Oleh:
Ir. Iwan Zarkasi, MEngSc.
Monang S. Pasaribu, ST
Abstrak
1. PENDAHULUAN
Gagasan alm. Prof. Sediyatmo untuk membangun jembatan antar pulau yang
menghubungkan pulau Sumatera – Jawa – Bali atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Tri Nusa Bima Sakti akan menjadi kenyataan. Jembatan Selat Madura
yang menghubungkan pulau Jawa dan Madura akan menjadi jembatan pertama
dari gagasan yang dibangun.
Realisasi pelaksanaan pembangunan jembatan Suramadu ini melalui proses
waktu yang cukup panjang yaitu selama 17 tahun. Dimulai pada tahun 1986,
Presiden menugaskan Menteri Negara Riset dan Teknologi/BPPT untuk mengkaji
kemungkinan hubungan langsung antara pulau Sumatera – Jawa – Bali atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Tri Nusa Bima Sakti. Kemudian pada tahun 1989,
dicapai Nota kesepakatan (MoU) antara BPPT, Departemen Pekerjaan Umum dan
Bappenas tentang studi “Tri Nusa Bima Sakti” yang kemudian diperluas menjadi
“Proyek Tri Nusa Bima Sakti dan Penyeberangan Utama” dengan tindak lanjut
melaksanakan studi-studi pendahuluan untuk hubungan Sumatera – Jawa –
Madura/Bali. Dari berbagai hasil kajian tersebut menunjukan bahwa Jembatan
Suramadu adalah yang mungkin dilaksanakan terlebih dahulu. Hubungan Jawa -
Madura memang merupakan lintasan paling layak diselesaikan terlebih dahulu
dipandang dari segi keterbatasan-keterbatasan yang ada baik pendanaan maupun
kemampuan dan pengalaman engineering.
Perencanaan teknis jembatan Surabaya – Madura (Suramadu) telah selesai
dilakukan pada tahun 1994 oleh konsultan perencana Parson Polytech Inc.
Namun akibat mundurnya waktu pembangunan selama kurang lebih 9 tahun,
maka telah terjadi perkembangan situasi di lokasi jembatan dan meningkatnya
kebutuhan pemanfaatan jembatan akibat meningkatnya arus lalu lintas. Sehingga
untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan tinjauan kembali terhadap hasil
perencanaan teknis yang ada. Review desain jembatan Suramadu telah dilakukan
pada tahun 2002, dengan berbagai perubahan antara lain meliputi geometrik
jembatan, geometrik jalan pendekat, kepala jembatan, drainage, perkerasan dan
bangunan pelengkap jembatan termasuk tipe konstruksi jembatan.
1
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
2
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
Spesifikasi teknik dan dimensi hasil review desain jembatan mengubah tipe
struktur segmental kantilever box girder menjadi jembatan cable stayed. Jembatan
cable stayed yang dipilih mempunyai bentangan 192 – 434 – 193 meter.
Pemilihan konfigurasi bentangan demikian atas dasar pertimbangan sesedikit
mungkin dilakukan modifikasi pada bagian-bagian lain. Namun demikian akibat
adanya perubahan alinyemen vertikal pada bagian di luar cable-stayed tidak urung
juga diperlukan perubahan pada ketinggian pilar. Melalui kajian jenis bangunan
atas yang intensif, diharapkan penambahan tinggi pilar tersebut tidak banyak
mempengaruhi jumlah fondasi.
Untuk mengantisipasi kebutuhan akan lalu lintas ringan antara kedua pulau, perlu
juga dilakukan perubahan terhadap lebar jembatan. Perubahan ini dilakukan
dengan menambah jalur pada kiri dan kanan jalur yang ada sehingga total lebar
jembatan yang semula 23,5 meter menjadi 30 meter.
