlintasan
batas tradisional melalui jalur darat lebih banyak terjadi di (5) lima kabupaten perbatasan
tersebut. Oleh karena itu, selain pintu lintas batas resmi, di Kalimantan Barat juga
terdapat banyak pintu lintas batas tidak resmi. Di wilayah ini tercatat sebanyak 50 jalur
jalan setapak yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dan 32 kampung di
Sarawak. Dari 50 jalan setapak tersebut, telah disepakati 16 desa di Kalimantan Barat
dan 10 kampung di Sarawak sebagai Pos Lintas Batas (PLB).
Dari PLB-PLB tersebut, Entikong sejak 25 Februari 1991 telah diresmikan sebagai Pos
Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) atau istilah dalam keimigrasian disebut dengan
Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), menyusul disepakati melalui SOSEK MALINDO
Nanga Badau di Kapuas Hulu pada tanggal 17 Desember 1998 dan Aruk di Sambas
pada tanggal 12 Mei 2005 sebagai PPLB/TPI yang diharapkan bisa dioperasikan pada
tahun 2007, diharapkan dapat menyusul TPI Jagoi Babang Kab. Bengkayang. Namun
kenyataannya masih menunggu waktu karena selalu berubah-ubah dan banyaknya
kepentingan yang terjadi.
Fungsi Perbatasan
Batas negara pada dasarnya merupakan garda terdepan dalam hubungan dengan luar
negeri atau dunia internasional. Untuk itu, dikenal konsep daerah frontier dan boundary.
Frontier merupakan wilayah yang berada di depan, sedangkan boundary mengandung
makna garis batas, yang tegas dalam aspek politik, sesuai dengan kedudukan suatu
negara. Frontier dan boundary terkait dengan integrasi nasional dan kedaulatan NKRI.
Apabila argumentasi klasik tetap menjadi alasan yang fundamental yakni wilayah NKRI
terlalu luas, maka jawabannya diperlukan strategi dan kebijakan khusus untuk
menangani persoalan-persoalan krusial di perbatasan. Strategi dan kebijakan yang
dimaksud adalah kebijakan yang integral dan holistik. Tidak waktunya lagi untuk mencari
“kambing hitam dan kambing putih”, mengedepankan aspek pertahanan dan keamanan
semata (security), tetapi aspek kesejahteraan (prosperity approach) yang selama ini
didengungkan dapat diimplementasikan secara bertahap. Aspek kesejahteraan juga
beragam sebagaimana yang tercantum dalam indek pembangunan daerah (regional
development index), yakni mulai dari pembangunan ekonomi, pembangunan manusia,
pembangunan lingkungan hidup, pembangunan insfruktur dasar, dan penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Pembangunan kawasan perbatasan bukan zamannya lagi dijadikan isu dan komoditas
politik oleh berbagai pihak, sebagai tempat rekreasi berbagai instansi, tetapi perlu
tindakan nyata secara profesional dan proporsional oleh pemerintah secara berjenjang.
Karena Wacana tanpa aksi nyata dan komitmen yang kuat akan sia-sia, dan kondisi
yang demikian akan bertentangan dengan keharusan konstitusional dari sebuah tatanan
negara modern. Akhirnya, Quo Vadis Pembangunan Perbatasan ? Masih menjadi
pertanyaan besar bagi segenap pihak yang konsen terhadap perbatasan antar negara.