LANDASAN TEORI
Scott (2000) mengemukakan bahwa compensation plan adalah kontrak agensi antara
perusahaan dan manajernya yang berusaha untuk menyelaraskan kepentingan pemilik dan
manajer dengan kompensasi manajer berdasarkan satu atau lebih ukuran kinerja manajer
dalam mengoperasionalkan perusahaan. Sesuai dengan Fama (1980), Lu (2000) menyatakan
bahwa potensi konflik kepentingan ada antara manajer profesional dan shareholders.
Sehubungan dengan konflik kepentingan antara manajemen dengan shareholder maka untuk
mengurangi agency problem antara manajer dan shareholders diperlukan kontrak kompensasi
bagi manajer yang umumnya berisi provisi untuk mendorong manajer memaksimalisasi nilai
saham (Watts dan Zimmerman 1986).
Perencanaan kompensasi manajemen dalam sektor profit sering memperkenankan
manajer untuk mendapatkan bagian laba karena level target yang didasarkan pada laba bersih
akuntansi (Robbins et al 1993). Cochran (2000) mengungkapkan bahwa kebanyakan bonus
menggunakan beberapa ukuran kinerja terkait dengan laba bersih didalam mengkalkukasi
bonus yang diterima manajer. Sehubungan dengan itu, jika ada kenaikan laba bersih secara
langsung menaikkan kompensasi yang diterimma oleh manajer. Pernyataan ini selaras dengan
teori akuntansi positif Watts dan Zimmerman (1986) mengungkapkan bahwa ceteris paribus,
manajer perusahaan dengan bonus plan lebih menyukai untuk memilih prosedur akuntansi
yang memindahkan pelaporan laba masa akan datang ke periode sekarang. Selanjutnya Inoue
dan Thomas (1996) menyatakan bahwa manajer yang pembayaran bonusnya ditentukan
berdasarkan besarnya laba perusahaan mempunyai insentif untuk meningkatkan laba melalui
prosedur akuntansi.
Konsep dan penelitian terdahulu tentang bonus plan dengan pemilihan kebijakan
akuntansi dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
GAMBAR 2.1 BONUS PLAN
5. Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka panjang, pemberian kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-
biaya yang tidak perlu. Sering kali perusahaan mengeluarkan biaya-biaya yang tidak perlu
akibat rendahnya produktifitas karyawan atau krang efektif dan efisiennya kinerja karyawan.
Dengan pemberian kompensasi yang baik diharapkan kinerja karyawanpun akan lebih efektif
dan efisien, sehingga perusahaan pun dapat memperbesar pemasukannya.
Tidak
Langsung Karena
Langsung
(Tunjangan) Karier
Gaji
Pembayar Proteksi Aman Pada
an Pokok Upa Jabatan
h Asuransi
Pembayar Peluang
an Pesangon Promosi
Prestasi Pengakuan
Sekolah
Pembayar Karya
Anak
an Temuan Baru
Pensiun
Insentif Prestasi
Komisi Istimewa
Komisi Luar
Bonus Jam Kerja Lingkungan
Kerja
Bagian
Lembur
Keuntung
an Hari Besar Dapat Pujian
Opsi
Saham Cuti Sakit Bersahabat
Pembayar
Nyaman
an Cuti Hamil
Bertugas
Tertanggu Menyenangka
h Fasilitas n
Kondusif
Tabungan Rumah,
Hari Tua Biaya
Pindah
Saham Kendaraa
Kumulatif n
1. Sistem prestasi
Sistem ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah dengan prestasi kerja yang
ditunjukkan oleh karyawan. Jadi sedikit atau banyaknya upah yang diterima tergantung pada
seberapa besar hasil atau prestasi kerja yang berhasil dicapai oleh karyawan dalam waktu
tertentu. Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif agar menjadi lebih
produktif.
2. Sistem waktu
Dalam sistem ini, besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti jam,
hari, minggu, bulan. Besarnya upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Kelemahan dari sistem waktu ini adalah:
a. Mengakibatkan menurunnya semangat karyawan yang produktifitasnya tinggi
b. Tidak membedakan usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan
c. Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh-sungguh bekerja.