Dimensi dan material jembatan cable stayed yang diusulkan adalah
Konfigurasi bentang : 192 + 434 + 192 meter (818 meter)
Tinggi tower di atas lantai : 100 meter
Tinggi lantai dari muka air : 35 meter pada posisi tower
Konfigurasi kabel : Radial dengan life-end pada bagian tower
Stayed-Cable : PSC-Strand 0,6” HDPE
Jarak antar kabel : @10 meter pada sidespan dan @11 pada main span
Girder jembatan : Steel box girder dengan lantai komposit baja-beton
Tower : Steel box girder
3
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
L⎡ ⎛ 4 h ⎞ ⎤⎥
2
⎢ ⎛ 4h ⎞ L (1)
ζ = 1+ ⎜ ⎟ + sinh −1
⎜ ⎟
2 ⎢ ⎝ L ⎠ 4h ⎝ L ⎠ ⎥⎦
⎣
ωL2
P= (2)
8h
dimana:
ζ = panjang kabel
L = jarak lurus kabel
h = sag kabel
ω = berat sendiri kabel
P = gaya axial pada kabel
Dalam aplikasi perencanaan jembatan dengan sistem cable-stayed, dimana
umumnya gaya axial kabel (P), berat sendiri kabel (ω), dan jarak lurus kabel
diketahui, dengan menggunakan rumus-rumus catenary di atas, maka panjang
kabel yang diperlukan dapat ditentukan.
Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan panjang kabel adalah
⎡ 2
8 ⎛ h ⎞ 32 ⎛ h ⎞
4
⎤
ζ = L ⎢ 1 + ⎜ ⎟ − ⎜ ⎟ + L⎥ (3)
⎣⎢ 3⎝ L⎠ 5 ⎝L⎠ ⎦⎥
Panjang kabel yang dihitung dengan rumus [3] ini, akan sama dengan yang
dihitung dengan rumus [1] di atas.
3.3 Konsep Analisa
Prinsip dasar dari jembatan cable stayed adalah penggunaan kabel-kabel
berkekuatan tinggi sebagai perletakan elastis pada gelagar sehingga jembatan
4
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
dapat mempunyai bentang yang panjang. Dalam desain jembatan cable stayed,
prinsip dasar ini telah berkembang dimulai dari prinsip (1) Pier & deck kaku,
kemudian (2) Pylon kaku & deck flexible, dan (3) Pylon & deck flexible
menggunakan back stayed cable (lihat Gambar 3).
5
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
6
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
4. SPESIFIKASI PERENCANAAN
4.1 Peraturan Perencanaan
Peraturan perencanaan jembatan Bina Marga (BMS ’92) merupakan pegangan
dalam perencanaan jembatan di Indonesia. Peraturan ini memberikan saran
perencanaan jembatan yang dapat menjamin tingkat keamanan, kegunaan dan
tingkat penghematan yang masih dapat diterima dalam perencanaan struktur
jembatan atau dengan kata lain merupakan standar minimum yang menjamin
keamanan, kegunaan dan penghematan dalam perencanaan jembatan (yang
masih dapat diterima).
Peraturan Bina Marga ini, mencakup perencanaan jembatan jalan raya dan
pejalan kaki. Untuk jembatan bentang panjang (lebih dari 100 meter) dan
penggunaan struktur yang tidak umum atau yang menggunakan material dan
metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus.
7
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
Prinsip umum perencanaan yang diatur dalam peraturan ini, harus didasarkan
pada prosedur yang memberikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat diterima,
untuk mencapai suatu kondisi batas selama umur rencana jembatan. Dengan
asumsi jembatan dibangun memenuhi persyaratan perencanaan dan dipelihara
dengan baik selama umur rencana (umur rencana peraturan ini adalah 50 tahun).
4.2 Umur Rencana Jembatan
Umur rencana jembatan diasumsikan 50 tahun (peraturan Bina Marga), kecuali
untuk jembatan sementara dan moduler dapat diambil lebih kecil yaitu 20 tahun.
Sedangkan untuk jembatan yang memiliki nilai stategis dan ekonomi yang
dikategorikan sebagai jembatan khusus (yang ditetapkan oleh yang berwenang),
harus direncanakan dengan umur rencana 100 tahun atau lebih. Jembatan
SURAMADU termasuk kelompok jembatan khusus oleh karenanya harus
memenuhi kriteria tersebut.
