Anda di halaman 1dari 4

Pentingnya Syahadatain

Ust. Tizar zein

Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah…..


(QS47:19)

Jumlah umat Islam kini sangat banyak. Sebagian besar mereka


terkategorikan sebagai Islam keturunan atau kebetulan terlahir sebagai muslim dari
orang tua. Kenyataan akan jumlah yang banyak tidak berkorelasi dengan
pemahamannya kepada Islam secara benar, orisinil dan utuh. Hakikat memahami
Islam dimulai dari memahami inti sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadah
(syahadatain). Kalimat tersebut terdiri dari Laa Ilaaha Illallah dan Muhammadun
Rasulullah. Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak
memahami hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam penyakit
kebodohan dan kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislamam
seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat
bertahan.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekedar
mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya betul-betul
memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah
memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan
sekedar mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk
keyakinan (i’tiqod) dalam hati.

Pentingnya Syahadatain

Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:

1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)


Qs 2:108

Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah
memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya
akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi
kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai
dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini
mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyyah) yang
benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.

2. Intisari doktrin Islam (Khulasoh ta’aliimil Islam)

Intisari ajaran Islam terdapat terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu anlaa
ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan
asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad
Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi
kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata
(Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah).
Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan,
kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita,
harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama
menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas
prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”.
Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi sebelumku
adalah Laa ilaaha illallah” (al-Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai
dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar  bukan hanya melisankan 
adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang
kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya,

Ma’na Syahadatain 1
perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat
syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air
yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman
dengan bersih, yaitu hidup aman atau tentram dan mendapat petunjuk dari Allah.
Sebagaimana Dia berfirman dalam al-Qur’an: “Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-
orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang
mendapatkan petunjuk” (QS 6:82).

Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita
seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau
adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya.
Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat
aku shalat…”. Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam
Islam.

3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)

Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia,


yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazzuluumati
ilannuur. Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan
hidupnya secara keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara
individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh
menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dst. Secara masyarakat, di bidang
ibadah, merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah
kepada Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi
sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang. Syahadatain
mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa
Rasulullah dan para shahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain
dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua
aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.

4. Hakikat Da’wah para Rasul (Haqiqotud Da’watir Rasul)

Para nabi, sejak Adam AS sampai Muhammad SAW, berda’wah dengan misi yang
sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah
kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan
kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan
Allah SWT: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thogut itu” (QS 16:36)

5. Keutamaan yang Besar (Fadhooilul ‘Azhim)

Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan


keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material;
kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan syurga serta
dihindarkan dari panasnya neraka.

Makna Asyhadu

Kata asyahdu yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:

1. Pernyataan / Ikrar (al-I’laan atau al-Iqroor)


Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan  bukan
hanya mengucapkan  kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada
Ilaah Selain Allah.

Ma’na Syahadatain 2
2. Sumpah (al-Qossam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah  suatu kesediaan
yang siap menerima akibat dan resiko apapun  bahwa tiada Ilaah selain Allah saja
dan Muhammad adalah utusan Allah.

3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)


Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji
tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah (QS ?).

Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan


janji suci,sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman
adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan
terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).

Hakikat Iman

Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:

1. Dikatakan dengan lisan (al-Qoul)


Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua
perkataan yang keluar dari lisan mu’min senantiasa baik dan mengandung hikmah.

2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)


Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari
lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam
perkataan dan perbuatan. Dalam hadist Bukhori digambar oleh Nabi SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur
menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung
air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang
mu’min (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafiq (QS 2: 10).
Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang berpenyakit takkan mampu
membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qolb). Sedangkan hati orang mu’min
itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat
menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke
tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.

3. Perbuatan (al-‘Amal)
` Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan
pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan
mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat
seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan lisannya
bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia
berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang
utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqomah, tetap, teguh dan konsisten.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqomah merupakan proses yang
terus berjalan bersama keimanan. Mu’min mustaqim akan mendapatkan karunia
dari Allah berupa:

• Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani


menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan
mendapatkan siksaan. Lawan keberaniaan adalah sifat pengecut.

Ma’na Syahadatain 3
• Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan
selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir bathin. Lawannya
adalah sifat bersedih hati.
• Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan
ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tentram akan
kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhoan Allah (mardhotillah).

Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan
anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.

Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam


pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam
memahaminya.

Ma’na Syahadatain 4

Anda mungkin juga menyukai