Sedangkan kelebihannya adalah:
a. Dapat mencegah hal-hal yang kurang diinginkan seperti diskriminasi maupun
kompetisi yang kurang sehat
b. Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik
Debt Covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh kreditur untuk
membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan recovery pinjaman (Cochran,
2001). Sebagian besar kesepakatan utang berisi perjanjian (covenant) yang mengharuskan
peminjam memenuhi syarat yang disepakati dalam perjanjian utang (Scott, 2000). Watt dan
Zimmerman (1986) mengidentifikasikan perjanjian seperti pembatasan deviden (devidend
restriction) dan pembatasan pembelian kembali saham (share repurchase restriction),
pembatasan modal kerja (working capital restriction), pembatasan merger (merger
restriction), dan pembatasan akuisisi (acquitition restriction), pembatasan investasi
(investment restriction), asset disposal restriction, dan future financing restriction merupakan
bentuk debt covenant. Sementara itu, Smith dan Warner (1979) menganalisis bentuk umum
restriksi yang ditemukan dalam debt covenant dan menunjukkan bagaimana bagian-bagian
covenant mengurangi konflik kepentingan bondholder-share-holders. Ketika debt covenant
berisikan beberapa restriksi atas keuangan, aktivitas investasi dan produksi perusahaan, hanya
restriksi yang didasarkan pada angka akuntansi yang mempunyai arti penting dalam
penelitiannya. Restriksi yang berdasarkan angka akuntansi meliputi restriksi pembayaran
deviden, mengadakan tambahan utang, mengelola modal kerja, dan investasi pada bisnis lain.
Kontrak hutang jangka panjang (debt covenant) merupakan perjanjian untuk melindungi
pemberi pinjaman dari tindakan-tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, seperti
pembagian deviden yang berlebihan, atau membiarkan ekuitas berada di bawah tingkat yang
telah ditentukan. Semakin cenderung suatu perusahaan untuk melanggar perjanjian hutang
maka manajer akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat mentransfer laba
periode mendatang ke periode berjalan karena hal tersebut dapat mengurangi resiko.
Teori akuntansi positif tentang hipotesis debt covenant menyatakan bahwa manajer
pada perusahaan yang mempunyai rasio debt/equity yang lebih tinggi lebih menyukai
menggunakan metode akuntansi yang dapat menaikkan laba (Watts dan Zimmerman, 1990).
Selanjutnya Zhou (2000) menghipotesiskan bahwa manajer perusahaan dengan tingkat utang
yang lebih tinggi melakukan pengelolaan laba (earnings management) untuk memperbaiki
rasio keuangan dan mengurangi kemungkinan pelanggaran debt covenant. Pada saat ada
restriksi bagi manajemen, manajemen akan patuh pada keinginan bondholder. Hal ini
disebabkan biaya untuk menghindari debt covenant sangat mahal. Manajer dapat
menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk mengambil kebijakan pelaporan
keuangan. Dengan demikian, manajer mempunyai insentif dan kesempatan untuk
menghindari melanggar debt covenant dengan mengeksplorasi fleksibilitas prinsip akuntansi
yang berterima umum (Cochran, 2001; Zhou, 2000).
Manajer memilih kebijakan akuntansi yang melaporkan laba lebih tinggi dengan
pertimbangan agar tidak terjadi kegagalan tehnik (technical default), karena kebanyakan debt
covenant menyatakan bahwa peminjam harus memenuhi syarat tertentu selama periode
tertentu (Scott, 2000). Selanjutnya, pemilihan kebijakan akuntansi ini dilakukan untuk
melaporkan laporan keuangan yang menyenangkan dalam terminologi creditorworthiness
(Bowen et al., 1995). Sejalan dengan itu, manajer juga memilih kebijakan untuk melepaskan
pembatas perjanjian utang yang ditentukan oleh prinsip akuntansi berterima umum
(Missionier-Piera, 2005) dan manajer mencoba untuk mengembangkan fleksibilitas keuangan
perusahaan (Easton et al., 1993) dalam rangka untuk mencegah pelaporan dengan image of
financial distress (Malmquist, 1990). Pertimbangan pelaporan yang bersifat increasing
income ini juga relevan bagi perusahaan untuk mendapatkan penambahan utang, sehingga
perusahaan mendapatkan pinjaman dengan proporsi yang lebih tinggi dibanding assets yang
dimilikinya ( Zimmer, 1986; Cullinan dan Knoblett, 1994; Piot, 2001).
Kontrak agensi antara manajemen dengan debtholder mengikat manajemen pada debt
covenant yang dibuat oleh debtholder. Debt covenant ini mendorong manajemen untuk
berperilaku oportunis dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran debt covenant. Perilaku
oportunis manajemen diwujudkan dengan memilih kebijakan akuntansi yang dapat
menaikkan laba. Kebijakan akuntansi yang dapat menaikkan laba akan menghindarkan
manajemen dari pelanggaran debt covenant, sehingga kinerja manajemen menjadi baik.