Perkiraan umur rencana tidak berarti jembatan tidak dapat berfungsi lagi pada
akhir umur rencana. Dan tidak juga berarti bahwa jembatan masih bisa dipakai
selama umur rencana tanpa dilakukan pemeriksaan dan perbaikan yang cukup.
Dengan umur rencana 50 tahun, periode ulang pada prinsip perencanaan ULS
adalah 1000 tahun, mengingat kemungkinan terjadinya aksi dengan periode ulang
tersebut, dibatasi sebesar 5%. Sedangkan pada perencanaan SLS, periode ulang
aksi adalah 20 tahun.
Periode ulang kejadian untuk prinsip perencanaan ULS untuk umur rencana
jembatan 100 tahun yang dihitung dengan rumus [1] di atas adalah 2000 tahun.
4.3 Spesifikasi Pembebanan
Mengingat peraturan perencanaan yang berlaku (Bina Marga) untuk umur rencana
50 tahun, maka perlu dilakukan koreksi atas peraturan ini, agar dapat digunakan
pada perencanaan Jembatan SURAMADU. Faktor koreksi umur tersebut hanya
digunakan pada perencanaan Ultimate Limit States.
Faktor koreksi ini dapat ditentukan dengan asumsi bahwa frekuensi terjadi
kejadian acak mengikuti distribusi eksponensial dan ini dianggap cukup tepat
untuk kasus banjir, angin topan dan temperatur (tinggi). Distribusi ini diasumsikan
juga cukup akurat untuk beban lalu-lintas (ekstrim), tetapi tidak dapat dipakai
untuk pengaruh gempa.
Dengan menggunakan distribusi eksponensial, maka hubungan antara besarnya
aksi dan periode ulang rata-ratanya dapat ditentukan sebagai berikut:
M 1 Ln ( Ri )
= (4)
M 0 Ln( R0 )
dimana:
Mo = besaran yang diketahui
Ro = periode ulang dari Mo
M1 = besaran dari periode ulang R1
R1 = periode ulang dari M1
Dari rumus [4] di atas faktor koreksi umur rencana jembatan 100 tahun dari umur
rencana 50 tahun adalah 1.1x, atau dengan kata lain besar aksi yang ada pada
8
Perjalanan Konsep Desain Jembatan Selat Madura Ditinjau Dari Disiplin Profesionalitas
peraturan perencanaan Bina Marga harus dikalikan dengan faktor sebesar 1.1,
terutama untuk beban lalu-lintas, angin, temperatur dan banjir.
5. PENUTUP
Suramadu akan menjadi penghubung tetap menghubungkan Pulau Jawa dan
Madura sebagai landmark kedua pulau tersebut. Jembatan Suramadu akan
menjadi tonggak sejarah bagi engineer-engineer Indonesia. Proyek ini
menunjukan kemampuan dari engineer Indonesia. Realisasi proyek ini merupakan
tantangan berikutnya bagi engineer Indonesia akan memberi nilai pengetahuan
bagi proyek-proyek jembatan bentang panjang yang akan datang seperti jembatan
selat sunda, selat bali dan lain-lain.
Referensi:
1. DR. Ir. Mustazir, Perkembangan Jembatan di Indonesia, seminar Unbraw,
1998.
2. DR. Ir. Mustazir dan Ir. Herry Vaza, Jembatan Bentang Panjang, Konsep dan
Kebijakan Perencanaan, Jakarta.
3. Rene Walther, Cable Stayed Bridges, Thomas Telford Ltd, London, 1988.
4. Parsons, Polytech Inc., Final Report Study Detailed Engineering Design
Surabaya – Madura Bridge, March 1993.
5. PT. Virama Karya, Perencanaan Teknis Jembatan Cable Stayed (818 m)
Modifikasi Jembatan Jawa – Madura, 2003.