Pentingnya Syahadatain
Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah
memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya
akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi
kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai
dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini
mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyyah) yang
benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam.
Intisari ajaran Islam terdapat terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu anlaa
ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan
asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad
Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan pernyataan proklamasi
kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata
(Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah).
Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan,
kekafiran dan api neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita,
harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama
menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas
prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”.
Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi sebelumku
adalah Laa ilaaha illallah” (al-Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai
dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar bukan hanya melisankan
adalah sebuah keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang
kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya,
Ma’na Syahadatain 1
perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat
syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air
yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman
dengan bersih, yaitu hidup aman atau tentram dan mendapat petunjuk dari Allah.
Sebagaimana Dia berfirman dalam al-Qur’an: “Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-
orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang
mendapatkan petunjuk” (QS 6:82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita
seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau
adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya.
Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat
aku shalat…”. Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam
Islam.
Para nabi, sejak Adam AS sampai Muhammad SAW, berda’wah dengan misi yang
sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah
kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan
kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan
Allah SWT: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thogut itu” (QS 16:36)
Makna Asyhadu
Kata asyahdu yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
Ma’na Syahadatain 2
2. Sumpah (al-Qossam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah suatu kesediaan
yang siap menerima akibat dan resiko apapun bahwa tiada Ilaah selain Allah saja
dan Muhammad adalah utusan Allah.
Hakikat Iman
3. Perbuatan (al-‘Amal)
` Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan
pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan
mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat
seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan lisannya
bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila berbicara ia
berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang
utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqomah, tetap, teguh dan konsisten.
Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqomah merupakan proses yang
terus berjalan bersama keimanan. Mu’min mustaqim akan mendapatkan karunia
dari Allah berupa:
Ma’na Syahadatain 3
• Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan
selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir bathin. Lawannya
adalah sifat bersedih hati.
• Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan
ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tentram akan
kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhoan Allah (mardhotillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan
anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.
Ma’na Syahadatain 4